BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit mewah yang
diderita oleh masyarakat adalah Hemofilia. Mengapa
dikatakan mewah karena penyakit ini membutuhkan biaya yang tinggi dan membutuhkan rentang waktu yang panjang dalam pengobatan. Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah modern hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otto (tahun 1803), sejak saat itu hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang diturunkan. Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang sehat lainnya tanpa hambatan. Hemofilia merupakan penyakit kelainan pendarahan yang diturunkan, yaitu ketika pasien mengalami pendarahan maka akan sulit untuk dihentikan. Frekuensi angka kejadian hemofilia adalah sekitar 1 dari 10.000 angka kelahiran, dimana angka kejadian hemofilia A lebih banyak dari hemofilia B yaitu sekitas 8085% dari total populasi penderita hemofilia (Sudoyo, W. Aru dkk., 2010)
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah “asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan hemofilia?” C. Tujuan
1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk memahami asuhan keperawatan pada anak yang terkena penyakit hemofilia.
1
2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu: a. Menjelaskan konsep penyakit hemofilia. b. Menjelaskan pengkajian pada anak dengan penyakit hemofilia. c. Menentukan diagnosa keperawatan pada anak dengan penyakit hemofilia. d. Menentukan intervensi yang tepat berdasarkan dignosa keperawatan pada anak dengan penyakit hemofilia. e. Melakukan evaluasi pada anak dengan penyakit hemofilia.
2
BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Hemofilia Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. (Sylvia A. Price dikutip dari buku Asuhan Keperawatan Praktis) Hemoilia adalah suatu penyakit genetik yang diketahui sejak lama, hemofilia sebagai penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII dan IX. (Muttaqin, Arif,2010) Hemofilia merupakan suatu penyakit genetik yang telah diketahui sejak lama. Hemofilia didefinisikan sebagai penyakit atau gangguan pendarahan yang bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembukuan VIII dan IX. (Sudoyo, W. Aru dkk., 2010) B. Etiologi Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen-gen faktor VIII dan faktor IX, diklasifikasikan sebagai hemofilia A atau B. Kedua gen faktor ini terletak pada kromosom X, yang menyebabkan gangguan resesif terkait kromosom X. Oleh karena itu pada semua anak perempuan dari ayah penderita hemofilia adalah sebagi karier penyakit hemofilia, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menjadi karier penyakit hemofilia. (Sylvia A. Price dikutip dari buku Asuhan Keperawatan Praktis) Sampai saat ini dikenal 2 macam jenis hemifilia yang diturunkan secara sex-linked recessive yaitu: 1. Hemofilia A (hemofilia klasik), kelainan resesif terkait kromosom X yang mengakibatkan defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII. 2. Hemofilia B (cristmas disease), akibat defisiensi atau tidak adanya faktor IX
3
C. Manifestasi Klinis Menurut Donna L. Wong : 1. Terdapat pendarahan jaringan lunak, otot, dan sendi (hematrosis). Terutama sendi-sendi yang menopang berat badan. 2. Pendarahan berulang kedalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago artikularis disertai gejala-gejala arthritis. 3. Memar dan pendarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang. 4. Pendarahan berkelanjutan pasca operasi D. Patofisiologi Dalam proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan pelepasan faktor III (faktor jaringan atau tromboplastin) ke sirkulasi dari sel endothelial vaskular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor koagulasi VIII (faktor VIII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir. Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen aktif, komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang penting untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X menjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid jaringan, di mana nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi. Jadi, jika terjadi defisiensi faktor XIII dan IX, maka tidak akan terbentuk benang-benang fibrin karena tidak terbentuknya faktor X yang teraktivasi yang membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang
4
akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin Sehingga pembentukan pembekuan darah tidak terjadi. (Friedman, KD,2009)
5
E. Pathway cedera, terjadi pendarahan Hemofilia
Normal kontriksi pembuluh darah dan faktor pembekuan darah diaktifkan
kontriksi pembuluh darah dan faktor pembekuan darah diaktifkan
teraktivasinya faktor pembekuan sehingga protombin, trombin, dan benang-benang fibrin terbentuk
kurangnya faktor pembekuan VIII dan IX menyebabkan penghambatan pembentukan trombin
pendarahan terhenti
pendarahan
benangbenang fibrin tidak terbentuk
sintesa energi terganggu
jaringan dan sendi
mobilitas terganggu
nyeri
resiko cedera
resiko syok ketidakmampuan koping keluarga
6
F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis yang biasa dilakukan adalah:
Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami pendarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum prosedur pembedahan.
Pengobatan
hemofilia
menganjurkan
pemberian
infus
prifilaktik yang dimulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami difisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis.
Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM, karena aspirin adalah obat antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar risiko pendarahan.
Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan sampai pasien terjatuh atau terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil darah bekas jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti maka dipasang pembalut penekan.
Analgetika,
pemakaian
analgetika
diindikasikan
pada
hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit. 2. Terapi suportif Pengobatan rasional pada hemofilia adalah untuk menormalkan kadar faktor anti hemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Melakukan pencegahan baik menhindari luka atau benturan
Untuk mengatasi pendarahan akut yang terjadi maka dilakukan
tindakan
pertama
yaitu
RICE
(rest,
ice.
compresion,elevation) pada lokasi pendarahan. 3. Health education
Orang tua pasien perlu dijelaskan bahwa anaknya menderit penyakit hemofilia yaitu penyakit yang darahnya sukar membeku. Jika sampai terjatuh atau terbentur dapat terjadi
7
pendarahan di dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan agar waspada terhadap anaknya.
Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu tentang kondisi anak. Bilaperlu berikan label seperti gelang sehingga bila anak tersebut mengalami pendarahan dapat segera mendapat pertolongan.
Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi bantalan. Anak harus diamati secara seksama selama belajar berjalan. ( Sudoyo, W. Aru dkk., 2010)
8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT HEMOFILIA
A. Pengkajian 1. Identitas a. Identitas Anak: Nama, Tempat tanggal lahir/usia, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Alamat, Tanggal Masuk, Tanggal Pengkajian, Diasnogtik Medik. b. Identitas Orang tua atau Wali: Nama,m Agama, Alamat, Pekerjaan, Penghasilan 2. Keluhan Utama Nyeri pada sendi, adanya edema pada sendi akibat perdarahan ,jaringan lunak, memar yang spontan, epitaksis. 3.
Riwayat penyakit sekarang Klien mengatakan nyeri pada kaki terutama setelah beraktivitas dan berkurang bila beristirahat. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan nyeri sering dirasakan menyebar ke area lain tanpa diketahui penyebabnya. Ataupun klien merasakan salah satu yang ada di keluhan utama.
4. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan yang tidak hentihentinya atau tiba-tiba memar tanpa diketahui penyebabnya serta apakah klien mempunnyai penyakit menular atau menurun seperti, hipertensi, TBC. 5. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada wanita. 6. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum: Lemah b. Kesadaran: Composmentis c. Tanda-tanda vital:
Suhu: 36,5-37,5oC
9
Nadi: takikardi (>110x/menit)
RR: Normal/meningkat (>28x/menit)
TD: normal(120/80 mmHg)
d. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, jantung, ekstremitas
Jantung Inspeksi
: Tanda khas didapatkan adanya tarikan intercostanalis.
Auskultasi: Pada pemeriksaan jantung tidak ada bunyi jantung tambahan
Perkusi
: Suara jantung pekak paru sonor
Palpasi
: Adanya pembesaran pada jantung (kardiomegali)
Abdomen Inspeksi
: adanya distensi abdomen
Palpasi
: terdapat hepatomegali
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Bising usus meningkat
Ekstremitas Terjadi memar khususnya pada ekstremitas bawah
B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain 3. Risiko syok 4. Risiko kekurangan volume cairan 5. Risiko cedera 6. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan anak menderita penyakit serius
10
C. Intervensi Keperawatan No 1.
Diagnosis Nyeri Akut
2.
Kerusakan Mobilitas Fisik
3.
Resiko Syok
Tujuan Intervensi NOC NIC Tingkat nyeri Manajemen Nyeri Kontrol Nyeri - Lakukan pengkajian nyeri lokasi, Tingkat karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas kenyamanan dan faktor presipitasi - Observasi reaksi nonverbal dari Kriteria Hasil Mampu ketidaknyamanan mengontrol - Kontol lingkungan yang dapat nyeri (tahu mempengaruhi nyeri seperti suhu penyebab ruangan, pencahayaan dan kebisingan nyeri, mampu - Tingkatkan istirahat menggunakan Kolaborasi teknik - Kaji TTV sebelum dan sesudah nonfarmakolo pemberian analgesik pertama kali gi untuk - Berikan analgesik tepat waktu terutama mengurangi saat nyeri hebat nyeri, mencari - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda bantuan) dan gejala Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang NIC - Kaji TTV sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan - Berikan alat bantu jika klien memerlukan - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan sandaran jika diperlukan - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi - Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL. NOC Pencegahan Syok Managemen
NIC Pencegahan Syok - Kaji status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan 11
4.
Resiko Kekurangan Volume Cairan
Syok Kriteria Hasil : Nadi dalam batas yang diharapkan Irama jantung dalam batas yang diharapkan Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan Natrium serum dbn (dalam batas normal) Kalium serum dbn Klorida serum dbn Magnesium serum dbn PH darahj serum dan Hidrasi Indikator: Mata cekung tidak ditemukan Demam tidak ditemukan TD dbn Hematokrit DBN NOC Keseimbanga n Cairan Hidrasi Status Nutrisi Asupan Cairan Kriteria Hasil :
-
-
ritme, nadi perifer, dan kapiler refill Kaji tanda inadekuat oksigenasi jaringan Kaji suhu dan pernapasan Kaji input output Pantau nilai laboratorium: HB, HT, AGD, dan elektrolit Lari hemodinamik invasi yang sesuai Kaji tanda dan gejala asites Kaji tanda awal syok Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat Lihat dan pelihara kepatenan jalan nanafas
Kolaborasi - Berikan analgesik yang tepat - Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok - Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok Managemen Syok - Kaji status cairan, input output - Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan - Kaji nilai labolatorium (mis, CBC dengan direrensiajl) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan profil kimia)
NIC Managemen Cairan - Timbang popok/pembalut jika diperlukan - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat - Kaji TTV - Kaji masukan makanan/cairan dan
12
5.
Risiko Cidera
Mempertahan kan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan NOC Risiko Kontrol Kriteria hasil : Klien terbebas dari cidera Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cidera Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/pe rilaku personal Mampu memodifikasi gaya hidup untuk
hitung intake kalori harian Kolaborasi - Pemberian analgesik - Dorong keluarga untuk membantu pasien Managemen Hipovolemia - Kaji status cairan termasuk intake dan output cairan - Kaji tingkat Hb dan hematokrit - Kaji TTV
NIC Manajemen lingkungan - Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien - Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (mis, memindahkan perabotan) - Membatasi pengunjung - Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien - Mengontrol lingkungan dari kebisingan - Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
13
6.
Ketidakma mpuan Koping Keluarga
mencegah injury Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada Mampu mengenali perubahan status kesehatan NOC NIC Coping Peningkatan Coping Keluarga - Bantu keluarga dalam mengenal masalah (mis, penatalaksanaan konflik Kriteria Hasil : Perawatan kekerasan, kekerasan seksual) Langsung Penyediaan Dukungan Keluarga perawatan - Yakinkan keluarga yang perawatan kesehatan dan terbaik sedang diberikan kepada pasien perawatan - Mempromosikan hubungan saling personal yang percaya dengan keluarga tepat kepada - Menerima nilai-nilai keluarga dengan anggota cara tidak menghakimi keluarga oleh - Memberikan dukungan spiritual bagi pemberi keluarga perawatan keluarga Perawatan Tidak Langsung pengaturan dan pengawasan pengawasan yang sesuai bagi anggota keluarga oleh pemberi perawatan keluarga Kesejahterjaa n pemberian asuhan : derajat persepsi positif mengenai
14
status kesehatan dan kondisi kehidupan pemberi perawatan primer Koping keluarga : tindakan keluarga untuk mengelola stesor yang membebani sumbersumber keluarga Mampu mengatasi masalah Mencari bantuan keluarga
15
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Huda Nurarif. 2016. Asuhan keperawatan Praktis Penerapan Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta: Medication Jogja
Sudoyo, W. Aru dkk.2010. Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta Pusat: Interna Publishing
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sylvia A. Price dikutip dari https://www.academia.com
Donna, L. Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Jakarta: EGC
16