Aki&aka.docx

  • Uploaded by: Syaza Andielsa SA Andielsa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aki&aka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,995
  • Pages: 37
MAKALAH KKN ANGKA KEMATIAN IBU(AKI) DAN ANGKA KEMATAN BAYI(AKB)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4: 1. Angga Yudandi 2. Amreza Maula 3. Rindi Annelia 4. Gita Guspita Sari 5. Nada Salsabila 6. Syaza 7. Siti Rahma Bakri 8. Senorita Bonita 9. Adelia Putri 10. Nabila Umi Kalsum 11. Prima Sinar Ainur Rofiq 12. Monica Holi Sakila 13. Novianna Uly Sitinjak

POLTEKKES TANJUNG KARANG DIV KEPERAWATAN 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya-lah kami berhasil menyelesaikan menyusun makalah ini. Makalah ini kami harapkan bisa menjadi refrensi bagi mahasiswa lain untuk belajar tentang kebijakan kesehatan nasional untuk mengetahui angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dan membantu mahasiswa dalam memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuannya.kami menyadari bahwa walaupun kami telah berusaha sekuat tenaga untuk mencurahkan segala tenaga dan pikiran dan kemampuan yang kami miliki.Tapi tetap saja makalh ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu kesempurnaan dalam makalah kami. Atas bantuan pembaca yang telah memberikan kritik dan saran, kami mengucapkan terima kasih banyak.

Bandar Lampung, 11 Februari 2019

Kelompok

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2 C. Tujuan .......................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. KESEHATAN IBU 1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ......................................................................... 3 2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difteri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil .......................................................................................... 15 3. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin ..................................................................... 17 4. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas .......................................................................... 20 5. Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) ............................ 24 6. Pelayanan Kontrasepsi ..................................................................................... 25 B. KESEHATAN ANAK 1. Pelayanan Kesehatan Neonatal .......................................................................... 28 2. Imunisasi .......................................................................................................... 30 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 34

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga, menyebutkan bahwa pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain lingkungan yang sehat, masih menurut peraturan pemerintah tersebut, kondisi kesehatan dari tiap anggota keluarga sendiri juga merupakan salah satu syarat dari keluarga yang berkualitas. Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, keluarga memiliki peran signifikan dalam status kesehatan. Keluarga berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan menjamin kesehatan anggota keluarga. Di dalam komponen keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia. Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di negara miskin disebabkan oleh masalah kehamilan dan persalinan, dan nifas. Pada tahun 2015, WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu hamil meninggal saat hamil atau bersalin (Kemenkes RI a, 2015). Angka kematian ibu di ASEAN tergolong paling tinggi di dunia. WHO memperkirakan sementara total AKI dan AKB di ASEAN sekitar 170 ribu dan 1,3 juta per tahun. Sebanyak 98% dari seluruh AKI dan AKB di kawasan ini terjadi di Indonesia, Bangladesh, Nepal, dan Myanmar.

1

Solo Raya merupakan wilayah di Jawa Tengah yang meliputi 1 kota (Surakarta) sebagai pusat dan enam kabupaten (Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, dan Wonogiri) dengan kematian maternal yang cukup tinggi. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, angka kematian ibu di Solo Raya terbanyak terjadi pada tahun 2012 yakni kasus tertinggi terdapat pada Kabupaten Sragen dan Klaten masing-masing 19 orang. Sedangkan kematian yang lainnya 17 orang di Karanganyar, 15 orang di Boyolali, 13 orang di Wonogiri, 9 orang di Sukoharjo, dan 6 orang di Surakarta (DKK Provinsi Jawa Tengah 2013). Pada tahun 2014, ditemukan kematian maternal terbanyak terjadi di Surakarta sebanyak 7 orang. Sedangkan kematian maternal lainnya 4 4 orang ditemukan di Karanganyar, 3 orang di Sukoharjo, 5 orang di Boyolali, 1 orang di Klaten, 1 orang di Sragen, dan 2 orang di Wonogiri (Data Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi, 2013-2015). Fatbinan (2014) juga memaparkan bahwa umur ibu dan paritas berhubungan dengan kematian ibu.

B. Rumusan Masalah 1. Apa saja kebijakan pemerintah dalam megatasi Angka kematian Ibu selama beberapa tahun terakhir? 2. Apa saja kebijakan pemerintah dalam megatasi Angka kematian Bayi beberapa tahun terakhir ? 3. Bagaimana perkembangan kebijakan pemerintah yang sudah dilaksanakan beberapa tahun terakhir ?

C. Tujuan Penulisan Agar mahasiswa dapat mengetahui kebijakan pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. KESEHATAN IBU Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, tetapi juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penuruan kematian ibu selama periode 1991-2015. Terjadi penurunan AKI di Indonesia dari 390 pada tahun 1991 menjadi 305 pada tahun 2015. Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

Dalam rangka upaya percepatan penurunan AKI maka pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) yang diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan. 3

Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian Ibu dan angka kematian neonatal melalui : a. meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED) b. memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit. Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga berencana.

a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut: 1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 2) Pengukuran tekanan darah. 3) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). 4) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri). 5) Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi. 6) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. 7) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ). 8) Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana). 9) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya). 10) Tatalaksana kasus

4

Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.

Selama tahun 2006 sampai tahun 2017 cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 cenderung meningkat. Jika dibandingkan dengan target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2017 yang sebesar 76%, capaian tahun 2017 telah mencapai target tahun tersebut walaupun masih terdapat 11 provinsi yang belum mencapai target.

5

Gambaran capaian kunjungan ibu hamil K4 pada tahun 2017 menurut provinsi disajikan pada gambar berikut ini.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil tidak hanya dari sisi akses. Kualitas pelayanan yang diberikan juga harus ditingkatkan, di antaranya pemenuhan semua komponen pelayanan kesehatan ibu hamil harus diberikan saat kunjungan. Dalam hal ketersediaan sarana kesehatan, hingga bulan Desember 2017, terdapat 9.825 puskesmas. Keberadaan puskesmas secara ideal harus didukung dengan aksesibilitas yang baik. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan aspek geografis dan kemudahan sarana dan prasarana transportasi. Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas juga sudah menerapkan konsep satelit dengan menyediakan puskesmas pembantu.

6

b. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difteri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil Salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi yaitu infeksi tetanus yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Clostridium Tetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang menyerang sistem syaraf pusat. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid Difetri (Td) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang usia perlindungan. Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS serta calon pengantin atau pemberian vaksin mengandung “T” pada kegiatan imunisasi lainnya. Pemberian dapat dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Interval pemberian imunisasi Td dan lama masa perlindungan yang diberikan sebagai berikut. a.

Td2 memiliki interval minimal 4 minggu setelah Td1 dengan masa perlindungan 3 tahun.

b.

Td3 memiliki interval minimal 6 bulan setelah Td2 dengan masa perlindungan 5 tahun.

c.

Td4 memiliki interval minimal 1 tahun setelah Td3 dengan masa perlindungan 10 tahun.

d.

Td5 memiliki interval minimal 1 tahun setelah Td4 dengan masa perlindungan 25 tahun.

7

Screening status imunisasi Td harus dilakukan sebelum pemberian vaksin. Pemberian imunisasi Td tidak perlu dilakukan bila hasil screening menunjukkan wanita usia subur telah mendapatkan imunisasi Td5 yang harus dibuktikan dengan buku KIA, rekam medis, dan atau kohort. Kelompok ibu hamil yang sudah mendapatkan Td2 sampai dengan Td5 dikatakan mendapatkan imunisasi Td2+. Gambar berikut menampilkan cakupan imunisasi Td5 pada wanita usia subur dan cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil.

Pada gambar di atas diketahui cakupan imunisasi Td5 pada wanita usia subur masih sangat rendah yaitu sebesar 2,40%. Cakupan tertinggi di Provinsi Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah dengan capaian sebesar 7,24%, 4,4%, dan 3,29%. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.

8

Cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil sebesar 65,3%, relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 yang sebesar 87,30%, sementara Td2+ merupakan kriteria pelayanan kesehatan ibu hamil K4. Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta memiliki capaian imunisasi Td2+ pada ibu hamil tertinggi di Indonesia. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Sumatera Utara (10,52%), Papua Barat (12,51%), dan Papua (16,05%).

9

c. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini diukur melalui indikator persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (cakupan PF). Sejak tahun 2015, penekanan persalinan yang aman adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya kesehatan ibu, menggantikan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Berikut ini disajikan gambaran cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan di 34 provinsi di Indonesia tahun 2017.

10

Gambar 5.6 menunjukkan bahwa terdapat 83,67% ibu hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara nasional, indikator tersebut telah memenuhi target Renstra yang sebesar 79%. Namun demikian masih terdapat 17 provinsi (50%) yang belum memenuhi target tersebut. Terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara provinsi tertinggi dan terendah yaitu 114,42% (DKI Jakarta) – 30,65% (Maluku) Dengan standar deviasi sebesar 16%. Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan bahwa seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong untuk dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan menggariskan bahwa pembangunan puskesmas harus satu paket dengan rumah dinas tenaga kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan poskesdes yang harus bisa sekaligus menjadi rumah tinggal bagi bidan di desa. Dengan disediakan rumah tinggal, tenaga kesehatan termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya dan dapat memberikan pertolongan persalinan setiap saat. Untuk daerah dengan akses sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan yaitu mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh dukun, namun dirujuk ke bidan..Bagi ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran Rumah Tunggu Kelahiran adalah suatu tempat atau ruangan yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas), yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ibu hamil dan pendampingnya (suami/kader/dukun atau keluarga) selama beberapa hari, saat menunggu persalinan tiba dan beberapa hari setelah bersalin. 11

d. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari : 1) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); 2) pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri); 3) pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain; 4) pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif; 5) pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana; 6) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

Gambar berikut menyajikan cakupan kunjungan nifas di Indonesia sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2017.

Cakupan kunjungan nifas (KF3) di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun 2008 sebesar 17,9% menjadi 87,36% pada tahun 2017. Capaian kunjungan nifas menurut provinsi di Indonesia terdapat pada Gambar 5.8 berikut ini. 12

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki capaian tertinggi yang diikuti oleh Kalimantan Utara dan Jambi. Sedangkan provinsi dengan cakupan kunjungan nifas terendah yaitu Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Dari 34 provinsi yang melaporkan data kunjungan nifas, hampir 60% provinsi di Indonesia telah mencapai KF3 80%

13

e. Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

Sebagai upaya menurunkan kematian ibu dan kematian anak, Kementerian Kesehatan menetapkan indikator persentase puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan persentase puskesmas melaksanakan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Kelas ibu hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan

dan

keterampilan

ibu-ibu

mengenai

kehamilan,

persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik atau senam ibu hamil. Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip Chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil. Cakupan ini didapatkan dengan menghitung puskesmas yang telah melaksanakan dibandingkan dengan seluruh puskesmas di wilayah kabupaten/kota. Puskesmas dikatakan telah melaksanakan apabila telah melakukan kelas ibu hamil sebanyak 4 kali.

14

Sebanyak 93,76% puskesmas di Indonesia telah melaksanakan kelas ibu hamil yang berarti telah mencapai renstra Kementerian Kesehatan tahun 2017 yang sebesar 84%. Hampir seluruh provinsi telah mencapai target renstra tersebut kecuali Maluku, Papua Barat, dan Papua. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan suatu program yang dijalankan untuk mencapai target penurunan AKI yaitu menekan angka kematian ibu melahirkan. Program ini menitiberatkan fokus totalitas monitoring terhadap ibu hamil dan bersalin. Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasiitator dan dapat membangun komunikasi persuasif dan setara di wilayah kerjanya agar dapat terwujud kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

15

Indikator Puskesmas melaksanakan orientasi P4K menghitung Persentase Puskesmas yang melaksanakan Orientasi P4K. Adapun yang dimaksud orientasi tersebut

adalah

Pertemuan

yang

diselenggarakan

oleh

Puskesmas

dengan

mengundang kader dan/atau bidan desa dari seluruh desa yang ada di wilayahnya dalam rangka pembekalan untuk meningkatkan peran aktif suami, keluarga, ibu hamil serta masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas.

Pada tahun 2017 sebanyak 91,94% puskesmas teregistrasi telah melaksanakan P4K yang berarti telah mencapai renstra Kementerian Kesehatan tahun 2017 yang sebesar 88%. Menurut provinsi, sebanyak 25 provinsi (73,5%) telah mencapai target tersebut, bahkan 14 di antaranya sudah mencapai 100% puskesmas. Terdapat empat provinsi dengan capaian dibawah 55% yaitu Maluku Utara, Papua Barat, Papua, dan Kalimantan Barat. 16

f. Pelayanan Kontrasepsi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Dalam pelaksanaannya, sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur (PUS). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun. KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T yaitu Terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), Terlalu sering melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB meliputi penyediaan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.

KB aktif di antara PUS tahun 2017 sebesar 63,22%, sedangkan yang tidak pernah ber-KB sebesar 18,63%. KB aktif tertinggi terdapat di Bengkulu yaitu sebesar 71,98% dan yang terendah di Papua sebesar 25,73%. 17

Terdapat lima provinsi dengan cakupan KB aktif kurang dari 50% yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Kepulauan Riau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.12.

Berdasarkan pola dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi seperti yang disajikan pada Gambar 5.13, sebagian besar peserta KB Aktif memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi bahkan sangat dominan (lebih dari 80%) dibanding metode lainnya; suntikan (62,77%) dan pil (17,24%). Padahal suntikan dan pil termasuk dalam metode kontrasepsi jangka pendek sehingga tingkat efektifitas suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya.

18

Dari Gambar 5.13 juga dapat diketahui bahwa partisipasi laki-laki dalam ber-KB masih sangat rendah, yaitu pada MOP sebanyak 0,53% dan Kondom sebanyak 1,22% Penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) masih sangat rendah dikarenakan pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang kelebihan metode MKJP dan keterbatasan jumlah tenaga terlatih serta sarana yang ada. Dari keseluruhan jumlah peserta KB aktif, hanya 17,45% diantaranya yang menggunakan KB MKJP. Sedangkan 81,23% lainnya pengguna KB non MKJP dan 1,32% menggunakan metode KB tradisional.

19

Berdasarkan metode KB, provinsi tertinggi dengan peserta KB MKJP tertinggi terdapat di Bali (39,14%), D.I Yogyakarta (36,03%), dan Nusa Tenggara Timur (30,49). Sedangkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan walaupun secara keseluruhan metode merupakan provinsi dengan cakupan KB aktif yang tinggi, namun pengguna MKJP yang sangat rendah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program KB.

20

Gambaran mengenai tempat pelayanan KB di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.15 berikut ini.

Tempat pelayanan KB digolongkan menjadi lima jenis yaitu FKRTL, FKTP, Jejaring, Pelayanan Bergerak, dan jenis tempat pelayanan KB Lainnya. Berdasarkan tempat pelayanan tersebut PUS paling banyak dilayani oleh Jejaring yaitu sebesar 55,19%. Jejaring tersebut terdiri atas Pustu/Pusling/Bidan Desa, Poskesdes/Polindes dan Praktek Bidan. Praktek Bidan memberikan pelayanan paling banyak yaitu sebesar 60,42% dari jumlah PUS yang dilayani oleh Jejaring. Menurut provinsi dan tempat pelayanan KB, provinsi dengan pengguna FKTP (puskesmas, klinik pratama, dan praktek dokter) tertinggi sebagai tempat pelayanan KB yaitu Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Hal itu disebabkan terbatasnya pilihan fasilitas pelayanan KB di provinsiprovinsi tersebut.

21

B. KESEHATAN ANAK Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun. Dengan upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Angka kematian anak dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Tren angka kematian anak tahun 1991-2017 dari hasil SDKI sebagai berikut

Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indikator kesehatan anak yang meliputi: pelayanan kesehatan neonatal, imunisasi rutin pada anak, pelayanan kesehatan pada anak sekolah, dan pelayanan kesehatan peduli remaja.

22

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Pada masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Cakupan Kunjungan

Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang

menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang meliputi antara lain kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B0 injeksi bila belum diberikan. Capaian KN1 Indonesia pada tahun 2017 sebesar 92,62% lebih tinggi dari tahun 2016 yaitu sebesar 91,14%. Capaian ini sudah memenuhi target Renstra tahun 2017 yang sebesar 81%. Sejumlah 23 provinsi (67,6%) yang telah memenuhi target tersebut. Cakupan indikator kunjungan neonatal pertama menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 5.20. Hasil capaian nasional per provinsi masih terdapat disparitas Cakupan KN1 antar provinsi yang berkisar antara 48,89 di Papua dan 118,38% di DKI Jakarta. Beberapa provinsi mendapatkan cakupan lebih dari 100% dikarenakan data sasaran yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan data sasaran riil yang didapatkan.

23

2. Imunisasi Dalam Undang - Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi dan pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11 April 2017 menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. 24

Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan. Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu. Imunisasi Program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun, sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun (Baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu. a. Imunisasi Dasar pada Bayi Penentuan jenis imunisasi didasarkan atas kajian ahli dan analisis epidemiologi atas penyakitpenyakit yang timbul. Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR. Cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia dalam lima tahun terakhir selalu di atas 85%, namun masih belum mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan yang ditentukan. Pada tahun 2017 imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar 91,12%. Angka ini sedikit di bawah target Renstra tahun 2017 sebesar 92%. Sedangkan menurut provinsi, terdapat 15 provinsi yang mencapai target Renstra tahun 2017.

25

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa seluruh bayi di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi dan Nusa Tenggara Barat telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Kalimantan Utara (66,2%), Papua (68,6%), dan Aceh (70,0%). Data dan informasi terkait imunisasi dasar pada bayi yang dirinci menurut provinsi tahun 2017 terdapat pada Lampiran 5.13 26

Dari imunisasi dasar yang diwajibkan tersebut, campak/MR menjadi salah satu jenis imunisasi yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai dengan komitmen Indonesia pada global untuk turut serta dalam eliminasi campak dan pengendalian rubela pada tahun 2020 dengan mencapai cakupan campak minimal 95% di semua wilayah secara merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak menjadi salah satu penyebab utama kematian pada balita dan infeksi rubela menyebabkan cacat bawaan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi rubela. Dengan demikian pencegahan campak dan rubela memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kecacatan dan kematian pada balita. Tren cakupan imunisasi campak di Indonesia cenderung menurun meskipun tetap berusaha mencapai target sebesar 95% seperti yang disajikan pada Gambar 5.23 berikut.

Indonesia memiliki cakupan imunisasi campak program di atas 90% sejak tahun 2008. Tahun 2017 sedikit menurun dari tahun 2016, yaitu sebesar 91,8%. Menurut provinsi, terdapat sebelas provinsi yang telah berhasil mencapai target 95%. Pada gambar di bawah dapat diketahui bahwa seluruh bayi di Provinsi Jambi, Nusa Tenggara Barat, Lampung, DKI Jakarta dan Sumatera Selatan telah mendapatkan imunisasi campak. Sedangkan provinsi dengan cakupan terendah yaitu Aceh sebesar 70,8%, Papua 73,6% dan Kalimantan Utara 74,2%.

27

b. Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/HB1-Campak Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya sebelum anak berusia satu tahun. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut angka drop out imunisasi DPT/HB1Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi Campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1. DO rate DPT/HB1-Campak diharapkan tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2017. Angka drop out imunisasi DPT/HB1- Campak menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2016 yang asumsinya semakin banyak bayi yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2017 meningkat menjadi 4,1% dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 2,4% meskipun masih mencapai target di bawah 5%.

28

Peningkatan ini terjadi karena semakin banyaknya kelompok anti vaksin yang menolak mengimunisasikan anaknya sehingga cakupan imunisasi menurun hampir di semua antigen. Tren dalam 10 tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.

Data dan informasi lebih rinci mengenai angka drop out cakupan imunisasi DPT/HB1-Campak dan DPT/HB(1)-DPT/HB(3) pada tahun 2015-2017 terdapat pada Lampiran 5.14 c. Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Immunization) Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Cakupan desa/kelurahan UCI menurut provinsi terdapat pada Gambar 5.26. Pada tahun 2017 cakupan desa UCI di Indonesia sebesar 80,34%. Tiga provinsi dengan capaian tertinggi yaitu DI Yogyakarta (100%), DKI Jakarta (100%) dan Jawa Tengah sebesar 99,95%. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Papua (21,43%), Kalimantan Utara (51,98%) dan Maluku (59,95%). Informasi terkait Cakupan Desa UCI pada tahun 2015-2017 menurut provinsi terdapat pada Lampiran 5.15

29

d. Persentase Kabupaten/Kota yang Mencapai 80% Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi merupakan salah satu indikator pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan dalam sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN 20152019, dengan target 95% pada tahun 2019. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi cenderung meningkat, dan pada tahun 2017 mencapai 85,41% kabupaten/kota seperti tergambar pada gambar berikut.

30

Terdapat 20 provinsi yang 100% kabupaten/kotanya telah mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi, sedangkan tiga provinsi terendah adalah Papua (24,14%), Aceh (52,17%) dan Nusa Tenggara Timur (54,55%) seperti pada gambar berikut, sedangkan rincian menurut provinsi pada tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 5.16

e. Imunisasi Lanjutan pada Anak Baduta Dalam upaya mempertahankan tingkat kekebalan agar tetap tinggi sehingga dapat memberikan perlindungan dengan optimal, maka pemberian imunisasi pada seorang anak perlu ditambah dengan dosis lanjutan (booster) untuk meningkatkan kekebalannya yang diberikan pada usia 18 bulan. Perlindungan optimal dari pemberian imunisasi lanjutan ini hanya didapat apabila anak tersebut telah mendapat imunisasi dasar secara lengkap. Karena itu, sejak tahun 2014, secara nasional program imunisasi lanjutan masuk ke dalam program imunisasi rutin dengan memberikan 1 dosis DPT-HB-HiB(4) dan campak/MR(2) kepada anak usia 18-24 bulan. 31

Persentase anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib (4) pada tahun 2017 sebesar 63,5%. Cakupan ini telah mencapai target Renstra 2015-2019 yang menargetkan cakupan tahun 2017 sebesar 45% dan telah mendekati target tahun 2019 yang sebesar 70%. Hanya 5 provinsi yang belum mencapai target 45%, yaitu Aceh (26,7%), Papua (27,3%), Nusa Tenggara Timur (36,7%), Riau (38,7%), dan Papua Barat (40,7%) seperti tersaji pada gambar berikut .

Risiko kesehatan terbanyak yang didapat dari penjaringan kesehatan kelas 1 antara lain karies gigi, serumen telinga, masalah gizi (kurus atau gemuk) dan anemia. Hasil dari penjaringan kesehatan diinformasikan oleh Puskesmas kepada sekolah/madrasah

untuk

ditindaklanjuti.

Selanjutnya

sekolah/madrasah

berkewajiban untuk menginformasikan hasil penjaringan kesehatan tersebut kepada orang tua/wali untuk ditindaklanjuti (membawa anak ke Puskesmas untuk pemeriksaan lanjutan dan/atau pengobatan).

32

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. . Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan guna mengurangi Angka Kematian Ibu(AKI) dan Angka Kematian Bayi(AKB). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga, menyebutkan bahwa pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain lingkungan yang sehat, masih menurut peraturan pemerintah tersebut, kondisi kesehatan dari tiap anggota keluarga sendiri juga merupakan salah satu syarat dari keluarga yang berkualitas.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33/MENKES/PER/2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2. Kesehatan RI. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 3. Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144. Jakarta: Sekretariat Negara. 4. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422 Tahun 2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019: Revisi I Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 5. Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144. Jakarta: Sekretariat Negara. 6. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018. Profil Keluarga Indonesia Tahun 2017. Jakarta: BKKBN. 7. Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 8. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kementerian Kesehatan. 2013. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Jakarta. 9. Badan Pusat Statistik. 2017. Survei Sosial Ekonomi Nasional KOR 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik 10. Kementerian

Kesehatan

RI.

2017.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

HK.01.07/MENKES/422/2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 11. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 12. Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144. Jakarta: Sekretariat Negara. 34

More Documents from "Syaza Andielsa SA Andielsa"

Bab I-1.docx
May 2020 16
Kelompok 5.docx
April 2020 11
Aki&aka.docx
May 2020 20
Bab Ii Kwu Kel 3 Fix-1.docx
November 2019 9
Susah Woy.docx
November 2019 8