LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR MAXILLAFACIAL RUANG TERATAI di RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN
DI SUSUN OLEH: SITI MUTHOHAROH 15.02.10.65
PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN STIKES AN NUR PURWODADI 2018/2019 LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.
Pengertian Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Andreasen et al., 2008). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh. Fraktur maxilla adalah kerusakan pada tulang maxilla yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodonitis (reaksi peradangan pada jaringan sekitar gigi yang terkadang berasal dari peradangan gingivitis di dalam periodontium) maupun neoplasia (Grace and Borley, 2009).
2.
Etiologi Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis a. Traumatic Fracture Fraktur yang disebabkan oleh pukulan saat :
b.
1)
Perkelahian
2)
Kecelakaan
3)
Tembakan
Pathologic Fracture Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada
trauma ringan seperti berbicara, makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur. Terjadi karena 1)
:
Penyakit tulang setempat a) Kista b) Tumor tulang jinak atau ganas c) Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis
2)
Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang
mudah patah a) Osteomalacia b) Osteoporosis c) Atrofi tulang secara umum
3.
Patofisiologi Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang
frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung.
Patah
Tulang Frontal :
ini terjadi
akibat dari
pukulan
berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan
transmisi
ini kekuatan dan
merusak bagian-
bagian terlemah dari dasar dan dinding medial orbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung.
Fraktur
Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan
kekuatan
trauma dari hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan
kerusakan pada canthus medial, aparatus lacrimalis, atau saluran nasofrontal.
Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan zygomaticotemporal.
Patah
Tulang Zygomaticomaxillary
kompleks (ZMCs):
ini
menyebabkan patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang umum.
Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.
Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian alveolar rahang atas atau rahang bawah
Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah
4.
Klasifikasi Fraktur a.
Single Fracture Fraktur dengan satu garis fraktur
b.
Multiple Fracture Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sama lain. Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi Bilateral = jika satu garis fraktur pada satu sisi dan garis fraktur lain pada sisi lain
c.
Communited Fracture Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen kecil 1 atau berkeping-keping, misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxilla
d.
Complicated Fracture Terjadi
suatu
dislokasi/displacement
dari
tulang
sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang-tulang yang berdekatan, gigi dan jaringan lunak yang berdekatan e.
Complete Fracture Tulang patah semua secara lengkap menjadi dua bagian atau lebih
f.
Incomplete Fracture Tulang tidak patah sama sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak terganggu. Dalam keadaan seperti ini, lakukan dengan bandage dan rahang diistirahatkan 1-3 minggu
g.
Depressed Fracture Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam satu rongga. Sering pada fraktur maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke sinus maxillaris
h.
Impacted Fracture Dimana fraktur yang satu didorong masuk kef ragmen tulang lain. Sering pada tulang zygomaticus
5.
Pembagian Area Fraktur pada Rahang a.
Rahang Atas Maxilla (Killey) 1)
Dento Alveolar Fracture Suatu fraktur di daerah prosessus maxillaries yang belum mencapai daerah Le Fort I dan dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi processus alveolaris dan gigi-gigi. Gejala Klinik
:
Extra Oral : a)
Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir sering disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi dalam bibir yang luka tersebut
b)
Bibir bengkak
c)
Echymosis dan hematoma pada muka
Intra Oral : a)
Luka laserasi pada gingival daerah fraktur dan sering disertai perdarahan
b)
Adanya subluxatio pada gigi, sehingga gigi tersebut bergerak, kadang-kadang berpindah tempat
c)
Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya
d)
Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa
2)
Le Fort I Pada fraktur ini, garis fraktur berada diantara dasar dari sinus maxillaris dan dasar dari orbita. Pada Le Fort ini seluruh processus alveolaris rahang atas, palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung (floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis. Gejala Klinik Extra Oral :
:
a)
Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
b)
Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
c)
Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan subkonjunctival echymosis
d)
Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu
Intra Oral : a)
Echymosis pacta mucobucal rahang atas
b)
Vulnus laceratum, pembengkakan gingival, kadangkadang disertai goyangnya gigi dan lepasnya gigi
c)
Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi fraktur atau lepas
d) 3)
Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
Le Fort II Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid, sphlenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga Gejala Klinik
:
Extra Oral : a)
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa sakit
b)
Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung
c)
Bilateral circum echymosis, subkonjungtival echymosis
d)
Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal
Intra Oral : a)
Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
b)
Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah
c)
Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan sehingga imbul kesulitan bernapas
d)
Terdapat kelainan gigi berupa fraktur
e)
Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit
4)
Le Fort III Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis, maxillaries, orbita, ethmoid, sphlenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut “Dish Shape Face”. Displacement ini selalu disebabkan
karena tarikan ke arah
belakang dari M. Ptergoideus dimana otot ini melekat pada sayap terbesar tulang sphlenoid dan tuberositas maxillary.
Gejala Klinik
:
Extra Oral : a)
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
b)
Perdarahan pada palatum, faring, sinus maxillaries, hidung dan telinga
c)
Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola mata yang temporer
d)
Deformitas hidung, sehingga muka terlihat rata
e)
Adanya cerebrospinal rhinotthea dan umumnya bercampur darah
f)
Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan Bell’s Palsy
Intra Oral : a)
Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat
6.
b)
Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
c)
Perdarahan pada palatum dan faring
d)
Pernapasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah
Manifestasi Klinis a.
Nyeri pembengkakan
b.
Tidak dapat menggunakan dagu bawah
c.
Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan, tertimpa benda berat, trauma olah raga)
7.
d.
Deformitas
e.
Kelainan gerak
f.
Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Pemeriksaan Diagnostik a.
Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b.
Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :
Memperlihatkan
fraktur
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak c.
Arteriogram
: Dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
d.
Hitung darah lengkap
: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma e.
Kreatinin
: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klien ginjal f.
Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cedera hati
8.
Penatalaksanaan Medik a.
Konservatif
: Imobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur
b.
Operatif
: Dengan pemasangan Traksi, Pen, Plate, Screw,
Wire
9.
Komplikasi Komplikasi terbagi dua pada saat kecelakaan atau luka dan setelah penatalaksanaan atau operasi. Pada saat kecelakaan komplikasi yang terjadi syok dan tekanan pada saraf, ligament, tendon, otot, pembuluh darah atau jaringan sekitarnya. Komplikasi post operatif berhubungan dengan penatalaksanaan fraktur rahang termasuk maloklusi, osteomyelitis, sequester tulang, penundaan union, non union, deformitas wajah, fistula oronasal dan berbagai macam abnormalitas bentuk gigi.
10. Pathway Trauma langsung
trauma tidak langsung
kondisi patofisiologis
Fraktur
Diskontinuitis tulang
Pembedahan
pergeseran fragmen Tulang
Perubahan jaringan Sekitar
Luka Insisi
Efek anestesi Inflamasi bakteri
Laserasi Kulit
Asites
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebututuhan tubuh
Kerusakan Integritas kulit
Harga Diri Rendah
Gangguan cutra tubuh
Nyeri Akut B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pengkajian
Resiko Infeksi
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba) (Mansjoer A, 2000). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26).
2. Nursing Care Plan N
DX
TUJUAN DAN
O
KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
1
INTERVENSI (NIC)
Nyeri akut Tujuan :
a. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 –
a. Terjadinya
10)
penurunan atau hilangnya rasa
b. Berikan istirahat
nyeri, dengan
dengan posisi
kriteria klien
semifowler
melaporkan
terjadinya
c. Anjurkan klien
penurunan atau
untuk menghindari
hilangnya ras nyeri.
makanan yang dapat meningkatkan kerja
Kriteria hasil :
asam lambung
a. Mampu mengontrol nyeri.
d. Anjurkan klien untuk tetap
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang. c. Mampu mengenali
mengatur waktu makannya e. Observasi TTV tiap 24 jam
skala nyeri.
f. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi Kolaborasi dengan 2
Harga Diri Rendah Definisi : Perkembangan persepsi negative tentang harga diri sebagai respons terhadap situasi saat ini (sebutkan)
NOC a) Body
Image,
disiturbed b) Coping, ineffective c) Personal identity, disturbed d) Health behavior, risk e) Self
esteem
situasional, low Kriteria Hasil : a) Adaptasi terhadap
pemberian obat analgesik NIC Self Esteem Enhancement a) Tunjukan
rasa
percaya diri terhadap kemampuan untuk situasi b) Dorong
pasien mengatasi pasien
mengidentifikasi kekuatan dirinya c) Ajarkan keterampilan perilaku yang positif
ketunadayaan
melalui
fisik
respon
peran, model peran,
klien
diskusi d) Dukung peningkatan
:
adaptif
terhadap tantangan fungsional penting
tanggung jawab diri, jika diperlukan e) Buat statement positif
akibat ketunadayaan fisik b) Resolusi berduka : penyesuaian aktual
atau
kehilangan
yang
akan terjadi c) Penyesuaian :
perubahan hidup : respon psikososial individu
menerima
tantangan
alasan-alasan
untuk mengkritik atau menyalahkan sendiri i) Kolaborasi
diri dengan
sumber-sumber
terhadap
lain
(petugas dinas social,
perubahan dalam
hidup d) Menunjukkan Penilaian
verbal
pasien yang negative g) Dukung pasien untuk baru h) Kaji
psikososial
bermakna
terhadap pasien f) Monitor frekuensi komunikasi
dengan kehilangan
adaptiv
bermain
pribadi
tentang harga diri e) Mengungkapkan penerimaan diri f) Komunikasi terbuka g) Mengatakan optimisme tentang masa depan h) Menggunakan
perawat
spesialis
klinis, dan layanan keagamaan) j) Counseling k) Menggunakan proses pertolongan interakftif
yang
berfokus
pada
kebutuhan,
masalah,
atau perasaan pasien dan untuk atau
orang
terdekat
meningkatkan mendukung
strategi 3
Gangguan Citra Tubuh Definisi : Konfusi dalam gambaran
efektif NOC a. b.
Body
b.
positif Mampu
Body image enhancement Kaji secara verbal dan
image non verbal respon klien
mengidentifikasi kekuatan c.
pemecahan
NIC
Body image Self esteem
a.
koping masalah
Kriteria Hasil :
mental tentang diri-fisik individu
koping
personal Mendiskripsikan
terhadap tubuhnya Monitor frekuensi mengkritik dirinya Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
faktual kemajuan dan prognosis perubahan fungsi penyakit secara
d.
tubuh Mempertahankan
Dorong klien
interaksi sosial
perasaannya
mengungkapkan Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
4
Gangguan integritas kulit Definisi : Perubahan / gangguan epidermis dan / atau dermis
kelompok kecil NIC Pressure Management a. Tissue Integrity : a. Jaga kebersihan Skin and Mucous kulit agar tetap bersih dan kering Membranes b. Monitor kulit akan b. Hemodyalis adanya kemerahan akses c. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang Kriteria Hasil : tertekan d. Monitor status a. Integritas kulit nutrisi pasien NOC
yang
baik
bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) b. Tidak ada luka/lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d. Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan
kulit
dan
mencegah terjadinya
cedera
berulang e. Mampu melindungi
kulit
dan mempertahankan kelembaban dan
kulit
perawatan
alami
DAFTAR PUSTAKA
e. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat b. Insision site care a. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples b. Monitor proses kesembuhan area insisi c. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi d. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril e. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program f. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MedAction
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Oetomo Koernia Swa. 2009. Trauma Maxillofascial. Dalam: Bedah Gawat Darurat. Surabaya: RSUD Haji. Hal: 69.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta : EGC Suardi, NPEP & AA GN Asmara Jaya. 2012. Fraktur pada Tulang Maksila. Bagian Ilmu Bedah RSUP Sanglah : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana