Analisis isu etik kasus
Dalam dunia medis dikenal 4 prinsip etika dasar, yaitu: beneficence, nonmaleficence, justice, dan otonomi. Pada kasus ini dang dokter melanggar kaidah dasar bioetika otonomi. Otonomi merupakan suatu bentuk kebebasan bertindak di mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri dan dapat dikatakan sebagai hak atas perlindungan privasi. Baik dokter maupun pasien, masing-masing pihak mempunyai otonomi dalam perawatan medis. Informed consent sebagai suatu bentuk komunikasi dokter-pasien merupakan suatu upaya untuk memenuhi kewajiban etik dan persyaratan hukum. Otonomi pasien merupakan cerminan konsep self governance, liberty rights, dan individual choices dan merupakan dasar dari Informed consent. Declaration of Lisbon oleh World Medical Association (WMA) dan Patient`s Bill of Right oleh American Hospital Association (AHA), menekankan hak pasien untuk menerima atau menolak suatu tindakan medis setelah menerima berbagai informasi yang berkaitan dengan penyakitnya. Dimana pada kasus ini dokter tidak melakukan prosedur informed consent. Walaupun informed consent sudah dilakukan secara lisan, namun tidak secara tertulis. Berbagai kasus dalam praktik Kedokteran yang menyebabkan dokter terkena gugatan perdata atau sanksi pidana selama ini mendorong perlunya peraturan hukum antara dokter dan pasien dalam apa yang disebut dengan persetujuan medik. Oleh karena itu, masalah perlunya Informed consent tidak hanya menyangkut hak-hak pasien, tetapi sekaligus melindungi dokter dalam menjalankan profesi sehari-hari. Informed consent tidak hanya berkaitan dengan hukum tetapi juga mempunyai landasan etik. Dasar etik yang terkuat dalam Informed consent ini adalah keharusan bagi setiap dokter untuk menghormati kemandirian (otonomi) pasiennya. Hubungan antara dokter dengan pasien berada dalam kedudukan yang seimbang karena masingmasing mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain di mana peranan tersebut berupa hak dan kewajiban. Permasalahan yang sering memicu masalah antara pasien dengan sarana pelayanan kesehatan/dokter adalah kedua belah pihak kurang mengerti hak & kewajibannya dan juga komunikasi yang buruk. Secara etik dokter diharapkan untuk memberikan yang terbaik untuk pasien. Apabila dalam suatu kasus ditemukan unsur kelalaian dari pihak dokter, maka dokter tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Begitu pula dari pihak pasien, mereka tidak bisa langsung menuntut apabila terjadi hal-hal diluar dugaan karena harus ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya kelalaian, sedangkan pada kasus ini tidak adanya bukti bahwa dokter telah melakukan informed consent. Selain itu, dokter tersebut juga melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence terutama poin tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian. Dimana pada kasus ini, dokter tidak melakukan prosedur informed consent secara tertulis. Sebenarnya belum tentu kelalaian dokter yang tidak melakukan informed consent ini yang mengakibatkan kematian dari pasien dalam kasus ini, tetapi bila hal ini terus menjadi kelalaian sang dokter, maka akan lebih banyak korban di waktu yang akan datang.