Aaaaaaaaa Lp Apendik Santi

  • Uploaded by: santi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aaaaaaaaa Lp Apendik Santi as PDF for free.

More details

  • Words: 1,840
  • Pages: 11
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ( APPENDICITIS)

Disusun Oleh:

Nama

: Santi Pratiwi

NIM

: 820163090

Kelas

: III A

Prodi

: S1 Ilmu Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN AJARAN 2018/2019 Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218 Website: www.umkudus.ac.id Email: [email protected]

A.

Latar Belakang Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja (NANDA, 2015). Appendisitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Kasus ini merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Nugroho 2011). 1. Appendisitis Akut Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Nugroho, 2011). 2. Appendisitis Kronik Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5% (Nugroho, 2011).

B.

Etiologi

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteri. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya appendisitis akut (Ariawan, 2014). C.

Manifestasi klinis 1. Suhu tubuh menjadi naik, demam (37,8 – 38,8 C) 2. Mual dan muntah 3. Nyeri perut sebelah kanan bawah, saat berjalan terasa sakit, ketika jongkok sakit 4. 5. 6. 7. 8.

berkurang Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali Konstipasi Disuria Pada anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh di semua bagian perut Badan lemah, nafsu makan berkurang, tampak meringis dan menghindari pergerakan

(Ariawan, 2014)

D. Pathofisiologi Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri

epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate appendikularis. Peradangan pada appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek pada appendiks lebih panjang, maka dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Ariawan, 2014). Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi appendiks, tanda-tanda perforasi yaitu meningkatnya nyeri,meningkatnya spasme dinding perut kanan bawah, ileus, demam, malaise, dan leukositisis. Kemudian peritonitis abses yang bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa pada kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina. jika terjadi perintonitis umum tidakan spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi tersebut. Tandanya berupa dehidrasi, sepsis, elektrolit darah tidak seimbang dan pneumonia (Ariawan, 2014).

E. Pathoflow

F.

Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium serta radiologi b. Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih, jumlah leokosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3 c. Pemeriksaan USG bila terjadi infiltrat apendikularis d. Pemeriksaan radiologi dan ultra sonografy menunjukkan densitas pada kuadran bawah/tingkat aliran udara setempat e. Pemeriksaan urin untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.

G.

Penatalaksanaan 1. 1. Non Medis a. Mengkonsumsi buah-buahan b. Mengkonsumsi sayur-sayuran c. Tidak dianjurkan memakan makanan siap saji (Ariawan, 2014) 2. Medis Appendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat appendik yang dilakukan untuk meurunkan perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan secara terbuka atau laparoskopi. Appendiktomi terbuka dillakukan insisi Mc. Burnney yang biasanya dilakukan oleh para ahli. Pada appendisitis yang tanpa komplikasi maka tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah yang diberikan antibiotik dapat menimbulkan abses atau perforasi. Terapi Farmakologis preoperatif antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pasca bedah (Ariawan, 2014).

H.

Pengkajian 1. Pengkajian a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. b. Keluhan utama : Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. c. Riwayat kesehatan masa lalu: Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik

Keadaan

Berat

badan

umum

Sebagai

Klien indicator

tampak untuk

sakit

menentukan

ringan/sedang/berat. pemberian

obat.

Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya rendah. 1. Pengkajian Pola Gordon a. Pola menejemen kesehatan - persepsi kesehatan: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi apabila sakit periksa ke dokter, periksa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. b. Pola metabolik nutrisi: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi porsi makanan tidak habis, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, mual, muntah dan kenaikan suhu tubuh. c. Pola eliminasi :pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi BAK d.

dan BAB tidak mengalami gangguan pada pasien post operasi appendikitis. Pola aktivitas dan latihan: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami

gangguaan melakukan aktivitas secara mandiri. e. Pola istirahat tidur: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi istirahat tidur tidak mengalami gangguan pada pasien post operasi appendisitis. f. Pola Persepsi kognitif: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi indra penciuman, pendengaran, pengelihatan, perasa, peraba tidak mengalami gangguan, pasien merasakan nyeri,pasien mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh dengan dilakukan pengobatan medis yang sudah didapatkannya. g. Pola konsep diri dan persepsi diri: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi pasien cemas tentang penyakitnya, pasien percaya diri, pasien berharap penyakitnya segera sembuh dengan pengobatan medis. h. Pola hubungan peran: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi interaksi dalam rumah, linngkungan tidak mengalami gangguan. i. Pola Reproduksi dan seksualitas: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi reproduksi dan seksualitas tidak ada gangguan. j. Pola toletansi terhadap stress - koping: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi emosi stabil, sabar dalam proses pengobatan.

k. Pola keyakinan nilai: pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi dapat melaksanakan ibadah agama yang dianutnya dengan kemampuan yang dapat dimilikinya. (Ariawan, 2014)

I.

Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat d. Kecemasan pemenuhan informasi berhubungan dengan kesiapan meningkatkan pengetahuan penatalaksanaan pengobatan (Ariwan, 2014)

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan 1) Mengkaji skala nyeri R: pendekatan komprehensif untuk menentukan intervensi 2) Ajarkan tehnik relaksasi pada saat nyeri R: dapat menurunkan stimulus nyeri 3) Memberikan lingkungan yang tenang R: lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus nyeri 4) Memberikan posisi nyaman R: dapat mengurangi ketegangan pada insisi abdomen sehingga dapat mengurangi nyeri 5) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyebab nyeri dan lama nyeri akan berlangsung R: pengetahuan tentang mengurangi nyeri 6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik R: analgetik akan mengurangi rasa nyeri (Ariawan, 2014) b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 1) Monitor suhu tubuh sesering mungkin

2) 3) 4) 5) 6) 7)

Rasional: mengetahui adanya perubahan suhu tubuh yang berlebihan Monitor warna dan suhu kulit Rasional: mengetahui kehilangan suhu yang berlebihan Monitor tekanan darah Rasional: mengetahu perubahan tanda vital tubuh Monitor intake dan output Rasional: mengetahui kehilangan cairan tubuh Monitor nilai leukosit Rasional: mengetahui jumlah leukosit normal atau tidak Kolaborasi pemberian obat antipiretik Rasional: mengurangi peningkatan suhu tubuh akibat demam Kolaborasi pemberian cairan intravena Rasional: memenuhi cairan tubuh

(NANDA, 2015)

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat 1) Observesi mual muantah R: mengetahui keadaan pasien 2) Mengkaji makanan kesukaan pasien R: meningkatkan selera makan pasien 3) Menganjurkan makan porsi sedikt tapi sering R: menjaga terpenuhinya asupan makanan pada tubuh 4) Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan cara memenuhinya R: mengetahui pentingnya kebutuhan nutrisi untuk tubuh 5) Kolaborasi dengan ahli gizi R: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada klien. (Ariawan, 2014) d. Kecemasan pemenuhan informasi berhubungan dengan kesiapan meningkatkan pengetahuan penatalaksanaan pengobatan 1) Mengobservasi tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit R: mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyakitnya

2) Menganjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan keadaan yang dirasakan R: mengetahui keadaan dan perasaan klien dan dapat memberikan informasi yang tepat tentang proses keperawatan yang akan di terima 3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang pemahaman penyakitnya R: membantu pasien untuk mengetahui dan memahami penyakitnya. 4) Menganjurkan pasien untuk melakukan pengalihan perhatian sesuai kemampuan R: untuk mengurangi rasa cemas pada pasien (Ariawan, 2014)

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, Kiki. A. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Appendisitis Akut Dengan Post Appendiktomy Di Ruang Cempaka RSUD Pandan Arang Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta: Naskah Dipublikasikan Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Dan Penyakit Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Mediaction: Jogjakarta NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011, EGC : Jakarta

Related Documents

Aaaaaaaaa Lp Apendik Santi
October 2019 52
Lp Apendik Print.docx
April 2020 11
Santi
November 2019 32
Santi Boo
May 2020 28
Essere Santi
June 2020 18

More Documents from "SUSANTI"

480_guideline.pdf
April 2020 32
Teseo Y La Minocabra
June 2020 15
Optativa Cuc 3eso
May 2020 27
Aliran Sejarah.docx
November 2019 47
Aaaaaaaaa Lp Apendik Santi
October 2019 52