92128_referat Radiologi Arthritis.docx

  • Uploaded by: nabila putri hazima
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 92128_referat Radiologi Arthritis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,439
  • Pages: 58
REFERAT IMAGING PADA ARTHRITIS

Pembimbing: dr. Utami Purbasari, Sp.Rad (K)

Oleh: Agung Saputra Izzatul Hanifa Moch Rizki Ramadhan Nabila Putri Hazima

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MARET 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas segala nikmat dari Allah SWT kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul “Imaging pada Arthritis”. Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhmamad SAW yang selalu di nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Utami Purbasari, Sp.Rad (K) yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini. Referat yang berjudul “Imaging pada Arthritis” ini saya sadari masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, oleh karena itu sebagai penulis memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dalam makalah ini. Saya telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun selalu terbuka untuk saya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya dan bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan klinik Radiologi RSUP Fatmawati Jakarta.

Jakarta, 12 Maret 2019

Penulis

2

BAB I PENDAHULUAN Artritis adalah penyebab kecacatan yang paling umum di dunia. Hampir 50 juta orang dewasa (sekitar 22%) di Amerika melaporkan memiliki artritis setelah didiagnosis dokter. Diperkirakan bahwa jumlah ini akan meningkat menjadi 67 juta pada tahun 2030, dan lebih dari sepertiga penderita akan mengalami keterbatasan aktifitas fisik. Artritis menyerang semua usia kelompok, ras, dan etnis. Secara keseluruhan, ini lebih umum pada wanita daripada pria di setiap kelompok umur. Arthritis lebih banyak bermanifestasi sebagai kondisi kronis yang lazim daripada penyakit jantung, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, asma, atau diabetes. Radiografi film biasa secara tradisional adalah modalitas pencitraan yang paling luas dan berguna untuk mendiagnosis, dan melakukan pemantauan serta perkembangan pengobatan. Meskipun magnet resonansi imaging (MRI), ultrasonografi dan CT Scan lebih jelas menunjukkan kelainan radiologis, radiografi konvensional tetap termasuk yang paling mudah diakses. Oleh karena itu, masih sulit untuk membayangkan melangkah lebih jauh dengan teknik pencitraan canggih tanpa terlebih dahulu mengevaluasi pasien dengan film biasa. Meskipun ada beberapa keterbatasan, seperti ketidakpekaan terhadap perubahan sendi yang sangat awal, namun dapat secara memadai erosi tulang, osteofit, perubahan ruang sendi dan ketidakselarasan sendi.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Arthritis adalah inflamasi sendi. Meskipun inflamasi sendi merupakan gejala atau tanda yang tidak spesifik, istilah arthritis tetap sering digunakan untuk menjelaskan kelainan apapun yang mengenai sendi. 1.2. Evaluasi Radiologi Arthritis

Bagan 1. Evaluasi Radiologi pada Arthritis Sumber: Jacobson et, al. 2008. Radiographic evaluation of Arthritis. RSNA

1.3. Infective Arthritis/ Arthritis Septik

1.3.1. Definisi Merupakan infeksi pada joint (sendi) karena penyebaran melalui hematogen, perluasan langsung dari osteomyelitis, karena intervensi seperti tindakan operasi, atau secara langsung dari implantasi. Sering terjadi pada anak-anak.

4

Gambar 1. Rute Masuknya Mikroorganisme ke dalam Sendi Sumber: R. Rodriguez, Molinero, Moslero. 2014. Septic Arthritis: A Real Emergency. Radiological manifestation. Advantages and disadvantages association to the different types of tests based on images. European Sociaty of Radiology.

1.3.2. Manifestasi Klinis

Tabel 1. Presentasi KLinis Arthritis Septik Sumber: Diene L, Elena K, Horowitz S. 2011. Approach to Septic Arthritis. Volume 84. Number 6. American Family Physician.

5

1.3.3. Karakteristik Cairan Sinovial

Tabel 2. Karakteristik Cairan Sinovial pada Arthritis Septik Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

1.3.4. Gambaran Radiologis Pada stadium dini, penebalan sinovial  rongga sendi akan melebar karena efusi intraartikuler atau pus, dan tampak osteoporosis pada tulang-tulang sekitar sendi. Tulang rawan cepat mengalami destruksi dan rongga sendi menyempit. stadium pertengahan  efusi sendi dan osteopenia, edema sumsung tulang terdekat dan terjadi penipisan kartilago dini. Stadium akhir  terjadi erosi dan destruksi tulang sekitar sendi. Dapat terjadi subluksasi dan dislokasi. Pada pemberian terapi, penyembuhan terlihat dengan adanya rekalsifikasi dan densitas tulang kembali normal dan batas tulang yang mengalami destruksi menjadi lebih tegas. Bila pengobatan terlambat, maka setelah sembuh, timbul ankilosis. Untuk menentukan etiologi artritis infeksi diperlukan aspirasi cairan sendi dan dilakukan analisa. Bakterial artritis disebabkan karena perluasan atau penyebaran tuberculosis dan bakteri tipe pyogenik. Akan tetapi terdapat bakteri lai yang kerjanya hampir sama dengan tuberculosis seperti brucellosis yang dimasukkan kedalam infeksi non-pyogenik. Infeksi sendi karena tuberculosis dan non-pyogenik lainnya berlangsung lama yaitu dalam beberapa bulan hingga 6

tahunan sedangkan kadang asimptomatik karena pada eksudat yang terbentuk tidak mengandung enzim proteolitik sehingga debris akan bertahan lama sedangkan pada bakteri pyogenik mengandung enzim proteolitik yang dapat menyebabkan erosi kartilago dengan cepat. Umumnya infeksi pyogenik menyerang sendi yang mendapat beban berat tubuh dan non-pyogenik menyerang sendi-sendi kecil yang tidak menerima beban berat tubuh. Pengecualian untuk sendi lutut, hip, metacarpophalangeal. 1.3.5. Arthritis TB Tuberculosis tulang merupakan proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dan dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru. Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami klasifikasi. Pembentukan tulang baru pada tuberkulosis sangat sedikit atau tidak sama sekali dibandingkan dengan infeksi pyogenik. Periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebral. Proses bermula pada sinovium atau pada tulang: 1. Proses mulai pada sinovium Pada stadium dini tanda-tanda tidak khas, yang tampak ialah: 

Penebalan kapsul sendi



Sendi tampak suram dan sela sendi agak melebar karena efusi intra-artikuler



Osteoporosis pada tulang-tulang sekitar sendi karena hiperemia.

Sebaiknya dibuat foto sendi sebelahnya untuk dijadikan perbandingan. Pada stadium lebih lanjut timbul erosi pada tulang dekat sendi yang bersifat lokal atau luas. Kerusakan pada tulang rawan relatif lambat dibandingkan dengan artritis purulenta dan bila terjadi sela sendi akan menyempit. 2. Proses mulai pada tulang Pada proses yang bermula pada tulang gambaran radiologiknya adalah kombinasi dan proses tuberkulosis pada metafisis-epifisis dan tanda-tanda infeksi sinovium. Tanda awal pada tuberkulosis yaitu ekstensif osteopenia dan tanda lanjut edema jaringan perifokal.

7

Gambar 1. Gambaran Radiologis Arthritis TB (Ket: A: normal discitis dengan end-plate irregular dan sklerosis reaktif. B: aksial T1W1 end-plate defek dengan abses psoas dengan nekrosis sentral. C: gambaran coronal destruksi diskus, paraspinal melebar. D: dengan supresi fat dapat mengkompresi spinal cord) Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

8

A

B

(Ket: A: Artritis Tuberkulosis, deosifikasi pada os carpal dan terdapat erosi dini pada bagian kotikal. B: Artritis Tuberkulosis, pada siku terjadi proses yang menyebar cepat. Korteks artikular mengalami kerusakan dan celah sendi menyempit. Deosifiksai terjadi dan proliferasi tulang.)

(Artritis tuberkulosis. A: proyeksi AP pada 2 bulan setelah onset nyeri lutut tidak tampak adanya perubahan struktur tulang. B: 5 bulan kemudian terdapat lesi osteolitik pada bagian medial dan sentral os tibia. Penyempitan celah sendi tidak terjadi)

Gambar 2. Gambaran Radiologis Arthritis TB Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

9

1.3.6. Arthritis Pyogenik Artritis pyogenik terjadi dengan atau tanpa osteomyelitis. Manifestasi klinis yang muncul berbeda dengan tuberculous arthritis yaitu muncul secara tiba-tiba, bisa disertai peningkatan suhu, menggigil, keringatan, pembengkakan, nyeri lokal, hiperemia, keterbatasan dalam bergerak dan nyeri tekan. Bakteri tipe pygenik penyebab artritis terbanyak pada dewasa yaitu Stphylococcus aureus diikuti Streptococcus dan Staphilococcsus epidermidis, gram negatif seperti E. coli dan Proteus mirabilis. Adapun untuk anak-anak usia dibawah dua tahun disebabkan oleh Haemophilus influenza. Pseudomonas aeruginosa sering menjadi penyebab artritis pada penyalahgunaan antibiotik intravena dan bakteri anaerobik seperti Peptococcus magnus sering terjadi pada post operasi dan post-traumatic septic arthritis. Pemasangan prostetik sendi meningkatkan insiden terjadinya infeksi S. epidermidis, berhubungan dengan basil gram negatif dan mikroorganisme anaerobik. Gambaran Radiologik Pembengkakan jaringan lunak merupakan tanda awal dari artritis pyogenik dan biasa mengenai sendi ankle, hip, knee, wrist, dan elbow. Lateral displacement pada hip sering terjadi pada neonates. Ketika infeksi persisten maka akan terjadi hiperemia lokal dan edema jaringan lunak diantara sendi sehingga dapat terjadi subluksasi. Perubahan tulang yang dapat diamati secara radiografik terjadi 8-10 hari pasca infeksi. Perubahan pertama yang terjadi ialah erosi korteks artikular dan jika dalam infeksi berat dapat hilang. Pada tulang yang terkena bisa terjadi reaksi perubahan tulang (sklerosis) akan tetapi telambat sampai proses penyembuhan dimulai. Pada proses penyembuhan artikular korteks tulang kembali muncul, jika terdapat destruksi kartilago sebelumnya maka biasanya akan terbentuk ankilosis. Artritis septik dan osteomyelitis biasanya disebabkan oleh S. aureus dan kadang mixinfection. Gambaran radiologi yang paling sering muncul ialah defek pada subkondral plate minimal pada head metcarpal, terdapat fragmen ostochondral dalam sendi, terdapat fokus osteolitik pada tulang yang memiliki hubungan dengan articular surface, dan periostitis. CT atau MRI bisa digunakan untuk skrining terdapat dan luasnya abses atau massa inflamasi jaringan lunak dan dapat membantu mengevaluasi sendi aksial seperti sendi hip atau sacroiliac.

10

Gambar 3. Gambaran Radiologis Arthritis Pyogenik (Ket: Terdapat pembengkakan jaringan lunak dari struktur sendi, terdapat air fluid level kecil pada femoral condyle. Terjadi 2 hari setelah onset) Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

Gonococcal Arthritis Sering terjadi pada wanita karena faktor kehamilan dan menstruasi. Gonococcal arthritis memiliki onset akut, demam, menggigil, poliatralgia (jarang oligo atau monoatralgia), dan kulit kemerahan. Sering mengenai sendi wrist, knee, ankle. Poliatrlagia terjadi karena migrasi kompleks imun dan merupakan tanda awal Gonococcal arthritis. Gambaran Radiologi Tanda awal Gonococcal arthritis yaitu pembengkakan jaringan lunak dan regional osteopenia. Jika tidak diobat maka akan terjadi penyempitan celah sendi, erosi marginal dan sentral tulang, periostitis, dan osteomyelitis. Brucellar Arthtritis Brucellar arthtritis paling sering terjadi pada sendi sacroiliac dan biasanya unilateral. Atralgia perifer sering juga terjadi biasanya pada sendi besar ekstremitas bawah dan dapat

11

berkembang menjadi artritis. Faktor risiko Brucellar arthtritis ialah petani, daging yang dibungkus, dan meminum susu yang tidak disaring. Gambaran radiologik Brucellar arthtritis hampir sama dengan tuberculous arthritis yaitu biasanya infeksi yang berlangsung lama dan penghancuran sendi bertahap.

Gambar 4. Gambaran Radiologis Arthritis Brucellar (Ket: Deosifikasi pada hip kanan dan mulai terjadi destruksi korteks pada collum femoralis) Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

1.3.7. Arthritis Fungal Banyak jenis jamur yang dapat menginfeksi sendi. Empat jenis jamur yang tesering ialah candida, coccidioidal, sporotrichal, dan blastomycotic. Jamur sering mengenai sendi lutut dan jamur candida, coccidioidal, blastomycotic sering mengenai sendi tangan/pergelangan tangan sedangkan blastomycotic jarang. Gambaran Radiologik Hampir sama dengan tuberculous arthritis ialah pembengkakan jaringan lunak, regional osteopenia, celah sendi relatif tidak menyempit, dan erosi tulang.

12

Lyme Arthritis Merupakan penyakit yang disebabkan oleh transmisi spirochete dari kutu ixodid yang menyebabkan gangguan multisistem. Manifestasi klinis yang terjadi terdapat eritema chronicum migrans, influenza syndrome (stage 1). Abnormalitas neurogenic dan cardio terjadi beberapa minggu atau bulan (stage 2), dan minggu-tahun kemudian artritis dapat terjadi. Sendi yang sering terkena sendi lutut terjadi tiba-tiba dan bisa monoartikular, oligoartikular atau migratori. Mekanisme lyme disease dalam artritis ialah pembentukan kompleks imun. Gambaran Radiologik Sendi lutut sering terkena pada lyme disease kira-kira 80% dari kasus. Efusi purulent, pembengkakan jaringan lunak, edema intrapatellar fat pad. Kronik terdapat erosi tulang dan kartilago. Proliferasi sinovial telambat karena berkaitan dengan osteopenia, seringnya juxtaartikular. Pada kasus jarang terjadi perubahan degeneratif artritis seperti hilangnya kartilago, klasifikasi sendi, sklerosis subkondral, dan spurring.

Gambar 5. Gambaran Radiologis Arthritis Lyme (Ket: A: erosi pada posterosuperior dan terdapat pembengkakan ekstensif suprapatellar pada sendi. B: terdapat erosi pada bagian lateral femoral condyle dan terdapat subartikular kista pada bagian medial tibial plateu) Sumber: Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection.

13

1.4. Arthritis of Collagen or Collagen-Like Disease 1.4.1. Seropositif Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthitis merupakan suatu penyakit inflamasi sistematik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya. Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Faktor Resiko 1. Genetik Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat dalam keluarga dengan kejadian RA pada keturunan selanjutnya. 2. Usia RA biasanya timbul antara usia 40 - 60 tahun, namun dapat juga terjadi pada anakanak (Rheumatoid Arthritis Juvenil). Dari semua faktor risiko untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia. 3. Jenis Kelamin Sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas. 4. Merokok Merokok berhubungan dengan produksi dari rheumatoid factor (RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga 20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.

14

5. Pekerjaan Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica. Patogenesis Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs). Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta mampu

mempengaruhi

hypothalamic-pituitaryadrenalaxis,

sehingga

menyebabkan

kelelahan dan depresi. Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh darah 15

oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya pannus. Manifestasi Klinis 

Nyeri sendi



Kekakuan pagi hari



Sendi simetris



Pembengkakan



Nodul rheumatoid, biasanya ruptur tendon, biasanya sering pada wanita dibanding pria

Diagnosis Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang dapat digunakan dalam mendiagnosis RA: 1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal. 2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi atau lebih secara bersamaan. 3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan persendian

tangan

yaitu

PIP

(proximal

interphalangeal),

MCP

(metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan. 4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya PIP (proximal

interphalangeal),

MCP

(metacarpophalangeal),

atau

MTP

(metatarsophalangeal). 5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler. 6. Rheumatoid Factor serum positif

16

7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan atau pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi yang terlibat. Diagnosa RA, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ditemukan minimal 6 minggu. Selain kriteria diatas, dapat pula digunakan kriteria diagnosis RA berdasarkan skor dari American College of Rheumatology, 2010. Jika skor ≥6, maka pasien pasti menderita RA. Sebaliknya jika skor < 6 pasien mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif (gejala kumulatif) maupun retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari riwayat penyakit). Gambaran Radiologi 1. Foto Polos Temuan ragiografi pada rheumatoid artritis dan penyebab patofisiologi yang sesuai, sebagai berikut: 

Periaticular osteoporosis  adanya hyperemia local dan ini merupakan yang paling menonjol selama tahap akut 

Pembengkakan jaringan lunak  terbentuk hipertrofi sinovial, efusi pada sendi, edema jaringan lunak periarticular. Hal ini biasanya simetris



Erosi  Lokasinya terdapat di marginal karena efek erosi dan inflamasi peradangan synovial pada 'daerah kosong' sendi (bagian dari sendi yang berdekatan dengan sinovium yang tidak tercakup oleh kartilago)



Penyempitan celah sendi  akibat hilangnya kartilago. Awalnya, hilangnya kartilago dari gangguan aliran cairan synovial oleh pannus. Kemudian hipertrofi synovial menyebabkan destruksi secara langsung dengan merusak kartilago dan tulang subkondral hancur.



Kista subkondral  merupakan hasil dari penghancuran subkondral plate oleh pannus, yang memungkinkan cairan sendi harus dipaksa masuk ke tulang subkondral.



Subluksasi dan dislokasi sendi  Kerusakan atau destruksi dari tendon dan ligament akibat pannus yang inflamasi. Pada tahap awal, deformitas bersifat reversible sehingga diabaikan pada foto polos.

17



Osteoporosis regional  hasil dari nyeri yang menginduksi karena tidak terpakai dan kemungkinan terjadi eksaserbasi karena efek terapi (misalnya steroid).6

Gambar 6. Gambaran Radiologis Rheumatoid Arthritis Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Gambar 7. Perubahan simetris bilateral dengan pembengkakan jaringan lunak (terutama pada styloid ulnaris) Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

18

Pada gambar 7 terlihat erosi pada carpal, sendi MCP, penyempitan celah sendi dan kerusakan tulang pada os radius dan ulna. Terdapat deformitas swan neck pada sendi Distal Interfalangeal (DIP) 5 tangan kanan.

Gambar 8. Foto Polos Rheumatoid Arthritis Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Gambar 8 memperlihatkan foto rontgen (A) awalnya terdapat menghilangnya trabecular disekitar sendi Proximal Interfalangeal (PIP) dan celah sendi yang masih baik. Pada gambar (B) didapatkan tahap lanjutnya, adanya erosive dengan penyempitan celah sendi.

Gambar 9. Foto polos Reumatoid Artritis. (Ket: protusio acetabuli yang ekstrim kearah medial dan erosi caput femur) Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

19

2. MRI

Gambar 10. MRI pada Rheumatoid Arthritis Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

1.4.2. Seronegatif Penyakit Reiter Merupakan spondyloartropati seronegative yang cenderung mempengaruhi pria muda. Berhubungan dengan agen infeksi, khususnya penyakit menular seksual (mis. Chlamydia), dapat juga bergejala seperti disentri (mis. Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter). Trias Reiter yaitu Konjungtivitis, Uretritis, dan Artritis. Gambaran Radiologi Gambran mirip dengan penyakit psoriatik, namun pada penyakit reiter lebih menyerang ke ekstremitas inferior disbanding ekstremitas superior yang sering pada penyakit psoriatic. Pada penyakit reiter, lokasi yang sering terkena adalah Metatarsofalanegal, os calcaneus, ankle dan lutut. 

tulang peripheral: adanya proliferasi tulang yang prominent, periosteal, osteopenia periarticular yang hanya dapat terlihat pada fase akut, MTP 1, penyempitan celah sendi dan erosi marginal yang diikuti dislokasi dan destruksi sendi.



Calcaneus (50%): terjadi erosi atau pembentukan tulang periosteal dan spur, peningkatan densitas dan ukuran 20



Spine: Syndesmopyta asimetris non-marginal dengan distribusi yang tidak berkelanjutan



Sendi sacroiliaca: bilateral dan asimetrik sacroiliitis, dan jarang terjadi fusi komplit.

Gambar 11. Penyakit Reiter Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Pada gambar 11 didapatkan foto polos manus dextra pada sindrom reiter fase akut yang ditandai adanya osteoporosis dan reaksi periosteal (tanda panah). Pada foto polos sacro iliaca terlihat perkembangan sacroiliitis kiri unilateral yang progresif. Gambar 12 menunjukkan calcaneal sisi lateral adanya pembengkakan jaringan lunak yang berdekatan dengan tendon achilles, Adanya erosi (tanda panah) bagian posterior, calcaneus superior akibat sub-achilles bursitis.

21

Gambar 12. Penyakit Reiter dengan Bursitis Retrocalcaneal Sumber: Rosemary J. Klecker, M.D, Barbara N. Weissman, M.D. 2003. Imaging Features of Psoriatic Arthritis and Reiter’s Syndrome. Seminars in Musculoskeletal Radiology/Volume 7, Number 2.

Psoriatik Arthritis Merupakan spondilopati seronegatif yang dapat mempengaruhi sendi perifer, serta tulang belakang aksial, dengan adanya lesi inflamasi di jaringan lunak, dalam bentuk daktilitis dan enthesopati. Klasifikasi 1. Klasifikasi kriteria Psoriatic Arthritis (CASPAR) Artritis psoriatik dapat didiagnosis pada pasien dengan penyakit radang artikular (artritis perifer, spondilitis dan sakroiliitis, atau entesitis) dengan ≥ 3 poin dari berikut ini: 

Bukti psoriasis (terjadi perubahan kulit psoriatik dinilai oleh rheumatologist atau dermatologist), riwayat diri atau keluarga psoriasis  2 poin



Distrofi kuku psoriatik tipikal (onikolisis, pitting dan hiperkeratosis) diamati pada pemeriksaan fisik - 1 poin



Hasil tes negatif untuk pemeriksaan rheumatoid factor dengan metode apa pun (kecuali lateks), lebih sering menggunakan uji immunosorbent terkait-enzim (ELISA) atau nephelometry - 1 poin

22



Daktilitis, merupakan pembengkakan seluruh digiti (mis. sausage finger) baik keluhan penyakit saat ini atau riwayat yang dicatat oleh rheumatologist - 1 poin



Bukti radiografik pembentukan tulang juxtaartikular yang dapat uncul sebagai kerusakan osifikasi dekat joint margins (namun mengeksklusi pembentukan osteofit)

Penyakit psoriasis arthritis dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan bagian tubuh yang terkena dampaknya, yaitu: 

Oligoartritis asimetris: Yang paling sering dari Psoriatik Artritis (70% kasus),biasanya asimetris dan mengenai kurang dari 5 sendi perifer, yaitu beberapa sendi kecil ( interfalangeal dan metacapofalangeal) atau sendi besar, terutama ankle, lutut dan bahu.



Poliartritis simetris: Dapat mengenai > 5 sendi. Ini bersifat simetris dan dapat bermanifestasi dengan terjadi perubahan pada sendi – sendi jari, pergelangan tangan dan ibu jari dan dalam 15 -20% kasus tidak dapat dibedakan dari RA seperti dapat mendestruksi sendi dengan pola yang sama. Pada pasien memiliki RF yang negatif



Artritis destruktif pada sendi Distal Interphalangeal (DIP): DIP pada tangan dan kaki sering dikaitkan dengan distofi kuku yang merupakan bentuk khas pada psoriatic artritis. Selain itu terjadi erosi pada DIP (5-12% kasus)



Axial Spondiloartritis: Terjadi pada sendi sacroilliaca dan spine yang menyebabkan fusi vertebra. Hanya sekitar 5% kasus Psoriatik artritis.



Arthritis mutilans: ada resorpsi ekstrem dan erosi metakarpal dan falang dengan angka pemendekan dan teleskop jari. Terjadinya osteolysis pada sendi DIP dan PIP tangan dan kaki yang menyebabkan terrjadi deformitas yang berat. Prevalensi 5-16% kasus, tulang yang erosi ini akan mempengaruhi sendi kecil membentuk disolusi atau resorpsi distal tulang yangmenghasilkan “pencil in cup” atau whittling appearance, terutama pada penonjolan falang. Bila penyakit ini progresif, pemendekkan digiti, opera glas appearance pada digiti yang dikenal dengan artritis mutilans. Pada kasus ini sering adanya ankilosis dan dislokasi.

23

Gambaran Radiologi Perubahan inflamasi awal pada PSA mempengaruhi jaringan lunak dan sumsum tulang dan tidak dapat dideteksi dengan menggunakan radiografi polos (misalnya pembengkakan jaringan lunak, peningkatan radiodensitas jaringan lunak juxtaarticular). Gambaran radiologisnya serupa dengan RA, yaitu penyempitan celah sendi dan erosi Gambaran radiografi karakteristik dari PsA terjadi pada tahap lanjut terutama di dalam sendi sinovial, tetapi juga pada sendi fibrokartilaginosa, seperti sendi sakroiliaka, dan entheses tendon dan ligamen.

Gambar 13. Foto Polos Psoriasis Arthritis Sumber: Iwona Sudoł-Szopińska, Genowefa Matuszewska, Brygida Kwiatkowska, Grzegorz Pracoń. 2016. Diagnostic imaging of psoriatic arthritis. Part I: etiopathogenesis, classifications and radiographic features. Journal of Ultrasonography 2016; 16: 65–77.

24

Arthritis of Inflammatory Bowel Disease Dua bentuk utama dari IBD yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis ulserativa - memiliki beberapa tanda dan gejala yang sama. Salah satu perbedaan utama antara penyakit Crohn dan kolitis ulserativa adalah lokasi penyakit. Penyakit Crohn dapat mempengaruhi saluran pencernaan di mana saja antara mulut dan anus, sedangkan kolitis ulserativa hanya memengaruhi usus besar (atau usus besar). Perbedaan penting kedua adalah bahwa pada penyakit Crohn’s, peradangan melibatkan semua lapisan dinding usus, dan kolitis ulserativa hanya mempengaruhi lapisan dalam. Perbedaan utama lainnya antara penyakit Crohn dan kolitis ulserativa adalah adanya kondisi komorbiditas (atau terkait). Striktur, fistula, dan fisura cenderung lebih sering terjadi pada penyakit Crohn, sedangkan megakolon toksik lebih sering terjadi pada kolitis ulserativa.

Tanda dan gejala Crohns disease dibagi atas : Gejala intestinal: nyeri dan kram abdomen, kembung, tinja berdarah dan berlendir, granuloma, nafsu makan menurun, diarrhea persisten, ulkus pada saluran cerna. Gejala Non intestinal: Keterlambatan pertumbuhan dan seksual pada anak, iritasi mata, demam, berat badan menurun Kondisi lain yang berhubungan: anemia, artritis, depresi, osteoporosis, iritasi kulit

Tanda dan gejala Kolitis ulserativa : Gejala Intestinal : nyeri dan kram perut, kembung, tinja berdarah dan berlendir, nafsu makan menurun, diare persisten, ulkus pada saluran cerna, tenesmus Non-Intestinal Symptoms : Keterlambatan pertumbuhan dan seksual pada anak, iritasi mata, Demam, berat badan menurun, nyeri sendi Kondisi yang berhubungan : anemia, artritis, depresi, osteoporosis, iritasi kulit, kanker kolon Arthritis adalah komplikasi ekstraintestinal yang paling umum, mempengaruhi sekitar 25 persen dari semua pasien IBD.

Radang sendi enteropatik (EA) Suatu bentuk radang sendi kronis yang terkait dengan terjadinya penyakit radang usus (IBD), dan diklasifikasikan sebagai bentuk spondyloarthropathy seronegatif. Setidaknya tiga bentuk kelainan sendi diakui pada pasien dengan penyakit radang usus sesuai dengan lokasi: radang sendi sendi perifer, sakroiliitis, spondylitis identik dengan ankylosing spondylitis. 25

Komplikasi artikular adalah manifestasi ekstraintestinal yang paling umum. Arthritis lebih mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit usus besar dan pada pasien dengan komplikasi seperti abses, poliposis pseudomembran, penyakit perianal, perdarahan masif serta pada pasien dengan eritema nodosum, stomatitis, uveitis dan pioderma gangrenosum. Selain itu, pasien dengan keterlibatan Crohn’s Disease dan kolon berisiko lebih tinggi terkena sinovitis daripada pasien dengan penyakit usus kecil yang terisolasi.

Arthritis Perifer Artritis perifer paling sering terjadi pada orang dengan kolitis ulserativa atau penyakit usus besar Crohn. Tidak ada tes tunggal yang dapat mendiagnosis artritis perifer. Sebagai gantinya, beberapa tes, seperti tes darah, analisis cairan sendi, dan rontgen, digunakan untuk mengecualikan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala. Tipe artritis pauciarticular yang biasanya menyerang kurang dari lima sendi (penahan berat) yang besar. Biasanya dikaitkan dengan penyakit usus aktif dan memiliki pola asimetris; monoartritis tidak jarang terjadi. Sendi besar dan kecil terlibat, terutama yang berasal dari tungkai bawah (lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsophalangeal). Artritis pinggul dan bahu lebih jarang dan cenderung dikaitkan dengan SI dan spondilitis. Artritis terjadi pada awal perjalanan penyakit usus. Gejala sendi dapat terjadi sebelum timbulnya penyakit usus terutama dalam crohn’s disease. Ini juga dapat tetap tidak ada, meskipun spesimen biopsi ileocolonoscopic diambil dari terminal ileum mengungkapkan lesi inflamasi ringan hingga parah yang menunjukkan adanya Crohn’s disease subklinis pada pasien ini. Waktu serangan artritis pertama tampaknya tidak tergantung pada durasi kolitis pada Kolitis ulserativa. Selain itu, maraknya gejala usus terutama di kolitis ulserativa sering disertai dengan kekambuhan artritis perifer. Gejala radang sendi perifer meliputi: nyeri sendi, pembengkakan sendi, kekakuan pada satu atau lebih sendi. Ketika rasa sakit dari radang sendi perifer dibiarkan tidak diobati, itu mungkin berlangsung dari beberapa hari hingga minggu; namun, kerusakan permanen pada sendi biasanya tidak ditemukan. Operasi pengangkatan usus besar di kolitis ulserativaUC telah dilaporkan memiliki efek kuratif pada gejala sendi perifer

Artritis Aksial (Spondyloarthropathy) Dalam kasus artritis aksial, gejala dapat muncul berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum timbulnya IBD. Gejala termasuk rasa sakit dan kekakuan pada sendi tulang belakang yang paling buruk di pagi hari tetapi akan membaik dengan aktivitas fisik. Artritis aksial aktif 26

biasanya menyerang orang yang lebih muda dan jarang berlanjut pada pasien yang berusia di atas 40 tahun. Artritis aksial dapat menyebabkan fusi tulang tulang belakang. Komplikasi permanen ini dapat menyebabkan penurunan rentang gerak di punggung dan keterbatasan gerakan tulang rusuk yang mengganggu kemampuan untuk mengambil napas dalam-dalam.

Ankylosing Spondilitis dan Sacroilitis Ankylosing spondylitis adalah bentuk radang sendi di mana sendi di tulang belakang dan panggul meradang. Ankilosing spondilitis cenderung lebih sering pada penyakit Crohn lebih daripada penderita kolitis ulserativa, dan pria lebih sering daripada wanita. Gambaran radiologi yang didapatkan : bamboo spine, dagger sign, hatchet sign, shiny corner sign, squaring, syndesmophytes. Sacroiliitis dan Ankilosing spondilitis sejati yang ditandai oleh klinis klasik (nyeri, kekakuan tulang belakang). Keterlibatan aksial dapat mendahului penyakit usus selama bertahun-tahun. Keluhan utama adalah nyeri radang punggung bawah, nyeri bokong dan nyeri dada. Nyeri punggung inflamasi sering monolateral dan intermiten saat onset, lebih intens saat istirahat, terkait dengan kekakuan pagi hari tetapi berkurang dengan gerakan, diperburuk oleh batuk atau bersin serta olah raga dan disertai dengan kelelahan. Rasa sakitnya persisten dengan durasi minimal 3 bulan. Terbangun karena rasa sakit dan adanya nyeri pantat bergantian. Nyeri toraks disebabkan oleh entesitis artikulasi costovertebral, costosternal, manubriokostal. Ini memperburuk dengan inspirasi batuk dan dalam dan membatasi ekspansi pernapasan dengan episode durasi variabel. Daktilitis dapat dilihat pada AS. Ini ditandai dengan pembengkakan radang pada salah satu jari (jari sosis) atau jari kaki yang disebabkan oleh tenosinovitis tendon fleksor. Keterbatasan mobilitas tulang belakang leher adalah ciri dari perkembangan penyakit menjadi ankilosis menyeluruh. Dengan adanya nyeri punggung inflamasi, evaluasi radiologis sendi sacroiliac memungkinkan untuk membuat diagnosis Sacroiliitis. Bukti edema tulang dengan teknik T1 post-gadolinium dan STIR (short tau inversion recovery) adalah tanda peradangan aktif pada sendi sacroiliac dan / atau tulang belakang. Gejala aksial dan tulang belakang tidak tergantung pada eksaserbasi peradangan usus. Demikian pula, terapi bedah UC atau CD tidak berdampak pada spondilitis yang terkait. Akibatnya telah disarankan bahwa radang sendi perifer adalah manifestasi dari IBD, sedangkan spondilitis adalah penyakit yang terkait.

27

Dagger sign adalah garis radiodense sentral tunggal pada radiografi frontal terkait dengan osifikasi ligamen supraspinous dan interspinous.

Gambar 14. Dagger Sign Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

Hatchet sign mengacu pada erosi yang terbatas pada aspek lateral kepala humerus yang menghasilkan kelainan bentuk kapak. Temuan ini biasanya dikaitkan dengan ankylosing spondylitis. Dengan tidak adanya osteoporosis dan adanya sklerosis tanda ini membantu membedakannya dari rheumatoid arthritis.

Gambar 15. Hachet Sign Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

28

Lesi Hill-Sachs adalah fraktur kompresi atau "lekuk" kepala humerus posterosuperolateral yang terjadi dalam kaitannya dengan ketidakstabilan atau dislokasi anterior.

Gambar 16. Hill-Sachs Lession Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

Shiny corner sign adalah temuan tulang belakang dalam ankylosing spondylitis, mewakili sklerosis reaktif sekunder terhadap erosi inflamasi pada endplate superior dan inferior (sudut pada radiografi lateral) dari tubuh vertebra yang dikenal sebagai lesi Romanus. Akhirnya, tubuh vertebral menjadi kotak.

Gambar 17. Shiny Corner Sign Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

Enthesopathy Enthesopathy adalah perubahan patologis pada enthesis (tempat penyisipan tendon atau ligamen ke dalam tulang). Ini bermanifestasi secara radiografi sebagai osifikasi entheses. Pada IBD, entesopati dapat terjadi di tumit (insersi tendon Achilles atau plantar fascia) atau 29

di lutut (insersi tendon patela). Peradangan pada enthesis dapat menyebabkan lesi erosif yang dapat menyebabkan pembentukan taji.

Gambar 18. Enthesopaty Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

Osteoporosis Osteoporosis adalah kondisi diam yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan perubahan mikroarsitektur yang menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang dan kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah komplikasi dari perawatan kortikosteroid pada IBD.

Gambar 19. Osteoporosis Sumber : Thomas M Link, MD, PhD, Radiology of Osteoporosis, Canadian Association of Radiologist Journal, vol 67, 2016

30

HOA (Hypertrophic Osteoarthropathy ) HOA adalah sindrom yang ditandai oleh proliferasi kulit dan tulang yang berlebihan di bagian distal ekstremitas. Fiturnya yang paling menonjol adalah kelainan bentuk ujung ujung jari, yang secara konvensional dikenal sebagai clubbing. Pada stadium lanjut, proliferasi periostal tulang tubulus dan efusi sinovial menjadi jelas. UC dan CD adalah dua penyebab HOA sekunder. Pada pasien-pasien dengan IBD perkembangan clubbing biasanya merupakan suatu tanda prognostik yang buruk.

Gambar 20.Hyperthrophic Osteoarthropahty Sumber: Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011

31

Arthritis pada Lupus Erithematosus Sistemik Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks dengan keterlibatan multisistem. Meskipun kelainan di hampir setiap aspek sistem kekebalan tubuh telah ditemukan, cacat utama diperkirakan diakibatkan oleh hilangnya toleransi diri terhadap antigen otomatis. SLE dapat mempengaruhi banyak komponen sistem kekebalan tubuh, termasuk sistem komplemen, sel-sel penekan T, dan produksi sitokin. Bukti yang muncul telah menunjukkan pemain kunci dalam generasi autoantigen di SLE adalah peningkatan generasi (yaitu, peningkatan apoptosis) dan / atau penurunan pembersihan bahan sel apoptosis (mis., Penurunan fagositosis). Ini dapat menghasilkan generasi autoantibodi, yang dapat beredar selama bertahun-tahun sebelum pengembangan SLE klinis. Penyakit ini cenderung mengalami kekambuhan dan remisi. Etiologi dan Faktor risiko Genetik, imunologis, lingkungan (sinar UV, infeksi, polusi), hormonal, obat obatan (klorpromazine, diltiazem, INH dan lain lain) Diagnosis Diagnosis SLE dibuat jika terdapat empat dari sebelas kriteria ACR (American College of Rheumatology), baik secara serial atau simultan.

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis LES memiliki sensitifiitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.17,19 32

Tabel 3. Diagnosis SLE Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

Gejala Konstitusional Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Pada anak anak yang paling sering

adalah

anorexia, demam, kelelahan, penurunan berat badan, limfadenopati dan irritable. Gejala dapat berlangsung ntermiten atau terus menerus

Gejala Muskuloskeletal Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan dapat berupa athralgia (90%) dan sering mendahului gejala gejala lainnya. Bersifat non erosif, bukan destruksi artikular. Yang 33

paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki. Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi di bandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat timbul belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid.

Poliartritis simetris Terlihat pada 75-90% pasien dengan berbagai tingkat keparahan, ini merupakan keluhan klinis yang paling umum, biasanya lebih buruk di pagi hari. Area-area keterlibatan yang paling umum termasuk persendian kecil tangan, lutut, pergelangan tangan, dan bahu. Tangan dan kaki Keterlibatan simetris sendi interphalangeal adalah yang paling umum, menunjukkan angsa leher dan deformitas boutonniere, subluksasi dengan deviasi ulnaris pada sendi MCP, subluksasi dari sendi metacarpophalangeal pertama, kaki depan yang lebar, dan hallux valgus. Penyempitan ruang sendi jarang terjadi, dan ketika ada kemungkinan karena tidak digunakan atrofi atau tekanan dari tulang subluks yang berdekatan. Perubahan tekanan pada sendi juga dapat menyebabkan "erosi kail" pada kepala metakarpal akibat stres kapsuler, meniru temuan artritis reumatoid. Ini lebih sering diamati pada sisi radial. Radiografi polos menunjukkan pembengkakan jaringan lunak pada sendi yang terlibat, osteoporosis periartikular, dan ruang sendi normal.

Gambar 21. Polyarthritis Simetris Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

34

Tabel 22. Polyarthritis pada Regio Manus Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

Tulang belakang Manifestasi spinal jarang terjadi dan tidak spesifik, tetapi insidensi temuan spinal yang lebih tinggi terlihat pada mereka yang mengalami artropati yang terdeformasi. Hingga 10% memiliki subluksasi / dislokasi atlantoaxial. Myositis Diamati secara klinis pada 30-50% pasien, myositis sejati terjadi pada sekitar 4% pasien. Kadar enzim otot serum yang meningkat mungkin atau mungkin tidak diamati. Osteonekrosis Lokasi osteonekrosis yang paling umum adalah kepala femoral, tetapi hampir semua lokasi mungkin terpengaruh. Ini lebih sering terlihat pada pasien yang lebih muda dan mereka yang memiliki fenomena Raynaud dan tanda-tanda lain dari vasculitis. Ini juga dapat dilihat sebagai komplikasi dari terapi steroid.

35

Gambar 22. Osteonecrosis Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

Tendon spontan melemah dan pecah Biasanya diamati tentang sendi yang menahan berat badan sebagai komplikasi terapi steroid. Kalsifikasi jaringan lunak Kalsifikasi linear atau nodular pada jaringan lunak subkutan dan deep dapat terlihat, terutama pada ekstremitas bawah.

Gambar 23. Kalsifikasi Jaringan Lunak Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

36

Fraktur insufisiensi Mereka yang menderita SLE berisiko lebih tinggi mengalami fraktur insufisiensi, kemungkinan karena tidak digunakannya demineralisasi atau osteopenia sekunder akibat terapi steroid, atau keduanya.

Gambar 24. Fraktur Insufisiensi Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

Osteomielitis dan radang sendi septik Pasien lupus berada pada peningkatan risiko infeksi bakteri dan mikotik, sebagian besar karena pemberian steroid dan penyakit ginjal. Keterlibatan osteomielitis dan artritis septik lebih jarang daripada infeksi di tempat lain.

Pemeriksaan Penunjang Kelainan laboratorium pada LES diantaranya anemia hemolitik dan anemia normositer, leukopenia, trombositopenia, laju endap darah yang cepat, hiperglobulinemia dan bila terdapat sindrom nefrotik, albumin akan rendah. Proteinuria, biasanya bersifat gross proteinuria, merupakan gejala penting. Biasanya kelainan faal hepar dan penurunan komplemen serum juga ada.

37

Jaccoud Arthropaty Jaccoud arthropathy (JA) adalah artropati non-erosi yang berubah bentuk yang ditandai dengan deviasi ulnaris jari kedua ke jari 5 dengan subluksasi sendi metacarpophalangeal (MCP). Artropati deformasi kronis tangan (deviasi ulnaris, deformasi leher angsa, dan deformitas Z pada ibu jari) dan kaki dengan banyak subluksasi, mirip dengan gejala artritis reumatoid; artralgia ringan dengan sedikit atau tanpa bukti sinovitis, terutama akibat dari peningkatan kelonggaran ligamen dan pembengkakan jaringan lunak periartikular; dapat mengikuti demam rematik akut; terjadi pada sekitar 5% pasien dengan SLE dan keterlibatan sendi kronis. Secara tradisional digambarkan sebagai demam post-rematik. Hal ini juga terlihat dalam hubungan dengan systemic lupus erythematosus (SLE) dan kondisi rematik dan non-rematik lainnya termasuk arthritis psoriatik, penyakit radang usus dan keganasan. Diperkirakan berhubungan

dengan

kelemahan

ligamen.

Biasanya

mempengaruhi

sendi

metacarpophalangeal (MCP) tetapi juga dapat mempengaruhi sendi interphalangeal (PIP) proksimal tangan, pergelangan tangan dan lutut. Radiografi polos : radiografi tangan biasanya menunjukkan subluksasi dan deviasi ulnaris yang jelas pada sendi MCP, tidak adanya erosi adalah fitur yang menonjol, meskipun kadang-kadang erosi "kait" dapat diamati, yang mirip dengan yang terlihat pada Lupus (SLE) dan ankylosing spondylitis (AS)1 Juga terdapat atrofi otot. Diagnosa banding : rheumatoid arthritis (RA): kehadiran erosi adalah perbedaan utama

38

Gambar 25. Jaccoud Arthropaty Sumber : Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012

39

Skleroderma Definisi Sklerosis sistemik (skleroderma atau SSc) adalah penyakit autoimun multisistem yang tidak jelas penyebabnya yang dikarakteristikkan dengan manifestasi vaskulopathy pembuluh darah kecil, produksi autoantibodi, dan disfungsi fibroblas sehingga meningkatkan penyimpanan matriks ekstraselular. Ada 2 bentuk skleroderma, yaitu : 1- Skleroderma lokal, yang biasanya hanya mengenai kulit, meskipun dapat menyebar ke otot, sendi dan tulang tetapi tidak mempengaruhi organ lain. Gejala termasuk perubahan warna pada kulit (suatu kondisi yang disebut morphea); atau garis-garis atau band kulit tebal, kulit yang keras pada lengan dan kaki (disebut skleroderma linier). Ketika skleroderma linier terjadi pada wajah dan dahi, itu disebut en coup de sabre. 2- Sistemik skleroderma, bentuk yang paling serius dari penyakit ini, mempengaruhi kulit, otot, sendi, pembuluh darah, paru, ginjal, jantung dan organ lainnya.

Manifestasi Muskoloskeletal Mayoritas pasien dengan sklerosis sistemik mengalami kekakuan pagi hari dan artralgia. Kekauan garis sendi dan proliferasi sinovial ringan dapat ditemukan tapi arthritis yang jelas jarang terjadi. Erosi arthropathy dibuktikan pada radiograf dalam 20-30% pasien. Hilangnya fungsi tangan adalah aturan tetapi lebih dikaitkan dengan efek penarikan penebalan kulit daripada keterlibatan sendi. Keterlibatan inflamasi dan fibrin dari selubung tendon dapat meniru arthritis. Tendon friction rub dapat teraba selama gerakan aktif atau pasif pada area yang terlibat. Lokasi yang paling khas adalah pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut. Keterlibatan muskuloskeletal umum terjadi pada awal sklerosis sistemik dan sering mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis. Bengkak tangan dengan artralgia dan mialgia dapat menyebabkan kesulitan membuat kepalan tangan. Friction rub yang dapat dipalpasi dan didengar dapat diketahui pada ekstensor dan fleksor tendon tangan, lutut, dan pergelangan kaki. Karena friction rub sangat berhubungan dengan sklerosis sistemik kutaneus difus, adanya friction rub merupakan diagnosis dini dan penyaringan untuk karakteristil keterlibatan internal organ.

Diagnosis berdasarkan The American College of Rheumatology (sebelumnya American Rheumatism Association [ARA]) memiliki kriteria 97% sensitif dan 98% spesifik untuk Sklerosis Sistemik seperti :

40

Kriteria mayor : Sklerosis difus (trunkal) proksimal (penebalan kulit, indurasi non-pitting)

Kriteria minor :  Sklerodaktili (hanya jari dan/atau jempol)  Luka digital pitting atau hilangnya substans dari digital finger pads (pulp loss)  Fibrosis pulmonary bibasilar Pasien harus memenuhi kriteria mayor atau 2 dari 3 kriteria minor.

Tanda dan gejala pada muskuloskeletal: * Kontraktur fleksi : Prayer or Steeple sign (ketidakmampuan untuk secara langsung menyatukan tangan karena jari tidak akan sepenuhnya ekstensi) * Atrofi otot (sekunder akibat miositis / sindrom tumpang tindih atau dekondisi)  Kelemahan * Puffy hands : Tangan bengkak tanpa sinovitis, ketidakmampuan untuk mengepalkan tangan * Tendon friction Rubs : dapat diraba atau didengar dengan fleksi aktif atau ekstensi jari, pergelangan tangan, lutut, atau pergelangan kaki.

Temuan Radiologi Foto Polos : Perubahan tulang: * acro-osteolysis (resorpsi falang distal) * osteoporosis periartikular * penyempitan ruang sendi * erosi * resorpsi parah pada sendi CMC pertama dengan subluksasi radial adalah gambaran karakteristik pada radiografi tangan

Perubahan jaringan lunak : * kalsifikasi subkutan dan periartikular * atrofi terutama di ujung jari * kontraktur fleksi * Temuan muskuloskeletal lain yang jarang didokumentasikan: resorpsi tulang rusuk, resorpsi sudut rahang bawah, jari-jari dan resorpsi ulna sclerosis phalangeal terminal

41

Gambar 26. Skleroderma Sumber : Amerian College of Rheumatology. Scleroderma (also known as systemic sclerosis). Specialist in Arthritis Care & Research, February 2013

42

Mixed Connective Tissue Disease Penyakit jaringan ikat campuran (MCTD) adalah jenis penyakit autoimun jaringan ikat yang terjadi tumpang tindih yang signifikan dengan penyakit jaringan ikat lainnya seperti lupus erythematosus sistemik, skleroderma dan poliomyositis. Oleh karena itu diklasifikasikan sebagai jenis sindrom tumpang tindih. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah Pulmonary hypertension, ILD = Intertitial Lung Disease, gangguan oesofagus dan saluran cerna, gangguan musculoskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan ginjal, Anemia defisiensi besi, fenomena Raynaud dan gangguan pendengaran dapat terjadi di hampir setengah dari penderita MCTD, dan seringkali tidak terdeteksi. MCTD umumnya dialami wanita dengan rasio terhadap pria 16:1. MCTD ditemukan baik pada usia muda maupun usia lanjut, dengan rentang usia 4-80 tahun. Mereka yang mengalami MCTD menunjukkan beberapa gejala yang bervariasi dan berbeda antar individu, seperti mudah lelah, demam, kebas di bagian jari, jari-jari membengkak, nyeri otot dan sendi, serta fenomena Raynaud (berkurangnya suplai darah ke beberapa area seperti jari tangan atau kaki). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis MCTD di antaranya pemeriksaan Anti Nuclear Antibodies (ANA) dan antibodi spesifik anti-ribonukleoprotein (RNP).

Gambar 27. Mixed Connective Tissue Disease Sumber : Mixed connective tissue disease—enigma variations? Natalia C. O. Ciang Nídia Pereira David A. Isenberg, Rheumatology, Volume 56, Issue 3, 1 March 2017, Pages 326– 333,https://doi.org/10.1093/rheumatology/kew265

43

1.5. Crystal Induced Arthritis 1.5.1. Gout Arthritis Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit asam urat atau gout merupakan penyakit akibat penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi disebut Gout artritis.

Gambar 28. Gout Arthritis Sumber : Marchiori DM. Clinical imaging: With Skletal, Chest, and Abdominal Pattern Differentials 3 rd Ed. Elsevier Saunders. 2015.

Empat fase gout idiopatik: 1. Asimtomatik deposisi jaringan. Pada fase pertama ini, pasien tidak bergejala, tetapi memiliki hiperurisemia, dan deposisi kristal asimptomatik, yang menyebabkan

44

kerusakan. Pasien mengalami serangan akut pertama apabila telah mengalami hiperurisemia selama 20 hingga 30 tahun. 2. Gout arthritis akut. Merupakan fase ke 2 yang meliputi respon inflamatorik yang disebabkan kristal asam urat pada sendi. Secara klasik melibatkan sendi pertama MTP joint. 3. Interstisial gout arthritis. Merupakan fase ke 3 periode antara 2 fase akut. 4. Topus gout kronik. Merupakan fase ke 4 gout arthritis yang terjadi setelah 10 sampai 12 tahun setelah onset nyeri sendi.

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. Dan jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi. 13 Seberapa sering penderita asam urat untuk melakukan pemeriksaan roentgen tergantung perkembangan penyakitnya. Jika sering kumat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen ulang. Bahkan kalau memang tidak kunjung membaik, kita pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI).

Fase Akut

Fase Kronik

-

Tidak spesifik

-

Erosi tulang

-

Soft-tissue swelling (akibat distensi

-

Nodul eksentrik dari soft-tissue

kapsular)

(Topus/ soft-tissue deposit) -

Gambaran overhanging edge

-

Erosi sklerotik sentral

-

Gambaran kistik

-

Kalsifikasi

-

Predileksi di dorsum pedis dan manus,

permukaan

ekstensor

ekstremitas. Tabel 4. Gambaran Radiologi Gout Arthritis Sumber : Marchiori DM. Clinical imaging: With Skletal, Chest, and Abdominal Pattern Differentials 3rd Ed. Elsevier Saunders. 2015.

45

1.5.2. Calcium Pyrophosphate Dihydrate (CPPD) CPPD memiliki trias klasik yaitu: 1. Nyeri 2. Kalsifikasi kartilago 3. Destruksi sendi Pasien mungkin dapat memiliki kombinasi gejala tersebut. Nyeri pada CPPD tidak spesifik dan mirip dengan gout sehingga disebut pseudogout arthritis. Lokasi paling sering CPPD adalah lutut, fibrokartilago triangular wrist, dan simphisis pubis. Lokasi Arthropati sendi paling sering pada CPPD adalah Bahu, sendi radiocarpal, patellofemoral, siku, dan sendi MCP regio manus. Beberapa penyakit sistemik yang dapat berasosiasi dengan CPPD adalah hiperparatiroid primer, gout, dan hemochromatosis. Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada CPPD adalah Chondrocalcinosis, Pyrophosphate arthropathy, dan pseudogout.

A

B

C Gambar 29. Calcium Pyrophosphate Dyhidrate (Ket: A: Thopus (pseudogout), B: Chondrocalcinosis, C: Pyrophosphate arthropathy) Sumber : Marchiori DM. Clinical imaging: With Skletal, Chest, and Abdominal Pattern Differentials 3rd Ed. Elsevier Saunders. 2015.

46

1.5.3. Hydroxyapatite Deposition Disease HADD adalah kelainan deposit dasar kristal kalsium phyrophosphate yang muncul di sekitar sendi. Deposit ini biasanya asimptomatik kecuali apabila kristal kalsium menginduksi inflamasi dan degenerasi. Biasanya pasien yang menderita HADD adalah pasien dengan usia antara 40 – 70 tahun. Tempat yang paling sering terkena adalah bahu (bagian tendon supraspinatus), lengan, tangan dan pergelangan tangan, pinggul dan lutut. Gambaran radiologis yang khas adalah periarticular amorphous, cloud – like radioopacitiy, struktur tulang biasanya tidak terganggu.

1.6. Penyakit Sendi Degeneratif

A

C

B

Gambar 30. Hydroxyapatite Deposition Disease (Ket: A: Area cenderung avaskular, B: Deposit kalsium pada bahu, C: Deposit kalsium pada lutut) Sumber : Klein JS, Brant WE, Helms CA, Vinson EN. Brant and Helms: Fundamentals of Diagnostic Radiology 5th ed. Wolters Kluwer. 2019.

1.6. Metabolic Arthritis 1.6.1. Hemochromatosis Hemokromatosis adalah kondisi umum yang dikarakteristikkan adanya deposit abnormal zat besi di jaringan lunak. Gambaran radiografik mirip dengan CPPD. Gambaran beak-like osteophytes pada margin radial metacarpal merupakan gambaran khas hemokromatosis. Gejala yang dapat muncul dan berhubungan dengan hemokromatosis adalah: kelemahan, nyeri perut, lemas otot seluruh tubuh, penurunan seks, rambut rontok, impotensi, gangguan menstruasi, nyeri sendi, sesak saat beraktivitas, peningkatan warna kulit (bronze skin pigmentation).

47

Gambar 31. Hook-like osteophytes pada Hemochromatosis Sumber : Marchiori DM. Clinical imaging: With Skletal, Chest, and Abdominal Pattern Differentials 3 rd Ed. Elsevier Saunders. 2015.

1.7. Degenerative Joint Disease 1.7.1. Osteoarthritis Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan synovial serta jaringan ikat periartikular. Faktor predisposisi sistemik berupa genetik, usia, jenis kelamin dan obesitas yang dapat didukung oleh faktor biomekanika lokal berupa abnormal sendi, riwayat trauma,kelainan neuromuscular, faktor pekerjaan dan densitas mineral tulang. Di Indonesia, prevalensi OA lutut secara radiologis 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita berumur antara 40-60 tahun. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makomolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan. Osteoartritis terjadi sebagai akibat kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodeling tulang, dan inflamasi cairan sendi.faktor perbaikan ini menginduksi kondrosit mensintesis DNA, proteoglikan, dan kolagen. Akan tetapi, terjadi ketidakseimbangan antara sintesis dengan degradasi kolagen dan protein tersebut. peningkatan produk hasil degradasi matriks kartilago akan berkumpul di sendi sehigga mengakibatkan inflamasi. Proses inflamasi ini akan merangsang pengeluaran mediator kimiawi sehingga timbul rasa nyeri. Terjadi peningkatan aktivitas fibrinogen dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Akibatnya

48

thrombus dan lipid terakumulasi di pembuluh darah subkondral yang dapat mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan. Manifestasi klinis yang dapat digali melalui anamnesis pada pasien berupa keluhan : 

Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)



Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)



Tidak disertai gejala sistemik



Nyeri sendi saat beraktivitas



Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.

49

Osteoarthritis lutut Osteoartitis pada lutut mengenai kompartemen medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar. Kriteria diagnosis osteoarthritis dari American College of Rheumatology (ACR) dapat menjadi acuan dalam menegakkan diagnosis.

Tabel 5. Diagnosis OA Sumber : Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018

Secara radiologis, gambaran osteoarthritis pada rontgen genu tampak adanya penyempitan celah sendi yang biasanya asimetrik pada kompartemen medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar, jarak sendi <3mm pada foto rontgen weightbearing, sklerosis subkondral yaitu penebalan tulang di area kontak tulang, osteofit marginal yaitu deposit abnormal tulang di bagian perifer tulang, kista subkondral kantung berisi cairan berada di peninggalan kartilago hialin, kelainan bentuk dari kondilus femoral dan tibial 50

plateu. Klasifikasi Kellgren – Lawrence dipakai untuk menentukan derajat keparahan osteoarthritis. Pada MRI dapat terlihat penebalan synovial, edema sumsum tulang, defek parsoal/komplit kartilago, bursitis dan iliotinial band syndrome.

Tabel 6. Grading OA Sumber : Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018

Gambar 32. OA Genu (Ket: Gambaran Osteoarthritis genu ditandai dengan penyempitan celah sendi dan pembentukan osteofit) Sumber : Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018

51

A

B

Gambar 33. OA Genu (Ket: A: OA Genu grade 4, B: MRI OA Genu) Sumber : Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone. 2011;51(2):278-88.

Osteoarthritis tangan OA tangan lebih sering mengenai sendi-sendi distal interfalang, proksimal interfalang dan sendi karpometakarpal I, dan jarang mengenai sendi metakarpofangaeal, namun bila terkena, fikirkan diagnosis banding: adanya inflamasi atau artropati metabolik. Pembesaran tulang pada PIP: Bouchard’s nodes, dan pada DIP: Heberden’s nodes.

52

Tabel 7. Kriteria Diagnosis OA Tangan Sumber : Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018

A

B Gambar 34. (A) Buchard Nodes dan (B) Herbeden’s Node Sumber : Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone. 2011;51(2):278-88.

53

Osteoarthritis panggul OA panggul lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita, dan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Gejala klinis: nyeri panggul secara klasik timbul saat berdiri (weight bearing) dan terkait dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir pada buttock, regio groin dan menjalar kebawah menuju bagian anterior. Kadang-kadang keluhan nyeri dirasakan pada lutut. Nyeri pada malam hari dan kekakuan pada malam hari, terkait adanya efusi pada sendi. OA panggul sering bersifat destruktif, ditandai dengan penilaian Lequesne: adanya penyempitan celah sendi > 2mm/ tahun (contoh: kehilangan lebih dari 50% pada celah sendi dalam 1 tahun). Jarang ditemukan sklerosis tulang dan osteofit. Berdasarkan foto rontgen dapat diklasifikasikan tingkat keparahannya dimana grade 1 ada kemungkinan penyempitan sendi dan pembentukan osetofit, grade 2 penyempitan sendi definitive, osetofit dan beberapa sclerosis terutama pada region acetabular, grade 3 penyempitan sendi, osteofit, sclerosis dan kista serta deformitas dari femoral head dan asetabulum, grade 4 seperti tampilan grade 4 dengan peningkatan penyempitan celah sendi dan deformitas dari femoral head dan asetabulum.

Tabel 8. Kriteria Diagnosis OA Panggul Sumber : Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018

54

Pada MRI tingkat keparahan dapat diklasifikasikan menjadi grade 1 sinyal inhomogen intensitas tinggi di kartilago (T2WI), grade 2 inhomogen intensitas tinggi di kartilago articular (T2WI), gambaran trabecular yang samar atau sinyal intensitas rendah pada femoral head dan neck (T1WI), grade 3 kriteria grade 1 dan 2 ditambah zona samar antara femoral head dan asetabulum, sinyal rendah subkondral diakibatkan oleh sclerosis, grade 4 semua kriteria diatas dan deformitas pada femoral head.

Gambar 35. OA Panggul (Ket:(A) Normal Hip (B) OA Awal, Terdapat Sedikit Penyempitan Celah Sendi Dengan Kista Subarticular Pada Femoral Head (C) OA Lanjut, Celah Sendi Sangat Sempit Dan Terdapat Osteofit Pada Marginal (D) Hip Replacement) Sumber : Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone.

Gambar 36. MRI Panggul Sumber : Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone.

55

DAFTAR PUSTAKA 1. Adam, Dixon, Grainge, Allison 2013. Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology Essential. UK. Churchill Livingstone Elsevier. 2. Rasad, Sjahriar. 2008. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 3. Edeiken J, Murray D, Karasick D. 1999. Edeiken’s Roentgen Diagnostic of Disease of Bone. Fourth Edition. Volume one. USA: Williams & Wilkins. 4. Jacobson et, al. 2008. Radiographic evaluation of Arthritis. RSNA 5. Diene L, Elena K, Horowitz S. 2011. Approach to Septic Arthritis. Volume 84. Number 6. American Family Physician. 6. R. Rodriguez, Molinero, Moslero. 2014. Septic Arthritis: A Real Emergency. Radiological manifestation. Advantages and disadvantages association to the different types of tests based on images. European Sociaty of Radiology. 7. Gutierrez, Kathleen. 2012. Infectious and Inflammatory Arthritis. Bone and Joint Infection. 8. Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI 9. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN 10. Tobon et al.,2009. The environment, geo-epidemiology, and autoimmune disease : Rheumatoid arthritis. France: Elsevier. 11. Putra,T.R., Suega,K., Artana,I.G.N.B. 2013. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah 12. Choy E. (2012). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In The Pathogenesis Of Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on behalf of the British Society for Rheumatology, vol. 51, pp.3-11 13. Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier. 14. Jennifer H. Humphreys, Suzanne M.M. Verstappen, Carlo A. Scire, Tilluhlig, Bruno Fautrel, Tuulikki

Sokka And Deborah

P.M.

Rheumatology December2014, 41 (12) 2347.

56

Symmons.

The

Journal

Of

15. Rosemary J. Klecker, M.D, Barbara N. Weissman, M.D. 2003. Imaging Features of Psoriatic

Arthritis

and

Reiter’s

Syndrome.

Seminars

In

Musculoskeletal

Radiology/Volume 7, Number 2. 16. Iwona Sudoł-Szopińska, Genowefa Matuszewska, Brygida Kwiatkowska, Grzegorz Pracoń. 2016. Diagnostic imaging of psoriatic arthritis. Part I: etiopathogenesis, classifications and radiographic features. Journal of Ultrasonography 2016; 16: 65–77. 17. Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011 18. Anthony J.Freemont, Brocklehurst’s Textbook of Geriatric Medicine and Gerontology (7 ed), 2010 19. Thomas M Link, MD, PhD, Radiology of Osteoporosis, Canadian Association of Radiologist Journal, vol 67, 2016 20. FelixY.Yap et al, Hyperthropic Osteoarthropathy: Clinical and Imaging Features, Radiographics.rsna, vol 37, 2017 21. Henry Knipe & Yuranga Weerakkody, https://Radiopaedia.org 22. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi 4, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 23. Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012 24. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik, Jakarta, 2011 25. Daniel Sa Ribeiro, Verena Louleiro Galvao, Mittermayer Santiago, Magnetic Resonance Imaging of Jaccoud’s Arthropathy in Systemic Lupus Erythematosus, Joint, bone and spine : revue du rhumatisme 2010 26. Mittermayer Santiago & Viviane Machicado, N Engl J Med 2015, 373 27. Wigley, M, Shah, AA. My approach to the treatment of scleroderma. Mayo Clin Proc. 2013;88(4):377-393 28. American College of Rheumatology. 2013 Classification Criteria for Systemic Sclerosis. Arthritis & Rheumatism, November 2013 29. Systemic sclerosis: current pathogenetic concepts and future prospects for targeted therapy. Lancet Vol 347, May 25, 1996 30. Amerian College of Rheumatology. Scleroderma (also known as systemic sclerosis). Specialist in Arthritis Care & Research, February 2013 57

31. Hinchcliff, M, Varga, J. Systemic Sclerosis/Scleroderma : A Treatable Multisystem Disease. Am Fam Physician. 2008;78(8):961-968, 969 32. Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and burden of osteoarthritis. Br Med Bull. 2013;105:185-99. 33. Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. System of Orthopaedics and Trauma, 10th ed.2018 34. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi IRA untuk diagnosis dan Penatalakasanaan Osteoartritis. Jakarta : IRA. 2014 35. Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone. 2011;51(2):278-88. 36. Marchiori DM. Clinical imaging: With Skletal, Chest, and Abdominal Pattern Differentials 3rd Ed. Elsevier Saunders. 2015. 37. Klein JS, Brant WE, Helms CA, Vinson EN. Brant and Helms: Fundamentals of Diagnostic Radiology 5th ed. Wolters Kluwer. 2019.

58

Related Documents


More Documents from "ryanitammi"