Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dasar Hukum Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang mewah adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pendahuluan Secara kronologis, sejarah perkembangan pemungutan pajak pertambahan nilai di Indonesia meliputi: 1. Pajak Pembangunan I 2. Pajak Peredaran tahun 1950 3. Pajak Penjualan 4. Pajak Pertambahan Nilai
Mekanisme Pemungutan Pajak Dikenal dalam 3 metode, yaitu: 1. Addition Method PPN dihitung dari tarif kali seluruh penjumlahan nilai tambah. 2. Substraction Method PPN yang terhutang dihitung dari tarif kali selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. 3. Credit Method Pada credit method ini harus mencari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, disebut indirect substraction method. Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan Sifat Pemungutan ada beberapa sifat, antara lain:
1. PPN sebagai Pajak Objektif 2. PPN sebagai Pajak Tidak Langsung 3. Pemungutan PPN Multistage Tax 4. PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti Faktur Pajak
5. PPN bersifat Netral Netralisasi dapat dibentuk karena adanya 2 faktor: a. PPN dikenakan atas konsumsi barang atu jasa b. PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan 6. PPN tidak menimbulkan pajak ganda 7. PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan atas konsumsi dalam negeri Tipe Pemungutan dapat diklasifikasikan dalam: 1. Consumption Type Value Added Tax Semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya sehingga memberikan sifat netral PPN atas pola produksi. 2. Net Income Type Value Added Tax 3. Gross Product Type Value Added Tax Prinsip Pemungutan terdiri dari 2 prinsip dilihat dari mekanismenya, yaitu: 1. Prinsip Tempat Tujuan 2. Prinsip Tempat Asal Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah, badan atau instansi pemerintah tersebut.
Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM. Barang yang Tidak Dikenakan Pajak Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu: 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumber jenisnya (minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batubara, bijih besi, bijih timah, bijih emas, dll). 2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat (beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam). 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabakan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM. Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain sebagai berikut: 1. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medis (jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter hewan, ahli gizi, ahli fisioterapi, kebidanan, paramedic, perawat, klinik kesehatan, rumah bersalin, rumah sakit, dll). 2. Jasa dibidang pelayanan social (jasa pelayanan panti asuhan, panti jompo, pemadam kebakaran, lembaga rehabilitasi, pemakaman termasuk crematorium, dll). 3. Jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko (jasa perbankan, jasa asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi).
4.
Jasa dibidang keagamaan (jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, dll).
5. Jasa dibidang pendidikan (jasa penyelenggara pendidikan sekolah dan pendidikan diluar sekolah). 6. Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa dibidang kesenian yang tidak bersifat komersial. 7. Jasa dibidang penyiaran yang bukan bersifat iklan. 8. Jasa dibidang angkutan umum yan dilakukan oleh pemerintah. 9. Jasa dibidang tenaga kerja (jasa tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tidak bertanggung jawab atas hasil karja dari tenaga kerja tersebut, jasa penyelenggara pelatihan tenaga kerja). 10.Jasa dibidang perhotelan (jasa persewaan kamar termasuk tambahan dan fasilitasnya, jasa persewaan ruang untuk kegiatan acara pertemuan). 11.Jasa yang disediakan pemerintah pemerintahan secara umum.
dalam
rangka
menjalankan
Objek Pajak Objek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha 2. Impor Barang Kena Pajak 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean yan dilakukan oleh pengusaha 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean dimanfaatkan dalam Daerah Pabean 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan 8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yan g ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 1. Harga Jual Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undangundang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3. Nilai Ekspor Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. 4. Nilai Impor Nilai Impor ialah berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM.
Nilai Penyerahan yang Menggunakan Valuta Asing
Apabila terjadi penyerahan BKP dan atau JKP yang pembayarannya ternyata dilakukan dengan menggunakan valuta asing, maka: 1. Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat Faktur Pajak dibuat. 2. Terhadap penyerahan BKP dan atau JKP dilakukan kepada pemungut PPN, besarnya pajak yang terutang harus dikonversi ke mata uang rupiah dengan kurs yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat pemungut PPN melakukan pembayaran. Tarif Pajak Tarif Pajak Pertambahan Nilai: 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% Cara Menghitung Pajak Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai Dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN/PPnBM Menjadi Bagian dari Harta Jika Pajak Pertambahan Nilai telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas pnyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka Pajak Pertambahan NIlai yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. PKP Tidak Melaksanakan Kewajiban Pemungutan Pajak atau Tidak Melaporkan Usahanya Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pemungutan pajak, maka besarnya Dasar Pengenaan Pajak ditetapkan sebesar harga jual, atau penggantian, atau nilai lain yang diketemukan dalam pemeriksaan, sehingga besarnya pajak yang terutang dihitung sebesar tarif dikalikan Dasar Pengenaan Pajak tersebut. PPN sebagai Kredit Pajak Dalam Pasal 9 Undang-undang PPN dan PPnBM telah diatur bahwa Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama.
Pembuatan Kontrak atau Perjanjian Tertulis Dalam pembuatan kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak, harus disebutkan dengan jelas harga kontrak, Dasar Pengenaan Pajak, dan besarnya pajak yang terutang. Jika dalam harga kontrak telah termasuk pajak, maka harus disebutkan dengan jelas bahwa dalam harga kontrak telah termasuk pajak. Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, maka jumlah harga yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian tertulis tersebut dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Penghapusan Piutang Pajak dan BKP Rusak/Musnah Penghapusan piutang pajak tidak mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa yang menghapuskan piutangnya , dan tidak mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau Pengusaha Kena Pajak penerima jasa yang menikmati penghapusan utangnya. Demikian pula atas barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi baik karena bencana alam ataupun karena sebab lain di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak, tidak mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut. Penyetoran Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 tersebut jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk Impor, penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Kesalahan Pemungutan Pajak Jika terjadi kesalahan pemungutan pajak dan pajka yang telah dipungut tersebut telah dilaporkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang memungut pajak tersebut tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut. Namun demikian, pajak yang salah dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut. Saat dan Tempat Pajak Terutang
Saat terutangnya pajak dirinci sebagai berikut: 1. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat barang kena pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga. 2. Terutangnya pajak atas penyerahanbarang kena pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai barang kena pajak tersebut. 3. Terutangnya pajak atas penyerahan barang kena pajaktidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa dibawah ini : a. Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak dinyatakan sebagai piutang oleh pengusaha kena pajak.
berwujud
b. Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud ditagih oleh pengusaha kena pajak. c. Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh penusaha kena pajak. d. Saat ditandatanganinya kontrak oleh pengusaha kena pajak. 4. Terutangnya pajak atas penyerahan jasa kena pajak, terjadi pada saat mulai tersediannya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata. 5. Terutangnya pajak atas impor barang kena pajak. 6. Terutangnya pajak atas ekspor barang kena pajak. 7. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persedian barangkena pajak, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. 8. Terutangnya pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean adalah pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak didalam daerah pabean. Tempat Pajak Terutang: 1. Atas penyerahan BKP
Tempat pajak terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan. 2. Atas Impor Terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan ke dalam Daerah Pabean dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 3. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah Pabean, terutangnya pajak terjadi di tempat orang pribadi atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. 4. Atas kegiatan membangun sendiri Kegiatan membangun sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan Pengusaha Kena Pajak, adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
5. Perusahaan yang mempunyai cabang-cabang Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut, termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, divisi perusahaan, dan sejenisnya. Dengan demikian perusahaan yang mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang tersebut. Pajak Terutang tidak Dipungut atau Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Dalam hal pajak terutang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan pajak, maka akan berpengaruh terhadap perlakuan pajak masukannya. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Sedangkan yang dimaksud dengan surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.