Bab Ii.docx

  • Uploaded by: defina
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,987
  • Pages: 9
1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ahli anestesi menyediakan alternatif untuk anestesi umum, dan mengurangi insiden terjadinya komplikasi perioperatif diantaranya deep vein thrombosis, emboli paru, perdarahan, dan komplikasi pernapasan. Subarachnoid Block (SAB) merupakan teknik anestesi yang terbukti sangat aman, membutuhkan dosis obat yang kecil, hampir tanpa menimbulkan efek farmakologis sistemik, sebagai analgetik sensorik dan memblokade motorik. Bahkan pada anestesi epidural, masih diperlukan penggunaan obat bius lokal dalam jumlah besar sehingga kadar senyawa aktif dalam darah tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan efek samping dan komplikasi yang belum diketahui dengan anestesi spinal. 1-3 Tetapi keterampilan pada teknik ini sangat menantang bagi residen karena membutuhkan keterampilan motorik dan visual lebih tinggi. Pasien dengan deformitas tulang belakang karena skoliosis, kifoskoliosis, atau artritis (osteoartritis, rheumatoid artritis, dan ankilosing spondilitis) akan menyulitkan ahli anestesi dalam melakukan SAB karena membutuhkan teknik khusus terkait adanya rotasi tulang belakang, mobilitas artikular terbatas, obliterasi ruang interspinal, dan pasien sulit diposisikan. Pada umumnya, sulit untuk melakukan pembiusan dengan tempat tusukan yang akurat. Interspace yang abnormal menunjukkan adanya struktur tulang yang asimetris, dengan prosesus artikular yang asimetris pula. Anatomi yang abnormal juga bisa muncul selain karena obesitas dan skoliosis. Teknik dengan pendekatan Taylor dapat dipilih dalam melakukan SAB terhadap pasien yang sulit diposisikan karena deformitas anatomi. Modifikasi teknik paramedis dengan pendekatan Taylor ini dapat diandalkan dan mempunyai efek traumatis yang minimal. 4-6

1.2 Tujuan Mengetahui SAB dengan pendekatan Taylor yang biasa digunakan untuk pasien dengan tulang belakang normal ternyata juga bermanfaat bagi pasien dengan deformitas tulang belakang.

2 BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Bahan dan Metode Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Institusional dan informed consent yang tertulis, sampel dipilih dari jenis kelamin perempuan maupun laki-laki yang berjumlah 150 pasien dengan tulang belakang normal dan 24 pasien dengan deformitas tulang belakang. Pasien berstatus fisik ASA I hingga III yang dijadwalkan operasi di bawah pusar dengan menggunakan bius SAB. Adapun kriteria eksklusi dari penelitian ini antara lain pasien yang sedang mengkonsumsi obat kardiovaskular, seperti antikoagulan dan obat antiplatelet atau pasien dengan hipersensitif terhadap anestesi lokal maupun pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap anestesi regional. Semua pasien dievaluasi klinisnya secara rutin selama masa pre-operatif dan dilakukan review terhadap hasil radiografi tulang belakang sebelum dilakukan SAB baik dengan pendekatan median, paramedian, maupun Taylor. Adapun operator utama dalam penelitian ini berjumlah 8 orang residen. Residen tersebut telah melakukan lebih dari 100 kali SAB dengan menggunakan pendekatan median dan paramedian. Para residen dibagi menjadi dua kelompok secara acak dengan metode chit untuk pelatihan SAB pada tulang belakang normal. Selama fase pertama pelatihan, kelompok I diajarkan untuk melakukan SAB dengan menggunakan pendekatan Taylor sementara kelompok II sebagai observer. Selama fase kedua program pelatihan, kelompok II diberikan kesempatan untuk melakukan SAB dengan pendekatan Taylor. Nilai obyektif yang digunakan untuk menentukan tingkat kesuksesan adalah dengan didapatkan cairan serebrospinal saat dilakukan anestesi spinal. Setelah tiba di ruang operasi, dilakukan pemantauan yang kontinu terhadap detak jantung, elektrokardiogram, nadi, dan tekanan darah dengan interval 3 menit dan diberikan infus ringer laktat dengan laju 15 ml/menit di lengan bawah yang tidak dominan. Lumbal puncture dilakukan dengan menggunakan jarum ukuran 24. Lumbal puncture dilakukan dengan posisi duduk dan tindakan pencegahan aseptik pada L2-L3 atau L3-L4 interspace menggunakan pendekatan median atau paramedian pada pasien dengan tulang belakang normal. Apabila lumbal puncture berhasil, maka akan tampak aliran bebas cairan serebrospinal. Setelah itu, pasien diposisikan telentang kembali.

3 Teknik pendekatan Taylor merupakan variasi dari pendekatan paramedian, yang dijelaskan oleh Taylor, dilakukan di L5-S1 interspace, interlaminar interspace terbesar dari kolumna vertebralis. Jarum spinal dimasukkan ke arah sefalomedial melalui kulit yang diangkat 1 cm medial dan 1 cm kaudal ke tonjolan yang paling bawah dari tulang belakang iliaka posterior. Iliaka posterior superior mungkin terletak tepat di depan “skin dimples” dan sering ditemukan di superior sakrum (Gambar 1 dan 2). Jika saat injeksi awal telah teraba tulang, maka arahkan jarum menyusuri sakrum dan masukkan subarachnoid space. Setelah tampak adanya aliran cairan serebrospinal (CSF), maka dapat dilakukan SAB.

Gambar 1. Pasien dengan skoliosis pada lumbal.

Gambar 2. SAB dengan pendekatan Taylor.

10 bius pertama dengan pendekatan Taylor, dilakukan di bawah pengawasan langsung oleh konsultan ahli anestesi. Setelah itu, residen dapat melanjutkan secara independen dengan pengawasan konsultan ahli anestesi di ruang operasi dan siap membantu kapan saja. Keberhasilan SAB dikatakan berhasil apabila injeksi dilakukan tepat pada interspace yang benar dan diikuti dengan keluarnya aliran bebas cairan serebrospinal. Ukuran lainnya seperti onset, intensitas, atau luas blok tidak dicatat. Jumlah tusukan pada kulit dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan blok semua dicatat sebagai secondary end points. Jumlah prosedur dilakukan sampai pencapaian tingkat kegagalan yang dapat ditoleransi. Di awal pelatihan, diberitahukan kepada residen tentang kriteria kegagalan dan keberhasilan SAB dengan pendekatan Taylor. Hasilnya adalah diukur pada variabel biner, 1 mewakili keberhasilan dan 0 mewakili kegagalan. Konsultan mengambil alih prosedur

4 setelah dua upaya yang gagal atau kapan saja jika dinilai sesuai untuk kenyamanan atau keamanan pasien. Apabila hal ini terjadi, maka dianggap gagal. Yang bisa diterima tingkat kegagalannya adalah 15%. Tidak ada perhitungan ukuran sampel yang dilakukan karena kurangnya metode analisis untuk membandingkan kurva pelatihan/pembelajaran. Tidak dilakukan upaya untuk memilih kasus sesuai prediksi kriteria kesulitan untuk melakukan SAB.

5 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian Terdapat 174 pasien dari kedua jenis kelamin, dengan ASA I hingga III dijadwalkan untuk prosedur bedah dibawah pusar dengan bius SAB yang terdaftar untuk pelatihan dalam penelitian ini. 150 pasien dengan tulang belakang normal dan 24 pasien dengan deformitas tulang belakang karena skoliosis atau artritis. Kelompok tersebut serupa dengan profil demografis pasien pra operasi. Jumlah rata-rata prosedur yang dilakukan per residen adalah 34,13 ± 8,9. Tidak ada kesimpulan statistik yang bisa dibuat tentang kinerja residen karena jumlah residen yang berpartisipasi cukup sedikit. Hasil dari prosedur SAB dengan pendekatan Taylor yang diperoleh pada penelitian ini adalah memuaskan. Awalnya, residen menghadapi kesulitan untuk melakukan SAB pada tulang belakang yang mengalami deformitas tetapi setelah melihat dan melakukan SAB dengan pendekatan Taylor sendiri, maka residen mulai terbiasa dengan teknik tersebut. Kelompok I telah berhasil melakukan SAB pada tulang belakang yang mengalami deformitas dengan pendekatan paramedian (2 pasien), dengan pendekatan Taylor (10 pasien) dalam upaya pertama atau kedua dengan tingkat keberhasilan 92%. Sementara residen kelompok II dapat melakukan SAB pada 5 dari 12 pasien yang mengalami deformitas tulang belakang dengan pendekatan paramedian dan sisanya (7 pasien) tidak bisa selama fase pertama program pelatihan. SAB tersebut kemudian diberikan kepada konsultan ahli anestesi. Kemudian selama fase kedua program pelatihan, kelompok II juga diajarkan SAB dengan pendekatan Taylor tulang belakang yang normal. Mereka juga bisa melakukan teknik Taylor dengan 15% batas tingkat kegagalan yang dapat diterima. Residen yang mempelajari teknik SAB dengan pendekatan Taylor menyatakan bahwa mudah bagi mereka untuk melakukan anestesi subarachnoid pada pasien dengan deformitas tulang belakang karena mereka sudah belajar pendekatan Taylor pada pasien dengan tulang belakang yang normal dan karenanya mereka percaya diri dan bisa dengan mudah melakukan tekniknya.

3.2 Diskusi Anestesi spinal dapat digunakan untuk memberikan anestesi pada semua prosedur operasi yang dilakukan pada tubuh bagian bawah, tungkai bawah, panggul, alat kelamin, dan perineum. Konsep anestesi spinal cukup sederhana tetapi anatomi yang bersangkutan harus

6 selalu diingat saat memasukkan jarum spinal untuk membuat SAB.1-3 Pasien dengan deformitas tulang belakang karena skoliosis, kifoskoliosis, atau artritis (osteoartritis, reumatoid artritis, dan ankilosing spondilitis) merupakan tantangan tersendiri bagi ahli anestesi karena anatomi dan teknik yang sulit untuk melakukan SAB yang sukses. 4-6 Kifoskoliosis ditandai oleh fleksi anterior dan lateral rotasi dari kolumna vertebralis. Kelengkungan tulang belakang yang lebih dari 40° dianggap parah dan dapat dikaitkan dengan gangguan fisiologis jantung dan paru. Pada pasien dengan kasus ini, anestesi regional sulit untuk dilakukan dengan peningkatan insiden komplikasi dan kegagalan untuk mendapatkan efek analgesia yang memuaskan.7 General anesthesia menjadi sulit dilakukan karena mempertimbangkan faktor risiko yang terkait dengan penyakit ini. Anatomic midline approach adalah teknik pilihan pertama karena seringkali lebih mudah untuk dilakukan dan hanya membutuhkan proyeksi anatomi dalam dua plan-sagital dan horisontal dan diperoleh area injeksi yang relatif avaskular. Ketika ditemui kesulitan saat menginsersi jarum misalkan karena adanya jaringan parut, perubahan sendi atau skoliosis, pilihan lain adalah menggunakan pendekatan paramedian. Pendekatan paramedian membutuhkan bidang miring tambahan untuk dipertimbangkan.8 Variasi dari pendekatan paramedian adalah pendekatan lumbosakral, dijelaskan oleh Taylor. Teknik ini dilakukan di antar ruang L5-S1 dengan memasukkan jarum spinal ke arah cephalo-medial, 1 cm medial dan 1 cm caudal ke tonjolan paling bawah dari posterior iliac spine. Jindal et al. berhasil menggunakan pendekatan Taylor untuk anestesi spinal terhadap suatu pasien ankilosing spondilitis. 9 SAB pada L5-S1 merupakan ruang interlaminar dengan keuntungan yang berbeda. Area ini merupakan area ruang terendah dan terluas yang tersedia, sehingga kemungkinan untuk terjadi trauma pada sumsum tulang belakang dapat diabaikan. Ruang ini tidak rentan terkena artritis dan perubahan degenerative; karenanya, pendekatan Taylor adalah alternatif yang lebih baik daripada midline approach untuk SAB dengan blokade sensorik dan motorik yang memadai untuk prosedur operasi. Pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan penggunaan pendekatan Taylor untuk melakukan SAB adalah bagian penting dari pelatihan/pembelajaran. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kompetensi pada aspekaspek penting dari pelatihan, seperti pengetahuan kognitif, penilaian, keterampilan komunikasi, dan kemampuan beradaptasi melalui ujian tertulis atau lisan. Namun, bakat residen di keterampilan prosedural tidak diukur secara rutin. Akibatnya, bagaimana dan kapan residen mencapai tingkat kemahiran mereka tidak tepat dikenal.

7 Kopaiz et al. dengan menggunakan tingkat keberhasilan kumulatif yang dikumpulkan menyimpulkan bahwa tingkat keberhasilan 79,3% pada anestesi spinal dicapai setelah 41 upaya.10 Konrad et al. menggunakan least square fit model dan prosedur Monte Carlo menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan 90% pada anestesi spinal dicapai setelah rata-rata 71 upaya. 11 Dalam penelitian ini, kami telah mengacak residen dengan pengalaman melakukan lebih dari 100 SAB dan berhasil. Keberhasilan di anestesi spinal didefinisikan sebagai anestesi bedah yang baik setelah dilakukan SAB pada ruang intervertebral yang dipilih pertama kali. Variabel pasien juga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan individu. Diperlukan sekitar 20 hingga 25 prosedur sebelum adanya perbaikan pada teknik anestesi spinal. Pelatihan prosedur anestesi dilakukan di bawah pengawasan, dengan harapan semakin mahir residen saat di diberikan suatu teknik, semakin sedikit pengawasan yang diberikan oleh konsultan. Kami merekomendasikan pengawasan ketat untuk setidaknya 15 blok pertama yang dilakukan oleh residen. Peningkatan teknik mungkin dilanjutkan setelah 20 hingga 25 blok pertama karena perbaikan teknik yang konstan dapat meningkatkan tingkat keberhasilan final ke tingkat yang jauh lebih tinggi.

8 BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Anestesi subarakhnoid berpotensi memberikan kondisi operasi yang sangat baik dengan efek samping yang lebih sedikit tetapi pasien dengan deformitas tulang belakang akibat skoliosis, artritis yang parah, atau riwayat operasi tulang belakang sebelumnya merupakan tantangan tersendiri karena adanya kesulitan anatomi dan teknis SAB yang berhasil. Pendekatan Taylor dapat memberikan alternatif yang dapat diandalkan dan mempunyai efek traumatic yang sangat minimal dibandingkan dengan pendekatan midline untuk lumbal puncture pada tulang belakang yang mengalami deformitas.

9 DAFTAR PUSTAKA

1.

Cousins MJ. Neural blockade in clinical anaesthesia and pain management, 3rd

Ed.

Philadelphia:

Lippincott

Williams

and

Wilkins;

1998.

Liu SS, McDonld SB. Current issues in spinal anaesthesia. Anaesthesiology 2001;94:888-906. Lee A, Atkinson RS, Watt MJ. Lumbar puncture and spinal analgesia: Intradural and Extradural, 5th Ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 1985. Kumar CM, Mehta M. Ankylosing spondylitis: Lateral approach to spinal anesthesia

for

lower

limb

surgery.

Can

J

Anaesth

1995;42:73-6.

Thota RS, Sathish R, Patel R, Dewoolkar L. Taylor’s approach for combined spinal epidural anesthesia in post spine surgery: A case report. Int J Anaesthesiol Douglas

MJ.

2006;10:2. Unusual

regional

block.

Can

J

Anaesth

1995;42:362-3.

Ozyurt G, Mogol EB, Bilgin H, Tokat O. Spinal anesthesia in a patients with severe thoracolumbar kyphoscoliosis. Tohoku J Exp Med 2005;207;39-42. Mulroy MF. Regional Anaesthesia: An illustrated procedural guide, 3rd Ed. Philadelphia:

Lippincott

Williams

and

Wilkins;

2002.

Jindal P, Chopra G, Chaudhary A, Rizvi AA, Sharma JP. Taylor’s approach in an ankylosing spondylitis patient posted for percutaneous nephrolithotomy: A

challenge

for

anesthesiologists.

Saudi

J

Anaesth

2009;3:87-90.

Kopacz DJ, Neal JM, Pollock JE. The regional anesthesia “learning curve”. What is the minimum number of epidural and spinal blocks to reach consistency?

Reg

Anesth

1996;21:182-90.

Konrad C, Schupfer G, Wietlisbach M, Gerber H. Learning manual skill in anesthesiology: Is there a recommended number of cases for anesthetic procedures? Anesth Analg 1998;86:635-9.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"