8
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep penelitian Reseptor βadrenergik di adiposa
Testosteron
Tikus wistar jantan
Asupan makanan ( Karbohidrat, Lemak, Protein dalam diet atherogenik )
Pembatasan makan
Proses pencernaan makro-molekul menjadi mikro-molekul Kolesterol ↑ & kolesterol ester ↑
Fosfolipid
Asam lemak Trigliserida ↑
Emulsi lemak oleh garam empedu (mixed michelle) Absorbsi di usus oleh transporter lemak Produksi leptin adipose ↓
Menstimulasi lipolisis
Kilomikron (kelenjar limfe) ↑
Nafsu makan ↑
Intake makanan ↑
Jaringan Adiposa
Uptake oleh hepar melalui LRP
Lemak Subkutan
TG Hepar ↑
Adiponektin ↓ & FFA ↑
Fat droplets intraseluler hepatosit (+)
Sintesis VLDL di Hepar ↑
Reverse Cholesterol Transport ↓
HDL Darah ↓
VLDL darah ↑
ROS ↑ LDL Darah ↑ SOD Hepar ↓ MDA Hepar ↑
Stress Oksidatif Peroksidasi Lipid Injury endotel
Sekresi sitokin proinflamasi TNF-α & IL-6 Inflamasi hepar
Leukosit, TNF-a, IL-6, PAI-1 pembuluh darah Resistensi Insulin Trombosit
NASH
IGF-1 ↑
Glukosa ↑ Terbentuk sel busa
SGOT & SGPT Hepar ↑
Hiperfungsi sel β Pankreas Insulin ↑
Atherosklerosis
9
Keterangan : Setiap makanan yang masuk dalam tubuh akan mengalami perubahan dari makro-molekul (karbohidrat, protein,lemak) menjadi mikro-molekul (monosakarida, asam amino, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak). Mikromolekul dalam bentuk fosfolipid, kolesterol dan asam lemak akan diemulsi oleh garam empedu dalam bentuk mixed michelle. Michelle akan diabsorbsi di usus oleh transporter lemak dan diubah menjadi kilomikron. Kilomikron diubah oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol tersebut dapat disimpan dalam jaringan adiposa dan hepar dalam bentuk trigliserida. Pada jaringan adiposa selanjutnya lemak akan disimpan dalam lemak subkutan. Lemak subkutan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penurunan adiponektin dan peningkatan asam lemak bebas dalam tubuh. Trigliserida dalam hepar akan ditransportasikan ke pembuluh darah dalam bentuk VLDL. VLDL dihidrolisa menjadi IDL kemudian IDL dihidrolisa menjadi LDL. LDL akan melepaskan kolesterol ke bagian tubuh yang membutuhkan. Selanjutnya, HDL akan membawa kelebihan kolesterol dari jaringan untuk dibawa ke hepar supaya tidak terjadi reaksi oksidatif. Hal ini mengakibatkan, apabila banyak asupan lemak ke dalam tubuh maka VLDL dalam hepar dan darah akan meningkat. VLDL yang meningkat akan diimbangi dengan kadar LDL yang meningkat pula. Akibatnya, kolesterol dalam tubuh akan meningkat. Namun, hal ini tidak diimbangi oleh adanya kadar HDL yang cukup untuk membawa kolesterol yang berlebihan. Selain itu, diet tinggi lemak menyebabkan adanya fat droplet pada hepar dan terjadi peningkatan Free Fatty Acid (FFA) serta penurunan adiponektin sehingga kadar ROS meningkat pada hepar. Tingginya ROS pada hepar memicu terjadinya proses stress oksidatif yang ditandai dengan penurunan SOD hepar. Namun, sress oksidatif menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang menghasilkan metabolit akhir berupa MDA hepar yang kadarnya meningkat. Peroksidasi lipid juga merangsang sekresi sitokin proinflamasi seperti: TNF-α dan IL-6. Sitokin ini menimbulkan inflamasi hepar, resistensi insulin dan injury endotel. Inflamasi hepar akan berlanjut menjadi NASH sehingga SGOT dan SGPT hepar meningkat. Resistensi insulin juga akan menyebabkan hepar melakukan aktivitas kompensasi berupa peningkatan sekresi IGF-1. Selain itu, pada keadaan resistensi insulin didapatkan kadar glukosa darah meningkat sehingga terjadi hiperfungsi sel β pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Injury endotel pada pembuluh darah menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran leukosit, TNF-α, IL-6 dan PAI-1 serta trombosit yang akhirnya membentuk sel busa sehingga terjadi atherosklerosis.
10
Pada laki-laki, testosteron ikut berperan dalam metabolisme lemak. Testosteron mempunyai reseptor di sel adiposa, yaitu reseptor β-adrenergik. Apabila testosteron berikatan dengan reseptornya di adiposa maka akan memberikan efek lipolisis dan menurunkan kadar leptin. Leptin yang rendah menyebabkan laki-laki mempunyai nafsu makan yang lebih besar daripada wanita sehingga kecenderungan untuk terjadinya hyperlipidemia lebih tinggi. Namun, dengan adanya pembatasan makanan dapat mengurangi hiperlipidemia pada laki-laki.
11
3.2 Hipotesis Adapun hipotesis yang diangkdffddat pada penelitian ini yaitu: H0 : Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar LDL, HDL dan Kolesterol serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar Trigliserida serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar SGOT dan SGPT serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada kondisi NASH tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar SOD dan MDA jaringan tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar Glukosa serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar IGF serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar TNF-a serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar IL-6 serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan struktur histologi Pankreas tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar Insulin serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan histologi Lengkung Aorta tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar PAI - 1 serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis.
12
Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar Trombosit plasma tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan tidak berpengaruh pada perubahan kadar Leukosit plasma tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. H1 : Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar LDL, HDL dan Kolesterol serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar Trigliserida serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar SGOT dan SGPT serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada kondisi NASH tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar SOD dan MDA jaringan tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar Glukosa serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar IGF serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar TNF-a serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar IL-6 serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan struktur histologi Pankreas tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar Insulin serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan histologi Lengkung Aorta tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis.
13
Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar PAI - 1 serum tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar Trombosit plasma tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. Interval pembatasan makan berpengaruh pada perubahan kadar Leukosit plasma tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis. 3.3 Variabel penelitian 3.3.1 Variabel Bebas
Interval pembatasan makan pada tikus wistar jantan
Diet atherogenik subkronis
3.3.2 Variabel Terikat
Kadar LDL, HDL, Kolesterol Total
Kadar Trigliserida
Kadar SGOT
Kadar SGPT
Kadar SOD
Kadar MDA
Kadar IL-6
Kadar TNF-a
Kadar IGF
Kadar Insulin serum
Kadar Glukosa
Kadar PAI-1
Jumlah Leukosit
Jumlah Trombosit
Histologi Pankreas (sel β)
Histologi Lengkung Aorta
Perlemakan Hepar
14
3.3.3 Variabel Kontrol
Tikus wistar jantan
Genetik tikus wistar jantan
Makanan tikus wistar jantan
Aktivitas tikus wistar jantan
Tempat penelitian
3.3.4 Variabel Perancu
Kesehatan tikus wistar jantan
Waktu penelitian
3.4 Definisi Operasional Penelitian 1. Interval pembatasan makan adalah rentang waktu pembatasan pemberian makan mulai dari pukul 20.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB atau selama 11 jam tanpa makan namun masih diberikan minum. Pembatasan makanan dilaksanakan berdasarkan 3 kategori, yakni setiap hari senin dan kamis, setiap dua hari dan setiap hari. Semua perlakuan dilakukan selama 6 minggu. 2. Tikus wistar jantan dengan diet atherogenik subkronis adalah tikus wistar (Rattus norvegicus) galur murni biakan lokal jantan usia 5 minggu yang diperoleh dari tikus hamil agar induk yang dimiliki seragam dengan diberikan diet atherogenik berdasarkan formula diet atherogenik dalam Triliana et.al. 2012 untuk mempercepat induksi hiperlipidemia dan dilakukan dalam kelompok selama 6 minggu. 3. Diet atherogenik subkronis adalah formulasi diet tinggi lemak untuk mempercepat hiperkolesterolemia berdasarkan Triliana et al. 2012 dengan komposisi Tepung Terigu, PARS (pakan konsentrat ayam), Minyak babi, Kolesterol, Asam Kolat dan Air secukupnya. Formulasi ini diberikan selama 12 minggu. 4. Kadar HDL, kolesterol total dan Trigliserida serum adalah pengukuran kadar HDL, kolesterol total dan Trigliserida pada serum darah tikus pada semua kelompok dengan metode enzymatic photometric test menggunakan reagen presipitan untuk menggumpalkan kilomikron, VLDL dan LDL dan memisahkan supernatan yang mengandung fraksi HDL kolesterol total dan Trigliserida. dengan satuan µ/L. 5. Kadar LDL serum adalah pengukuran kadar LDL pada serum darah tikus pada semua kelompok dengan metode perhitungan dengan rumus LDL (mg/dl) = kolesterol total – (trigliserida / 5) – HDL dengan satuan µ/L.
15
6. Kadar SGOT serum adalah pengukuran kadar enzim SGOT pada serum darah tikus wistar betina pada semua kelompok perlakuan dengan metode spektrofotometri Kinetic analysis berdasarkan IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine) dengan kit Biosystem reagents & instruments dan pembacaan hasil dengan enzymatic photometric system dengan satuan hasil U/L. 7. Kadar SGPT serum adalah pengukuran kadar enzim SGPT pada serum darah tikus wistar betina pada semua kelompok perlakuan dengan metode spektrofotometri Kinetic analysis berdasarkan IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine) dengan kit Biosystem reagents & instruments dan pembacaan hasil dengan enzymatic photometric system dengan satuan hasil U/L. 8. Histologi NASH (Non-Alcoholic Steato Hepatitis) adalah gambaran histologi perlemakan hati non alkoholik menggunakan metode pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pewarnaan pada preparat diawali dengan tahapan deparafinisasi, dilanjutkan dengan rehidrasi, pewarnaan dalam hematoxylin, pewarnaan dalam eosin, dehidrasi, clearing (penjernihan), dan mounting (perekatan). Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. 9. Kadar Superoxide Dismutase hepar adalah kadar SOD jaringan yang diukur menggunakan teknik uji hambatan reduksi NBT (nitro blue tetrazolium) dan diamati menggunakan spektrofotometer, menggunakan satuan unit massa atom per miligram (u/mg). 10. Kadar Malondialdehyde hepar adalah kadar MDA jaringan yang diukur menggunakan teknik uji asam tiobarbiturat (TBA test) dan diamati dengan spektrofotometer, menggunakan satuan nanogram per miligram (ng/mg). 11. Kadar Glukosa serum adalah salah satu jenis monosakarida dari senyawa karbohidrat yang penting untuk proses metabolisme sebagai sumber energi bagi tubuh yang diambil dari serum darah tikus wistar (Rattus norvegicus). Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat spektofotometri dengan satuan mg/dL. 12. Kadar IGF-1 serum adalah sebuah polipeptida yang meningkatkan proliferasi sel dan penyerapan glukosa oleh sel yang diambil dari serum darah tikus wistar (Rattus norvegicus). Pengukuran kadar IGF-1 secara ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dengan satuan nanogram permilimeter (ng/ml).
16
13. Kadar insulin serum adalah kadar insulin yang diukur dengan menggunakan metode ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) kompetitif, pembacaan dilakukan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm, dengan satuan ng/ml. 14. Histologi pankreas (sel β) adalah gambaran histologi jaringan pankreas menggunakan metode pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pewarnaan pada preparat diawali dengan tahapan deparafinisasi, dilanjutkan dengan rehidrasi, pewarnaan dalam hematoxylin, pewarnaan dalam eosin, dehidrasi, clearing (penjernihan), dan mounting (perekatan). Gambaran histologi pankreas diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. 15. Kadar Plasminogen Activator Inhibitor – 1 (PAI-1) serum adalah hasil pemeriksaan PAI-1 serum yang diambil dari jantung tikus wistar jantan dan diperiksa dengan metode ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) dan kisaran normal 7-43 ng/ml dengan satuan ng/ml. 16. Jumlah Trombosit adalah trombosit dalam darah tikus wistar jantan yang dihitung menggunakan Blood Analyzer dengan nilai normal pada tikus 200-1500 x 103 / mm3 dan dinyatakan dengan satuan jumlah sel / mm3. 17. Kadar IL-6 serum adalah pengukuran kadar IL-6 serum darah tikus wistar jantan kelompok kontrol dan perlakuan. Pengukuran IL-6 ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dengan satuan pg/mL. 18. Kadar leukosit plasma adalah pengukuran kadar leukosit plasma darah tikus wistar jantan yang dihitung menggunakan Blood Analyzer dan dinyatakan dengan satuan jumlah sel / mm3. 19. Sel busa adalah hasil modifikasi lipid ekstraseluler akibat retensi dan oksidasi lipid ekstraseluler pada dinding pembuluh darah yang dibawa makrofag. Sel busa diambil dari lengkung aorta menggunakan mikrotom beku (-20oC) yang diwarnai dengan HE (Hematocyline Eosin). Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x untuk mendapatkan lapisan aorta (tunika intima) kemudian identifikasi dan hitung sel busa dalam 20 lapang pandang dengan perbesaran 1000x. hal ini dilakukan pengulangan sebanyak 3x di waktu yang berbeda tetapi dengan peneliti yang sama pada kutipan Soini et al. dalam Triliana, 2012 & Thomas et al. 2015.
17
20. TNF-α serum darah adalah salah satu jenis sitokin proinflamasi khususnya untuk inflamasi kronis dan dihasilkan oleh banyak sel tubuh utamanya oleh makrofag. TNFα dalam sirkulasi darah dapat mengubah fungsi endotel, sel otot polos, dan interaksi sel sel endotel yang berperan dalam pembentukan atherosklerosis (Kleinbongard et al. 2010). Pemeriksaan serum TNF α tikus menggunakan TNF-α (Rat) ELISA kit dengan metode sandwich dalam satuan pg/ml.