Abses Hepar Amuba.docx

  • Uploaded by: Dinaa Fatiyah Bakri
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Abses Hepar Amuba.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,694
  • Pages: 16
No ID dan Nama Peserta :

/ dr. Nurul Indra Khamariah Waris

No ID dan Nama Wahana :/ Perawatan Interna RSUD . H. PADJONGA DG NGALLE Topik : Abses Hepar Tanggal (Kasus) : 20 September 2017 Nama Pasien : Tn. ATT

No RM : 00159416

Tanggal Presentasi :18 Oktober 2017

Pendamping : dr.Vitalis Talik, M.Kes

Tempat Presentasi : Ruang pertemuan RSUD H Padjonga dg Ngalle Obyek Presentasi : Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Lansia

Dewasa

Bumil

Deskrpsi : Seorang Laki-laki umur 48 tahun datang ke RSUD H Padjonga dg Ngalle. dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke punggung dirasakan hilang timbul sejak ±12 hari yang lalu memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, mual, muntah frekuensi 2 kali isi makanan, riwayat sering konsumsi minuman beralkohol. BAB : Biasa BAK : Kesan Lancar

Tujuan : Memberikan Terapi dan Penatalaksanaan Abses Hepar serta edukasi kepada pasien. Tinjauan pustaka Riset Audit Bahan bahasan: Kasus Cara membahas:

Diskusi

Data Pasien

Nama: Tn. ATT

Persentasi dan diskusi

Nama Klinik : Perawatan Interna RSUD. H. PADJONGA DG NGALLE Data utama untuk bahan diskusi

E-mail

Pos

Nomor Registrasi:00159416 Telp: Terdaftar sejak:

1.Diagnosis/gambaran klinis : Seorang Laki-laki umur 48 tahun datang ke RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk dan tembus ke punggung dirasakan hilang timbul sejak ±12 hari yang lalu memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) frekuensi 2 kali isi makanan, Batuk (-), Sesak (-). Saat ini pasien merasa lemas dan nafsu makan berkurang. Penurunan berat badan (-)

2.Riwayat pengobatan : 3.Riwayat kesehatan/penyakit : Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-,) riwayat kencing batu (-), riwayat sakit kuning sebelumnya (-), Riwayat batuk lama (-), Riwayat demam thypoid (-). 4.Riwayat keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-) 5.Riwayat pekerjaan : Pasien memiliki pekerjaan buruh bangunan 6. Riwayat sering konsumsi minuman beralkohol (+) jenis ballo, sejak usia muda ± 10 Tahun yang lalu, Riwayat minum ramu-ramuan/jamu (-). DAFTAR PUSTAKA a. Udoyo, Aru W. Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, 2007 b. Mansjoer, Arif dkk. Kapita selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2001. c.

Abdurachman S.A : Abses Hati. Sulaiman Ali, Daldiyono, Akbar Nurul, et al, eds. In : Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV. Sagung Seto, 1990 ; 395-404

d. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison

principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008. Chapter 121. HASIL PEMBELAJARAN: 1. Diagnosis Abses Hepar 2. Etiologi Abses Hepar 3. Mekanisme dari manifestasi yang timbul 4. Penatalaksanaan Abses Hepar 5. Komplikasi Abses Hepar 6. Prognosis Abses Hepar 7. Pencegahan Abses Hepar

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subyektif : o Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas o Anamnesis terpimpin: Seorang pria umur 48 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk dan tembus kepunggung dirasakan hilang timbul sejak ±12 hari yang lalu memberat 3 hari sebelum masuk rumahsakit, demam dirasakan terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri ulu hati (-),

mual (+) , muntah (+) frekuensi 2 kali isi makanan, Batuk (-), Sesak (-). Saat ini pasien merasa lemas dan nafsu makan berkurang. Penurunan berat badan(-), Riwayat DM (-), Riwayat hipertensi (-), Riwayat kencing batu (-), Riwayat sakit kuning sebelumnya (-), Riwayat batuk lama (-), Riwayat demam thypoid (-). Riwayat sering konsumsi minuman beralkohol (+) jenis ballo, sejak usia muda ± 10 Tahun yang lalu. BAB : Baik BAK : Lancar

2. Obyektif : Vital Sign : Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran

: composmentis (GCS E4M6V5)

Status Gizi

: GiziBaik

Tanda Vital

: TD : 110/70 mmhg, N : 118x, P : 22x, S : 38.2°C

Pemeriksaan Fisik : Kepala: Simetris, normochepal Mata : Konjungtiva tidak anemis, scleratidak ikterus, pupil isokor Ø 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL +/+ Hidung : Pernapasan cuping hidung (-) Mulut: Bibir tidak sianosis, tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) Leher: Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar leher. Thoraks: Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest

Palpasi

: Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris kiri dan kanan.

Perkusi

: Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anteriordextra.

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis terletak pada sela iga 5 – 6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen : Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal Palpasi

: MT (-) NT(+) regio hipokondrium dextra, Murphy sign (+),  Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costa, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul.  Lien tidak teraba

Perkusi

: Tympani seluruh lapangan abdomen, ascites (-), Nyeri Ketok (-)

Ekstremitas : Edema (-)

Laboratorium :  Darah rutin (20/09/2017) WBC 35,2 x 103/uL , HGB 13,9g/dL, PLT 333 x 103/uL, RBC 4,56 x 106 /uL, HCT 41,4%, MCV 91 fL, MCH 30,4 pg, MCHC 33,4 g/dL  Kimia darah (20/09/2017): SGOT 51UI/L, SGPT 68UI/L.

Pencitraan : USG Abdomen (20/09/2017): Tampak abses ukuran ± 5,75cm x 5,16 cm x 3,98 cm pada ujung kaudal segmen 5 lobus dextra. Kesan : Hepatomegaly ec Abses Hepar.

3. Assessment : Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang di temukan maka pada pasien ini khas menggambarkan abses hepar. Anamnesis didapatkan bahwa seorang pasien pria umur 48 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk dan tembus kepunggung dirasakan hilang timbul sejak ±12 hari yang lalu memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+), frekuensi 2 kali isi makanan, pasien merasa lemas dan nafsu makan berkurang. Riwayat sering konsumsi minuman beralkohol (+) jenis ballo, sejak usia muda ± 10 Tahun yang lalu. Pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan region hipokondrium dextra, Murphy sign (+), dan hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan peningkatan leukosit, GPT dan GOT dari pencitraan hasil USG menunjukkan kesan hepatomegaly et causa abses hepar ukuran ± 5,75cm x 5,16 cm x 3,98 cm.

Definisi : Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal, ditandai dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi, sel darah dalam parenkim hepar.Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses Hepar Piogenik (AHP). Etiologi : Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses Hepar Piogenik (AHP/Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, dan paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica. Entamuba Histolytica juga dapat menyebabkan massa pada dinding abdomen (ameoboma) seperti halnya disentri akut. Pada abses hati amuba didapatkan beberapa spesies amuba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamuba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam abdomen.

Patogenesis: Abses Hepar Amuba

Gambar 1. Siklus abses Hepar amuba Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamuba histolytica yang patogen pada manusia. Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi.Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh asam lambung, dinding kista dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Di dalam usus tropozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amuba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis

atau

berkembang

menjadi

desentri

amuba.

Strain Entamuba

histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembang biaknya amuba

tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol. Struktur dari abses hepar amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai “anchovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Kira-kira 25 % abses hati amuba mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar. Organisme Entamuba Histolytica mencapai Hepar melalui salah satu jalur berikut: 1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens) 2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri 3. Infeksi langsung ke hati dari sumber di sekitar 4. Luka tembus

Abses Hepar Piogenik Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suattu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia

sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

GambaranKlinis

Abses Hati Amuba

• • • • • • • • • • • •

Demam Nyeri perut kanan atas Diare (tinja ada lendir dan darah) Kadang ada nyeri bahu kanan Anoreksia Mual dan muntah Berat badan menurun Batuk Pembengkakan perut kanan Ikterus Malnutrisi Hepatomegali

Abses Hati Piogenik • Demam yang sifatnya remitten, intermitten atau kontinu yang disertai menggigil • Nyeri perut • Mual dan muntah • Lesu • Berat badan menurun • Anoreksia • Batuk, sesak nafas serta nyeri pleura. • BAB warna dempul • Urine warna kuning pekat • Hepatomegali • Nyeri tekan di perut kanan • Ikterus

DIAGNOSIS:  Abses hati amuba: Diagnosis abses hati amuba di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu

oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amuba juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler. a. Kriteria Sherlock (1969) 1. Hepatomegali yang nyeri tekan 2. Respon baik terhadap obat amebisid 3. Leukositosis 4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang. 5. Aspirasi pus 6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. Tes hemaglutinasi positif b. Kriteria Ramachandran (1973) Bila didapatkan3 atau lebih dari: 1. Hepatomegali yang nyeri 2. Riwayat disentri 3. Leukositosis 4. Kelainan radiologis 5. Respons terhadap terapi amebisid c. Kriteria Lamont Dan Pooler Bila didapatkan 3 atau lebih dari: 1. Hepatomegali yang nyeri 2. Kelainan hematologis 3. Kelainan Radiologis 4. Pus amuba 5. Tes serologi positif 6. Kelainan sidikan hati 7. Respons terhadap terapi amebisid Kriteria diagnosis: 1. Hati membesar dan nyeri, 2. Leukositosis, tanpa anemia pada pasien abses hati amuba yang akut, atau leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik, 3. Adanya “pus amuba” yang mungkin mengandung tropozoit Entamuba histolytica. 4. Pemeriksaan serologik terhadap Entamuba histolytica positif. 5. Gambaran radiologi yang mencurigakan terutama pada foto thorax posteroanterior dan lateral kanan. 6.

Adanya “filling defect” pada sidik hati.

7.

Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole

 Abses hati piogenik: Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnnya dengan CTScan memunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. Kriteria diagnosis: 1. Gejala klinis mendukung 2. Kultur darah positif. 3. Alkali fosfatase dan WBC meningkat dan anemia 4. Hiperbilirubinemia dengan atau tanpa ikterus 5. Hasil CT-scan, USG dan MRI menunjukkan adanya abses hepar. 6. Hasil aspirasi positif

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, biasanya antara 13000 – 16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di atas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding, sensitivitasnya 91 – 93% dan spesifitasnya 94 – 99%. Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.

Pemeriksaan Radiologi : Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema, atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral, sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskuler. Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan yaitu pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati. Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis, mengarahkan proses drainase untuk mendapatkan hasil terapi yang baik. Abdominal CT – Scan memiliki sensitifitas 95 – 100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80 – 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90% kasus. Untuk mendiagnosis abses hati amuba, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran ultrasonografi pada amebiasis hati adalah: 1. Bentuk bulat atau oval 2. Tidak ada gema dinding yang berarti 3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 4. Bersentuhan dengan kapsul hati 5. Peninggian sonik distal (distal enhancement) Penatalaksanaan a. Abses hati amuba 1. Medikamentosa Prinsipnya diberikan amebisid jaringan untuk mengobati kelainan hatinya disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit Entamuba histolytica dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit. Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin (DHE), dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai ambisid intestinal, kurang sering dipakai karena efek sampingnya,

biasanya baru digunakan pada keadaan berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada pasien penyakit jantung (kecuali perikarditis amuba) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin. Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari. Amebisid jaringan lain ialah klorokuin yang punya nilai kuratif sama dengan emetin hanya pemberiannya membutuhkan waktu yang lama. Kadar yang tinggi didapatkan di hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama adalah retinopati. Dosis yang diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg selanjutnya 2 x 150mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari.Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3x500 mg/hari selama 10 hari atau diidohidroksikuin 3x600mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3x500 mg/hari selama 10 hari. 2. Aspirasi terapeutik Indikasi: a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah. b. Respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak ada c. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikardium atau peritoneum. Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah hati atau thorax bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri saat dipalpasi. 3. Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila: a. Abses disertai dengan komplikasi infeksi sekunder b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal. c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil d. Ruptur abses ke dalam rongga pleura/intraperitoneal/prekardial. Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi

b. Abses hati piogenik a. Pencegahan Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara: a. Segera dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu empedu maupun karena proses keganasan. b. Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik c. Sepsis intra-abdominal harus segera diatasi. b. Terapi definitif Sekali diagnosis ditegakkan, keberhasilan terapi tergantung dari bagaimana terapinya. Terapi yang tidak tepat, dibayang-bayangi mortalitas 100%. Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan eadikasi faktor penyebab abses. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari: a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. b. Metronidazole/klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama B. fragilis. c. Aminoglikosid untuk bakteri gram negatif yang resisten. c. Drainase abses Pada abses hati piogenik soliter aspirasi abses perkutan dengan tuntunan USG atau tomografi komputer untuk menentukan adanya abses, lokalisasi dan aspirasi abses. Cara yang paling sering dipakai dan berhasil baik adalah drainase yang terbukti secara bedah. Kadang-kadang pada abses hati piogenik multiple diperlukan reseksi hati. Infeksi pleuropulmunar merupakan komplikasi abses hepar yang paling sering terjadi, mekanisme infeksi termasuk perkembangan sympathetic efusi yang serous, ruptur abses hepar ke dalam cavitas thoraks, menjadi empiema atau menyebar secara hemtogen yang akan menjadi infeksi parenkim. Pada kebanyakan kasus AHA, pengggunaan terapi antiamuba kurang dari 1 minggu dapat memberi perbaikan yang signifikan. Pada abses hepar amuba kematian terjadi 5% pada orang yang mengalami rupture abses kecavum peritoneum dan pericardium. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bacterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila : terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi poli mikroba, adanya

hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. Prognosis Tingkat kematian dengan fasilitas yang memadai di RS 2%, sedangkan pada fasilitas yang kurang 10%, pada kasus yang membutuhkan operasi 12%, jika ada peritonitis amuba 40–50%. Tingkat kematian akan semakin meningkat dengan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan. Kematian biasanya disebabkan oleh sepsis atau sindrom hepatorenal.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada abses hepar harus lebih di perhatikan jika kuman atau bakteri yang telah di obati tidak mempan dengan pengobatan yang kita berikan. Komplikasi abses hati amuba umumnya berupa perforasi atau ruptur abses ke berbagai rongga tubuh (pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal) dan ke kulit, sebesar 5-5,6%. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insiden perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang memperlihatkan cairan cokelat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas cokelat. Perforasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis umum. Abses kronik, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis lokal. 4. Plan o Diagnosis: Berdasarkan Anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan suspek Abses Hepar Amuba o Pengobatan : Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah : 

Diet Lunak TKTP



R/ IVFD RL 20 tpm



Drips Metronidazole 0,5 gr/8jam/iv



Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv



Inj Ketorolac 30 mg 1 amp/8j/iv



Inj Ranitidin 1 amp/12j/iv



Paracetamol 500mg 3x1

o Pendidikan: Diberikan kepada pasien untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan, serta mencegah agar tidak terjadi abses hepar berulang dan komplikasinya. Untuk pencegahan agar tidak terjadi komplikasi pada abseshepar pasien dianjurkan untuk: 

Mengurangi asupan makanan yang berlemak



Menjaga higiene



Mengurangi komsumsi alkohol

o Konsultasi : konsultasikan ke dokter ahli apabila tidak ada perubahan. o Rujukan: Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai. o Kontrol : kontrol ke poli penyakit dalam dan jika masih ada keluhan nyeri hipokondrium dextra harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Takalar, 18 Oktober 2017

Peserta

( dr.Nurul Indra Khamariah Waris )

Pendamping

( dr.Vitalis Talik, M. Kes)

Related Documents

Abses Hepar Amuba.docx
November 2019 5
Hepar
December 2019 5
Hepar
August 2019 18
Abses Paru
May 2020 43
Abses-hepar.docx
October 2019 53
Abses Peritonsil
October 2019 51

More Documents from "Taufik Abidin"