Antropologi Dedline.docx

  • Uploaded by: Hasdi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Antropologi Dedline.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,214
  • Pages: 23
Tugas Review BAB 2 antropologi Pendidikan Nama : Hasdi Nur Pratomo Nim : 18505241005 A. ANTROPOLOGI BUDAYA Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Menurut Haviland (1999:12) cabang antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni arkeologi, antropologi linguistic, dan etnologi. Di bawah ini merupakan contoh konteks jurnal penelitian studi kasus. Judulnya : Sendratari ramayana dalam melestarikan kebudayaan tradisonal. Studi kasus : Penurunan jumlah penonton pagelaran sendratari ramayana dan penurunan jumlah organisasi seni sendratarinya. Ramayana Balekambang mengalami pasang surut seperti dikutip dari koran online (okezone.com edisi Rabu, 15 Juni 2016) mengenai “penurunan jumlah pengunjung hingga mencapai 50%” berikut: Kepala UPTD Kawasan Wisata Taman Balekambang Disbudpar Solo, Endang Sri Murniyati, mengatakan selama dua pekan ramadan, jumlah pengunjung Kawasan Wisata Taman Balekambang turun 50 persen dari hari biasa, penurunan itu yang pada hari biasa sekitar 3.000 orang per hari, kini turun menjadi sekitar 1.500 orang per hari. Sedangkan pada akhir pekan yang biasanya mencapai 5.000 orang, kini menjadi 2.500 orang.”Dua pekan pertama ramadan memang sepi. Selain pengunjung yang jumlahnya menurun, kegiatan dari pihak ketiga juga kosong. Pada hasil observasi pada pementasan bulan agustus yaitu ada 460 orang (Observasi Peneliti 19/08/2016) Pada bulan Oktober penonton mencapai 500 orang (Observasi Peneliti 24/10/2016). Pada bulan Desember penoton mencapai 140 orang (Observasi Peneliti 16/12/2016). Sedangkan pada bulan Januari yang juga digelar di gedung kesenian penonton mencapai 110 orang. Data tersebut menunjukkan penurunan jumlah penonton pergelaran Sendratari Ramayana yang mengindikasikan perlunya perhatian dalam melestarikannya Sehingga disini peneliti semakin tertarik untuk meneliti lebih lanjut kasus ini terlebih terdapat penurunan organisasi seni di Surakarta. Solusinya : Tahap yang pertama yaitu Adaptation. Dalam tahap ini Sendratari Ramayana diharapakan mampu untuk beradaptasi dengan keadaan sosial masyarakat. Tahap kedua yaitu Goal Attainment. Pada tahap ini Sendratari Ramayana mencoba untuk menyusun strategi serta usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk tetap mempertahankan

kelestariannya di era modern ini karena tujuan utama bagi semua pihak adalah kelestarian Sendratari Ramayana. Tahap ketiga yaitu Integration. Pada tahap ini diperlukan adanya harmonisasi keseluruhan anggota dalam sistem. Pada tahap ini diharapkan adanya kerukunan dalam sebuah hubungan kerjasama yang harmonis antar seluruh elemen. Semua elemen disini memiliki mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu. KESIMPULAN Kesenian Sendratari Ramayana Balekambang Surakarta merupakan salah satu kesenian yang masih bertahan dalam era modern namun dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Di era modernisasi. Seperti sekarang Sendratari Ramayana Balekambang semakin terpinggirkan. Selera masyarakat semakin berubah kearah modern perkembangan teknologi seperti televisi menjadi pilihan masyarakat yang dalam penyajiannya

lebih menarik dan terkini.

https://media.neliti.com/media/publications/164803-ID-peran-sendratari-ramayana-dalammelestar.pdf B. Pertimbangan Politik Pertimbangan politik, di mana para antropolog budaya sering terjebak oleh kepentingakepentinga politik dan membiarkan dalam penulisannya masih terpaku oleh metode-metode lama yang sudah terbukti kurang layak untuk menyusun sebuah karya ilmiah, seperti yang dikeluhkan said dalam orientalisme. Judul : Budaya politik masyarakat samin, Studi Kasus di Dukuh Mbombong Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Studi kasus : menyangkut objek-objek seperti: laju perkembangan dalam arti kecendrungan, pola, dan juga ketidakteraturan dan penyimpangan, tingkat kedewasaan, dalam arti tampilan perilaku dan integrasinya, karakteristik pribadi, mempelajari masa lampaunya untuk membuat diagnosis dan mencari faktor penyebab, dan memprediksikan masa depannya, membuat prognosis berdasar asumsi stabilitas perkembangannya (Muhajir, 61: 2000). Berbicara masalah budaya politik tentunya tidak akan terlepas dari tinjauan perilaku dan pertisipasinya terhadap fenomena-fenomena politik yang berkembang baik dalam sekala lokal maupun nasional. Maka demi mengetahui budaya politik yang berkembang pada masyarakat Samin (Sedulur Sikep). Dari hasil wawancara yang sempat dilakukan menegaskan bahwa mereka mengakui akan perkembangan perpolitikan yang berlangsung di negara Indonesia ini sudah cukup maju.

Menurut mereka perkembangan perpolitikan bangsa ini sudah cukup maju hal itu terlihat dari perkembangan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa ini sehingga dalam proses pemilihan pimpinan negara bahkan sampai tingkatan daerah langsung dipilih oleh rakyat. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat, pertamatama perlu dipahami dalam konteks latar belakang historis. Sikap dan perilaku politik. Faktor yang memberikan pengaruh dalam perilaku politik masyarakat selanjutnya adalah kondisi geografis. Faktor geo-politik memiliki implikasi dalam perilaku politik masyarakat sekaligus mempengaruhinya. Indonesia yang merupakan wilayah dengan letak geografisnya yang potensial dapat merupakan pertimbangan strategis bagi dunia internasional untuk mengadakan kerja sama dan hubungan dalam berbagai kepentingan. Faktor lain yang memiliki pengaruh dalam perilaku politik masyarakat adalah budaya politik. Perilaku politik masyarakat selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama telah memberikan nilai-nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan dan agama apapun merupakan pedoman dan acuan yang penuh dengan norma-norma dan kaidahkaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama dan keyakinannya. Berdasarkan dari uraian diatas mengenai konsep-konsep dalam memperhatikan perilaku politik masyarakat, Selain perilaku politik, didalam mengkaji budaya politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep), peneliti juga memperhatikan tingkat partisipasi politik masyarakat tersebut. Didalam mempelajari tingkat partisipasi politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep), peneliti menggunakan konsep Weimer yang dikutif oleh Sudiijono Sastroatmodjo (1995: 81) sebagai berikut: 1. Adanya modernisasi. 2. Terjadinya perubahan struktur-struktur kelas sosial. 3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa. 4. Adanya konflik pemimpin-pemimpin politik. 5.Keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan Sosial, Ekonomi, dan Kebudayaan. Dari faktor-faktor itulah kita bisa melihat tingkat parisipasi politik masyarakat Samin yang berkembang sampai saat ini. Maka didalam menentukan jenis partisipasi politik masyarakat Samin, peneliti menggunakan teori yang diungkapkan oleh Milbrath dan Goel yang dikutif oleh Sudiijono Sastroatmodjo (1995:74 -75) bahwa partisipasi politik terbagi dalam beberapa kategori yang diantaranya sebagai berikut :

1. Apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. 2. Spektator, yaitu yang berada pada kategori pasif yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilu. 3. Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam prosses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai, dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat. 4. Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional seperti mengadakan demonstrasi, memberikan ancaman, mogok kerja dan sebagainya. Maka berdasarkan hasil penelitian bahwa masyarakat Samin (Sedulur Sikep) mengenai bentuk partisipasi politik yang berkembang pada mereka adalah partisipasi politik spectator. Solusi : harus sebisa mungkin mematuhi hukum di indonesia Pada dasarnya masyarakat Samin (Sedulur Sikep) dukuh Mbombong Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati memiliki kecenderungan kearah tipe budaya politik parokial-partisipan (the parochialparticipant political culture), yang mengarah pada budaya politik ini adalah masyarakat Samin asli yang di luar dukuh mbombong desa Baturejo Kecamatan Sukolilo yang masih mempertahankan adat. Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) asli dalam hal kognitifnya sudah lebih maju yakni didalam segi pendidikan yang mereka peroleh sudah ada namun belum begitu paham dalam berpartisipasi untuk hal kenegaraan mereka telah lakukan seperti yang sudah dijabarkan dalam hasil penelitian masyarakat Samin asli telah melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan patuh pada aturan hukum negara Indonesia yakni contohnya melaksanakan pemilukada ulang Bupati Pati. (dalam Almond dan Verba, 1990: 27), ada tiga tipe budaya politik yaitu: a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture) b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture) c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture) https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/.../5178

C. Hubungan dan Kekuasaan

Menyangkut hubungan kebudayaan dengan kekuasaan. Jika pada awalnmya bertumpu pada asumsi asumsi kepatuhan dan penguasaan masing-masing anggota masyarakat terhadap kebudayaannya, sedangkan pada masa kini dengan munculnya karya Bourdieu (1977) dan Foucault (1977, 1978) kian menekankan pengguanaan taktis diskursus budaya yang melayani kalangan tertentu di masyarakat. Judul : Menjaga perempuan, menjaga kebudayaan Studi kasus : abdi-dalem wanita kraton kasunanan surakarta. Konsepsi gender memberi pemahaman tentang bagaimana posisi perempuan dalam lingkungan keluarga dan sosial. Dalam masyarakat Jawa, sebagai masyarakat yang masih mem- pertahankan nilai-nilai budaya, meng- hantarkan kita pada fenomena abdi- Dalem perempuan. Kraton, sebagai pusat kebudayaan Jawa, menjadi se- buah wadah yang kokoh bagi keberlangsungan budaya, lewat keberlang- sungan hidup perempuan-perempuan di dalamnya. Seperti yang telah di- sampaikan di awal tulisan, mempelajari perempuan berarti mempelajari kehidupan dan keberlangsungan hidup itu sendiri. Dalam konteks ini, narasinya ada pada Kraton, sebagai sesuatu yang berperan penting untuk menjaga perempuan dan kebudayaan. ini merupakan penelitian yang menyadur karya Skripsi penulis untuk kemudian ditambahkan dengan data-data pendukung sekunder sebagai pelengkap dan pembaharu. Skripsi ditulis pada tahun 2015 dengan judul “Kajian Fenomenologi Abdi-Dalem Wanita Terhadap Konstruksi Teori Modal Sosial” Masyarakat Jawa, sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi kebudayaan, adalah kumpulan masyarakat yang secara geografis bertempat tinggal, bergaul, dan berkembang di Pulau Jawa, termasuk di dalamnya, Ja- wa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Ti- mur, yang kemudian mengembangkan tradisi dan kebudayaan yang khas dan berkarakteristik Jawa. Abdi-Dalem perempuan telah de- ngan sangat apik memainkan perannya dalam lingkungan keluarga dan sosial sebagai; istri dan ibu, abdi, dan bagian dari masyarakat. Wibowo (2011) menjelaskan, asal muasal ‘peran ganda’ yang disematkan pada perempuan ber- asal dari pembedaan secara dikotomis antara sektor domestik dan sektor pu- blik. ‘Peran ganda’ yang awalnya bertujuan untuk mencapai pemberdayaan perempuan, justru seringkali menim- bulkan dilematis yang kompleks dan berkepanjangan tentang peran yang harus dilakukan. Proses pemisahan konsep secara diametral ini bukan ti- dak mungkin akan menciptakan kepri- badian yang terpacah (split person- ality) bagi kaum perempuan yang justru membahayakan. Sehingga, perem- puan akan lebih baik jika dibiarkan menjadi dirinya sendiri, tanpa harus dikotak-kotakkan dalam

pembagian sektor domestik-sektor publik, seperti apa yang ada pada diri abdi-Dalem perempuan. Kesimpulan : Mempelajari perempuan berarti mempelajari kehidupan dan keberlangsungan hidup itu sendiri. Fenome- na yang terjadi pada abdi-Dalem perempuan, memberi pemahaman bahwa Kraton, sebagai ‘rahim’ budaya Jawa, turut andil dalam usaha menjaga bu- daya dan perempuan. Perempuan-perempuan yang hidup di dalamnya, di- kondisikan (atau terkondisikan). Saran Sebagai pemegang kendali, de- wan adat Kraton juga pemerintah Kota setempat, disarankan untuk dapat memberikan kebijakan yang mengarah dan menuju pada pemberdayaan perempuan. Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka pelestarian kebudayaan. Pola yang memberi dukungan penuh terhadap penjagaan perempuan dan kebudayaan, akan menjamin budaya yang tidak luruh dimakan waktu. https://jurnal.uns.ac.id/jiep/article/view/9912 D. Arkeologi Arkeologi adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda peninggalan lama dengan maksud untuk menggambarkan erta menerangkan perilaku manusia karena dalam peninggalan-peninggalana lama itulah terpantul ekspresi kebudayaannya. Judul : Sumbangan Antropologi dalam Penelitian Arkeologi Studi kasus : arkeologi kebanyakan seputar tinggalan-tinggalan manusia yang seringkali sudah mati dan terkubur tanah. Masyarakat pendukung kebudayaan benda tersebut sudah lama punah. Tinggalan-tinggalan arkeologi yang memberi sumbangan bagi rekonstruksi kebudayaan masa lalu manusia diantaranya artefak, fi tur, dan ekofak. Keseluruhan tinggalan arkeologi tersebut merupakan media yang menjembatani antara masa lalu dan masa kini. Mengungkap masa lalu memang sarat akan tantangan. Ketika tinggalan arkeologi sudah ditemukan, perjalanan tidak lantas berhenti. Interpretasi akan tinggalan arkeologi tersebut sendiri membutuhkan perjalanan yang panjang. Arkeologi pada akhirnya harus bisa membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini. Bagaimanapun, sumbangan dari ilmu-ilmu lain akan memperkaya analisis arkeolog. Tidak hanya antropologi, ilmu lain seperti geografi , geologi, sejarah, kimia, dan lain-lain memberikan sumbangan yang berarti bagi arkeologi. Hanya saja, tulisan ini tidak akan mengulas semua ilmu yang berperan dalam penelitian arkeologi. Tulisan ini akan mengulas bagaimana antropologi berperan dalam mengungkap masa lalu bersama arkeologi. Masa lalu akan semakin dekat dan menjadi bagian dari hidup manusia. The past is not remote but a part of daily life (Gamble, 2001:18)

Solusi : Fase pertama dapat dikatakan sebagai asal mula etnografi . Antropologi, sebagai sebuah disiplin ilmu baru lahir pada paruh kedua abad ke-19 dengan tokoh tokoh seperti E.B. Tylor, James Frazer, dan L.H. Morgan. Upaya besar mereka adalah dalam menerapkan teori evolusi biologi terhadap bahan-bahan tulisan tentang berbagai suku bangsa di dunia yang dikumpulkan oleh para musafi r, penyebar agama Kristen, pegawai pemerintah kolonial, dan penjelajah alam. Mereka bekerja di kamar kerja sendiri dan perpustakaan atau yag dikenal sebagai antropolog di balik meja. Mereka semua, kecuali L.H. Morgan tidak pernah terjun langsung di tengah-tengah masyarakat yang menjadi objek tulisan mereka. Menjelang akhir abad ke-19, muncul pandangan baru dalam antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan budaya yang disusun oleh para ahli teori terdahulu, dipandang tidak realistis dan tidak didukung dengan bukti nyata. Dari sinilah muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri kelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya. Inilah awal mula munculnya pemikiran perlunya kajian lapangan melalui etnografi dalam antropologi. Peneliti awal yang mulai mengaplikasikan kajian lapangan etnografi adalah W.H.R Rivers dari Inggris dan Franz Boas dari Amerika Serikat. Pada masa awal ini, teknik etnografi yang utama adalah wawancara yang panjang, berkali-kali dengan bebrapa informan kunci. Penelitian etnografi pada masa awal ini adalah “informan oriented” karena tujuannya untuk mendapatkan gambaran masa lalu masyarakat tersebut (Marzali dalam Spradley, 2007: x). Fase kedua dikenal sebagai etnografi modern. Metode etnografi modern seperti yang umum digunakan sering pada masa kini, baru muncul pada 1915-1925 dipelopori oleh dua ahli antropologi Inggris, A.R. Radcliffe Brown dan Bronislaw 32 Putri Novita Taniardi, Sumbangan Antropologi dalam Penelitian Arkeologi Papua Vol. 1 No. 2 / November 2009 Malinowski. Mereka berdua tidak terlalu memandang penting hal yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan suatu masyarakat. Perhatian utama mereka adalah kondisi masyarakat terkini, kehidupan yang tengah dijalankan oleh sebuah masyarakat. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, seorang peneliti tidak cukup hanya dengan melakukan wawancara saja. Peneliti juga harus terlibat penuh dalam aktivitas sebuah masyarakat. Dari sinilah kemudian dikenal adanya observasi partisipasi, yaitu pengamatan langsung terhadap kehidupan masyarakat dengan melibatkan diri bersama mereka. Fase yang ketiga adalah etnografi baru. Metode etnografi ini berkembang sejak tahun 1960-an. Sasaran etnografi baru membuat pemaparan etnografi s lebih akurat dan lebih replikabel daripada yang dianggap telah berlaku pada masa sebelumnya. Etnografi baru menekankan pada aspek kognitif masyarakat budaya.

https://jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id/index.php/jpap/article/viewFile/121/119 https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/anthropos E. Etnologi Pendekatan etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiaanya pada kebudayaankebudayaan zaman sekarang, telaahnyapun terpusat pada perilaku manusianya, sebagaimana yang dapat disaksikan langsung, dialami, sreta didiskusiakan dengan pendukung kebudayaannya Judul : Kondisi Sosial Budaya Terkait Pendidikan Anak pada Masyarakat Nelayan Di Desa Perlis Brandan Barat Studi kasus : kondisi budaya dan kaitannya dengan pendidikan anak nelayan, jika dilihat dari budaya masyarakat tersebut kurang perhatian terhadap pendidikan formal anak-anaknya. Solusi : Anak yang bekerja pada masyarakat nelayan di desa Perlis kecamatan Brandan Barat, juga dipenuhi beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan. Lingkungan sosial budaya yang sedikit banyaknya akan mempengaruhi seorang anak untuk bekerja dan putus sekolah, sudah pasti anak-anak akan merasakan apa yang dilakukannya tersebut baik untuk dirinya. Anak usia sekolah belum mengetahui apa yang berguna apa yang berguna bagi masa depannya kelak kemudian. Oleh karena itu anak memerlukan nasehat,bimbingan dari orang yang lebih dewasa dalam hal ini orang tua dan masyarakat sekitar tempat tinggal anak. Hal yang memungkinkan jika anak sering melihat teman sebayanya bekerja akibatnya lama-kelamaan anak tersebut akan terpengaruh untuk bekerja setelah melihat temannya bekerja dan mendapat upah. Orang tua dan masyarakat yang menganggap biasa jika seorang anak bekerja pada masyarakat nelayan karena menurut Nurjannah dan Robi Suhendra. Kondisi Sosial Budaya Kaitannya dengan Pendidikan Anak 106 mereka sudah tradisi kalau orang tuanya nelayan maka anaknya pun akan menjadi nelayan kelak. Jadi menurut orang tua biarlah sejak kecil anak terbiasa bekerja dilaut agar nantinya anak lebih terampil lagi. Tak bisa dipungkiri, anak nelayan menjadi nelayan adalah realitas kehidupan komunitas nelayan. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, ada tiga hal diteliti dan dibahas dalam penelitian ini. Pertama adalah pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat ratarata tamat sekolah dasar dan ada yang tidak tamat sekolah dasar. Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan akan mempengaruhi perspektif orang tua terhadap arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. dan begitu juga dengan orang tua yang mempunyai jenjang pendidikan formal yang mempunyai pengetahuan luas dan mengerti tentang arti penting pendidikan bagi anak-anaknya. Pola fikir yang tertanama dalam fikiran masyarakat nelayan yang kurang memaknai arti penting pendidikan sehingga membuat masyarakat kurang perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya. Kedua adalah factor orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat sekolah dasar cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti penting pendidikan. Masyarakat nelayan menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja. Rendahnya jenjang pendidikan formal orang tua dan usia orang tua juga menjadi salah satu penyebab ketidakberdayaan nelayan. Dengan pendidikan yang rendah, masyarakat nelayan tidak mampu menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Sudah umum bahwa pendidikan

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun kelompok. Melalui pendidikan, pemberdayaan individu dan masyarakat dapat membawa masyarakat nelayan ke masa depan yang lebih baik. Semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Ketiga adalah anak-anak menerima pendidikan dari orang tua, sekolah dan masyarakat sekitarnya ketika anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka juga akan mendidik anaknya. Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses transformasi nilai, keterampilan atau informasi (pengetahuan) yang disampaikan baik itu secara formal maupun non formal, dari suatu pihak kepihak yang lain. Pendidikan formal yaitu suatu usaha sadar manusia untuk mencapai keterampilan dan model pemikiran yang dianggap penting dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial. Adapun pendidikan informal yaitu suatu proses transformasi nilai, keterampilan dan pengetahuan yang berjalan alamiah dan menghasilkan efek yang tetap dari lingkungan. Tingkat pendidikan seseorang itu tergantung pada bagaimana orang itu memandang pendidikan dan keadaan ekonomi mereka. Pendidikan itu sangat penting bagi kehidupan baik kehidupannya maupun kehidupan anaknya. Pendidikan anak itu sangat penting/ perlu sekali, sebab menurut manusia tanpa pendidikan maka ia tidak punya arah atau pegangan terutama sekali pendidikan agama. Untuk itu manusia harus mempunyai bekal ilmu agar ia mempunyai pegangan dalam hidupnya sehingga ia bermoral dan berakhlak baik, karena dari segi hukum semua itu butuh ilmu. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 19 mei dengan pak arifin dan informan lainnya, beliau mengatakan bahwa, “Pendidikan bagi anak itu sangat penting apalagi dizaman yang penuh dengan teknologi. Harapan kami untuk menyekolahkan anak ke jenjang lebih tinggi itu ada, tapi karena penghasilan saya yang pas-pasan itu membuat saya menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi itu sebagai mimpi. Karena biaya sekolah yang cukup mahal”. Tetapi biaya pendidikan yang begitu mahal membuat masyarakat mempunyai perspektif lain terhadap pendidikan, karena Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya 1 (2) (2015): 102-110 107 mempunyai pendapatan yang rendah membuat masyarakat untuk tidak menyekolahkan anaknya dan anak diajak ikut mencari ikan atau bekerja untuk membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari- hari. Kebudayaan dapat dipahami sebagai salah satu sumber utama sistem tata masyarakat yang diharapkan dapat membentuk sikap mental atau pola fikir manusia. Kondisi ini sering terpantul pada pola sikap dan tingkah laku dalam berbagai segi kehidupan. Budaya masyarakat dalam penelitian ini aktivitas masyarakat yang membiarkan anak-anak bekerja membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan kurang perhatian terhadap pendidikan formal anak- anaknya. Budaya masyarakat dalam menyekolahkan anak merupakan hal yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/2076/1876

F. Antropologi Ekonomi Bidang ini merupakan cara manusia dalam mempertahankan dan mengekspresikan diri melalui penggunaan barang dan jasa material (Gudeman, 2000: 259). Antropologi ekonomi berusaha merangkum aspek etnografis dan teoritis, sekalipun bertentangan. Judul : Tantangan masyarakat menuju ekonomi asean Studi kasus : Peluang dan Tantangan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Solusi : Melalui MEA 2015, diharapkan: pertama, terdorongnya arus investasi dari luar masuk ke dalam negeri akan menciptakan multiplier effect dalam berbagai sektor khususnya dalam bidang pembangunan ekonomi; kedua, memberikan kemudahan dalam pembentukan kerjasama antara perusahaan-perusahaan di wilayah ASEAN sehingga akses terhadap bahan produksi semakin mudah; ketiga, pasar Asia Tenggara merupakan pasar besar, potensial, dan menjanjikan dengan luas wilayah sekitar 4,5 juta kilometer persegi dengan jumlah penduduk mencapai 600 juta jiwa; keempat, memberikan peluang kepada negara-negara anggota ASEAN meningkatkan kecepatan perpindahan sumber daya manusia dan modal yang merupakan dua faktor produksi yang sangat penting; dan kelima, di bidang teknologi, akan menciptakan transfer KESIMPULAN : Pendidikan antropologi merupakan disiplin ilmu terapan yang dapat menjadi pusat kecemerlangan dengan memberikan antisipasi sekaligus solusi bagi kehidupan masyarakat dan budaya, sementara sebagai lembaga dapat berjalan maju dan berdiri mandiri sebagai agen terapan pembangunan. Indonesia sekarang sedang menuju/menghadapi MEA 2015, pendidikan antropologi dapat memposisikan SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 -66- MEA sebagai tantangan, harapan, dan peluang. Oleh karena itu, pendidikan antropologi harus mampu mempersiapkan diri dengan mengembangkan dan membangun potensi berupa: kekuatan, keunggulan, kompetensi, dan kepercayaan yang dapat dilihat dari profil lulusan, standar kompetensi lulusan, jabaran CP-nya, dan pemetaan bahan kaji. Pendidikan antropologi harus mampu mencetak profesi guru antropologi, peneliti pendidikan antropologi dan keahlian antropologi dalam wilayah dan ranah pendidikan, konsultan dan praktisi aksi pengabdian pada masyarakat, serta menghasilkan enterpreneur dan industri ekonomi kreatif. Dengan demikian pendidikan antropologi baik sebagai ilmu terapan maupun sebagai lembaga dapat memberikan peran dan fungsinya secara nyata. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/07_nanik%20kasniyah.pdf

G. Antropologi medis Merupakan subdisiplin yang sekarang paling populis di Amerika Serikat, bahkan tumbuh pesat di mana-mana. Antropologi medis ini banyak membahas hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak mempengaruhi evolusi manusia. Judul : Masyarakat Kebudayaan dan Politik Studi kasus : Fenomena Budaya Dalam Penyembuhan Penyakit Secara Tradisional: Pijat Refleksi dan Transfer Penyakit dengan Media Binatang Solusi : Sistem pengobatan tradisional bukan sekedar sebagai fenomena medis dan ekonomi, tetapi lebih luas lagi yaitu sebagai fenomena sosial budaya. Hal ini terjadi dalam kehidupan masyarakat, terutama kehidupan yang menyangkut kesehatan individu maupun masyarakat. Masyarakat awam atau pakar cenderung memandang pengobatan tradisional dari perspektif ekonomi dan medis saja, jarang atau malahan belum ada penelitian yang lebih khusus melalui perspektif sosial dan budaya dengan cara terjun langsung dalam kehidupan masyarakat, misalnya dengan mengukur sejauh mana pengobatan dan obat - obatan tradisional dipandang sebagai kebutuhan perawatan kesehatan oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar Agoes (1996: vii) bahwa pengobatan dan obat tradisional telah menyatu dengan masyarakat, digunakan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan baik di desa maupun di kota. Selanjutnya dikatakan Azwar Agoes bahwa kemampuan masyarakat untuk mengobati sendiri, mengenal gejala penyakit dan memelihara kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka mencapai kesehatan bagi semua. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahua n ternyata tidak mampu begitu saja menghilangkan arti pengobatan tradisional. Kesimpulan : Sistem pengobatan tradisional merupakan fenomena sosial budaya yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut sekarang digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi berbagai penyakit baik di desa maupun di kota -kota besar. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahua n tidak mampu menghilangkan arti pengobatan tradisional, dan tenaga kerja yang diwakili oleh ahli pengobatan tradisional adalah sumber yang sangat potensial dari perawatan kesehatan. Di negara-negara seperti Cina, India, Vietnam, Jepang dan Srilangka, pen gobatan tradisional telah diakui dan dijadikan lembaga resmi secara nasional oleh pemerintah negar-negara tersebut. Di Indonesia, rupa -rupanya praktik pengobatan tradisional secara resmi belum mendapat pengakuan dari lembaga pemerintah. Namun pengobatan tradisional semakin berkembang sekarang walaupun masih dalam tingkat rumah tangga dan masyarakat. http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/25/30

H. Hubungan antropologi dengan psikologi

Merupakan Hal tampak karena dalam psikologi pada hakikatnya mempelajari perilaku manusia dan proses-proses mentalnay. Dengan demikian, psikologi membahas factor-faktor penyebab perilaku manusia secara internal, seperti motivasi, minat, sikap, konsep diri, dan lain-lain. Sedangkan dalam antropologi, khususnya antropologi budaya, lebih bersifat factor eksternal, yaitu lingkungan fisik, lingkungan keluarga dan lingkungan social dalam arti luas. Judul : Hubungan antropologi dengan psikologi Studi Kasus : Hubungan antara efikasi diri dengan akademik pada siswa kelas XI Sma negeri 9 padang. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 9 Padang tahun ajaran 2008/ 2009 dengan populasi berjumlah 281 orang siswa dan terbagi dalam 8 kelas, yaitu 33 siswa kelas XI IPA1, 33 siswa kelas XI IPA2, 33 siswa. Untuk memperoleh data penelitian digunakan dua skala yaitu skala efikasi diri yang disusun berdasarkan teori dari Bandura (1997) dan The Procrastination Assesment Scale-Students (PASS) yang dikembangkan oleh Solomon dan Rothblum (1994). Setiap pernyataan terdiri empat alternatif jawaban, yaitu STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Statistika Parametrik dengan teknik Korelasi Produk Moment (Product Moment Correlation) dari Karl Pearson (Hadi, 2004; Nugroho, 2005). Korelasi ini digunakan untuk mengukur kekuatan (keeratan) suatu hubungan antarvariabel. Dari perolehan hasil penelitian didapatkan bahwa efikasi diri siswa kelas XI SMA Negeri 9 Padang, persentase tertinggi berada pada kategori sedang (60,6%) yaitu sebanyak 40 orang siswa, pada kategori tinggi sebanyak 26 orang (39,4%) dan tidak ada siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah. Pada perhitungan prokrastinasi akademik siswa kelas XI SMA Negeri 9 Padang, persentase tertinggi juga berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 48 orang siswa (72,73 %), sebanyak 12 orang siswa memiliki kecenderungan prokrastinasi yang rendah (18,2%), sedangkan sebanyak 6 orang, siswa memiliki kecenderungan prokrastinasi akademik yang tinggi (9,1%). Jadi dapat disimpulkan, dengan adanya efikasi diri yang tinggi, siswa cenderung tidak mengundur mengerjakan tugas akademiknya atau tidak melakukan prokrastinasi akademik. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa hipotesis diterima, hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan prokrastinasi akademik. Jika dilihat dari korelasi setiap dimensi efikasi diri dengan prokrastinasi akademik menunjukkan hubungan yang signifikan. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03_Mat%20Syuroh%20SOSIAL%20%26%20KEBUDAY AAN%20_Revisi%20terbaru_%20mda.pdf

I. Antropologi Sosial Bidang ini mulai dikembangkan oleh James George Frazer di Amerika Serikat pada awal abad ke20. Dalam kajiannya, antropologi social mendeskripsi proyek evolusionis yang bertujuan untuk merekonstruksi masyarakat primitive asli dan mencatat perkmebangannya melalui berbagai tingkat peradaban. Judul : Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas di Indonesia Studi Kasus : Studi Kasus Kelompok “Batin Sembilan” di Provinsi Jambi Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Bukit Dua Belas, provinsi Jambi. Penulis melakukan penelitian pada saat penulis menjadi Kepala Daerah Musi Banyuasin yang berbatasan dengan provinsi Jambi. Cara dan alat yang dipakai berdasarkan prosedur penelitian kualitatif. Penulis menggunakan hipotesis antropologi sosial Radcliffe-Brown dan Malinowski. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi, wawancara, dokumentasi, penelitian arsip, serta studi pustaka. Studi lapangan yang dilakukan menggunakan metode diskriptif kualitatif. Data primer diperoleh dari jumlah populasi yang berjumlah 110 KK terdiri atas masyarakat terasing yang telah atau pernah dibina. Dari jumlah tersebut, ditentukan secara purposive sebanyak 20 KK sebagai sumber utama dan 5 orang anggota masyarakat kelompok ”Batin Sembilan” sebagai sumber data komparatif. Selanjutnya ditentukan pula lima orang informan, yakni satu orang kepala kelompok ”Batin Sembilan”, satu orang ketua adat, Kepala Desa, dan dua orang dari unsur masyarakat pasca tradisional. Data sekunder diperoleh dari semua literatur, serta dokumen– dokumen yang mempunyai relevansi dengan tujuan studi ini. Solusi : (1) observasi partisipan yang bertujuan untuk mendapat data yang alamiah, agar segala gerak–gerik subyek dalam penelitian ini dapat digambarkan berdasarkan perilaku– perilaku yang dicermati di lapangan. Tingkat akurasinya sangat ditentukan oleh jalinan hubungan yang terbina melalui respon timbal balik antara penulis dengan subyek penelitian; dan (2) interview, teknik ini dilaksanakan dengan memberikan keleluasaan kepada responden untuk memberikan jawaban (free response interview). Dalam usaha memperoleh kedalaman makna dalam suatu wawancara (indept interview), penulis memanfaatkan situasi–situasi khusus yang memungkinan dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan fokus wawancara sebelumnya. Data yang terakumulasi dianalisis secara kualitatif– interpretative dengan langkah operasional, reduksi data, display data, pengujian kembali (verifikasi), dan konklusi. Dalam menganalisis data hingga tahap menyimpulkan digunakan prinsip–prinsip berpikir induktif. Dengan kata lain, induksi merupakan proses pengorganisasian fakta–fakta atau hasil Simpulan Di provinsi Jambi terdapat suku yang belum berakulturasi dengan masyarakat pasca tradisional. Mereka dikenal dengan nama umum kelompok ”Batin Sembilan”, Mereka tinggal berpindah-pindah dari rawa dekat laut, sampai kaki bukit provinsi Jambi. Mereka memakai pola hidup tradisional dengan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhannya tergantung dengan Hutan, mereka meramu tumbuh-tumbuhan, umbi-umbian dan buahbuahan serta berburu binatang hutan seperti Babi, Rusa dan Kijang. Sosial dan kebudayaan mereka terjalin dengan kuat sesuai adat tradisional secara turun temurun. Dalam pemenuhan kebutuhan antar kelompok maupun individu mereka melakukan tukar menukar benda

kebutuhan, kecuali dengan masyarakat pasca tradisional di pinggiran lokasi mereka menggunakan Uang sebagai alat tukar atau alat jual beli. Mereka menjual hasil hutan seperti; menyan, buah petanang, beberapa jenis getah, obat alami dan lain-lain yang diperoleh dari hutan kepada orang luar (orang terang). Kadang kala menukarkan hasil hutan barang-barang keprluan hidup seperti munyak tanah, minyak kelapa serta alat-alat terbuat dari besi seperti parang dan kampak dengan orang luar (orang terang). Kelompok ”Batin Sembilan” digambarkan sebagai orang yang tanpa dosa dan kebudayaannya yang unik dengan kebudayaan dan kosmologi sangat berbeda dari masyarakat biasa. Masyarakat ”Batin Sembilan” menganut sistem kekerabatan matrilineal dan poligami. Matrilineal, artinya saudara perempuan tinggal bersama di kelompok orang tua dan saudara laki-laki harus ikut kelompok isterinya. Poligami artinya suaminya boleh mempunyai hubungan dengan beberapa istri. Alasannya perempuan subur, mandul, dan janda harus dilindungi sebagai sumber hidup. Kelihatannya tanggung jawab laki-laki jauh lebih berat dari kaum perempuan dan pada tingkat harapan hidup, laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Dampak perubahan zaman sekarang terhadap kebudayaan mereka sangat besar, dewasa ini lingkungan tradisionalnya semakin lama semakin sempit oleh penebangan dan perkebunan. Namun, mereka tetap bertekad mengikuti aturan dan budaya yang diwariskan dari nenek moyangnya. Syarnubi Soman (2009:89) Seiring dengan kenajuan ilmu dan teknologi maka telah terjadi pembukaan lahan secara besar-besaran baik untuk keperluan industri maupun lahan transmigrasi yang mengakibatkan lahn Suku Pedalamn semakin sempit. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/anthropos B. PENDEKATAN, METODE, TEKNIK, ILMU BANTU, DAN JENIS PENELITIAN ANTROPOLOGI. Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistic) dan kualitatif (naturalistic). Artinya, dalam penelitian antropologi dapat dilakukan melalui pengkajian secara statistic-matematis, baik dilakukan untuk mengukur pengaruh maupun korelasi antarvariabel penelitian, maupun dilakukan secara kualitatif-naturalistik. Judul : sosial dan budaya Studi kasus : Perubahan Sosial Pada Masyarakat Karo Yang Bermigrasi Ke Kota Duri Solusi : Jenis Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif mengenai “Perubahan Sosial Pada Masyarakat Karo Yang Bermigrasi Ke Kota Duri Kec. Mandau Kab. Bengkalis Riau”. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (2012:4) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan prilaku yang dapat diamati. Pertama, yaitu diakibatkan oleh faktor ekonomi sebagai pendorong masyarakat Karo meninggalkan daerah asalnya antara lain: pendapatan yang rendah, ketidak mampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya dan kesulitan untuk menngembangkan usaha mereka di daerah asal. Yang kedua, yaitu di akibatkan oleh faktor sosial sebagai pendorong masyarakat Karo untuk bermigrasi antara lain: semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga lahan pertanian sebagai lapangan pekerjaan telah menyempit. Selain itu adanya

pernikahan antara masyarakat Karo yang bermigrasi ke Kota Duri dengan masyarakat lokal dan memutuskan untuk bergabung dengan kerabat mereka. Adanya konflik dalam keluarga di daerah asal, misalnya masalah pembagian harta warisan peninggalan orangtua mereka sehingga masyarakat Karo memutuskan untuk bermigrasi. Adanya tuntutan pekerjaan oleh lembaga yang terkait juga sebagai pendorong masyarakat Karo untuk melakukan migrasi, misalnya Pendeta yang dipindahkan oleh lembaga gereja setiap 5 tahun sekali. Yang ketiga, faktor penarik informan datang ke kota duri. berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Duri Kecamatan Mandau terlihat bahwa faktorfaktor yang melatarbelakangi masyarakat Karo yang bermigrasi menetap di Kota Duri Kecamatan Mandau juga berbeda-beda. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Faktorfaktor pendorong masyarakat Karo bermigrasi dari daerah asal menuju ke Kota Duri Kecamatan Mandau terutama disebabkan oleh faktor ekonomi pendapatan yang rendah, faktor sosial karena adanya maslah sosial seperti perkawinan antara masyarakat Karo sebagai pendatang dengan penduduk asli, menyempitnya lahan pertanian sebagai lapangan kerja juga diakibatkan oleh konflik dalam keluarga mereka di daerah asal dan faktor adanya tuntutan pekerjaan yang mewajibkan berpindah tempat. Faktor –faktor penarik masyarakat Karo melakukan migrasi dan menetap di Kota Duri Kecamatan Mandau sangat bervariasi, pada umumnya karena tersedianya lapangan pekerjaan, faktor ekonomi mencari pendapatan yanng lebih tinggi, dan faktor kelengkapan sarana dan prasarana. https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/viewFile/11946/8800 Antropologi Psikologi Bidang ini merupakan wilayah antropologi yang mengkaji tentang hubungannya antara individu dengan makna dan nilai dengan kebiasaan social dari system budaya yang ada (White, 2000:856). Judul : Konsep Diri dalam Budaya Jawa Studi kasus : self consept Solusi : Berdasarkan pendapat Matsumoto (2002) bahwa ada tiga kontribusi seseorang dalam mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Pertama, ilmu pengetahuan yang besar menanamkan persamaan dan perbedaan perilaku dan inilah bentuk dari pengembangan teori psikologi. Kedua, studi budaya yang utama adalah berpikir kritis di lapangan. Penelitian lintas budaya mengajukan pertanyaan pertanyaan apakah gagasan kita benar atau prinsipprinsip psikologi dapat diaplikasikan dalam masyarakat. Ketiga, penelitian dalam budaya menyediakan penyesuaian-penyesuaian yang telah disediakan untuk kita yang dimungkinkan bangunan psikologi yang universal untuk penyesuaian kehidupan yang lebih baik dalam ranah pluralistik dan perbedaan budaya. Tiga alasan tersebut secara ilmiah dapat membedah setiap self yang melekat pada manusia. Sebagai contoh adalah orang-orang Samin di Kudus ataupun di Pati bahwa ajaran-ajaran yang selama ini masih dipegang adalah merupakan identitas orang Samin, hasil dari evaluasi diri, dan konflik dalam masyarakat. Mungkin berbeda daerah juga berbeda self setiap individu ataupun kelompok. Hallowell’s (1955) menduga bahwa setiap masyarakat dimana tempat senang memahami dan mengembangkan diri secara fisik dipisahkan dengan yang lain. Allport (1937) menganjurkan bahwa sesuatu yang ada adalah bagian dari aspek kepribadian dan mengizinkan seseorang terbangun setiap pagi untuk memastikan bahwa dia laki-laki atau perempuan adalah pribadi yang sama yang

telah pergi tidur sebelum malam. Neisser (1988) menjelaskan bahwa aspek dari self adalah ecologi self. Dia mendefinisikan bahwa self adalah rasa hormat pada lingkungan fisik. Saya adalah seseorang yang disini di tempat ini, yang memiliki aktivitas di tempat ini. Dengan melewati fisik ataupun ekologi rasa diri, setiap orang dimungkinkan memiliki kesadaran internal aktivitas seperti bermimpi dan kesadaran yang terus mengalir dalam pikiran dan rasa. Semua itu adalah privasi sifatnya dan tidak dapat diketahui orang lain. Kesadaran ini adalah kesadaran yang tidak dibagi karena sifatnya personal dan private self C HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU-ILMU SOSIAL LAINNYA Mengenai hubungan antropologi denganilmu-ilmu social lainnya, Koentjaraningrat (1981:35-41) mengemukakan sebagai berikut. Hubungan antropologi dengan sosiologi Sepintas lalu lebih banyak ke arah kesamaannya antara antropologi dan sosiologi. Sejak lahirnya sosiologi oleh Auguste Comte (*1789-1857), ilmu tersebut bercirikan positivistic yang objek kajiannya adalah masyarakat dan oerilaku social manusia yang meneliti kelompokkelompoknya. jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/didaktika/article/download/433%3B/271 Judul : Antropologi dan sosiologi. Studi kasus: Pendekatan antropologis dan sosiologi dalam studi islam. Pengertian Antropologi Antropologi diartikan sebagai ilmu tentang manusia. Secara terminologi, antropologi diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asul-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaannya pada masa lampau.3 Edward Taylor mendefinisikan antropologi sebagai hasil prilaku yang pada gilirannya mengakumulasikan dan mentransimisikan pengetahuannya. Antropologi adalah salah satu disiplin ilmu dari cabang ilmu pengetahuan sosial yang memfokuskan kajiannya pada manusia. Kajian antropologi ini setidaknya dapat ditelusuri pada zaman kolonialisme di era penjajahan yang dilakukan bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin serta suku Indian. Selain menjajah, mereka juga menyebarkan agama Nasrani. Setiap daerah jajahan, ditugaskan pegawai kolonial dan missionaris, selain melaksanakan tugasnya, mereka juga membuat laporan mengenai bahasa, ras, adat istiadat, upacara-upacara, sistem kekerabatan dan lainnya yang dimanfaatkan untuk kepentingan jajahan. Solusi : Jika kembali pada persoalan kajian antropologi bagi kajian Islam, maka dapat dilihat kontribusinya dengan melihat dari dua hal. Pertama, penjelasan antropologi sangat berguna untuk membantu mempelajari agama secara empirik, artinya kajian agama harus diarahkan pada pemahaman aspek-aspek social yang melingkupi agama. Kajian agama secara empiris dapat diarahkan ke dalam dua aspek yaitu manusia dan budaya. Pada dasarnya agama diciptakan untuk membantu manusia agar dapat memenuhi keinginan-keinginan kemanusiaannya, dan sekaligus mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa persoalan agama yang harus diamati secara empiris adalah tentang manusia. Tanpa memahami manusia maka pemahaman tentang agama tidak akan menjadi sempurna. Kemudian sebagai akibat dari pentingnya kajian manusia, maka mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi kehidupan manusia juga menjadi sangat penting. Kebudayaan, sebagai system of meaning yang memberikan arti bagi kehidupan dan perilaku manusia, adalah aspek esensial manusia yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami

manusia. Mengutip Max Weber bahwa manusia adalah makhluk yang terjebak dalam jaringjaring (web) kepentingan yang mereka buat sendiri, maka budaya adalah jaring-jaring itu. Geertz kemudian mengelaborasi pengertian kebudayaan sebagai pola makna (pattern of meaning) yang diwariskan secara historis dan tersimpan dalam simbol-simbol dengan itu pula manusia kemudian berkomunikasi, berperilaku dan memandang kehidupan. Oleh karena itu analisis tentang kebudayaan dan manusia dalam tradisi antropologi tidaklah berupaya menemukan hukum-hukum seperti pada ilmu-ilmu alam, melainkan kajian interpretatif untuk mencari makna (meaning). Dipandang dari makna kebudayaan yang demikian, maka agama sebagai sebuah sistem makna yang tersimpan dalam simbol-simbol suci sesungguhnya adalah pola makna yang diwarisi manusia sebagai ethos dan juga worldview-nya. Clifford Geertz mengartikan ethos sebagai “tone, karakter dan kualitas dari kehidupan manusia yang berarti juga aspek moral maupun estitika merekaTerlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan Islam that is practiced yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Antropologi yang melihat langsung secara detil hubungan antara agama dan masyarakat dalam tataran grassroot memberikan informasi yang sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat. Melihat agama di masyarakat, bagi antropologi adalah melihat bagaimana agama dipraktikkan, diinterpretasi, dan diyakini oleh penganutnya. Jadi pembahasan tentang bagaimana hubungan agama dan budaya sangat penting untuk melihat agama yang dipraktikkan.

Judul : Interaksi Pola antaretnis di Pulau Karimunjawa Studi kasus : interaksi dalam kehidupan antar-etnis yang mendiami Karimunjawa yang dikenal sangat heterogen. Karimunjawa adalah kecamatan yang terletak di distrik Je-para, Central Provinsi Jawa. Jarak antara Karimunjawa dan kota Jepara adalah sekitar 45 mil laut (± 90 km) dengan berlayar melalui Laut Jawa. Karimunjawa Kecamatan memiliki lahan seluas 7120 ha dalam bentuk dataran rendah dan bukit-bukit (Pemerintah Karimunjawa 2014). Sebagai ar-chipelago, Kecamatan Karimunjawa memiliki potensi laut yang besar karena sebagian besar terri-tory adalah dalam bentuk laut. Dengan demikian daerah archipelago ini memiliki potensi baik di darat dan laut. Meskipun demikian, etnis dominan adalah; Jawa, Madura dan Bugis. Dalam perkembangannya, mereka mengalami chan-ges baik di bidang sosial ekonomi dan sosial budaya. Sebuah ilustrasi dari multieth-nic masyarakat yang hidup di Karimunjawais masyarakat Bu-Ginese. Jika dilihat dari latar belakang budaya dan ekonomi acti-vity, sebagian besar orang Bugis tidak pelaut atau nelayan, tapi pedagang. Hal ini berbeda dari Mandar yang dominan berlayar dan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Therefo-ulang, perdagangan dengan suku Bugis dilakukan dengan menggunakan jalur laut, akibatnya mereka juga harus menguasai jalur perdagangan laut. Solusi : konsep-konsep ini, penelitian ini penting dalam mengeksplorasi dan mengidentifikasi pola-pola interaksi sosial dalam masyarakat Karimun-jawa baik secara internal dalam suatu kelompok etnis dan eksternal antara kelompok etnis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka artikel ini akan memeriksa beberapa masalah berikut sebagai berikut. Pertama, bagaimana adalah pat-tern interaksi sosial dalam masyarakat multikultural dalam pelaksanaan hubungan antar-etnis sosial di Karimunjawa? Kedua, bagaimana peran masingmasing etnis di kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat yang dinamis Kari-munjawa nusantara? Ketiga, bagaimana penggunaan dan penerimaan dari kearifan lokal masing-masing etnis dalam interaksi yang harmonis dan hubungan sosial dapat mendukung cohesi-Veness masyarakat di Nusantara. Kutipan jurnal in ternasional : http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

Judul : Rally untuk Tuntutan normatif dan Solidaritas Pekerja Studi kasus : Hari Buruh 1 Mei 2014 di Indonesia adalah menjadi-ginning perjuangan buruh ketika ada begitu-mething baru yang hari adalah nasional holi-hari. Buruh bebas untuk turun ke jalan untuk memprotes hak-hak mereka sebagai buruh. permintaan menyangkut masalah upah yang masih dianggap rendah, yang sering menyebabkan konflik antara pekerja dan pengusaha. Solusi : melalui gerakan massa dengan menekan mengatur-ment dan dewan upah dan melakukan advoca-tion, yang adalah, memperkuat gerakan massa untuk menentukan jumlah kenaikan upah. Penelitian-penelitian yang ada lebih terfokus pada isu-isu upah dan dampaknya, sementara penelitian ini terlihat pada masalah upah tenaga kerja dari sisi lain, yaitu pengaruh tuntutan atau-mative, solidaritas dan kedua toget-nya terhadap ketidakpuasan kerja.

Jumlah upah minimum kota benar-benar dapat menjadi keunggulan komparatif pekerja di Indonesia karena di ca-tegory yang murah jika dibandingkan dengan di luar Indonesia di mana upah jauh lebih mantan termenung. Namun, upah minimum kota untuk buruh di Indonesia pada umumnya dan Semarang dan sekitarnya pada khususnya masih re-latively rendah dan tidak memenuhi standar kebutuhan hidup. KESIMPULAN : Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) tuntutan normatif memiliki pengaruh yang kuat, yang berarti bahwa upah minimum kota, jaminan sosial tenaga kerja cuti, pekerja dan kebijakan pemecatan sesuai. tuntutan normatif menjadi tolok ukur, jika tuntutan normatif dipenuhi oleh perusahaan, akan mengurangi ketidakpuasan kerja pekerja. (2) solidaritas memiliki pengaruh yang kuat, artinya peduli, gi-Ving satu sama lain dan kesediaan untuk berkorban di antara para pekerja baik. (3) tuntutan normatif dan solidaritas memiliki yang kuat di-Fluence pada ketidakpuasan kerja. tuntutan normatif yang baik dan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama dan solidaritas antara pekerja akan mengurangi ketidakpuasan kerja. Judul : Interaksi Pola antaretnis di Pulau Karimunjawa Studi kasus : interaksi dalam kehidupan antar-etnis yang mendiami Karimunjawa yang dikenal sangat heterogen. Karimunjawa adalah kecamatan yang terletak di distrik Je-para, Central Provinsi Jawa. Jarak antara Karimunjawa dan kota Jepara adalah sekitar 45 mil laut (± 90 km) dengan berlayar melalui Laut Jawa. Karimunjawa Kecamatan memiliki lahan seluas 7120 ha dalam bentuk dataran rendah dan bukit-bukit (Pemerintah Karimunjawa 2014). Sebagai ar-chipelago, Kecamatan Karimunjawa memiliki potensi laut yang besar karena sebagian besar terri-tory adalah dalam bentuk laut. Dengan demikian daerah archipelago ini memiliki potensi baik di darat dan laut. Meskipun demikian, etnis dominan adalah; Jawa, Madura dan Bugis. Dalam perkembangannya, mereka mengalami chan-ges baik di bidang sosial ekonomi dan sosial budaya. Sebuah ilustrasi dari multieth-nic masyarakat yang hidup di Karimunjawais masyarakat Bu-Ginese. Jika dilihat dari latar belakang budaya dan ekonomi acti-vity, sebagian besar orang Bugis tidak pelaut atau nelayan, tapi pedagang. Hal ini berbeda dari Mandar yang dominan berlayar dan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Therefo-ulang, perdagangan dengan suku Bugis dilakukan dengan menggunakan jalur laut, akibatnya mereka juga harus menguasai jalur perdagangan laut. Solusi : konsep-konsep ini, penelitian ini penting dalam mengeksplorasi dan mengidentifikasi pola-pola interaksi sosial dalam masyarakat Karimun-jawa baik secara internal dalam suatu kelompok etnis dan eksternal antara kelompok etnis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka artikel ini akan memeriksa beberapa masalah berikut sebagai berikut. Pertama, bagaimana adalah pat-tern interaksi sosial dalam masyarakat multikultural dalam pelaksanaan hubungan antar-etnis sosial di Karimunjawa? Kedua, bagaimana peran masingmasing etnis di kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat yang dinamis Kari-munjawa nusantara? Ketiga, bagaimana penggunaan dan penerimaan dari kearifan lokal masing-masing etnis dalam interaksi yang harmonis dan hubungan sosial dapat mendukung cohesi-Veness masyarakat di Nusantara. Kutipan Jurnal internasional : http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka jurnal : Irwan Abdullah. (2009). Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Utsman, Sabian. 2007 Anatomi Konflik dan Solidaritas Masyarakat Nelayan Sebuah Penelitian Sosiologis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah teori Antropologi. Jakarta : UI Press Ekadjati. ES. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya. Koentjaraningrat. 1987. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan Surjadi A. 1974. Masyarakat Sunda-Budaya dan Problema. Bandung : Penerbit Alumni Dinas Kesehatan Kota Bandung. Profil Kesehatan tahun 2014 Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I-II. Jakarta : UI Press Abidin, A. Zainal. (1983). Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum, Negara, dan Dunia Luar. Bandung: Penerbit Alumni. Apgar, David. (2006). Risk Intelegence. Massachusetts: Harvard Business School Press. Awaluddin, Hamid. (1985). Manusia Bugis Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press. Daftar Pustaka Jurnal International : Maslow, AH, 1943. A Theory of Human Motivation. Psycologi Ulasan, 50, pp.370-396. Okafor, OC, 2007. Tempat genting hak-hak buruh dan gerakan dalam transisi ekonomi dan politik ganda Nigeria, 1999- 2005. Journal of African Hukum, 51 (1), pp.68-94. Oshagbemi, T., Kepuasan 1997. Kerja dan Dissatisfac-tion di Perguruan Tinggi, Pendidikan + Pelatihan, 39 (9), pp.354-359. Paskov, M. & Caroline D., 2012. Pendapatan Ketimpangan dan Solidaritas di Eropa. Penelitian di Sosial Strati-fikasi dan Mobilitas. 30, pp.415-432. Ratri, V., 2008. Partisipasi Buruh hearts Aksi Unjuk Rasa. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komuni-kasi Dan Ekologi Manusia, 2, pp.321 - 336.

Salim, P. Dan Salim, Y. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Bahasa Inggris Modern Press, Jakarta. Sammut, G. & Alex G. 2011. Encounters Budaya dan Solidaritas Sosial., Kertas Sosial Representa-tions. 20, pp.1-17. Sanders, K. & Birgit S., 2006. Kepemimpinan dan perilaku Solidar-ity: Konsensus di Persepsi Em-ployees dalam tim, Personel Review, 35 (5). Sarfraz, A., et al. 2010. Insecure Kerja dan Pay Rendah mengarah ke Job Dissatisfication. Interdisipliner. Jour-nal Penelitian Kontemporer dalam Bisnis. 1 (11), pp.90-102. Sarkar, S., 2012. Penentu sikap karyawan terhadap anggota serikat di India. Jurnal Dunia Bisnis. 47, pp.240-250. Daftar Pustaka Buku : Bachtiar, Harsya W., dkk. 1987. Budaya dan manusia Indonesia. Yogyakarta: PT. Hanindita Broom, Leonard dkk. 1981. Sociology of Education Howewood. LIIionis: The Dorsey Press. Horton, Paul B. And Chester L. Hunt. 1992. Sosiologi jilid 2. Jakarta: Erlangga. Simatupang, Landung (Terj). 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Related Documents

Antropologi
June 2020 43
Antropologi Revisi.docx
December 2019 30
Antropologi Klasik
May 2020 38
Kamus Antropologi
May 2020 35

More Documents from ""