Makalah Askep Talasemia (repaired) - Copy-1.docx

  • Uploaded by: Ica Btr
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Askep Talasemia (repaired) - Copy-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,080
  • Pages: 23
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Anak oleh Dosen Pembimbing Ibu Zaitun, APP,MPH

Disusun oleh: Kelompok 8 1. Feni Nopiyanti 2. Karlina Dewi 3. Rusliana 4. Trie Januar Yusuf 2B Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA PRODI KEPERAWATAN CIREBON Jl. Pemuda No.38 Sunyaragi Kota Cirebon 2019

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami haturkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TALASEMIA” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa dan susunan kalimat ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyususn menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Makalah tentang asuhan keperawatan pada anak

thalasemia kami harap dapat membantu pembaca dalam memahami lebih tentang thalasemia. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata bagi pembaca.

Cirebon, April 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka kejadian thalassemia yang tinggi. Kondisi itu dilihat bukan berdasarkan jumlah pasien namun seperti yang diungkapkan oleh Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K), hal tersebut dilihat melalui frekuensi kelainan gen yang ditemukan. Di Indonesia deteksi untuk thalassemia -α agak sulit dilakukan oleh karena memerlukan pemeriksaan DNA dan pemeriksaan tersebut baru dapat dilakukan di beberapa kota besar saja. Berdasarkan data dari Lembaga Eijkman angka kejadian thalassemia -α di Indonesia sekitar 2,6-11%, banyak ditemukan di Pulau Sulawesi, yaitu pada suku Bugis ataupun suku Kajang. Sedangkan thalassemia -β, ditemukan rata-rata sekitar 3-10%, dengan pembawa sifat terbanyak ditemukan di P. Sumatera, dan sekitar hampir 10% di daerah Palembang. Di di Pulau Jawa angka pembawa sifat sebesar 5%. Sedangkan untuk kelainan hemoglobinopati, pembawa sifat hemoglobin E ditemukan sebesar 1,5-33% dan terbanyak didapatkan di Pulau Sumba. (idai.or.id.mengenal talasemia) Berdasarkan data YTI dan POPTI tahun 2014, dari hasil skrining pada masyarakat umum dari tahun 2008-2017, didapatkan pembawa sifat sebanyak 699 orang (5,8%) dari 12.038 orang yang diperiksa; sedangkan hasil skrining pada keluarga Thalassemia (ring 1) tahun 2009-2017 didapatkan sebanyak 1.184 orang (28,61%) dari 4.137 orang. Sedangkan berdasarkan data RSCM, sampai dengan bulan Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien thalassemia yang terdaftar di seluruh Indonesia. Pada masa ini, tenaga kesehatan khususnya perawat anak dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada anak penyandang thalassemia. Peran perawat sebagai pendidik juga sangat penting dalam memberikan edukasi kesehatan, pencegahan dan cara perawatan penderita thalassemia (Hockenberry dan Wilson, 2011). Selain itu, perawat juga berperan sebagai advokat bekerjasama dengan anggota keluarga untuk mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan keluarga dalam merencanakan intervensi terhadap masalah yang ditemukan selama proses perawatan.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah “bagaimana asuahan keperawatan pada anak dengan thalasemia?” C. Tujuam Umum Mahasiswa mampu memahami asuahan keperawatan anak dengan thalasemia. D. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep thalasemia. 2. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada anak dengan thalasemia. 3. Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada anak thalasemia. 4. Mahasiswa dapat merencanakan asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia.

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Thalasemia merupakan kelompok kelainan yang diturunkan karena terjadi mutasi atau delesi pada gen yang menyandikan salah satu rantai globin sehingga terjadi penurunan kecepatan sintesis, atau ketiadaan sintesis, dari rantai yang setara (Barbara, dalam buku Hematologi). Thalasemia secara umum adalah salah satu jenis penyakit kelainan darah bawaan. Penyakit ini biasanya ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau lebih pendek umurnya dari sel darah merah normal, pada umumnya yaitu sekitar 115-120 hari. Kondisi ini diturunkan orang tua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan (Ahmad Sukri, 2016). Menurut dr. Pustika thalasemia adalah karena penyakit thalassemia ini merupakan penyakit genetik atau bawaan yang diturunkan berdasarkan hukum Mendel, maka jika dua pembawa sifat/thalassemia minor menikah, maka mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat dan 25% anaknya sebagai thalasemia mayor. Peluang ini terjadi pada setiap konsepsi/kehamilan, karenanya bisa saja dalam 1 keluarga semua anaknya merupakan pengidap thalassemia mayor, atau malah mungkin tampak sehat, karena tidak memberikan gejala sama sekali, tetapi belum tentu mereka sehat, karena tetap mempunyai peluang sebagai thalassemia minor. Oleh karena itu jika kedua orangtua diketahui sebagai pembawa sifat

thalassemia harus sesegara mungkin

memeriksakan diri mereka dan anak keturunannya untuk segera dapat segera diidentifikasi sedini mungkin.

Gambar 1.1 anak dengan thalasemia Sumber:https://4.bp.blogspot.com/- /s1600/thalasemia4.jpg B. Anatomi Fisiologis

Gambar 1.2 human hemoglobin Sumber: http://lh6.ggpht.com/ 12Xhxrc/s1600/structure-human-hemoglobin-moleculevector-diagram-substance-red-blood-cells-carries-oxygen-34873928.jpg 1.

Eritrosit (Sel Darah Merah) Eritrosit berupa cakramkecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya. Dalam setiap

millimeter kubik darah tedapat 4,5-5 juta sel darah. Jika dilihat satu persatu, warna sel darah merah adalah kuning tua pucat,namun dalam jumlah besar kelihatan merah dan member warna pada darah . kira-kira panjang hidup sel darah merah adalah 115 hari (dr. Kartono Muhammad, dalam buku Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis). Fungsi utama dari sel-sel darah, merah , yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin. Dan seterusnya mengangkat oksigen dari paru-paru kejaringan.

Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin ini beredar sebagi protein bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Jika hemoglobin ini terbatas dalam plasma manusia kurang lebih 3%nya bocor melalui membrane kapiler masuk kedalam ruang jaringan atau melalui glomerulus pada ginjal terus masuk kedalam jaringan glomerulus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah yang mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis antara karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. sekali Cepat nya reaksi ini membuat air dalam darah dapat beraksi dengan banyak sekali karbondioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru- paru dalam bentuk ion bikarbonat. Hemoglobin yang terdapat dalam sel juga merupakan dapar asam-basa (seperti juga kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk sebagaian besar daya pendaparan seluruh darah. Sel darah merah normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90-95 mikrometer kubik (dr. Kartono Muhammad, dalam buku Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis). 2.

Hemoglobin Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin memiliki afinitas

(daya gabung) terhadap oksigen; dengan oksigen itu membentuk oksi hemoglobin di dalam sel darah merah. Melaalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Oksigen dibutuhkan sebagai energi untuk proses metabolisme tubuh. Apabila hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh pun berkurang dan akbatnya individu bersangkutan mengalami gangguan pertumbuhan, pucat, dan lemas. Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah (dr. Kartono Muhammad, dalam buku Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis).

3. Leukosit Leukosit berupa cairan bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar daripada sel darah merah, namun jumlahnya lebih sedikit. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000-10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Leukosit dibentuk di sumsum tulang dan kelenjar limfa. Fungsi leukosit adalah: a. Membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakter maupun virus yang masuk kedalam tubuh dan jaringan RES (sistem reticulum endosel) b. Mangangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa teus ke pembuluh darah c. Pertahanan tubuh tehadap serangan penyakit (dr. Kartono Muhammad, dalam buku Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis). C. Etiologi 1. Pewarisan homozigus gen autosom yang parsial dominan (talasemia mayor atau intermedia) 2. Pewarisan heterozigus gen yang sama (talasemia minor) (Kowalak, 2011) D. Klasifikasi 1. Talasemia ɑ Sel normal memiliki dua gel alpha pada masing-masing kromosom 16. Ragam sindrom talasemia ɑ terjadi pada delesi atau kehilangan fungsi dari gen ɑ. Talasemia ɑ biasanya terjadi karena delesi gen ɑ daripada mutasi. Akibat dari kehilangan gen ɑ. Hal yang terpenting untuk diketahui adalah : a. Kehilangan satu atau dua gen ɑ dapat menyebabkan mikrositosis, tetapi tidak berbahaya bagi penderitanya. Jenis ini sangat sering ditemukan pada etnis tertentu (misalnya 25% dari Afri-Karabian kehilangan satu gen ɑ dikenal sebagai talasemia ɑ heterozigot). Meskipun kehilangan dua gen ɑ dari satu kromosom , dikenal sebagai talasemia ɑ◦, tidak membahayakan penderitanya, kelainan genetik ini bermakana karena pada kondisi ini disebabkan kedua orang tua menyumbangkan satu dari empat peluang hemoglobin hemoglobin Barts hidrop fetalis(dapat dilihat dengan pemeriksaan analisis DNA pada penderita dengan mikrositik yang berkaitan dengan

mikrositik yang berkaitan dengan asl etnisnya (Asia Tenggara, Cypriot, Turki atau Sardinia). b. Kehilangan tiga gen ɑ menyebabkan penyakit hemoglobin H. Keadaan anemia mikrositik berat dengan hemolisis dan splenomegali. Hemoglobin H adalah hemoglobin non-fungsional dengan empat rantai ß, terbentuk karena kehilangan rantai ɑ. Hemolisis terjadi karena kerusakan eritrosit akibat hemoglobin H. Keadaan ini secara umum tidak diangggap kelianan yang cukup parah untuk membenarkan predikisi prenatal dan mengakhiri kehamilan. c. Ketiadaan sama sekali gen ɑ, talasemia ɑ◦ homozigot, menyebabkan hemoglbin Bart hipdrops fetalis. Ketika tidak ada rantai ɑ yang dibentuk maka tidak akan terjadi produksi hemoglobin F,A, atau A². Namun demikian terdapat produksi hemoglobin Bart, sutu hemoglobin non-fungsional dengan empat rantai ƴ. Keadaan ini menyebabkan kematian karena anemia berat dan edema fetus di uterus atau kematian sesaat setelah lahir. Praktik kedojteran modern bertujuan unutk mencegah keadaan ini dengan produksi lebih awal untuk mengakhiri kehamilan (Barbara, dalam buku Hematologi). 2. Talasemia ß Sel normal memilki 2 gen globin ß. Talasemia ß merupakan kondisi yang disebabkan mutasi pada satu atau keduagen globin ß, yang menyebabkan penurunan kecepatan, atau bahkan ketiadaan total, sintesis globin. Prevelenesi talasemia ß cukup tinggi deiberbagai belahan dunia sekitar 15% di Cyprus, mencapai 20% dibeberapa bagaian Itali, Yunani dan Turki, 5-10% di Asia Tenggar, sekitar 5% diseluruh daratan India, dan sekitar 1% di Afrika-Carrabia (Barbara, dalam buku Hematologi). a. Talasemia ß Heterozigot Apabila mutasi terjadi pada hanya satu dari dua gen globin maka akan terjadi penurunan kecepatan sintesis globin dan terjadi mikrositosis. Namun sumsum tulang mengimbangi dengan memproduksi lebih banyak eritrosit sehingga pada pemeriksaan darah biasanya terdapat peningkatan eritrosit. Hb dan Ht normal, dan penurunan VERdan HER. Indeks eritrosit pada kondisi ini berbeda dengan defisiensi besi, dengan penurunan Hb mendahului mikrositos (VER dan HER rendah). KHER, yang

rendah pada defisiensi besi, pada kondisi talasemia ini normal. Sediaan apus darah menunjukan mikrositosis atau terjadi poikilositosis dengan terdapat sel target. Talasemia ß trait merupakan keadaan asimptomatik. Hanya pada keadaan tertetu, seperti selama kehamilan atau infeksi, anemia baru terjadi. Terpenting adalah genetik. Jika seorang anak mewarisi gen talasemia ß dari kedua orang tua, menyebabkan kondisi klinis yang berat dikenal sebagai talasemia ß mayor. Pada keadaan ini, dokter harus melakukan pemeriksaan talasemia heterozigot saat kehamilan (atau sebelum terjadi pembuahan) dan jika kondisi ini ditemukan, pasanganya juga harus dilakukan pemeriksaan yang sama, apabila janin menderita talasemia ß homozigot, dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Diagnosis talasemia ß heterozigot berdasarkan adanya mikrositosis ditambah peningkatan proporsi hemoglobin A² (diperiksa dengan high-performance liquid chromatography atau kromatografi mikrokolum). Peningkatan persentase dari hemoglobin A² minor ini terjadi karena lebih dibutuhkan pembentukan rantai δ daripada rantai ß yang defisien. Hal yang sama pada peningkatan presentase hemoglobin F karena lebih dibutuhkan pembentukan rantai ƴ daripada rantai ß yang defisien (Barbara, dalam buku Hematologi). b. Talasemia ß homozigot atau gabungan heterozigot Apabila mutasi terjadi pada kedua gen ß, keadaan menjadi lebih serius daripada hanya mutasi stau gen. Sintesis globin ß sama sekali tidak ada (talasemia ß◦) atau berkurang sangat berat (talasemia ß◦ß◦ atau talasemia ß◦ ß◦) hal ini menyebankan talasemia ß mayor, suatu kedaan angka harapan hidup selama beberapa tahun tergangtung pada transfusi darah. Kegagalan pertumbuhan terjadi antara usia 3 dan bulan karena sintesis hemoglobin F menurun, tetapi sintesis hemoglobin A tidak dapat mengambil alih. Mekanisme terjadinya anemia berat karena tiga hal : 1) Ketidakmampuan sintesis globin sehingga tidak ada sintesis globin yang akan menyebabkan anemia mikrositik 2) Hemopoesis inefektif-kematian prekursor eritrosit di sumsum tulang saat mereka mengalami kerusakan karena kelebihan rantai ɑ 3) Pemendekan kemampuan hidup eritrosit.

Anemia berat menyebabkan peningkatan sintesi eritroprotein, yang merangsang peningkatan eritropoesis infektif yang lebih parah. Proses ini terjadi diraung perluasan sumsum tulang (menyebabkan hepatosplenomegali berat). Splenomegali lebih lanjut akan memperburuk anemia karena eritrosit berkumpul di limpa. Di negara dengan kondisi ekonomi memungkinkan, talasemia ß mayor dirawat dengan pemberian transfusi darah teratur. Hal ini untuk mencegah kematian karena talasemia, tetapi menyebabkan kelebihan besi, dengan timbunan besi di jantung, pankreas, hipofisis dan hati. Kerusakan jaringan karena timbunan besi dapat menyebabkan kematian (biasnaya karena gagal jantung saat pasien mulai dewasa) jika besi tidak dibersihkan dengan khelasi. Terapi khelasi dapat diberikan melalui infus subkutan desferioksamin (dikenal juga sebagai defroksamin), yang biasanya diberikan sepanjang malam selama 5 malam dalam satu minggu atau pemberian oral setiap hari defesirox atau deferiprone. Transpaltasi sumsum tulang perlu dipikirkan pada pasien muda yang belum mengalami kerusakan organ serius karena timbunan besi (Barbara, dalam buku Hematologi). c. Talasemia ß intermedia Istilah talasemia ß intermdia mengacu pada kelompok genetik heterogen yang kondisi gejalanya bervariasi dari ringan hingga berat. Secara definisi, ketahanan tanpa transfusi darah masih memungkinkan meskipun pada kondisi lebih berat kualitas hidup akan buruk jika tidak ditransfusi. Talasemia ß intermedia dapat disebabkan talasemia ß heterozigot dengan faktor yang memperburuk atau warisan dua gen talasemia ß tapi dengan faktor yang memperbaiki. Di Asia Tenggara, pewarisan bersamaan talasemia ß dan hemoglobin E merupakan penyebab utama talasemia ß intermedia (Barbara, dalam buku Hematologi). E. Manifestasi Klinis Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulainya tidak jelas menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik tumbuh kembang masa hidupnya anak akan terlambat. Anak tidak nafsu makan kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat biasanya menyebabkan pembesaran limfa. (FK UI, 2001)

Anak akan tampak pucat akibat turunnya kadar hemoglobin (Hb), ungkap Dr. dr.Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K). Tanda atau gejala lainnya yang mungkin muncul adalah terabanya benjolan pada perut anak saat orangtua memandikan anaknya. Pembesaran ini biasanya adalah organ limpa yang membesar akibat kompensasi dari anemia kronis, dimana limpa sebagai organ RES bekerja keras membantu kerja tulang untuk membentuk sel darah (idai.or.id.mengenal talasemia) F. Pemeriksaan Diagnostik Anemia berat biasanya dengan kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dL. Eritrosit memperlihatkan anisositosis,dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenoktomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagno sis definitive ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya thalasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada thalasemia beta kadar HbF bervariasi antara 9-10%, sedangkan dalam keadaan normalkadarnya tidak melebihi 1% (Lawrence, T, 2003). G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan efektif dari penyakit primer akan memperbaiki anemia, terapi lain yang terkadang dipakai termasuk pemberian injeksi eritropesin dan tranfusi darah. Penanganan talasemia mayor pada dasarnya bersifat suportif meliputi: 1. Penanganan segera dengan pemberian antibiotik untuk menangani infeksi 2. Suplemen asam folat untk membantu mempertahankan kadar asam folat meskipun terjadi peningkatan kebutuhan 3. Tranfusi packed red cell untuk meningkatkan kadar hemoglobin 4. Splenokotomi dan transplatasi sum-sum tulang 5. Tidak boleh diberikan suplemen zat besi karena kontraindikasi dengan semua talasemia (Kowalak, 2011)

BAB III Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Thalasemia A. Pengkajian Pengkajian adalah prosesn pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito, 2009). 1. Biodata a. Identitas Klien Identitas klien meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, taan penggal masuk, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis. b. Identitas Orang Tuan/ Wali Identitas orang tua/wali meliputi nama ayah, dan ibu, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat. 2. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas atau infeksi lainnya. Hal ini mudah di mengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 3. Pertumbuhan dan Perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 4. Pola Makan Karena ada anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya. 5. Pola Aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusiannya. Anak lebih banyak tidur/ istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita thalasemia, maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh karena itu, konseling pernikahan sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. Genogram thalasemia:

Keterangan: Perempuan normal

:

Perempuan carier thalasemia : Perempuan thalasemia

:

Laki-laki normal

:

Laki-laki carier thalasemia

:

7. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante Natal Core-ANC) Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalasemia. Sering orang tua merasa dirinya sehat. Apabila diduga ada faktor

risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. 8. Pemeriksaan fisik a.

Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang normal.

b.

Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/ tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.Mata dan konjutiva terlihat kekuningan (sklera ikterik), konjungtiva anemis

c.

Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman , maloklusi gigi,

d.

Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

e.

Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (hepatosplemagali).

f.

Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB-nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

g.

Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Anak keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.

h.

Kulit Hiperpigmentasi kulit, warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak lelah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan thalassemia menurut (Doenges, 2018) adalah: 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan pengiriman oksigen ke jaringan 4. Resiko infeksi berhubungan dengan splenoktomi

C. Intervensi Keperawatan Intervensi Keperawatan pada anak dengan thalasemia: No.

1

Diagnosa

Hasil yang diharapkan/ Kriteria Hasil Ketidakefektifan Setelah dilakukan perfusi jaringan perifer tindakan keperawatan berhubungan dengan selama 12 jam, suplai oksigen tidak diharapkan suplai adekuat oksigen pada anak adekuat, dengan kriteria hasil: menunjukan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan dengan adanya: 1. tanda-tanda vital yang stabil, nadi perifer dapat teraba dan berdenyut kuat) 2. pengisian kembali kapiler normal; kulit normal dan hangat, bantalan kuku dan bibir berwarna pucat merh muda normal

Intervensi

Rasional

Mandiri: 1. Kaji tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui tanda-tanda anak, warna kulit, dan vital dalam rentang normal membrane mukosa 2. Meningkatkan ekspansi paru 2. Tinggikan posisi kaki untuk memaksimalkan dari tempat tidur sesuai oksigenasi guna pengambilan toleransi seluler. Catatan: dapat (kontraindikasi pada dikontraindikasikan jika terjadi pasien dengan hipotensi hipotensi) 3. Pertahankan suhu 3. Mencegah vasokontriksi, lingkungan dan membantu mempertahankan kehangatan tubuh tanpa sirkulasi dan perfusi. Suhu pemanasan berlebih. tubuh tinggi yang berlebihan Hindari hipotermi dapat menyebabkan diaforesis, 4. Kolaborasi : Pemberian meningkatkan kehilangan trasfusi darah cairan tubuh secara tidak sadar dan risiko dehidrasi. Hipotermi dapat memperburuk gangguan kardiovaskular yang disertai anemia berat 4. Untuk mengganti sel darah merah yang rusak

2

Ketidakseimbangan

Setelah dilakukan

Mandiri:

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

3

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan pengiriman oksigen ke jaringan

tindakan keperawatan selama 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. menunjukan pertumbuhan berat badan yang progresif atau berat badan yang stabil 2. tidak mengalami malnutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada anak, dengan kriteria hasil: 1. adanya peningkatan toleransi tehadap aktivitas, temasuk ADL 2. menunujukan

1. Kaji ulang riwayat nutrisi termasuk pilihan makanan 2. Observasi dan catat asupan nutrisi anak 3. Timbang berat badan secara periodic 4. Rekomendasikan makan porsi kecil tapi sering Kolaborasi: 5. Konsultasikan dengan ahli gizi tekait status gizi 6. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium seperti Hb, zat besi serum, vitamin b12, asam folat Mandiri: 1. Kaji kemampuan anak untuk melakukan tugas dan ADL normal anak, perhatikan adanya laporan kelemahan, keletihan, kesulitan dalam menyelesaikan tugas 2. Perhatikan perubahan dalam keseimbangan,ganggua

1. Mengidentifikasi defisiensi dan menyarankan intervensi yang dapat dilakukan 2. Memantau asupan kalori atau insufisiensi kualitas makanan yang dikonsumsi 3. Memantau berat badan dan keefektifan intervensi nutrisi 4. Dapat meningkatkan supan ketika mencegah distensi abdomen 5. Bertujuan untuk menentukan rencana diet guna memenuhi kebutuhan anak 6. Mengevaluasi keefektifan regimen terapi, termasuk sumber diet dari nutrisi yang dibutuhkan

1. Memengaruhi pilihan intervensi dan kebutuhan terhadap bantuan

2. Dapat mengindikasikan perubahan neurologis terkait defisiensi vitamin B12 yang

penurunan tanda fisiologis intoleransidenyut nadi, respirasi, dan tekanan darah tetap berada pada rentang normal anak

4

Resiko infeksi berhubungan dengan splenektomi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam,

n gaya berjalan, dan kelemahan otot 3. Pantau tekanan darah, denyut nadi, repirasi setelah aktivitas

3.

4. Anjurkan periode istirahat

4.

5. Naikan kepala tempat tidur

5.

6. Antisipasi dan bantu anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi anak 7. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan anak,sesuai batas toleransi anak

6.

Mandiri: 1. lakukan dan dukung teknik mencuci tangan

memengaruhi keamanan klien Manifestasi kardiopulmonal disebabkan adanya upaya jantung dan paru-paru untuk menyuplai jumlah oksigen yang adekuat ke jaringan Aktivitas perlu dikurangi hingga anemia berat setidaknya sudah diatasi sebagian untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mengurangi beban jantung dan paru Meningkatkan ekspansi paru untuk memaksimalkan oksigenasi guna pengambilan seluler. Catatan: dapat dikontraindikasikan jika terjadi hipotensi Bantuan dari perawat mungkin dibutuhkan

7. Mendukung kembalinya anak ke tingkat aktivitas yang normal secara bertahap dan meningkatkan tonus otot serta stamina 1. Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri

diharapkan anak terhindar dari risiko dan tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil: - mengurangi risiko - terbebas dari tanda infeksi - mencapai penyembuhan sesuai rencana

yang cermat oleh pemberi asuhan dan keluarga 2. Pertahankan teknik aseptic secara ketat ketika melakukan tindakan invasif 3. Pantau suhu 4. Tekankan perlunya memantau dan membatasi pengunjung Kolaborasi: 5. Dapatkan specimen untuk kultur dan sensitivitas, sesuai indikasi 6. Berikan antiseptic topical dan antibiotic sistemik

2. Mengurangi risiko infeksi dan kolonisasi bakteri

3. Menggambarkan proses inflamasi atau infeksi 4. Membatasi pajanan terhadap agens infeksius

5. Memverifikasi adanya infeksi, mengindikasi pathogen secara spesifik, dan mempengaruhi pilihan terapi 6. Dapat digunakan secara profilaksis guna mengurangi proses infeksius tertentu

C. Implementasi Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenitio, 2009). D. Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimanaperawat menilai sejauh mana masalah dapat teratasi dari hasil yang diharapkan. Di samping itu perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajianulang. Jika tujuan yang ditetapkan belum tercapai sehinggaproses keperawatan dapat dimodifikasi. (Milayani, 2013).

BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan Thalasemia secara umum adalah salah satu jenis penyakit kelainan darah bawaan. Penyakit ini biasanya ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau lebih pendek umurnya dari sel darah merah normal, pada umumnya yaitu sekitar 115-120 hari. Kondisi ini diturunkan orang tua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Thalasemia merupakan penyakit genetika yang diklasifikasikan menjadi thalasemia ɑ, thalasemia ß. Thalasemia ditandai dengan tidak anemis pada talasemia ß mayor tidak anemis, pucat, anak tidak nafsu makan, Anemia berat biasanya menyebabkan pembesaran pada hati dan limfa. Asuhan keperawatan pada talasemia terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,evaluasi. Data yang difokuskan adalah pada bagian pengkajian yaitu riwayat kesehatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA Barbara, Jane-Bain. 2014. Hematologi. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilynn E. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman asuhan klien anakdewasa. Jakarta: EGC Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapis. Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Pearce, Evelyn C. 2017. Anatomi Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sukri, Ahmad. 2016. /mengenal mendampingi dan merawat thalasemia. Jakarta: Bee Media

Related Documents


More Documents from ""