Analisis Ekonomis Pengenaan Ppn

  • Uploaded by: Saomi Rizqiyanto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Ekonomis Pengenaan Ppn as PDF for free.

More details

  • Words: 5,554
  • Pages: 24
Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

LEMBAGA PENELITIAN (LEMLIT) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2007 

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL



LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................ ii Daftar Isi ...................................................................................... iv

Bab II. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Jasa Perbankan A. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai ........ 24 B. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai .................................... 28 C. Obyek Pajak Pertambahan Nilai .............................................. 35 D. Subyek Pajak Pertambahan Nilai ............................................. 40 E. Tarif dan Dasar Pengenaan PPN ............................................... 41 F. Pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran ................... 42 G. Prosedur Penagihan Pajak Terhutang dan Penyelesaian Sengketa .................................................................................. 45 H. PPN dalam Jasa Perbankan ..................................................... 50 Bab III. Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syari’ah. A. Sekilas tentang Perbankan syari’ah di Indonesia .................... �� 54 B. Dasar Hukum Operasional Bank Syariah ................................. 52 C. Pengertian dan Jenis-Jenis Pembiayaan di Bank Syari’ah ........ 67 D. Pengertian dan Dasar Hukum Pembiayaan Murabahah ......... 74 E. Rukun dan Syarat Murabahah ................................................. 78 F. Aplikasi Murabahah di Perbankan Syari’ah -............................. 81 

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah .................................... 7 C. Perumusan Masalah ............................................................... 10 D. Tujuan Penelitian .................................................................... 11 E. Manfaat Penelitian .................................................................. 11 F. Kerangka Teori/Konsep ............................................................ 12 G. Metode Penelitian .................................................................. 20 H. Sistematika Penulisan. ............................................................. 22

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

Bab IV Analisis terhadap Pengenaan PPN dalam Pembiayaan di �������������������� Perbankan Syari’ah. A. PPN dalam Pembiayaan Murabahah Bank Syari’ah ............... 89 B. Analisis Yuridis terhadap Problem Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di Bank Syari’ah -...................................... 102 C. Analisis Ekonomi terhadap Problem Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di Bank Syari’ah ........................................ 112 Bab V. Penutup A. Kesimpulan ........................................................



121

KATA PENGANTAR



ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

A

lhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam, semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan segenap umatnya hingga akhir masa. Amin . Tesis dengan judul ” Problematika Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Pembiayaan Murabahah Di Perbankan Syari’ah” telah selesai dilaksanakan. Penelitian ini selain bertujuan ������������������������ mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya persoalan hukum dalam pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syariah; juga bertujuan untuk mengetahui dampak yuridis dan ekonomis dari pengenaan PPN pada produk Pembiayaan di perbankan syari’ah Sehubungan dengan itu, kami menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. H. Syamsir Salam, M.Sc, Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam penelitian ini juga bertindak sebagai penanggung jawab penelitian yang selalu memberikan arahan, dorongan dan dukungan moril maupun materil selama pelaksanaan penelitian ini 2. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah banyak memberikan banyak motivasi akademis kepada Tim Peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. 3. Para responden dalam penelitian ini; Direktorat Denderal Pajak Departemen Keuangan RI, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Muamalat Institut Bank Muamalat Indonesia BMI, Bank Mandiri Syariah, dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 4. Semua pihak yang karena satu dan lain hal tidak dapat

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL



disebutkan secara eksplisit dalam laporan ini, tapi mereka turut berperan dalam membantu penyelesaian penelitian ini, baik personal maupun institusional. Tanpa bantuan, dorongan, arahan, masukan dan peran serta mereka, mustahil kegiatan penelitian ini bisa diselesaikan.

Akhirnya, kami berharap kiranya Allah SWT menggolongkan partisipasi aktif dan jerih payah mereka ke dalam deretan amal saleh dan mendapat balasan yang setimpal. Amin.

Jakarta, 20 Oktober 2007 Tim Peneliti



BAB I PENDAHULUAN

 Abdullah Saeed, A Study of Riba And Its Contemporary Interpretation, (New York: Koln, 1966), hlm.5 Sudin Harun, Islamic Banking; Rules & Regulations, (Malaysia: Pelanduk Pulication, 1997), hlm. 3  Karnaen.A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Jakarta: Usaha Kami, 1996), hlm. 30



ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

A. Latar Belakang Masalah Perbankan syari’ah sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan modern telah ada di negara-negara muslim sejak tahun 60-an. Yaitu diawali dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir. Akan tetapi akibat situasi politik saat itu, bank ini diambil alih oleh Nasional Bank Of Egypt dan central Bank of Egypt tahun 1967, sehingga kemudian beroperasi atas dasar riba. Pada Tahun 1972, sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi dengan berdirinya Nasser Social Bank di Mesir. Tonggak sejarah lainnya bagi perkembangan bank syari’ah yaitu dengan didirikan Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah diprakarsai oleh Negara Anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). IDB ini kemudian memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara muslim untuk pembangunan. Akhirnya berdirinya IDB memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan syari’ah, sehingga pakhir tahun 1970-an dan awal dekade 1980-an bank-bank bermunculan di Mesir, sudan, negaranegara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Banglades, dan Turki. Di Indonesia, perbankan yang beroperasi sesuai dengan syari’at Islam telah lama didambahkan Umat Islam. K.H. Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944 telah menguraikan pendapatnya tentang penggunaan jasa Bank Konvensional sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai bank sendiri yang bebas riba. Kemudian disusul dengan ide untuk mendirikan bank syariah di Indonesia yang sebenarnya telah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Wacana ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Ilmuilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini, yaitu: Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan oleh karena hal itu tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu UU No. 14 Tahun 1967. Di samping itu, Konsep bank syariah dari segi politik juga dianggap berkonotasi ideologis, merupakan bagian atau berkaitan dengan konsep negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah “Orde Baru”. Gagasan bank bebas bunga digulirkan kembali dalam lokakarya yang diselenggarakan MUI di Cisarua, Bogor, pada 19-20 Agustus 1990, Reko­mendasi lokakarya tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Musyawarah Nasional MUI ke-IV dengan menugaskan Dewan Pimpinan MUI untuk memprakarsai pendirian bank berdasarkan syari’at Islam itu. Suatu tim perbankan MUI yang diketuai oleh Dr. Ir M. Amin Aziz dibantu oleh tim hukum ICMI yang diketuai oleh Drs. Karnaen Parwaatmaja, MPA. Dengan terkumpulnya modal awal sebesar Rp. 110 Milyar. dan setelah mendapatkan izin prinsip, surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1223/MK.013/1991 tanggal 5 Nopember 1991, dan Izin Usaha Keputusan Menteri Keuangan RI No. 430/KMK: 013/1992 tanggal 24 April 1992, pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai bank syari’ah pertama di Indonesia, secara resmi mulai beroperasi di Pusat  Duddy Yustiadi, Penjelasan Perbankan Syari’ah secara Umum, Makalah di Sampaikan dalam Seminar di UI, tanggal 15 April 2003, hlm. 2-3  Sebelum ide pendirian bank umum syari’ah ini, sebenarnya dalam skala kecil di beberapa daerah sudah didirikan lembaga keuangan mikro syari’ah seperti BMT (Baitul Mal Wat-Tamwil) “Jasa Keahlian Teknosa” di Banding pada tahun 1980. Kemudian setelah dikeluarkannya PAKTO (Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober) tahun 1988 yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian bank-bank baru selain yang telah ada, dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia, yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991, serta BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober 1991 yang ketiganya beroperasi di Bandung.Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm. 60-61  M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Bangkit, 1992), h. 119-120  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 25. Warta Ekonomi, “ Mulus Bagai Jalan Tol”, tanggal 28 Oktober 1991



 Karnaen Perwata Atmadja, dan Syafi’i Antonio, Op. Cit., h. 85  Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah; Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek, (Jakarta: AlvaBet; 2000), Cet. III, h. ix  Siti Chalimah Fadjriyah, Makalah Keynote Speech dalam Seminar akhir Tahun Perbankan Syariah 2007, Jakarta, 28-29 Nopember 2007, h. 1 dn 2 . Tim Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2008, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2007), h. 7-14



ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

Bisnis Jalan Sudirman Jakarta. Sejak berdiri pada tahun 1992 hingga pertengahan tahun 1997 perbankan Syari’ah memang terus tumbuh dan perkembang. Akan tetapi pertumbuhan yang spektakuler justru terjadi sejak masa krisis ekonomi tahun 1997. Hal ini, diantaranya, karena kemampuan perbankan Islam dalam menghadapi gejolak moneter yang diwarnai oleh tingkat bunga yang sangat tinggi, sementara perbankan syari’ah terbebas dari negatif spread karena tidak berbasis pada bunga. Sehingga dengan prestasinya itu banyak kalangan praktisi perbankan mulai melirik bisnis perbankan dengan sistem syari’ah. Berdasarkan laporan BI per Nopember 2007, perkembangan Perbankan Syariah semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jaringan pelayanan perbankan syariah yang semkin luas dengn perincian jumlah kantor BUS dn UUS 577 buah yang diopersikan 3 bank umum Syariah (BUS) dan 25 Unit Usaha Syariah), sedangkan jumlah keseluruhan outlet layanan syariah sebanyak 1659 buah. Dilihat dari market share industri perbankan syariah dari 1,58 % pada tahun 2006 menjadi 1.69 pada tahun 2007. Sedangkan dari sisi pertumbuhan asset, dana pihak ketiga, dan perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) juga mengalami peningkatan masing-masing 30,8%, 37,3,%, dan 102, 35%. Namun, secara umum pembiyaan perbankan syariah masih didominasi oleh pembiyaan dengan akad murabahah yaitu 61,7 persen dari total pembiyaan, yang kemudian diikuti mudharabah (19,9 %), Musyarakah (11, 4 %), Ijarah (4, 1 %), Istishna (1,6 %), dan Qard (1,2 %). Sebagai lembaga intermediary keuangan, bank syari’ah memiliki kegiatan utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang menggunakan prinsip wadi’ah yad dlamanah (titipan), dan mudharabah (investasi bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

kepada masyarakat umum melalui pembiayaan dalam berbagai bentuk skim , seperti skim jual beli/al-ba’i (murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah), dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni fee based service,seperti hiwalah (alih utang piutang), rahn (gadai), qard (utang piutang), wakalah (perwakilan, agency), kafalah (garansi bank).10 Kontrak pada perbankan syariah memiliki sejumlah perbedaan mendasar dibandingkan dengan kontrak perbankan konvensional. Produk bank syariah secara umum menerapkan prinsip bagi hasil, jualbeli dan sewa/jasa, karena dalam ekonomi Islam yang menjadi dasar operasional bank syariah, pengenaan bunga pada pemberian pinjaman uang tidak diperkenankan. Namun, perbedaan ini, terutama dalam prinsip jual beli, dan sewa menyewa membawa konsekwensi kurang kompetitifnya produk bank syari’ah di bandingkan bank konvensional. Ini terjadi karena pemberian jasa keuangan berupa kredit dalam bank konvensional tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sementara pembiayaan dalam perbankan syari’ah khususnya yang menggunakan akad jual beli dan sewa menyewa secara hukum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bahkan untuk jual beli Murabahah dalam praktek perbankan bisa dikenakan dua kali pajak pertambahan nilai (double tax). Hal ini karena pada Produk pembiayaan murabahah secara ideal memang dilakukan dua kali proses peralihan hak kepemilikan barang yaitu dari supplier kepada bank dan dari bank kepada nasabah. Walau secara hasil akhir, sama dengan kredit bank konvensional -- yaitu tersedianya barang modal -- yang dibutuhkan nasabah dengan sumber pembiayaan dari bank dan timbul kewajiban membayar oleh nasabah, tetapi terdapat prinsip dasar dalam jual beli yang mengharuskan proses dua tahap tersebut dilakukan. Karena ada ketentuan dalam hukum fiqh yang mengatur keabsahan jual beli yaitu adanya perpindahan kepemilikan secara sah barang yang akan dipindahtangankan. Oleh karena itu, dalam kasus murabahah ini apabila diterapkan ketentuan PPN seperti yang berlaku pada usaha dagang akan terjadi 10 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2003), edisi IV, h.59-61, Tim Bank Syari’ah Mandiri, Apa dan Bagaimana Bank Syari’ah, (Jakarta: BSM Cab. Meruya, 2005), hlm. 14-15.

10

Deskripsi Harga perolehan Nilai Tambah Pajak Masukan (PM) Pajak Keluaran (PK) PPn Kurang Bayar (lebih bayar) Reimbursement Setor ke Kas Negara Restitusi Kas bersih yang dikeluarkan

Pemasok 1.000 200 100 120 20

Prinsip Murabahah Bank Nasabah Syari’ah 1.200 1.500 300 120 150 150 30 (150)

20 1.000

30 1.200

150 1.650

Capital lesse Lessor 1.200 300 120 -

lessee 1.500 120 (120)

(120) 1.200

120 120 1.620

Berdasarkan tabel perhitungan di atas, terlihat bahwa nasabah harus mengeluarkan kas yang lebih banyak jika membeli barang melalui mekanisme murabahah dibandingkan dengan pembiayaan dengan hak opsi. Merespon kondisi yang demikian itu, kalangan praktisi perbankan syari’ah umumnya menyatakan keberatan atas pengenaan PPN terhadap produk pembiayaan di perbankan syari’ah. Ini terutama karena berdasarkan UU No. 18 tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan juga berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah No. 144/2000 tentang jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai antara lain menegaskan bahwa jasa di bidang perbankan termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Ini berarti ada perlakuan yang berbeda 11

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

pengenaan pajak dua kali (double tax) , yaitu, pertama, saat peralihan hak kepemilikan barang melalui akad jual beli dari supplier kepada bank dan kedua saat peralihan barang melalui akad jual beli murabahah dari bank kepada nasabah. Akibat langsung yang dari pengenaan PPN terhadap produk murabahah terserbut adalah menyebabkan harga yang ditawarkan kepada masyarakat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh jasa lembaga keuangan bukan bank seperti jasa pembiayaan (leasing dengan hak opsi). Sebagai ilustrasi dapat digambarkan dalam tabel perhitungan berikut ini:

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

atau diskriminatif oleh pemerintah terhadap perbankan perbankan syari’ah.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Dalam perspektif ilmu hukum terjadinya kesenjangan antara norma hukum dengan praktik hukum dalam kasus pengenaan PPN pada produk pembiayaan murabahah tersebut bisa terjadi karena tidak berjalannya hukum sebagai sistem. Sistem hukum dibangun oleh unsur-unsurnya yang saling mendukung dan menguatkan satu dengan yang lain. Menurut Ruslan Saleh,11 sistem hukum dibangun atas tiga unsur, yaitu , pertama, keseluruhan aturan-aturan hukum yang disebut juga dengan sitem pengertian, kedua, keseluruhan organisasi dan lembaga serta pejabat-pejabat lembaga dan organisasi itu, ketiga, keseluruhan keputusan dan tindakan kongkrit baik dari pejabat-pejabat tersebut maupun anggota masyarakat yang masih terkait denggan sistem pengertian. Unsur pertama, merupakan unsurunsur idiil yang terdiri dari aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan asasasas hukum. Sementara unsur kedua merupakan unsur operasional dari sistem hukum yang bersifat menengahi unsur idiil dengan unsur aktual. Sedangkan unsur ketiga, merupakan unsur aktual yang terkait dengan keputusan-keputusan dan perbuatan-perbuatan kongkrit yang berkaitan sistem pengertian dari hukum. Dalam konteks persoalan di atas, maka peraturan perundangundangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai merupakan unsur idiil. Sementara pemerintah dalam kaitan ini adalah Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, dan Bank Indonesia merupakan organsasi atau lembaga yang berwenang dalam operasionalisasi sistem hukum sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sedangkan keputusan tentang pengenaan PPN yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak dan keputusan penolakan oleh para praktisi perbankan (masyarakat industri perbankan syariah) termasuk didalamnya Bank Indonesia, merupakan 11 Ruslan Saleh, “Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Dilihat dari Sudut Aturan-Aturan Hukum dan Kejadian-Kejadian”, dalam Beberapa Permasalahhan Hukum, Pemikiran dan Penegakan, M. Rusaini Rusin (Editor), Kumpulan Karya Ilmiah Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, (Jakarta: Badan Penerbit UMJ, 1993), hlm. 12-14.

12

13

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

unsur aktual dari sistem hukum. Dalam persoalan ini kesenjangan terjadi antara unsur idiil dan unsur aktual yaitu berdasarkan UU No. 18 tahun 2000 jo Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah No. 144/2000 jasa dibidang perbankan termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Akan tetapi dalam prakteknya (unsur aktual), produk pembiayaan murabahah di perbankan syariah tetap dikenakan pajak pertambahan nilai. Dalam merespon kesenjangan hukum tersebut, berbagai upaya hukum dilakukan baik oleh kalangan praktisi indutsri perbankan syariah maupun oleh Bank Indonesia, misalnya dengan merubah pola pelaksanaan/operasional murabahah sehingga terhindar dari penggenaan PPN atau dengan cara mengeluarkan peraturan baru yang memasukkan murabahah sebagai bagian dari jasa perbankan sehingga terhindar dari PPN, upaya yang terahir ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) PBI Nomor 9/19/PBI/2007, yang menegaskan bahwa murabahah merupakan salah satu bentuk usaha/jasa bank syariah sebagai lembaga internediary . Atas dasar uraian di atas, terdapat beberapa persoalan penelitian yang dapat diidentifikasi sebagai berkut: 1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya persoalan hukum pengenaan PPN di perbankan syariah? 2. Bagaimana sebenarnya undang-undang di Negara Republik Indonesia mengatur PPN di perbankkan? 3. Adakah telah terjadi pertentangan peraturan perundang- undangan yang mengatur PPN di perbankan syariah? 4. Apa saja tindakan hukum yang telah dilakukan pihak Direktorat Jenderal Pajak berkenaan dengan PPN di perbankan syariah? 5. Bagaimana bentuk reaksi yang diberikan para praktisi perbankan syariah terhadap persoalan ini? 6. Apa landasan hukum yang dijadikan acuan perbankan syariah dalam pembiayaan murabahah? 7. Apakah upaya Bank Indonesia mengeluarkan PBI PBI Nomor 9/19/PBI/2007 merupakan bentuk pengelakan pajak yang legal atau ilegal?

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

8. Apa implikasi yuridis terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah? 9. Apa implikasi ekonomis yang muncul terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah? Mengingat luasnya persoalan yang bisa dibahas dalam penelitian ini, maka fokus pembahasan akan dibatasi pada persoalan:1).Apa yang melatarbelakangi terjadinya persoalan hukum pengenaan PPN di perbankan syariah?; 2).Apa implikasi yuridis terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah?, dan 3). Apa implikasi ekonomis yang muncul terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah?

C. Perumusan Masalah Berdasarkan perundang-undangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu UU No. 18 tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan juga berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah No. 144/2000 tentang jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai, jasa dibidang perbankan termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Akan tetapi dalam prakteknya, produk pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah tetap dikenakan pajak pertambahan nilai. Hal ini bisa menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung tidak kompetitifnya bank syariah dibandingkan perbankan konvensional atau lembaga keuangan non bank lainnya. Atas dasar pemikiran ini, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya persoalan hukum pengenaan PPN di perbankan syariah? 2. Apa implikasi yuridis yang muncul terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah? 3. Apa implikasi ekonomis yang muncul terhadap pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah?

14

E. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, civitas akademika, dan para praktisi perbankan syari’ah. Bagi peneliti, yang sedang menekuni bidang hukum Bisnis di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah jakarta, melalui penelitian ini akan semakin memperkaya dan memperdalam wawasan peneliti tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan aplikasinya di lembaga keuangan bank, terutama perbankan syari’ah. Sementara bagi kalangan civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan menumbuhkan minat segenap civitas akademika untuk mengkaji model-model kasus problem penerapan hukum di masyarakat . Dalam penelitian ini berkaitan dengan problem penerapan PPN pada pembiayaan murabahah di Perbankan Syari’ah. Sedangkan bagi para praktisi perbankan syari’ah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam penyelesaian problem pengenaan PPN di perbankan Syari’ah yang menyebabkan kurang kompetitifnya bank syari’ah dibandingkan dengan perbankan konvensional. F. Kerangka Teori/Konsep Fokus kajian dalam penelitian ini akan diarahkan pada analisis yuridis dan ekonomis pengenaan PPN pada poduk pembiayaan murabahah di Perbankan Syariah. Analisis yuridis dilakukan untuk melihat peraturan 15

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

D. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya persoalan hukum dalam pengenaan PPN pada pembiayaan murabahah di Perbankan Syariah. 2. Mengetahui implikasi yuridis dari pengenaan PPN pada produk Pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah 3. Mengetahui implikasi ekonomis dari pengenaan PPN pada produk pembiayaan murabahah di perbankan syari’ah

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

perundang-undangan yang yang secara hirarki terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PPN di perbankan dan juga peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perbankan syariah Sedangkan analisis ekonomis dilakukan untuk menimbang dan membandingkan nilai ekonomi dari perbankan syariah dengan pajak pertambahan nilai dalam kontribusinya terhadap pendapatan negara dari kedua sektor tersebut, sektor perbankan dan sektor pajak. Oleh karena itu, kerangka teori atau konsep yang perlu dipaparkan adalah terdiri dari; 1). Teori Tata Urutan (Hierarki) Perundang-Undangan, 2). Fungsi Pemungutan Pajak, dan 3). Peran Sektor Perbankan dalam Pembangunan Ekonomi. 1. Teori Tata Urutan /Hierarki Perundang-Undangan Secara teoritis, tata urutan peraturan perundang-undangan dapat dikaitkan dengan teori Hans Kelsen mengenai “Stufenbau des Rechts” atau “The hierarchy of Law” yang berintikan, bahwa “norma hukum merupakan susunan berjenjang dan setiap norma yang lebih rendah bersumber dari norma hukum yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada satu norma yang tertinggi disebut norma dasar (grundnorm)”12 Selanjutnya, Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen, mengembangkan teori gurunya ini dengan membuat pengelompokan norma hukum dalam suatu negara menjadi empat kelompok besar yaitu: a. Kelompok I, staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) b. Kelompok II, Staatsgrundgesetz (aturan dasar negara/aturan pokok negara) c. Kelompok III, Formell Gesetz (undang-undang formal) d. Kelompok IV, Verordnung dan Autonome Satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom)13 12 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translated by Anders Wedberg, (New York, Ruseel 1961), hlm. 16 13 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

16

(Jakarta: Sejjen an Kepaniteraan MK-RI, 2006), Cet.1. hlm. 170 14 Maria Farida, Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta; Kanisius, 2007), Jilid. 1, Cet. Ke 8, hlm. 48-55 15 Pasal 7 ayat 4 Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia, Nomor. 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

17

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

Menurut Maria Farida Indati S, dalam sistem norma hukum di Indonesia staatsfundamentalnorm adalah Pancasila. Sementara staatsgrundgesetz yang menjadi aturan dasar negara adalah batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan. Sedangkan Formell Gesetz merupakan norma hukum yang lebih kongkrit dan terinci serta dapat langsung berlaku dalam masyarakat, yaitu berupa undang-undang yang dibetuk oleh lembaga legislatif. Adapun tingkatan yang paling rendah, Verordnung dan Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan aturan otonom) merupakan peraturan yang berada dibawah undang-undang yang berfungsi menyelengggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Peraturan pelaksana bersumber dari kewenangan delegasi, sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi (pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar (grondwet) atau undang-undang (wet) kepada lembaga negara/pemerintah.14 Lebih lanjut dalam sistem hukum Indonesia, tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan UU tersebut hirarki peraturan perundang-undangan secara berurutan terdiri dari; UUD 1945, UU/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan daerah (Perda Propinsi, Perda Kabupaten/ Kota, dan Peraturan Desa/setingkat). Selain itu, ada beberapa jenis peraturan perundang-undangan lain yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (kewenangan atribusi), seperti peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, Komisi, DPRD Propoinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa atau yang setingkat.15 Sedangkan keputusan Direktur Jenderal Departemen, sebagai bentuk peraturan pelaksana (verordnung), berfungsi merumuskan kebijakan tekhnis dan

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut peraturan menteri, diatur dalam pedoman nomor 175 dan 176 lampiran UU No. 10/2004.16 Peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hirarkis tersebut mengandung beberapa konsekwensi dalam rangka mencapai kepastian hukum. Dalam kaitan ini, Bagir Manan, mengemukakan beberapa konsekwensi dari adanya hirarki peraturan perundangundangan sebagai berikut: 1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. 2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber dan memliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang tingkat lebih tinggi. 3. Isi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang dari atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti, atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat. 5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus dutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih umum.17 b. Fungsi Pemungutan Pajak Fungsi pajak menurut Rohmat Soemitro ada dua, petama, fungsi budgeter (sumber keuangan negara), kedua, fungsi regularend (fungsi mengatur atau non budgeter). Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya disektor publik yang merupakan suatu alat atau sumber 16 Maria Farida, Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, Op. Cit, hlm. 231 17 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hlm. 133

18

18 Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung: PT. Eresco Bandung, 1998), h. 2. 19 Ibid, h. 3, 20 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Jakarta-Bandung: PT. Eresco, 1982), h. 41

19

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin, apabila masih tersisa akan digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (public saving untuk public invesment). 18 Sedangkan fungsi mengatur (regularend) dimaksudkan sebagai usaha pemerintah untuk turut campur tangan dalam mengatur, mengubah susunan pendapatan dan kekayaan sektor swasta. Pada fungsi mengatur, pemungutan pajak digunakan; 1). Sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial, 2). Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan.19 Beberapa contoh pemungutan pajak yang bersifat mengatur: 1). Pemberlakuan tarif pajak progresif sebagai alat retribusi pendapatan, 2). Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi barang impor dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri 3). Pengenaan jenis pajak tertentu dengan maksud untuk menghambat gaya hidup mewah, 4). Pengecualian PPN pada jasa perbankan untuk memperkuat sektor perbankan Dalam kaitan dengan pemungutan pajak baik yang berfungsi sebagai budgeter maupun fungsi regularend, menurut R. Santoso Brotodihardjo, perlu juga diperhatikan pemungutan pajak dari sisi politik perekonomian. Dalam kaitan ini pemungutan pajak harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan dan juga harus diusahakan jangan sampai menghalanghalangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan serta jangan sampai merugikan kepentingan umum.20 Atau dengan kata lain, pemungutan pajak tidak boleh mengganggu keseimbangan dalam kehidupan ekonomi masyarakat, sehingga keadilan dalam pemungutan pajak dapat dicapai.

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

c. Peran Sektor Perbankan dalam Pembagunan Ekonomi Dalam kajian ekonomi makro lembaga keuangan bank merupakan lembaga yang menjalankan fungsi intermediary, menghimpun modal, berupa uang dari pihak-pihak yang memilikinya (pemilik dana) dan menyalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan uang-modal (pemakai dana). Melalui lembaga perbankan ini uang dihimpun dan disalurkan ke sektor-sektor kegiatan yang membutuhkan, sehingga alokasi sumber daya keuangan dapat bekerja secara efisien, di samping itu juga akan mampu mempertemukan kekuatan penawaran dan permintaan uang untuk modal produksi.21 Dalam konteks keindonesian, perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, diharapkan memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya,pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.22 Perbankan Syariah sebagai bagian dari sistem Perbankan Nasional Indonesia juga memiliki peran yang sama dengan sistem perbankan konvensional. Menurut ketentuan blue print pengembngn perbankan syariah yang dibuat oleh Bank Indonesia disebutkan empat alasan perlunya pengembangan bank syariah dilaksanakan. alasan tersebut antara lain adalah: 1).Memenuhi kebutuhan masyarakat yang menghendaki layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah, 2). Meningkatkan mobilisasi dana masyarakat yang belum terserap sistem perbankan yang ada dan mengoptimalkan proses saving investment bagi usaha percepatan pembangunan, 3). Meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional dengan mengembangkan bank syariah yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang menekankan ethic investment, melarang bunga bank (lebih banyak berbasis equity dengan prinsip bagi hasil) dan transaksi keuangan yang bersifat spekulatif 21 Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dn Makro Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002), h. 292 ����������������������������������������������������������������� Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

20

��������������������������������������������� Tim Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, Perbankan syariah Nasional: Arah dan Kebijakan dan Perkembangan, (Jakarta: Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2003), h. 4

21

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

(maysir) serta pembiyaan yang harus didasarkan pada kegiatan usaha riil, dan 4).menyediakan sarana bagi investor internasional untuk melaksanakan pembiayaan dan transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.23 Dari paparan kerangka teori di atas dapat dirumuskan kerangka pikir yang terkait dengan permasalahan penelitian ini sebagai berikut; bahwa pengenaan PPN pada produk murabahah di perbankan syariah dimaksudkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan UU tentang PPN dan juga dimaksudkan untuk menambah pemasukan negara sektor pajak yang menjadi salah satu tujuan pengenaan pajak. Namun demikian, Pengenaan PPN pada produk perbankan dinilai kalangan pelaku perbankan syariah bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan tentang PPN yang membebaskan produk jasa perbankan dari PPN. Di samping itu, pengenaan PPN pada produk murabahah dinilai akan menjadikan produk perbankan syariah tidak kompetitif dengan perbankan konvensional yang pada gilirannya akan menyebabkan bangkrutnya sektor industri perbankan syariah yang saat ini menjadi aset bangsa dan memberikan kontribusi yang berarti dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, dari sudut pandang yuridis pengenaan PPN bagi Direktorat Pajak di dasarkan dengan Undang-Undang PPN sedangkan menurut pelaku industri perbankan syariah pengenaan PPN tersebut justru bertentangan dengan UU tentang PPN. Di samping itu, dari perspektif ekonomis pengenaan PPN jelas akan menambah pemasukan negara sektor pajak, tetapi dari sisi yang lain akan menjadikan kebangkrutan sektor perbankan syariah yang juga berfungsi sebagai penyangga ekonomi Nasional. Atas dasar alur pemikiran diatas maka persoalan di atas akan dianalisis dari dua sisi, yaitu sisi yuridis yang akan melihatnya dari sudut pandang asasasas perundang-undangan dan sisi ekonomis yang akan mencoba melihat dan menimbang dari sisi besarnya kontribusi masing-masing kepada pembngunan ekonomi nasional, yakni menjadi sumber APBN.

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

hirarki Peraturan Perundang-undangan Peraturan PerundangUndangan PPN

Peraturan Perundang-Undangan Produk Perbankan Syariah

PPN Produk Perbankan

Produk Murabahah di Perbankan Syariah

Nilai Ekonomi

Nilai Ekonomi

PPN

Perbankan Syariah

Sumber APBN

G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan jenis/tipe penelitian yuridis empiris yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma hukum positif dalam praktik hukum di masyarakat. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah case approach (pendekatan kasus) yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum.24 Dalam penelitian ini fokus penelitian adalah pada penerapan peraturan perundang-undangan tentang Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan perundang-undangan dalam kaitannya dengan Produk Pembiayaan di Perbankan Syari’ah. 2. Tehnik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari masyarakat atau responden. Dalam penelitian ini data primer yang diperlukan berkaitan dengan aplikasi PPN di perbankan syari’ah yang akan diperoleh melalui wawancara dengan praktisi perbankan 24 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publissing. 2006), Cet. 2 , h. 321

22

3. Tehnik Analisa Data Data yang terkumpul akan dianalisis secara kualitatif, yaitu akan dideskripsikan dan ditafsirkan melalui tahapan-tahapan berikut ini: a. Reduksi Data Data yang diperoleh melalui studi pustaka dan survey (studi lapangan) akan cek kelengkapannya dan kemudian dipilah- pilah berdasarkan satuan konsep, kategori, atau tema tertentu. Dalam hal ini data yang tidak diperlukan disisihkan sehingga hanya yang diperlukan saja yang akan dipakai. b. Display Data Mengingat banyaknya data yang harus dianalisis dan untuk mengurangi tingkat kesulitan dalam pemaparan dan penegasan kesimpulan, maka perlu dibuat sketsa, matrik,atau grafik sehingga keseluruhan data dan bagian- bagian rinciannya dapat dipetakan secara jelas. c. Kesimpulan Data yang telah dipolakan dan disusun secara sistematik, baik melalui penentuan tema maupun yang telah dibuat sketsa dan matriknya akan dianalisis dan kemudian diambil kesimpulan sehingga makna data dapat ditemukan. 4. Tehnik Penulisan Tehnik penulisan laporan dalam penelitian ini akan merujuk pada “Pedoman Penyusunan Penulisan karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan 23

ANALISIS YURIDIS DAN EKONOMIS TERHADAP PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARI’AH

syari’ah, yakni praktisi pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan Bank Indonesia (BI), serta pihak direktorat pajak Departemen Keuangan RI. Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan primer dan sekunder yang akan diperoleh melalui studi dokumen/pustaka (library research). Bahan primer berupa peraturan perundang-undangan tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Produk Pembiayaan di Perbankan Syari’ah. Bahan sekunder berupa artikel, buku, jurnal, makalah dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan konsep PPN dan pembiayaan di Perbankan Syari’ah, dan beberapa data yang terkait dengan polemik pengenaan PPN di Perbankan Syariah.

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL

Disertasi) CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. H Sistematika Penulisan Hasil akhir dari penelitian ini akan dituangkan dalam laporan tertulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan; memuat latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori/konsep, metodei penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Jasa Perbankan. Bab ini akan dibagi menjadi beberapa sub bab yang akan membahas tentang; pengertian dan dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai; karakteristik Pajak Pertambahan Nilai; obyek Pajak Pertambahan Nilai; subyek Pajak Pertambahan Nilai; tarif dan dasar pengenaan PPN; pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran; prosedur penagihan pajak terhutang dan penyelesaian sengketa; dan PPN dalam jasa perbankan Bab III. Pembiayaan di perbankan syariah. Pembahasannya terdiri dari; sekilas tentang perbankan syari’ah di indonesia; dasar hukum operasional bank syariah; pengertian dan jenis-jenis pembiayaan di bank syari’ah; pengertian dan dasar hukum pembiayaan murabahah; rukun dan syarat murabahah; dan aplikasi murabahah di perbankan syari’ah Bab IV. Analisa terhadap pengenaan PPN dalam pembiayaan di perbankan syariah. Aspek-aspek yang akan dianalisis meliputi; PPN dalam pembiayaan murabahah bank syariah; analisis yuridis terhadap problem Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di bank syari’ah; dan analisis ekonomi terhadap problem pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di bank syari’ah Bab V. Penutup yang berisi kesimpulan dan saran/ rekomendasi.

24

Related Documents

Ppn
June 2020 25
Ppn Kms
June 2020 24
Ppn-01 Kms.pdf
June 2020 17
Tugas Ppn 1.docx
April 2020 18

More Documents from "Rizky Adhy"