Imaging In Arthtritis.docx

  • Uploaded by: nabila putri hazima
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Imaging In Arthtritis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,657
  • Pages: 41
RHEMATOID ARTRITIS (RA) Definisi Rheumatoid arthitis merupakan suatu penyakit inflamasi sistematik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya (Sudoyo, 2006)1 Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2014).2

Faktor Risiko 1. Genetik Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat dalam keluarga dengan kejadian RA pada keturunan selanjutnya.3 2. Usia RA biasanya timbul antara usia 40 - 60 tahun, namun dapat juga terjadi pada anak-anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil). Dari semua faktor risiko untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia.3 3. Jenis Kelamin Sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas.3 4. Merokok Merokok berhubungan dengan produksi dari rheumatoid factor (RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga 20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPApositif RA dimana perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. (Tobon, 2009)3 5. Pekerjaan Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica.3

Patogenesis Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin

merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra dkk,2013).4 Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis

serta

mampu

mempengaruhi

hypothalamic-pituitaryadrenalaxis,

sehingga

menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012). Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus (Putra dkk,2013).

Manifestasi Klinik 

Nyeri sendi



kekakuan pagi hari



sendi simetris



pembengkakan



nodul reumatoid



ruptur tendon, biasanya sering pada wanita dibanding pria (Grant, 2013)

Diagnostik Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 yang masih dapat digunakan dalam mendiagnosis RA: 1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal. 2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi atau lebih secara bersamaan. 3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan. 4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya PIP (proximal

interphalangeal),

MCP

(metacarpophalangeal),

atau

MTP

(metatarsophalangeal). 5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler. 6. Rheumatoid Factor serum positif 7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan atau pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi yang terlibat. Diagnosa RA, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ditemukan minimal 6 minggu.7

Selain kriteria diatas, dapat pula digunakan kriteria diagnosis RA berdasarkan skor dari American College of Rheumatology, 2010. Jika skor ≥6, maka pasien pasti menderita RA. Sebaliknya jika skor < 6 pasien mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif (gejala kumulatif) maupun retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari riwayat penyakit).8

Gambar 1. Skor American College of Rheumatology Sumber: http://www.jrheum.org/content/41/12/2347

Gambaran Radiologi 1. Foto Polos Temuan ragiografi pada rheumatoid artritis dan penyebab patofisiologi yang sesuai, sebagai berikut: 

Periaticular osteoporosis  adanya hyperemia local dan ini merupakan yang paling menonjol selama tahap akut



Pembengkakan jaringan lunak  terbentuk hipertrofi sinovial, efusi pada sendi, edema jaringan lunak periarticular. Hal ini biasanya simetris



Erosi  Lokasinya terdapat di marginal karena efek erosi dan inflamasi peradangan synovial pada 'daerah kosong' sendi (bagian dari sendi yang berdekatan dengan sinovium yang tidak tercakup oleh kartilago)



Penyempitan celah sendi  akibat hilangnya kartilago. Awalnya, hilangnya kartilago dari gangguan aliran cairan synovial oleh pannus. Kemudian hipertrofi synovial menyebabkan destruksi secara langsung dengan merusak kartilago dan tulang subkondral hancur.



Kista subkondral  merupakan hasil dari penghancuran subkondral plate oleh pannus, yang memungkinkan cairan sendi harus dipaksa masuk ke tulang subkondral.



Subluksasi dan dislokasi sendi  Kerusakan atau destruksi dari tendon dan ligament akibat pannus yang inflamasi. Pada tahap awal, deformitas bersifat reversible sehingga diabaikan pada foto polos.



Osteoporosis regional  hasil dari nyeri yang menginduksi karena tidak terpakai dan kemungkinan terjadi eksaserbasi karena efek terapi (misalnya steroid).6

Gambar 2. perubahan radiografi khas pada rheumatoid atritis Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Gambar 3. Perubahan simetris bilateral dengan pembengkakan jaringan lunak (terutama pada styloid ulnaris Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier. Pada gambar 3 terlihat erosi pada carpal, sendi MCP, penyempitan celah sendi dan kerusakan tulang pada os radius dan ulna. Terdapat deformitas swan neck pada sendi Distal Interfalangeal (DIP) 5 tangan kanan.6

Gambar 4. Foto Polos Reumatoid Artritis

Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Gambar 4 memperlihatkan foto rontgen (A) awalnya terdapat menghilangnya trabecular disekitar sendi Proximal Interfalangeal (PIP) dan celah sendi yang masih baik. Pada gambar (B) didapatkan tahap lanjutnya, adanya erosive dengan penyempitan celah sendi.6

Gambar 5. Foto polos Reumatoid Artritis. protusio acetabuli yang ekstrim kearah medial dan erosi caput femur. Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

2. MRI

Gambar 6. MRI pada Reumatoid Artritis di pergelangan tangan dan sendi Mtacarpofalang 2 dan 5. Coronal (a-b) dan aksial (d-e). E-MRI pada pergelangan tangan dan MCP. Coronal (a-b) dan aksial (d-e) T-1 Figure 1. Low-field dedicated E-MRI of RA wrist and 2nd–5th MCP joints. Coronal (a-b) and axial (d-e) T1-weighted gradient-echo images and coronal STIR image (c) of the wrist and MCP joints before (a, c, and d) and after (b and e) IV contrast injection. Synovitis in 2nd and 3rd MCP joints and in the wrist (arrows) is seen both on STIR images and on contrast-enhanced images (arrows). Sumber: www.jrheum.com/sites/default/files/documents/OMERACT_9-1806.pdf

PENYAKIT REITER

Definisi Merupakan spondyloartropati seronegative yang cenderung mempengaruhi pria muda. Berhubungan dengan agen infeksi, khususnya penyakit menular seksual (mis. Chlamydia), dapat juga bergejala seperti disentri (mis. Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter). Trias Reiter yaitu Konjungtivitis, Uretritis, dan Artritis.6

Gambaran Radiologi

Gambran mirip dengan penyakit psoriatik, namun pada penyakit reiter lebih menyerang ke ekstremitas inferior disbanding ekstremitas superior yang sering pada penyakit psoriatic. Pada penyakit reiter, lokasi yang sering terkena adalah Metatarsofalanegal, os calcaneus, ankle dan lutut. 

tulang peripheral: adanya proliferasi tulang yang prominent, periosteal, osteopenia periarticular yang hanya dapat terlihat pada fase akut, MTP 1, penyempitan celah sendi dan erosi marginal yang diikuti dislokasi dan destruksi sendi.



Calcaneus (50%): terjadi erosi atau pembentukan tulang periosteal dan spur, peningkatan densitas dan ukuran



Spine: asymmetric coarse non-marginal syndesmophytes with a discontinuous distribution



Sendi sacroiliaca: bilateral dan asimetrik sacroiliitis, dan jarang terjadi fusi komplit.

Gambar 7. Penyakit Reiter Sumber: Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier.

Pada gambar 7 didapatkan foto polos manus dextra pada sindrom reiter fase akut yang ditandai adanya osteoporosis dan reaksi periosteal (tanda panah). Pada foto polos sacro iliaca terlihat perkembangan sacroiliitis kiri unilateral yang progresif.6

Gambar 8. Penyakit reiter dengan bursitis retrocalcaneal Sumber: Rosemary J. Klecker, M.D, Barbara N. Weissman, M.D. 2003. Imaging Features of Psoriatic Arthritis and Reiter’s Syndrome. Seminars in Musculoskeletal Radiology/Volume 7, Number 2 Gambar 8 menunjukkan calcaneal sisi lateral adanya pembengkakan jaringan lunak yang berdekatan dengan tendon achilles, Adanya erosi (tanda panah) bagian posterior, calcaneus superior akibat sub-achilles bursitis.9

PSORIATIK ARTRITIS

Definisi Merupakan spondilopati seronegatif yang dapat mempengaruhi sendi perifer, serta tulang belakang aksial, dengan adanya lesi inflamasi di jaringan lunak, dalam bentuk daktilitis dan enthesopati.6, 10

Klasifikasi 

Klasifikasi kriteria Psoriatic Arthritis (CASPAR) 10 Artritis psoriatik dapat didiagnosis pada pasien dengan penyakit radang artikular (artritis perifer, spondilitis dan sakroiliitis, atau entesitis) dengan ≥ 3 poin dari berikut ini: 1. Bukti psoriasis (terjadi perubahan kulit psoriatik dinilai oleh rheumatologist atau dermatologist), riwayat diri atau keluarga psoriasis  2 poin 2. Distrofi kuku psoriatik tipikal (onikolisis, pitting dan hiperkeratosis) diamati pada pemeriksaan fisik - 1 poin 3. Hasil tes negatif untuk pemeriksaan rheumatoid factor dengan metode apa pun (kecuali lateks), lebih sering menggunakan uji immunosorbent terkait-enzim (ELISA) atau nephelometry - 1 poin 4. Daktilitis, merupakan pembengkakan seluruh digiti (mis. sausage finger) baik keluhan penyakit saat ini atau riwayat yang dicatat oleh rheumatologist - 1 poin 5. Radiographic evidence of juxtaarticular new bone formation, appearing as illdefined ossification near joint margins (but excluding osteo-phyte formation) on plain radiographs of the hand or foot – 1 point

Penyakit psoriasis arthritis dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan bagian tubuh yang terkena dampaknya, yaitu:10 

Oligoartritis asimetris: Yang paling sering dari Psoriatik Artritis (70% kasus), biasanya asimetris dan mengenai kurang dari 5 sendi perifer, yaitu beberapa sendi kecil (interfalangeal dan metacapofalangeal) atau sendi besar, terutama ankle, lutut dan bahu.



Poliartritis simetris: Dapat mengenai > 5 sendi. Ini bersifat simetris dan dapat bermanifestasi dengan terjadi perubahan pada sendi – sendi jari, pergelangan tangan dan ibu jari dan dalam 15 -20% kasus tidak dapat dibedakan dari RA seperti dapat mendestruksi sendi dengan pola yang sama. Pada pasien memiliki RF yang negatif



Artritis destruktif pada sendi Distal Interphalangeal (DIP):

DIP pada tangan dan kaki sering dikaitkan dengan distofi kuku yang merupakan bentuk khas pada psoriatic artritis. Selain itu terjadi erosi pada DIP (5-12% kasus) 

Axial Spondiloartritis: Terjadi pada sendi sacroilliaca dan spine yang menyebabkan fusi vertebra. Hanya sekitar 5% kasus Psoriatik artritis.



Arthritis mutilans: ada resorpsi ekstrem dan erosi metakarpal dan falang dengan angka pemendekan dan teleskop jari. Terjadinya osteolysis pada sendi DIP dan PIP tangan dan kaki yang menyebabkan terrjadi deformitas yang berat. Prevalensi 5-16% kasus, tulang yang erosi ini akan mempengaruhi sendi kecil membentuk disolusi atau resorpsi distal tulang yangmenghasilkan “pencil in cup” atau whittling appearance, terutama pada penonjolan falang. Bila penyakit ini progresif, pemendekkan digiti, opera glas appearance pada digiti yang dikenal dengan artritis mutilans. Pada kasus ini sering adanya ankilosis dan dislokasi.

Gambaran Radiologi: Perubahan inflamasi awal pada PSA mempengaruhi jaringan lunak dan sumsum tulang dan tidak dapat dideteksi dengan menggunakan radiografi polos (misalnya pembengkakan jaringan lunak, peningkatan radiodensitas jaringan lunak juxtaarticular). Gambaran radiologisnya serupa dengan RA, yaitu penyempitan celah sendi dan erosi Gambaran radiografi karakteristik dari PsA terjadi pada tahap lanjut terutama di dalam sendi sinovial, tetapi juga pada sendi fibrokartilaginosa, seperti sendi sakroiliaka, dan entheses tendon dan ligamen.

Gambar 9. Foto polos Psoriasis Artritis Sumber: Iwona Sudoł-Szopińska, Genowefa Matuszewska, Brygida Kwiatkowska, Grzegorz Pracoń. 2016. Diagnostic imaging of psoriatic arthritis. Part I: etiopathogenesis, classifications and radiographic features. Journal of Ultrasonography 2016; 16: 65–77. Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4834372/ tanggal 10/3/2019 Pada foto polos terlihat pasien perempuan, 32 tahun yang mengalami poliartricular psoriasis artritis pada sendi DIP 2-4 jar. (B) pada Pada pergelangan tangan kiri: pembengkakan jaringan lunak, rdiocarpal, midcarpal dan carpometacarpal terdapat penyempitan celah sendi, osteolysis ( fluffy appearance, tanda panah) pada metacarpal’s base; (C) Jari kaki kanan< AP pada bagian superior, oblique di inferior: MTP 5 terjadi celah sendi menyempit, erosi pada bagian medial dari ibu jari proksimal falang dan aspek lateral pada ke5 caput metatarsal, osteolysis dan erosi pada beberapa sendi interfalang dengan ankilosis bersamaan dari DIP 2 dan 3 sendi, perubahan degeneratif pada sendi MCP 1; D. AP panggul: permukaan artikular yang tidak jelas di bagian anterior sendi sacroiliac kanan dengan osteosclerosis tulang subchondral yang ditandai, dalam pelebaran dan

penyempitan ruang persendian dan simultan simultan dan penyempitan ruang sendi (erosi dan ankilosis awal), indikasi gambar sakroiliitis bilateral, grade 2 di sisi kanan, grade 3 di sisi kiri. IBD ( INFLAMMATORY BOWEL DISEASE )

Dua bentuk utama dari IBD yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis ulserativa - memiliki beberapa tanda dan gejala yang sama. Salah satu perbedaan utama antara penyakit Crohn dan kolitis ulserativa adalah lokasi penyakit. Penyakit Crohn dapat mempengaruhi saluran pencernaan di mana saja antara mulut dan anus, sedangkan kolitis ulserativa hanya memengaruhi usus besar (atau usus besar). Perbedaan penting kedua adalah bahwa pada penyakit Crohn’s, peradangan melibatkan semua lapisan dinding usus, dan kolitis ulserativa hanya mempengaruhi lapisan dalam. Perbedaan utama lainnya antara penyakit Crohn dan kolitis ulserativa adalah adanya kondisi komorbiditas (atau terkait). Striktur, fistula, dan fisura cenderung lebih sering terjadi pada penyakit Crohn, sedangkan megakolon toksik lebih sering terjadi pada kolitis ulserativa.11 Tanda dan gejala Crohns disease dibagi atas :11 Gejala intestinal : nyeri dan kram abdomen, kembung, tinja berdarah dan berlendir, granuloma, nafsu makan menurun, diarrhea persisten, ulkus pada saluran cerna. Gejala Non intestinal : Keterlambatan pertumbuhan dan seksual pada anak, iritasi mata, demam, berat badan menurun Kondisi lain yang berhubungan : anemia, artritis, depresi, osteoporosis, iritasi kulit Tanda dan gejala Kolitis ulserativa :11 Gejala Intestinal : nyeri dan kram perut, kembung, tinja berdarah dan berlendir, nafsu makan menurun, diare persisten, ulkus pada saluran cerna, tenesmus Non-Intestinal Symptoms : Keterlambatan pertumbuhan dan seksual pada anak, iritasi mata, Demam, berat badan menurun, nyeri sendi Kondisi yang berhubungan : anemia, artritis, depresi, osteoporosis, iritasi kulit, kanker kolon Arthritis adalah komplikasi ekstraintestinal yang paling umum, mempengaruhi sekitar 25 persen dari semua pasien IBD.

Radang sendi enteropatik (EA) adalah suatu bentuk radang sendi kronis yang terkait dengan terjadinya penyakit radang usus (IBD), dan diklasifikasikan sebagai bentuk spondyloarthropathy seronegatif. Setidaknya tiga bentuk kelainan sendi diakui pada pasien dengan penyakit radang usus sesuai dengan lokasi: radang sendi sendi perifer, sakroiliitis, spondylitis identik dengan ankylosing spondylitis. Komplikasi artikular adalah manifestasi ekstraintestinal yang paling umum. Arthritis lebih mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit usus besar dan pada pasien dengan komplikasi seperti abses, poliposis pseudomembran, penyakit perianal, perdarahan masif serta pada pasien dengan eritema nodosum, stomatitis, uveitis dan pioderma gangrenosum. Selain itu, pasien dengan keterlibatan Crohn’s Disease dan kolon berisiko lebih tinggi terkena sinovitis daripada pasien dengan penyakit usus kecil yang terisolasi.11

Arthritis Perifer Artritis perifer paling sering terjadi pada orang dengan kolitis ulserativa atau penyakit usus besar Crohn. Tidak ada tes tunggal yang dapat mendiagnosis artritis perifer. Sebagai gantinya, beberapa tes, seperti tes darah, analisis cairan sendi, dan rontgen, digunakan untuk mengecualikan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala. Tipe artritis pauciarticular yang biasanya menyerang kurang dari lima sendi (penahan berat) yang besar. Biasanya dikaitkan dengan penyakit usus aktif dan memiliki pola asimetris; monoartritis tidak jarang terjadi. Sendi besar dan kecil terlibat, terutama

yang

berasal

dari

tungkai

bawah

(lutut,

pergelangan

kaki,

dan

sendi

metatarsophalangeal). Artritis pinggul dan bahu lebih jarang dan cenderung dikaitkan dengan SI dan spondilitis. Artritis terjadi pada awal perjalanan penyakit usus. Gejala sendi dapat terjadi sebelum timbulnya penyakit usus terutama dalam crohn’s disease. Ini juga dapat tetap tidak ada, meskipun spesimen biopsi ileocolonoscopic diambil dari terminal ileum mengungkapkan lesi inflamasi ringan hingga parah yang menunjukkan adanya Crohn’s disease subklinis pada pasien ini. Waktu serangan artritis pertama tampaknya tidak tergantung pada durasi kolitis pada Kolitis ulserativa. Selain itu, maraknya gejala usus terutama di kolitis ulserativa sering disertai dengan kekambuhan artritis perifer. Gejala radang sendi perifer meliputi: nyeri sendi, pembengkakan sendi, kekakuan pada satu atau lebih sendi. Ketika rasa sakit dari radang sendi perifer dibiarkan tidak diobati, itu mungkin berlangsung dari beberapa hari hingga minggu; namun, kerusakan permanen pada sendi biasanya

tidak ditemukan. Operasi pengangkatan usus besar di kolitis ulserativaUC telah dilaporkan memiliki efek kuratif pada gejala sendi perifer.11

Artritis Aksial (Spondyloarthropathy) Dalam kasus artritis aksial, gejala dapat muncul berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum timbulnya IBD. Gejala termasuk rasa sakit dan kekakuan pada sendi tulang belakang yang paling buruk di pagi hari tetapi akan membaik dengan aktivitas fisik. Artritis aksial aktif biasanya menyerang orang yang lebih muda dan jarang berlanjut pada pasien yang berusia di atas 40 tahun. Artritis aksial dapat menyebabkan fusi tulang tulang belakang. Komplikasi permanen ini dapat menyebabkan penurunan rentang gerak di punggung dan keterbatasan gerakan tulang rusuk yang mengganggu kemampuan untuk mengambil napas dalam-dalam.11

ANKYLOSING SPONDILITIS DAN SACROILIITIS

Ankylosing spondylitis adalah bentuk radang sendi di mana sendi di tulang belakang dan panggul meradang. Ankilosing spondilitis cenderung lebih sering pada penyakit Crohn lebih daripada penderita kolitis ulserativa, dan pria lebih sering daripada wanita. Gambaran radiologi yang didapatkan : bamboo spine, dagger sign, hatchet sign, shiny corner sign, squaring, syndesmophytes. Sacroiliitis dan Ankilosing spondilitis sejati yang ditandai oleh klinis klasik (nyeri, kekakuan tulang belakang). Keterlibatan aksial dapat mendahului penyakit usus selama bertahun-tahun. Keluhan utama adalah nyeri radang punggung bawah, nyeri bokong dan nyeri dada. Nyeri punggung inflamasi sering monolateral dan intermiten saat onset, lebih intens saat istirahat, terkait dengan kekakuan pagi hari tetapi berkurang dengan gerakan, diperburuk oleh batuk atau bersin serta olah raga dan disertai dengan kelelahan. Rasa sakitnya persisten dengan durasi minimal 3 bulan. Terbangun karena rasa sakit dan adanya nyeri pantat bergantian. Nyeri toraks disebabkan oleh entesitis artikulasi costovertebral, costosternal, manubriokostal. Ini memperburuk dengan inspirasi batuk dan dalam dan membatasi ekspansi pernapasan dengan episode durasi variabel. Daktilitis dapat dilihat pada AS.

Ini ditandai dengan pembengkakan radang pada salah satu jari (jari sosis) atau jari kaki yang disebabkan oleh tenosinovitis tendon fleksor. Keterbatasan mobilitas tulang belakang leher adalah ciri dari perkembangan penyakit menjadi ankilosis menyeluruh. Dengan adanya nyeri punggung inflamasi, evaluasi radiologis sendi sacroiliac memungkinkan untuk membuat diagnosis Sacroiliitis. Bukti edema tulang dengan teknik T1 post-gadolinium dan STIR (short tau inversion recovery) adalah tanda peradangan aktif pada sendi sacroiliac dan / atau tulang belakang. Gejala aksial dan tulang belakang tidak tergantung pada eksaserbasi peradangan usus. Demikian pula, terapi bedah UC atau CD tidak berdampak pada spondilitis yang terkait. Akibatnya telah disarankan bahwa radang sendi perifer adalah manifestasi dari IBD, sedangkan spondilitis adalah penyakit yang terkait.11

Dagger sign adalah garis radiodense sentral tunggal pada radiografi frontal terkait dengan osifikasi ligamen supraspinous dan interspinous.12

Hatchet sign mengacu pada erosi yang terbatas pada aspek lateral kepala humerus yang menghasilkan kelainan bentuk kapak. Temuan ini biasanya dikaitkan dengan ankylosing spondylitis. Dengan tidak adanya osteoporosis dan adanya sklerosis tanda ini membantu membedakannya dari rheumatoid arthritis.12

Lesi Hill-Sachs adalah fraktur kompresi atau "lekuk" kepala humerus posterosuperolateral yang terjadi dalam kaitannya dengan ketidakstabilan atau dislokasi anterior.12

Shiny corner sign adalah temuan tulang belakang dalam ankylosing spondylitis, mewakili sklerosis reaktif sekunder terhadap erosi inflamasi pada endplate superior dan inferior (sudut pada radiografi lateral) dari tubuh vertebra yang dikenal sebagai lesi Romanus. Akhirnya, tubuh vertebral menjadi kotak.12

Enthesopathy11,13 Enthesopathy adalah perubahan patologis pada enthesis (tempat penyisipan tendon atau ligamen ke dalam tulang). Ini bermanifestasi secara radiografi sebagai osifikasi entheses. Pada IBD, entesopati dapat terjadi di tumit (insersi tendon Achilles atau plantar fascia) atau di lutut (insersi tendon patela). Peradangan pada enthesis dapat menyebabkan lesi erosif yang dapat menyebabkan pembentukan taji.

Osteoporosis Osteoporosis adalah kondisi diam yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan perubahan mikroarsitektur yang menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang dan kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah komplikasi dari perawatan kortikosteroid pada IBD.14

Sumber : Thomas M Link, MD, PhD, Radiology of Osteoporosis, Canadian Association of Radiologist Journal, vol 67, 2016

HOA (Hypertrophic Osteoarthropathy ) HOA adalah sindrom yang ditandai oleh proliferasi kulit dan tulang yang berlebihan di bagian distal ekstremitas. Fiturnya yang paling menonjol adalah kelainan bentuk ujung ujung jari, yang secara konvensional dikenal sebagai clubbing. Pada stadium lanjut, proliferasi periostal tulang tubulus dan efusi sinovial menjadi jelas. UC dan CD adalah dua penyebab HOA sekunder. Pada pasien-pasien dengan IBD perkembangan clubbing biasanya merupakan suatu tanda prognostik yang buruk.15

LUPUS ERYTHEMATOSUS SISTEMIK Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks dengan keterlibatan multisistem. Meskipun kelainan di hampir setiap aspek sistem kekebalan tubuh telah ditemukan, cacat utama diperkirakan diakibatkan oleh hilangnya toleransi diri terhadap antigen otomatis.16,17 SLE dapat mempengaruhi banyak komponen sistem kekebalan tubuh, termasuk sistem komplemen, sel-sel penekan T, dan produksi sitokin. Bukti yang muncul telah menunjukkan pemain kunci dalam generasi autoantigen di SLE adalah peningkatan generasi (yaitu, peningkatan apoptosis) dan / atau penurunan pembersihan bahan sel apoptosis (mis., Penurunan fagositosis). Ini dapat menghasilkan generasi autoantibodi, yang dapat beredar selama bertahun-tahun sebelum pengembangan SLE klinis. Penyakit ini cenderung mengalami kekambuhan dan remisi.16,17 Etiologi / Faktor risiko : Genetik, imunologis, lingkungan (sinar UV, infeksi, polusi), hormonal, obat obatan (klorpromazine, diltiazem, INH dan lain lain )17 Diagnosa Diagnosis SLE dibuat jika terdapat empat dari sebelas kriteria ACR (American College of Rheumatology), baik secara serial atau simultan.17,19

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis LES memiliki sensitifiitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.17,19

Gejala Konstitusional Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Pada anak anak yang paling sering adalah anorexia, demam, kelelahan, penurunan

berat

badan, limfadenopati dan

irritable.

Gejala dapat

berlangsung ntermiten atau terus menerus17 Gejala Muskuloskeletal 20 Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan dapat berupa athralgia (90%) dan sering mendahului gejala gejala lainnya. Bersifat non erosif, bukan destruksi artikular. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki. Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi di bandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat timbul belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid.18

Poliartritis simetris Terlihat pada 75-90% pasien dengan berbagai tingkat keparahan, ini merupakan keluhan klinis yang paling umum, biasanya lebih buruk di pagi hari. Area-area keterlibatan yang paling umum termasuk persendian kecil tangan, lutut, pergelangan tangan, dan bahu. Tangan dan kaki Keterlibatan simetris sendi interphalangeal adalah yang paling umum, menunjukkan angsa leher dan deformitas boutonniere, subluksasi dengan deviasi ulnaris pada sendi MCP, subluksasi dari sendi metacarpophalangeal pertama, kaki depan yang lebar, dan hallux valgus.

Penyempitan ruang sendi jarang terjadi, dan ketika ada kemungkinan karena tidak digunakan atrofi atau tekanan dari tulang subluks yang berdekatan. Perubahan tekanan pada sendi juga dapat menyebabkan "erosi kail" pada kepala metakarpal akibat stres kapsuler, meniru temuan artritis reumatoid. Ini lebih sering diamati pada sisi radial. Radiografi polos menunjukkan pembengkakan jaringan lunak pada sendi yang terlibat, osteoporosis periartikular, dan ruang sendi normal.16,17

Sumber : Dundeemedstudentnotes

Sumber : Tee Yu Jin

Tulang belakang

Manifestasi spinal jarang terjadi dan tidak spesifik, tetapi insidensi temuan spinal yang lebih tinggi terlihat pada mereka yang mengalami artropati yang terdeformasi. Hingga 10% memiliki subluksasi / dislokasi atlantoaxial.20 Myositis Diamati secara klinis pada 30-50% pasien, myositis sejati terjadi pada sekitar 4% pasien. Kadar enzim otot serum yang meningkat mungkin atau mungkin tidak diamati.20 Osteonekrosis Lokasi osteonekrosis yang paling umum adalah kepala femoral, tetapi hampir semua lokasi mungkin terpengaruh. Ini lebih sering terlihat pada pasien yang lebih muda dan mereka yang memiliki fenomena Raynaud dan tanda-tanda lain dari vasculitis. Ini juga dapat dilihat sebagai komplikasi dari terapi steroid.20

Sumber : Tee Yu Jin

Tendon spontan melemah dan pecah Biasanya diamati tentang sendi yang menahan berat badan sebagai komplikasi terapi steroid.20 Kalsifikasi jaringan lunak Kalsifikasi linear atau nodular pada jaringan lunak subkutan dan deep dapat terlihat, terutama pada ekstremitas bawah.20

Sumber : John Hopkins Arthritis Centre Fraktur insufisiensi Mereka yang menderita SLE berisiko lebih tinggi mengalami fraktur insufisiensi, kemungkinan karena tidak digunakannya demineralisasi atau osteopenia sekunder akibat terapi steroid, atau keduanya.20

Sumber : Tee Yu Jin

Osteomielitis dan radang sendi septik Pasien lupus berada pada peningkatan risiko infeksi bakteri dan mikotik, sebagian besar karena pemberian steroid dan penyakit ginjal. Keterlibatan osteomielitis dan artritis septik lebih jarang daripada infeksi di tempat lain.20

Pemeriksaan Penunjang Kelainan laboratorium pada LES diantaranya anemia hemolitik dan anemia normositer, leukopenia, trombositopenia, laju endap darah yang cepat, hiperglobulinemia dan bila terdapat sindrom nefrotik, albumin akan rendah. Proteinuria, biasanya bersifat gross proteinuria, merupakan gejala penting. Biasanya kelainan faal hepar dan penurunan komplemen serum juga ada.

JACCOUD ARTHROPATHY

Jaccoud arthropathy (JA) adalah artropati non-erosi yang berubah bentuk yang ditandai dengan deviasi ulnaris jari kedua ke jari 5 dengan subluksasi sendi metacarpophalangeal (MCP).22 Artropati deformasi kronis tangan (deviasi ulnaris, deformasi leher angsa, dan deformitas Z pada ibu jari) dan kaki dengan banyak subluksasi, mirip dengan gejala artritis reumatoid; artralgia ringan dengan sedikit atau tanpa bukti sinovitis, terutama akibat dari peningkatan kelonggaran ligamen dan pembengkakan jaringan lunak periartikular; dapat mengikuti demam rematik akut; terjadi pada sekitar 5% pasien dengan SLE dan keterlibatan sendi kronis.22 Secara tradisional digambarkan sebagai demam post-rematik. Hal ini juga terlihat dalam hubungan dengan systemic lupus erythematosus (SLE) dan kondisi rematik dan non-rematik lainnya termasuk arthritis psoriatik, penyakit radang usus dan keganasan. Diperkirakan berhubungan dengan kelemahan ligamen. Biasanya mempengaruhi sendi metacarpophalangeal (MCP) tetapi juga dapat mempengaruhi sendi interphalangeal (PIP) proksimal tangan, pergelangan tangan dan lutut.22 Radiografi polos : radiografi tangan biasanya menunjukkan subluksasi dan deviasi ulnaris yang jelas pada sendi MCP, tidak adanya erosi adalah fitur yang menonjol, meskipun kadang-kadang erosi "kait" dapat diamati, yang mirip dengan yang terlihat pada Lupus (SLE) dan ankylosing spondylitis (AS)1 Juga terdapat atrofi otot22 Diagnosa banding : rheumatoid arthritis (RA): kehadiran erosi adalah perbedaan utama

Sumber : Daniel J Bell

Sumber : Mittermayer

SKLERODERMA

Definisi Sklerosis sistemik (skleroderma atau SSc) adalah penyakit autoimun multisistem yang tidak jelas penyebabnya yang dikarakteristikkan dengan manifestasi vaskulopathy pembuluh darah kecil, produksi autoantibodi, dan disfungsi fibroblas sehingga meningkatkan penyimpanan matriks ekstraselular.25,26 Ada 2 bentuk skleroderma, yaitu :28

1- Skleroderma lokal, yang biasanya hanya mengenai kulit, meskipun dapat menyebar ke otot, sendi dan tulang tetapi tidak mempengaruhi organ lain. Gejala termasuk perubahan warna pada kulit (suatu kondisi yang disebut morphea); atau garis-garis atau band kulit tebal, kulit yang keras pada lengan dan kaki (disebut skleroderma linier). Ketika skleroderma linier terjadi pada wajah dan dahi, itu disebut en coup de sabre. 2- Sistemik skleroderma, bentuk yang paling serius dari penyakit ini, mempengaruhi kulit, otot, sendi, pembuluh darah, paru, ginjal, jantung dan organ lainnya.

Manifestasi Muskoloskeletal Mayoritas pasien dengan sklerosis sistemik mengalami kekakuan pagi hari dan artralgia. Kekauan garis sendi dan proliferasi sinovial ringan dapat ditemukan tapi arthritis yang jelas jarang terjadi. Erosi arthropathy dibuktikan pada radiograf dalam 20-30% pasien. Hilangnya fungsi tangan adalah aturan tetapi lebih dikaitkan dengan efek penarikan penebalan kulit daripada keterlibatan sendi. Keterlibatan inflamasi dan fibrin dari selubung tendon dapat meniru arthritis. Tendon friction rub dapat teraba selama gerakan aktif atau pasif pada area yang terlibat. Lokasi yang paling khas adalah pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut. Keterlibatan muskuloskeletal umum terjadi pada awal sklerosis sistemik dan sering mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis. Bengkak tangan dengan artralgia dan mialgia dapat menyebabkan kesulitan membuat kepalan tangan. Friction rub yang dapat dipalpasi dan didengar dapat diketahui pada ekstensor dan fleksor tendon tangan, lutut, dan pergelangan kaki. Karena friction rub sangat berhubungan dengan sklerosis sistemik kutaneus difus, adanya friction rub merupakan diagnosis dini dan penyaringan untuk karakteristil keterlibatan internal organ.29

Diagnosis berdasarkan The American College of Rheumatology (sebelumnya American Rheumatism Association [ARA]) memiliki kriteria 97% sensitif dan 98% spesifik untuk Sklerosis Sistemik seperti :28 Kriteria mayor : Sklerosis difus (trunkal) proksimal (penebalan kulit, indurasi non-pitting)

Kriteria minor :  Sklerodaktili (hanya jari dan/atau jempol)  Luka digital pitting atau hilangnya substans dari digital finger pads (pulp loss)

 Fibrosis pulmonary bibasilar Pasien harus memenuhi kriteria mayor atau 2 dari 3 kriteria minor.

Tanda dan gejala pada muskuloskeletal: * Kontraktur fleksi : Prayer or Steeple sign (ketidakmampuan untuk secara langsung menyatukan tangan karena jari tidak akan sepenuhnya ekstensi) * Atrofi otot (sekunder akibat miositis / sindrom tumpang tindih atau dekondisi)  Kelemahan * Puffy hands : Tangan bengkak tanpa sinovitis, ketidakmampuan untuk mengepalkan tangan * Tendon friction Rubs : dapat diraba atau didengar dengan fleksi aktif atau ekstensi jari, pergelangan tangan, lutut, atau pergelangan kaki.30 Temuan Radiologi : Foto Polos :30 Perubahan tulang: * acro-osteolysis (resorpsi falang distal) * osteoporosis periartikular * penyempitan ruang sendi * erosi * resorpsi parah pada sendi CMC pertama dengan subluksasi radial adalah gambaran karakteristik pada radiografi tangan

Perubahan jaringan lunak : * kalsifikasi subkutan dan periartikular * atrofi terutama di ujung jari * kontraktur fleksi * Temuan muskuloskeletal lain yang jarang didokumentasikan: resorpsi tulang rusuk, resorpsi sudut rahang bawah, jari-jari dan resorpsi ulna sclerosis phalangeal terminal30

Sumber : Tim Luijkx

DD/ RA

MCTD ( Mixed Connective Tissue Disease ) Penyakit jaringan ikat campuran (MCTD) adalah jenis penyakit autoimun jaringan ikat yang terjadi tumpang tindih yang signifikan dengan penyakit jaringan ikat lainnya seperti lupus erythematosus sistemik, skleroderma dan poliomyositis. Oleh karena itu diklasifikasikan sebagai jenis sindrom tumpang tindih.31 Gejala yang dapat ditimbulkan adalah Pulmonary hypertension, ILD = Intertitial Lung Disease, gangguan oesofagus dan saluran cerna, gangguan musculoskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan ginjal, Anemia defisiensi besi, fenomena Raynaud dan gangguan pendengaran dapat terjadi di hampir setengah dari penderita MCTD, dan seringkali tidak terdeteksi. MCTD umumnya dialami wanita dengan rasio terhadap pria 16:1. MCTD ditemukan baik pada usia muda maupun usia lanjut, dengan rentang usia 4-80 tahun. Mereka yang mengalami MCTD menunjukkan beberapa gejala yang bervariasi dan berbeda antar individu, seperti mudah lelah, demam, kebas di bagian jari, jari-jari membengkak, nyeri otot dan sendi, serta fenomena Raynaud (berkurangnya suplai darah ke beberapa area seperti jari tangan atau kaki). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis MCTD di antaranya pemeriksaan Anti Nuclear Antibodies (ANA) dan antibodi spesifik anti-ribonukleoprotein (RNP).31

Sumber : Natalia CO

=====================================================

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI 2. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN 3. Tobon et al.,2009. The environment, geo-epidemiology, and autoimmune disease : Rheumatoid arthritis. France: Elsevier. 4. Putra,T.R., Suega,K., Artana,I.G.N.B. 2013. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam.

Bagian/SMF

Ilmu

Penyakit

Dalam

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Udayana/RSUP Sanglah 5. Choy E. (2012). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In The Pathogenesis Of Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on behalf of the British Society for Rheumatology, vol. 51, pp.3-11 6. Grant, Lee Alexander. Griffin, Nyree. 2013. Diagnostic Radiology Essentials. Churcill Livingstone: Elsevier. 7. ACR

Clinical

Classification

Criteria

for Rheumatoid

Arthritis.

https://www.hopkinsarthritis.org/physician-corner/education/arthritis-educationdiagnostic-guidelines/#class_rheum diunduh tanggal 10/3/2019. 8. Jennifer H. Humphreys, Suzanne M.M. Verstappen, Carlo A. Scire, Tilluhlig, Bruno Fautrel, Tuulikki

Sokka And Deborah

P.M.

Symmons.

The

Journal

Of

Rheumatology December2014, 41 (12) 23472351; Doi:Https://Doi.Org/10.3899/Jrheum.131443. http://www.jrheum.org/content/41/12/2347 Diunduh Tanggal 10/3/2019 9. Rosemary J. Klecker, M.D, Barbara N. Weissman, M.D. 2003. Imaging Features of Psoriatic

Arthritis

and

Reiter’s

Syndrome.

Seminars

In

Musculoskeletal

Radiology/Volume 7, Number 2. 10. Iwona Sudoł-Szopińska, Genowefa Matuszewska, Brygida Kwiatkowska, Grzegorz Pracoń. 2016. Diagnostic imaging of psoriatic arthritis. Part I: etiopathogenesis, classifications and radiographic features. Journal of Ultrasonography 2016; 16: 65–77.

Diunduh

dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4834372/

tanggal

10/3/2019. 11. Rheumatological manifestasions in inflammatory bowel disease, Ann Gastroenterol vol 24(3), 2011 12. https//radiopaedia.org/articles/scleroderma-musculosceletal-manifestations 13. Anthony J.Freemont, Brocklehurst’s Textbook of Geriatric Medicine and Gerontology ( 7 ed ), 2010 14. Thomas M Link, MD, PhD, Radiology of Osteoporosis, Canadian Association of Radiologist Journal, vol 67, 2016 15. FelixY.Yap et al, Hyperthropic Osteoarthropathy: Clinical and Imaging Features, Radiographics.rsna, vol 37, 2017 16. Henry Knipe & Yuranga Weerakkody, https://Radiopaedia.org 17. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi 4, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 18. Hahn BH, Systemic Lupus Erythematosus, In Longo, Fauci AS, Kasper D.L,Hauser S.L, Jameson J.L, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 18, United States of America, Mc Graw Hill Companies, 2012 19. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik, Jakarta, 2011 20. Tee Yu Jin & Matt Skalski https://Radiopaedia.org 21. Dundeemedstudentnotes, June 2014 22. Daniel J Bell & Yuranga Weerakkody, htpps://radiopaedia.org 23. Daniel Sa Ribeiro, Verena Louleiro Galvao, Mittermayer Santiago, Magnetic Resonance Imaging of Jaccoud’s Arthropathy in Systemic Lupus Erythematosus, Joint, bone and spine : revue du rhumatisme 2010 24. Mittermayer Santiago & Viviane Machicado, N Engl J Med 2015, 373 25. Wigley, M, Shah, AA. My approach to the treatment of scleroderma. Mayo Clin Proc. 2013;88(4):377-393 26. American College of Rheumatology. 2013 Classification Criteria for Systemic Sclerosis. Arthritis & Rheumatism, November 2013

27. Systemic sclerosis: current pathogenetic concepts and future prospects for targeted therapy. Lancet Vol 347, May 25, 1996 28. Amerian College of Rheumatology. Scleroderma (also known as systemic sclerosis). Specialist in Arthritis Care & Research, February 2013 29. Hinchcliff, M, Varga, J. Systemic Sclerosis/Scleroderma : A Treatable Multisystem Disease. Am Fam Physician. 2008;78(8):961-968, 969 30. Tim Luijkx & Saqba Farooq et al, https//radiopaedia.org/articles/sclerodermamusculosceletal-manifestations. 31. Mixed connective tissue disease—enigma variations? Natalia C. O. Ciang Nídia Pereira David A. Isenberg, Rheumatology, Volume 56, Issue 3, 1 March 2017, Pages 326– 333,https://doi.org/10.1093/rheumatology/kew265

Related Documents


More Documents from ""