219836_551783_skenario C Blok 16 Tahun 2018.docx

  • Uploaded by: alesha
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 219836_551783_skenario C Blok 16 Tahun 2018.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,310
  • Pages: 17
Skenario C Blok 16 Tahun 2018

Tn. A, 60 tahun, seorang petani, datang ke praktek Anda dengan keluhan kencing darah sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan nyeri pada saat kencing. Kencing terasa nyeri telah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri perut bagian bawah. Dijumpai enam bulan yang lalu penderita pernah mengalami buang air kecil berwarna merah, kemudian berobat ke Puskesmas. Dokter puskesmas memberi obat asam mefenamat dan asam traneksamat, setelah berobat ke Puskesmas tidak ada keluhan lagi. Sejak 2 bulan ini pasien mengeluh sering kencing, kencing tidak tuntas, kencing masih ada sisa, dan malam hari terbangun untuk kencing tiap jam. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80x/menit RR: 20x/menit, Temp: 37oC Kepala dan leher: tidak anemis, tidak ikterik, pupil isokor Thoraks: Jantung dan paru dalam batas normal Abdomen: Inspeksi: datar Palpasi: nyeri tekan suprapubis Perkusi: timpani pada abdomen, tidak ada nyeri ketok CVA Auskultasi: bising usus normal Genitalia eksterna: penis sirkumsisi, testis kanan dan kiri normal RT: Tonus sfringter ani normal, mukosa rektum licin, prostat teraba membesar, konsistensi padat kenyal, tidak ada nodul/undulasi, pole atas prostat tidak teraba.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Hb

: 14 g/dL

Leukosit

: 8000/m3

Fungsi Ginjal

: Ureum 30, Creatinin 1,0

Urinalisis

: Lekosit 20/HPF, RBC 100/hpf, bakteri +

Lab lain

: PSA 3 ng/mL

Penunjang Imaging Thorax foto: dbn BNO: bayangan radio opaque dalam cavum pelvis 1 buah ukuran 2 cm USG: ginjal normal, buli terdapat batu 1 buah ukuran 2cm, volume prostat 40 mm3 Klarifikasi Istilah NO ISTILAH 1.

ARTI

Kencing

darah Adanya darah dalam urin.

(hematuria) 2.

Nyeri

pada

saat Nyeri pada saat buang air kecil atau susah untuk

kencing (dysuria)

berkemih, dysuria biasanya

disebabkan

oleh

inflamasi hasil infeksi. 3.

Asam mefenamat

Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang digunakan untuk mengobati atau mencegah nyeri, peradangan, dismenora, dan nyeri kepala vascular.

4.

Asam traneksamat

Antifibrinolitik

yang

menghambat

kativasi

plasminogen secara kompetisi; digunakan sebagai hemostatik dalam pencegahan dan pengobatan perdarahan

berat

akibat

fibrinolysis

berlebihan. 5.

Kencing malam hari Urinasi berlebihan pada malam hari. (Nokturia)

6.

Pupil isokor

Kesamaan ukuran pupil kedua mata.

7.

PSA (Prostat Spesific Tumor marker dari Ca prostat Antigen)

8.

Rectal Touche

9.

BNO

10.

USG

11.

Bayangan

radio

yang

opaque

Analisis Masalah 1. Keluhan utama Tn. A, 60 tahun, seorang petani, datang ke praktek Anda dengan keluhan kencing darah sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan nyeri pada saat kencing. a. Apa etiologi kencing darah secara umum? 

Infeksi kandung kemih (cystitis akut), yang biasanya menyebabkan rasa terbakar atau rasa sakit saat buang air kecil



Infeksi ginjal (pyelonephritis)



Batu ginjal, yang biasanya timbul sebagai rasa nyeri setengah punggung atau nyeri pinggang



penyakit ginjal tertentu



olahraga berat atau cedera (misalnya, jatuh dari sepeda dan memar ginjal)



pembesaran prostat (benign prostatic hyperplasia), merupakan penyebab umum pada pria dewasa atau lanjut usia



kanker kandung kemih/prostat/ginjal, lebih sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari tahun 50 tahun

2. RPP 2.1. Kencing terasa nyeri telah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri perut bagian bawah. a. Mengapa nyeri terasa di perut bagian bawah? Salah satu manifestasi klinis yang sering muncul dari pasien BPH (benign prostat hyperplasia) adalah adanya LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms), gejala iritasi (storage symptoms), dan gejala pasca berkemih. Gejala obstruksi meliputi pancaran kemih lemah dan terputus (intermitensi), merasa tidak puas sehabis berkemih. Gejala iritasi meliputi frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia.

Gejala

pasca

berkemih

berupa

urine

menetes

(dribbling); hingga gejala yang paling berat adalah retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan berkemih atau sebaliknya. Obstruksi yang terjadi dapat menimbulkan perubahan 3 struktur kandung kemih maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Penyebab dari timbulnya nyeri di

perut bagian bawah

kemungkinan bisa disebabkan oleh distensi vesika urinaria.

3. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80x/menit RR: 20x/menit, Temp: 37oC Kepala dan leher: tidak anemis, tidak ikterik, pupil isokor Thoraks: Jantung dan paru dalam batas normal Abdomen: Inspeksi: datar Palpasi: nyeri tekan suprapubis Perkusi: timpani pada abdomen, tidak ada nyeri ketok CVA

Auskultasi: bising usus normal Genitalia eksterna: penis sirkumsisi, testis kanan dan kiri normal

a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik? Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan

Interpretasi

Keadaan Umum

Tampak sakit sedang

Abnormal

TD

120/80 mmHg

Normal

Nadi

80x/menit

Normal

RR

20x/menit

Normal

Temp

37oC

Normal

Kepala dan leher

tidak

anemis,

tidak Normal

ikterik, pupil isokor Thoraks

Jantung dan paru dalam Normal batas normal

Abdomen: Inspeksi

Datar

Normal

Palpasi

nyeri tekan suprapubis

Abnormal

Perkusi

timpani pada abdomen, Normal tidak ada nyeri ketok CVA

Auskultasi

bising usus normal

Normal

Genitalia eksterna

penis sirkumsisi, testis Normal kanan dan kiri normal

4. RT: Tonus sfringter ani normal, mukosa rektum licin, prostat teraba membesar, konsistensi padat kenyal, tidak ada nodul/undulasi, pole atas prostat tidak teraba.

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan rectal touche?

Pemeriksaan RT

Interpretasi

Tonus sfringter ani normal

Normal

mukosa rektum licin

Normal

prostat teraba membesar

Abnormal

konsistensi padat kenyal

Normal

tidak ada nodul/undulasi

Normal

pole atas prostat tidak teraba

Abnormal

5. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Hb

: 14 g/dL

Leukosit

: 8000/m3

Fungsi Ginjal

: Ureum 30, Creatinin 1,0

Urinalisis

: Lekosit 20/HPF, RBC 100/hpf, bakteri +

Lab lain

: PSA 3 ng/mL

Penunjang Imaging Thorax foto: dbn BNO: bayangan radio opaque dalam cavum pelvis 1 buah ukuran 2 cm USG: ginjal normal, buli terdapat batu 1 buah ukuran 2cm, volume prostat 40 mm3

a. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan penunjang laboratorium dan penunjang imaging pada kasus? Untuk mengetahui secara pasti etiologi yang menyebabkan keluhan pada kasus dan untuk mengetahui kelainan lain yang mungkin memperberat keluhan yang ada, diperlukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Pada pasien ini, terjadi hematuria yang diduga karena adanya BPH melihat dari faktor usia dan juga menyingkirkan diagnosis lain yang tidak terkait dengan keluhan. Pemeriksaan imaging diperlukan untuk mengetahui apakah ada penyebab lain yang memperparah keadaan dari keluhan pasien misalnya adanya batu pada traktus urinarius.

b. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang laboratorium? Pemeriksaan Lab

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

Interpretasi

Hb

14 g/dL

13-18 g/dL

Normal

Leukosit

8000/m3

3.200-10.000mm3

Normal

Fungsi Ginjal

Ureum

30 15-40 mg/dL

Creatinin 1,0 Urinalisis

Lab lain

Normal

0,6-1,3 mg/dL

Lekosit

20/HPF, 0-5/hpf

RBC

100/hpf, 0-3/hpf

bakteri +

<2hpf/1000/mL

PSA 3 ng/mL

0-4 ng/mL

Abnormal

Normal

Learning Issue BPH Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan selsel epitel kelenjar prostat. Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya mencapai hampir 5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994–1999) terdapat 1040 kasus. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu pembedahan. Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada

regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak: a.

Teori Dihidrotestosteron (DHT) Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap

DHT

sehingga

replikasi

sel

lebih

banyak

terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.

b.

Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone

menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

c.

Interaksi stroma epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi selsel

stroma

itu

sendiri

secara

intrakin

dan

autokrin,

serta

mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.

d.

Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis) Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis

kelenjar

prostat.

Pada

jaringan

nomal,

terdapat

keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.

b.

Teori stem cell Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron

(DHT)

dengan

bantuan

enzim

5α-reduktase.

Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam selsel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, akhirnya dapat gagal ginjal.

LUTS a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5 Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi : Obstruksi

Iritasi



Hesistansi



Frekuensi



Pancaran miksi lemah



Nokturi



Intermitensi



Urgensi



Miksi tidak puas



Disuria



Distensi abdomen



Terminal dribbling (menetes)



Volume urine menurun



Mengejan saat berkemih

Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu: 

Volume kelenjar periuretral



Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat



Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain : 1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) 2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) 3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-α) Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Feldman, Adam. 2016. Patient education: Blood in theurine (hematuria) in adults (Beyond the Basics). www.uptodate.com Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344. Mulyono,

A.

1995.

Pengobatan

BPH

Pada

Masa

Kini.

Dalam:

Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam: Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara, Jakarta; 161-703. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3104421/figure/f2-cuaj-2-97/

Related Documents


More Documents from "shafira irmayati"