Amukan Pasir Subhan

  • Uploaded by: Subhan Nurdin
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Amukan Pasir Subhan as PDF for free.

More details

  • Words: 3,159
  • Pages: 28
TITIK !

.! Dengarlah kata hatimu walau jeruji baja mencengkerammu karena hakikatnya kau telah terbang tinggi di atas awan putih nan sejuk bermandikan kekudusan siapapun menatapmu tetap dalam keabadian .! Sadarilah nuranimu agar kepekatan lari terbirit menelanjangi kejujuran sebab aku telah buta oleh akal manusia yang menyesatkan dzikirku

.! Ajaklah aku bermeditasi bersama seluruh noda kesombonganku agar kita mengeja kembali rentetan huruf pertobatan yang telah suram terlupakan tersisihkan Mohonkanlah ajaran Cairo, 1416

KHOTBAH KEMATIAN

Sorak sarai temaram kelam pada nisanku yang tlah kusam menggelegar dalam gelepar dosaku, dzikirku dan mabukku Dunia ini menginjak arwahku tanah liat hitam pekat menusuk detak jantungku Selimut kafan putih berteriak tak inginkan bau amisku Sepi... Sepi... Hening... Hening... Hanya bangkaiku yang gelisah menggeliat resah

Ini adalah rahasia kematian dengan lonceng malaikat Izrail yang memekakkan kulit Ada sampah ludah ucapku ada kotoran pandang dengarku ketika aku tak dapat menatap kerahiman Tuhanku Dan... syair Rabi’ah al-Adawiyah telah membangunkan sujudku Cairo, Jan ‘96

SATU

Orang buangan adalah aku dan pemberontakanku aku dan hak suaraku aku dan tuntutan nuraniku adalah aku dan kekasihku juga hati yang selamanya resah oleh hentakan sepatu tuan-tuan cipratan ludah serapah dan dampratan tangan panas Aku dan kita adalah kawan orang buangan yang semakin ingin memberontak pada apa saja yang lalim terhadap kebenaran dan keadilan Lalu sejarahpun mencatat suara dan hentakan kita ***

DUA

Sejuk... Sejuk... Sejuk... menyelimuti pasrahku pada takdir dan istikharahku Sepoi angin menghempas gelisah jiwaku yang hampa dan gelap kuakui mabukku dalam kelamnya nurani oleh bisikan ilalang dan sorotan mentari ***

TIGA

Sudah lama ketika aku mengerti jembatan akhirat yang kekal membentang di atas helai rambutku Saat hati yang tenang melintas bercengkerama dengan malaikat bersenandung tasbih dan takbir Terbahak keras mengguncang kegalauan penghuni neraka menggelegar bagai seruling Daud yang menyanyikan kehidupan Bidadari-bidadari bermata bulat mendekap di atas dipan emas bertahta kehormatan karena mereka telah rindu pada wajah Tuhan pada perjanjian sakral dan pada manisnya anggur surga ***

Di kerak sana ada jeritan memelas keputusasaan tangis mereka adalah nanah dan darah karena mata hatinya penuh borok Diamlah kau ! Sebab aku tak lagi kuasa

EMPAT

Bungkam Bung ! musuhku bungkam Bungkam Bung ! Kau anak jadah Bungkam Bung ! suaraku bungkam Lidah kita dibungkam Kaki kita dibungkam olehmu Bung ! Kau tendang kritikan kau bakar harapanku ***

SYAIR ARAK

Arak-arak berarak menyeruak bermandi tuak menghisap sisa-sisa malam Dekat-dekat mendekat menyesatkan anak-anak siang di atas alas-alas malas menanti matinya kematian Diriku adalah mabuk yang merobek-robek sakit dahaga dalam pelukan sang ibu yang tak beribu dan nadi-nadi tak bernaluri

Teguk-teguklah aku agar cairku menelanmu melelehmu jadi sepi Sepi... Senyap... Sepi... tinggal aku yang bergelegak menyeretmu pada kenisbian Hay X, Juli '96 ***

MATA HATI Wahai mata hati tak berhati Wahai diam-diam tak bernyali Wahai alam kelam tak bermalam Wahai gelisah tak berjiwa Murung gelap terpatri sepi di atas pilar kebohongan kutulis nisanku dengan api seindah sorot mata isteriku bersenandung puisi Gibran Sekat mengikat bawah sadarku melebur debar-debar kesabaran Tidak ! Tidak ! Tidak ! Jangan mati mata hati ***

Budakku, Budakmu, Budak siapapun Aku budak yang ingin bebas dalam banyak kata kutanya sampai jawabnya ada pada angin Hempas menghempas nafas budakku bergelanggang macam tarian Fir'aun Bila sang Oasis marah marah pada kebudakanku ketololanku Habislah sabar lenyaplah tawakkal tinggal puisi insyafku menjulurkan liur kejujuran ***

SAJAK MAKAN

Makan itu kesukaanmu Makan itu kesukaan orang Makan juga hobi binatang dari dinosaurus sampai anjing tuan dari Bang Jalil sampai Mas Diding dari Pak Harto sampai Jang Hitler bahkan dari penganggur sepertiku Orang makan apa saja Orang makan siapa saja Asal lihat sasaran langsung sikat Ada ketupat langsung disikat Ada bekakak langsung dilahap Ada tho'miah langsung dikunyah Ada berondong langsung diborong Asal kata selera suka dan renyah tak lagi berpikir panjang

Aneh-aneh orang zaman sekarang yang katanya pasca modern zaman komputer dan helikopter makanannya lain dengan zaman batu disamping nyapluk pizza dan KFC demen juga makan saham dan dollar bukan punyanya, lagi Teori otaknya begini Kalau tidak memakan, pasti dimakan, katanya Selamat makan, kataku tapi kalau sampah dan nuklir jangan coba-coba dimakan bisa sakit perut dan merusak akal atau jangan-jangan meledak ***

Sama-sama Kalian dan aku adalah kaum minoritas Di atas tempat bertengger puluhan bahkan ratusan kematian Harapan kita kian menghilang satu persatu tinggal seorang Duniaku dunia minoritas dunia orang tertindas minumku hanya liurku suaraku hanya nafasku kuasaku hanya jariku namun aku adalah saksi ***

Sudahlah Jangan banyak omong ! Apa yang kulakukan sudah kuperhitungkan Apapun keputusannya Hanya Tuhanku yang tahu Jika aku menggugat sistem karena kupikir ia telah menjeratku membelengguku memojokkanku menuduhku menyesatkanku menendangku jauh-jauh dari idealismeku bahkan memberangus kejujuranku Hanya itu ! Kawan, Do'akan agar jalanku lurus ***

DUNIAKU KUBURKU

Kabarku terkubur melebur Sisaku mengais sesak nuraniku Kabarkan aku pada langit pada malam dan juga pada orang yang menghujatku Aku tlah mati dari nafasmu Kuburku terkabar melebar tentang alam bumiku yang menarik belenggu nasibku Hening... hening... Sang gagak berteriak lepas di atas kuburku yang kering Tak ada air, tak ada matahari tak ada harapan dan hari esok Oh duniaku Oh negeriku Oh kuburku ***

Jengah hatiku terketuk ketika salammu menjadi kudus menjadi abadi di batinku Akupun jadi sering bertanya adakah purnamaku tetap bersinar di kelilingi bintang gemintang lama aku berandai jika matahari itu adalah diriku walaupun gerhana pasti datang kau tetap purnamaku yang terang ***

DALAM BIS SOSIALIS

Dalam bis kota di Cairo yang pernah diinjak kaki Musa kutatap semerawutnya orang mobil-mobil, trem dan peradaban semua menyatu dalam udara dingin Kulihat anak kecil kumal rambutnya gembel memang namun ada harapan di matanya mungkin ingin menjabat tangan Mubarok Negeri sosialis, kata orang tong sampahpun bisa berteriak bernyanyi atau menghujat Tak ada ketakutan, semua bebas bicara Kuperhatikan perempuan tua mencaci polisi karena jalan awut-awutan tak ada tempat menyeberang

Dalam bis sesak berdesak-desakan Aneka warna baju, status sosial bahkan politiknya Hanya teroris yang nyata dilarang Yah, teroris kambuhan menjelang PEMILU Enaknya naik bis di negeri sosialis karcis seperak dapat bersenggolan dengan partai politik, konglomerat demokrasi dan gadis berbikini Cairo, Sept '96 ***

MONUMEN

Di depan monumen Sadat Burung garuda sedang dipoles emas Sapu-sapu menggaruk trotoar yang hitam Matahari mulai lelah menyapa aku Temanku bercerita tentang Sadat yang ditembak Tentara berjejer menyangga darahnya Kepingan bunga kemboja menidurkannya Kaleng-kaleng berisik ditendang-tendang suaranya mirip tangisan rakyat Tukang sampah menghardik mataku Aku buta melihat siapa saja Koruptor jadi birokrat Bajingan jadi konglomerat Pengkhianat jadi diplomat Penjilat jadi pejabat Siapapun jadi apapun Narasiku mendadak samar Asap rokok melilit huruf-huruf yang kutulis dan Sadatpun tersenyum sinis Kamu... ! Kalian... ! mau jadi apa ?

ALLAH MENEGURKU

Ketika aku berjalan terlalu jauh Allah menegurku Ketika aku berteriak terlalu lantang Allah menegurku Ketika aku bersujud terlalu rapat Allah menegurku Ketika aku muak oleh dosa Allah menegurku Subhanallah... Subhanallah... Subhanallah... Dzikirku tak pernah menyentuh Asma-Mu Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Musafirku selalu sesat dari garis-Mu Aku kehilangan jarak nafas-Mu

Tegurlah aku yang suka angkuh bila perlu tamparlah dan dekaplah Karena kutahu Engkau Maha Luas tak sebatas samudera yang kulangkahi Engkau Pemilik istighfar yang Maha Ampuh dan takkan pernah kumuliki Ampuni aku... Selamatkan aku... Kuingin Engkau tetap menegurku ***

AKU DALAM TELEVISI

Duduk bersila menghisap sisa-sisa malam Film karun, teater rakyat, musik cengeng sampai tarian berputa-putar mengitari kebohongan Namaku televisi, kerjaku maling Sudi aku mendengar kata nurani gambarku mengendap-endap di balik kemalasan lingkaran berwarna merah kuning hijau kotak mengotak atik otak Suara kemarahan lenyap jadi dusta Noktah setitik kata istighfar hanya untuk coreng wajah binatang Dajjal akhir zaman pasca modern berselendang kabel-kabel Murka aku di atas durjamu Mozaik berkelindan seloroh hujan memercik bau selokan Kotor tangan manusia kotor berbilang di hadapanku ***

KATA KAWANKU

Ah, kamu pengecut ! kata kawanku Ih, kamu penjilat ! kata kawanku Uh, kamu pemalas ! kata kawanku Eh, kamu jorok ! kata kawanku Oh, kamu memang rada sinting ! kata kawan-kawanku Ah, Ih, Uh, Eh, Oh Aku tak perduli kalian mau bilang apa karena kuingin merenung seperti gunung Menari seperti angin Melingkar seperti bulan dan menetes bagai embun Waw, kamu orang rajin ! kata kawanku Wiw, kamu orang gesit ! kata kawanku

Wuw, kamu genius ! kata kawanku Wew, kamu orang pintar ! kata kawanku Wow, kamu memang ganteng ! kata kawan-kawanku Waw, Wiw, Wuw, Wew, Wow Apapun kata kalian aku tak ingin dengar karena kuingin membentang seperti langit Berarak seperti awan Berteriak seperti gagak dan membara bagai api Kemana jari kakiku menatap kasanalah tapak jejakku Dimana serak urat leherku disanalah gema takbirku Apa yang tanganku mengepal itulah suara hatiku Sudahlah, Sudahlah !

Akulah kematian yang kau takuti Akulah kehidupan yang kau cari Akulah kesesatan yang kau benci Akulah kebenaran yang kau yakini Hanya ini yang membuatku bertahan ***

Poetry Reading

“ MUHASABAH “ Dalam sewindu Wihdah. 26 Februari 1997.Dar el- Munasabat.Egypt.

Chorus : Dalam jelaga malam kuhisab jiwa berdzikir Ada rasa kehilangan ternyata hamba seorang fakir Dalam jelaga malam ketika hanyut dalam hening Ternyata hamba tak pernah ada kecuali gemeretak tulang belulang dalam keranda pusara Persaudaraan yang diagungkan tak jadi rubah telunjuk saling menuding karena kata di mana teladan di mana selalu seperti berjalan dengan dua buah kaki yang saling berjauhan org satu : Allahumma sholli ‘ala MuhammadinilMusthofa 2x Allahumma.....Allahumma..... Allah...Allah..Sholli ‘ala Muhammadinil Musthofa 2x Allahumma...Allahumma.....

Jemu menampar-nampar Rinduku tak pernah sampai Dimanakah kamu ! Solis 2 : aku letih menantimu Ingin Allah yang mengalir lewat darahmu Allah yang berdegup bersama detak jantungmu Ketika kudengar aku terbakar Sa’at disebut maut berbinar-binar Kala kutertidur engkau menegur Sewaktu ku terlupa engkau siaga Tetapi dimanakah kamu ....?! getar-getar cintamu tak bisa kutangkap kecuali nyannyian-nyanyian panjang yang melelahkan merdu merayu mendayu-dayu Dan di sela -sela rebanamu semakin terlunta-lunta rinduku Dimanakah kamu. Chorus : Dalam jelaga malam kuhisab jiwa berdzikir Ada rasa kehilangan ternyata hamba seorang fakir

Solis 1 :

Dimanakah kamu Bibir-bibir ranum Allah Lidah - lidah fasih mengucap Allah Di sudut-sudut meja diskusi riuh Allah Di ruang-ruang seminar gemuruh Allah Dimana-mana bergetar Allah Menyesak di gendang telinga berdentam Menari di taman raja-raja berdendang Menegak di tanduk-tanduk singgasana terpampang Namun tebing pendakianku selalu sia-sia Hingar bingarmu tak menembus dinding batinku meronta-ronta Engkau lenyap di lorong-lorong mulut sebelum aku sempat melompat Melingkar-lingkar Berputar-putar

Dalam jelaga malam ketika hanyut dalam hening Ternyata hamba tak pernah ada kecuali gemeretak tulang belulang dalam keranda pusara solis 3 : Antara hamba yang lama tengadah menanti tetesan cinta-Mu dengan tapak-tapak bayangan pada raut wajah-wajah putih sebening kesabaran dalam penantianku yang hampa Kerontang hidup hamba di atas kemuning yang mendepak kehormatan dan rasa iba menuju suratan alam dan nafas kerinduan akan makna takut,hilang dan cinta

KHOTBAH KEMATIAN Sorak sorai temaram kelam pada nisanku yang tlah kusam menggelegar dalam gelepar dosaku, dzikirku dan mabukku Dunia ini menginjak arwahku tanah liat hitam pekat menusuk detak jantungku Selimut kafan putih berteriak tak inginkan bau amisku Sepi... Sepi... Hening... Hening... Hanya bangkaiku yang gelisah menggeliat resah Ini adalah rahasia kematian dengan lonceng malaikat Izrail yang memekakkan kulit Ada sampah ludah ucapku ada kotoran pandang dengarku ketika aku tak dapat menatap kerahiman Tuhanku Dan... syair Rabi’ah al- Adawiyah telah membangunkan sujudku Cairo, Jan ‘96

MMM... Aku dan Dia adalah Illuminasi sakral menuju kebenaran namun aku bukanlah Dia

Haruku Mata Air Kedap dalam butiran malam yang telah lama bertutur geram menjadi selimut kegundahan bagai pualam yang lama tersimpan ditutupi debu dan kedegilan dosa Hamba tengadah menatap alam yang tersenyum sinis merona hitam jemari tasbihku terpatah hilang dalam darah yang melegam Tetesan istigfarku tak lagi segar cucuran takbirku semakin parau lengkingan adzan yang masih kelu silih berganti menipu kemurnian akan tatapan hamba yang rapuh Izinkan pengakuan diri tuan walau dengan setitik suara pasrah untuk menanti taqdirmu yang menyambar seayat do’a dari hamba yang selalu lupa

lW;

HIPOKRASI BLUES Hipokrit, hipokrit menjerit Ketika senyum tak lagi berhati Ketika kata- kata tak lagi bermakna Ketika wajah- wajah bertopeng manja Hipokrit, hipokrit melangit Ketika pikiran- pikiran menjadi picik Ketika marah hanya sebatas amarah Ketika cinta hanya ciuman belaka Hipokrit, hipokrit menyebar Ketika hilang nadi- nadi keikhlasan Ketika zaman berarti uang Ketika dasi birokrasi melilit mata hati Hipokrit, hipokrit menukik Ketika syubhat melumat kebenaran Ketika atas tak lagi dari bawah Dan ketika suara pertanda bungkam Hipokrit adalah penjilat Hipokrit adalah penakut Hipokrit adalah pembual Hipokrit adalah sampah

Solis 1 : Kedap dalam butiran malam yang telah lama bertutur geram menjadi selimut kegundahan bagai pualam yang lama tersimpan ditutupi debu dan kedegilan dosa Hamba tengadah menatap alam yang tersenyum sinis merona hitam jemari tasbihku terpatah hilang dalam darah yang melegam Tetesan istigfarku tak lagi segar cucuran takbirku semakin parau lengkingan adzan yang masih kelu silih berganti menipu kemurnian akan tatapan hamba yang rapuh Izinkan pengakuan diri tuan walau dengan setitik suara pasrah untuk menanti takdir-Mu yang menyambar seayat do’a dari hamba yang selalu lupa org satu : Allahumma..sholli ‘ala Muhammadinil Mustofa Allahumma..Allahumma.. Allah....Allah..... Kullu syaiin khasyi’un lahu Wakullu syaiin qaaimun bihi Allah...ghinaa kulli faqiirin Wa’izzu kulli dzaliilin Waquwwatu kulli dha’iifin Man takallam sami’a nuthqahu Waman sakata ‘alima sirrohu Waman ‘aasya fa’alaihi rizqahu Wamammaata fa ilahi munqalabahu.. Allah...Allah...Huwallah...... Solis 2 :

ALLAH MENEGURKU Ketika aku berjalan terlalu jauh Allah menegurku ( Chorus ) Ketika aku berteriak terlalu lantang Allah menegurku ( Chorus )

Ketika aku bersujud terlalu rapat Allah menegurku ( Chorus ) Ketika aku muak oleh dosa Allah menegurku ( Chorus ) Subhanallah... Subhanallah... Subhanallah... Dzikirku tak pernah menyentuh Asma-Mu Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Musafirku selalu sesat dari garis-Mu Aku kehilangan jarak nafas-Mu Solis 3 : Tegurlah aku yang suka angkuh bila perlu tamparlah dan dekaplah Karena kutahu Engkau Maha Luas tak sebatas samudera yang kulangkahi Engkau Pemilik istighfar yang Maha Ampuh dan takkan pernah kumiliki Ampuni aku... Selamatkan aku... Kuingin Engkau tetap menegurku org satu : “ Wa’thashimu bihablillahi jamii’awwala tafarroquu....” Chorus : Tak bosan hamba mengetuk pintu-Mu Mengais-ais harapan dalam lipatan zaman mengurai azam satu kata satu shaf satu barisan. mohon kami tetap diberi kesempatan Puisi : JJ & S.Noer.

Mereka mengira Mereka mengira kita tidak ada hanya karena mereka menganggap kita tidak punya apa-apa Mereka bilang dengan sekedar semangat kau bisa apa ? karenanya langkah kita selalu dianggap utopia Entah mereka tidak tahu atau mungkin lupa siapakah yang menggerakkan hati yang membagikan rizki yang memberi nafas hingga kita bisa sampai di hari ini ? kutahu berat melepaskan sesuatu yang dimiliki meskipun tahu laba takkan habis dimakan sendiri Tetapi biarkan saja biar sunnah hidup ini yang akan mengajarinya bahwa ada sa’at kita meminta ada waktu kita memberi ada masa pemerintah ada masa diperintah dan para pengembara itu kelak akan kembali ke tanah kampungnya sendiri Tanah awal kita tumbuh dan mati. Kini kepada kaum dermawan cerdik cendekia atau para musafir yang papa yang telah rela menyisihkan sebahagian miliknya dengan suka cita kupanjatkan kepada Allah Ya Allah.....Ya Allah... Jika telah kami jaga jiwa persaudaraan ini kutahu Engkau tak kan menjadikan kami siasia..... meskipun mereka mengira kami tak punya apa-apa...

Dimanakah kamu Bibir-bibir ranum Allah Lidah - lidah fasih mengucap Allah Di sudut-sudut meja diskusi riuh Allah Di ruang-ruang seminar gemuruh Allah Dimana-mana bergetar Allah Menyesak di gendang telinga berdentam Menari di taman raja-raja berdendang Menegak di tanduk-tanduk singgasana terpampang Namun tebing pendakianku selalu sia-sia Hingar bingarmu tak menembus dinding batinku meronta-ronta Engkau lenyap di lorong-lorong mulut sebelum aku sempat melompat Melingkar-lingkar Berputar-putar Jemu menampar-nampar Rinduku tak pernah sampai Dimanakah kamu ! aku letih menantimu Ingin Allah yang mengalir lewat darahmu Allah yang berdegup bersama detak jantungmu Ketika kudengar aku terbakar Sa’at disebut maut berbinar-binar Kala kutertidur engkau menegur Sewaktu ku terlupa engkau siaga Tetapi dimanakah kamu ....?! getar-getar cintamu tak bisa kutangkap kecuali nyannyian-nyanyian panjang yang melelahkan merdu merayu mendayu-dayu Dan di sela -sela rebanamu semakin terlunta-lunta rinduku Dimanakah kamu.

Abu Fathi. Dibacakan dalam acara Penyerahan Buku Wakaf Terobosan Untuk ABUDZAR . Kairo,25 Februari 1997.

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Gerakan Wakaf “ Terobosan “ dari Mahasiswa Al-Azhar - MesirUntuk ABUDZAR - Ciseuti 1997

Related Documents

Amukan Pasir Subhan
April 2020 17
Subhan Punya.docx
May 2020 21
Subhan Allah
May 2020 11
Pasir Perco.docx
November 2019 30
Segenggam Pasir
November 2019 32

More Documents from ""