Skenario C Blok 22 Tahun 2019.pdf

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario C Blok 22 Tahun 2019.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 11,227
  • Pages: 66
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 22 TAHUN 2019

DISUSUN OLEH KELOMPOK G3 Tutor: dr. H. Patiyus Agustiansyah, Sp.OG (K) Aprilianti Cahyani BT.

04011381621164

Zulpa Yanti


04011381621166

Yulia Anissa Savitri

04011381621174

Fidia Paramitha Putri

04011381621179

Angela Maria Linata

04011381621188

Friendly Hotsari Purba


04011381621197

Bill Lauren Rajagukguk

04011381621200

Alifa Soraya


04011381621202

M. Hilal Atthariq Ramadhan

04011381621205

Jesica Sidabutar

04011381621211

Naomi Winny Tioline

04011381621212

Aldo Giovanno

04011381621227

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019

1

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario C Blok 22”. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga

makalah

ini

memberikan

informasi

bagi

dan

bermanfaat

untuk

pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, 21 Februari 2019

Kelompok G3

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….…2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………3 BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………………...4 BAB II: PEMBAHASAN…………………………………………………………5 I.

Skenario C Blok 22………………………………………………………5

II.

Klarifikasi Istilah………………………………………………….……..6

III.

Identifikasi Masalah……………………………………………………..8

IV.

Analisis Masalah………………………………………………………...10

V.

Hipotesis…………………………………………………………………30

VI.

Keterbatasan Ilmu Pengetahuan dan Learning Issue…………………….30

VII.

Learning Issue…………....………………………………………………31 1. Perdarahan Post Partum………………………………..……………31 2. Persalinan Normal………………………………………………...…52 3. Perawatan Pasca Salin……………………………………………….57

VIII.

Kerangka Konsep………………………………………………………...64

BAB III: Penutup………………………………………………………………….65 I.

Kesimpulan……………………………………………………………65

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….66

3

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Blok Reproduksi dan Perinatologi adalah blok ke-22 semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah skenario sebagai bahan pembelajaran untuk berpikir kritis mengenai suatu kasus. II. MAKSUD DAN TUJUAN Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial ini, yaitu: a. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem 
 pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. b. Dapat berpikir kritis terhadap kasus yang diberikan pada skenario dengan metode 
 analisis pembelajaran diskusi kelompok. 
 c. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial. 
 III. DATA TUTORIAL Tutor

: dr. H. Patiyus Agustiansyah, Sp.OG (K)

Moderator

: Friendly Hotsari Purba

Sekretaris

: Fidia Paramitha Putri dan Alifa Soraya

Waktu

:

1. Selasa, 19 Februari 2019 Pukul 10.00 – 12.00 WIB 
 2. Rabu, 20 Januari 2019 Pukul 10.00 – 12.00 WIB 


4

BAB II PEMBAHASAN

I.

SKENARIO C BLOK 22 TAHUN 2019 Mrs. A is a 40-year-old G7P6A0 woman was brought to a midwife by a traditional birth attendant due to failure to deliver the baby after pushing for 2 hours. She was put on oxytocin drip and delivered a 4100 gram infant by spontaneous delivery 3 hours ago with the assistance of the midwife. The placenta was delivered spontaneously and intact. She received episiotomy and had it repaired. After delivery, she complained of massive vaginal bleeding and was brought to a hospital. Due to the absence of the OBGYN, she was referrefed to Moh. Hoesin Hospital. The estimated blood loss at the time of delivery was 500 cc. At the hospital, the patient looked pale, weak, and drowsy. Her prenatal course was uncomplicated and had no significant medical history. She had no history of previous contraception.

In the examination findings: Height: 163 cm, weight: 75 kg Sense: somnolen BP: 70/40 mmHg, HR: 121 x/min, RR: 24x/m. T: 36,4oC

Obstetric examination: Outer examination

: abdomen flat, soft, uterine fundus palpable at the level of

umbilicus, uterine contraction was poor, active bleeding (+) Inspeculo

: portio livide, external uterine ostium was opened, fluor (-)

fluxus (+) active bleeding, erosion (+), laceration (+), repaired, polyp (-) Lab: Hb 4,7 g/dL; PLT: 225.000/mm3, WBC: 20.600/mm3, BT/CT: 3minutes/12 minutes, Ureum: 48,5 mg/dL; Creatinine: 1,10 mg/dL

5

II. KLARIFIKASI ISTILAH No. 1.

Istilah Episiotomy

Definisi Insisi bedah pada perineum dan vagina untuk mencegah robekan traumatik selama persalinan.

2.

G7P6A0

Status gravida G  Menunjukkan gravida atau jumlah kehamilan (7 kali)
 P  Menunjukkan jumlah paritas (jumlah anak yang dilahirkan, usia kehamilan 20 minggu ke atas = 6 anak)
 A  Menunjukkan abortus (Tidak pernah abortus)

3.

Massive

vaginal Kehilangan volume darah total dalam periode 24 jam,

bleeding

dimana volume darah orang dewasa normal sekitar 7% di berat tubuh ideal dan 8-9% pada anak-anak.

4.

Somnolen

Mengantuk, terutama yang berlebihan.

5.

Laceration

Luka robek dan rusak.

6.

BT

(Bleeding Medical test that measures how fast small blood vessels in

Time)

the skin stop bleeding. Petunjuk adanya defisiensi trombosit.

7.

8.

CT

(Clotting Waktu

yang

diperlukan

untuk

pembekuan

darah.

Time)

Mengetahui adanya aktivitas faktor pembekuan darah.

Portio livide

Kelenjar endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus karena pertambahan dan pelebaran pembuluh darah dari warnanya menjadi livide (merah keunguan) pada vagina dan portio serviks.

9.

Fluxus

Kecepatan

aliran

terutama

cairan

abnormal

atau

berlebihan. 10.

Fluor

Pengeluaran cairan atau sekret dari alat genitalia yang tidak berupa darah.

6

11.

Oxytocin

Merupakan hormone hipotalamus yang tersimpan di hipofisis

posterior,

memicu

kontaksi

uterus

dan

pengeluaran ASI. Bisa dibuat secara sintetik atau diperoleh dari hipofisis posterior hewan peliharaan; dipakai untuk menginduksi persalinan aktif, meningkatkan kekuatan kontraksi pada persalinan, mengontraksikan otot uterus

pasca

kelahiran

plasenta,

mengendalikan

pendarahan post partum dan merangsang pengeluaran ASI. 12.

Contraception

Pencegahan konsepsi atau kehamilan dengan cara menghambat terjadinya pembuahan.

13.

Intact

Tetap utuh/lengkap.

7

III. IDENTIFIKASI MASALAH No. 1.

Topik

Kesesuaian

Mrs. A is a 40-year-old G7P6A0 Masalah

Prioritas **

woman was brought to a midwife by a traditional birth attendant due to failure to deliver the baby after pushing for 2 hours. 2.

She was put on oxytocin drip and Masalah

**

delivered a 4100 gram infant by spontaneous delivery 3 hours ago with the assistance of the midwife. The

placenta

was

delivered

spontaneously and intact. She received episiotomy and had it repaired. 3.

After delivery, she complained of Masalah

***

massive vaginal bleeding and was brought to a hospital. Due to the absence of the OBGYN, she was referrefed

to

Moh.

Hoesin

Hospital. The estimated blood loss at the time of delivery was 500 cc. At the hospital, the patient looked pale, weak, and drowsy. 4.

Her

prenatal

uncomplicated

course and

had

was Masalah

*

no

significant medical history. She had

no

history

of

previous

contraception. 5.

In the examination findings:

Masalah

Height: 163 cm, weight: 75 kg Sense: somnolen BP: 70/40 mmHg, HR: 121 x/min,

8

**

RR: 24x/m. T: 36,4oC 6.

Obstetric examination: Outer examination

:

Masalah

**

PLT: Masalah

**

abdomen

flat, soft, uterine fundus palpable at the level of umbilicus, uterine contraction

was

poor,

active

:

portio

bleeding (+) Inspeculo

livide, external uterine ostium was opened, fluor (-) fluxus (+) active bleeding, erosion (+), laceration (+), repaired, polyp (-) 7.

Lab:

Hb

4,7

g/dL;

225.000/mm3, WBC: 20.600/mm3, BT/CT:

3minutes/12

minutes,

Ureum: 48,5 mg/dL; Creatinine: 1,10 mg/dL

9

IV.

ANALISIS MASALAH 1. Mrs. A is a 40-year-old G7P6A0 woman was brought to a midwife by a traditional birth attendant due to failure to deliver the baby after pushing for 2 hours. a) Apa hubungan usia, riwayat kehamilan dengan kesulitan persalinan pasien selama 2 jam (mengejan)? 

Usia Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun, pada umur 35 tahun keatas elastisitas otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya telah mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit persalinan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada ibu. Elastisitas jaringan juga akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia



Paritas Pada wanita dengan riwayat paritas lebih dari sama dengan 4 kali hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otototot uterus. Kelainan otot uterus terjadi akibat berulang-ulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan pada otot-otot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan.

b) Apa saja yang dapat menyebabkan persalinan lama? (secara umum) 

Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan keringatan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.



Kelainan

janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau

kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin. 

Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

10

c) Apa penyebab persalinan lama pada kasus ini? 

Pertumbuhan janin berlebihan (makrosomia) dengan berat janin > 4000 gr. Presentasi janin dapat juga menyebabkan perpanjangan masa persalinan, misalnya posisi oksipito demikian juga besarnya janin lebih dari 4000 gram tidak mudah dilahirkan pervaginam, meskipun ukuran panggul normal.



Grandemultipara. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami kala II memanjang pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami kala II memanjang pada kehamilan berikutnya.

d) Apa makna klinis dari persalinan lama selama 2 jam? Adanya pemanjangan kala II. Normalnya, kala II untuk multipara hanya berlangsung 0,5 – 1 jam saja.

e) Apa dampak pada ibu dan janin dari persalinan lama selama 2 jam? No.

Ibu

Janin

1.

Infeksi Intrapartum

Molase kepala janin

2.

Ruptura Uteri

Kaput suksedaneum

3.

Pembentukan Fistula

Cefal hematoma

4.

Cedera otot – otot dasar panggung

Kematian janin

f) Bagaimana proses persalinan normal? Kala

Fase

Keterangan

Kala I (Kala Fase laten

Bukaan sampai dengan 3 cm ; 7 –

Pembukaan)

8 jam Fase aktif

Fase akselerasi selama 2 jam sampai bukaan 4 cm Fase dilatasi maksimal selama 2 jam antara bukaan 4 dan bukaan 9 Fase deselerasi selama 2 jam

11

sampai bukaan lengkap 10 cm Kala II (kala Pengeluaran janin

Berlangsung selama  Multigravida : 0,5 – 1 jam

pengeluaran)

 Primigravida : 1,5 – 2 jam Kala III

Pengeluaran plasenta 6 -15 menit setelah bayi dilahirkan

Kala IV

Observasi 1 jam post partum

2. She was put on oxytocin drip and delivered a 4100 gram infant by spontaneous delivery 3 hours ago with the assistance of the midwife. The placenta was delivered spontaneously and intact. She received episiotomy and had it repaired. a) Apa indikasi pemberian oxytocin pada kasus? 

Antepartum Dapat meningkatkan kontraksi uterus agar proses persalinan dapat berjalan lebih cepat untuk kepentingan ibu dan fetus. Dapat digunakan untuk induksi persalinan, terapi tambahan pada abortus inkomplit atau abortus yang terjadi pada trimester II, dan stimulasi atau memperkuat kontraksi persalinan.



Postpartum Dapat membantu menghasilkan kontraksi uterus pada kala III persalinan, sehingga dapat mengontrol perdarahan postpartum.

b) Bagaimana cara pemberian oxytocin drip? Kandung kemih dan rektum terlebih dahulu dikosongkan 1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri 2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik. 3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin 4. Catat semua hasil penilaian pada partogram 5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan dengan dosis awal 10 tetes per menit. 6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat. 12

7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian: a. Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau b. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit 8. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit: Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ) dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit) 9. Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.

c) Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari oxytocin? 

Farmakokinetik Absorption

: Steady state is reached normally 40 minutes after parenteral admin.

Distribution : Distribution

throughout

extracellular

fluid,

small amounts reach fetus. Metabolism

: Rapidly

via

the

liver

and

plasma

(by

oxytocinase); some metabolism via mammary gland. Excretion

: Elimination half-life: 1-5 minutes; excreted via urine.



Farmakodinamik Farmakodinamik oxytocin sama dengan hormon oxytocin yang diproduksi secara natural oleh lobus posterior pituitari. Oxytocin memiliki efek pada miometrium terutama pada saat akhir kehamilan aterm, setelah persalinan, dan puerperium dimana terjadi peningkatan jumlah reseptor oxytocin hingga 12 kali lipat.

13

Oxytocin berikatan dengan reseptor oxytocin di miometrium uterus yang kemudian mengaktivasi kaskade transduksi sinyal dari reseptor G-protein (G-Protein coupled receptor/GPCR) sehingga menyebabkan

peningkatan

konsentrasi

Ca2+

intraseluler.

Peningkatan konsentrasi kalsium ini mengaktivasi myosin lightchain kinase (MLCK) yang menginduksi pembentukan dari contractile protein actomyosin sehingga menyebabkan kontraksi otot polos uterus. Oxytocin juga menstimulasi kontraksi sel myoepithelial di sekitar alveoli mammae sehingga menyebabkan keluarnya ASI dan memfasilitasi laktasi.

d) Apa indikasi dilakukan episiotomi? 

Bayi yang akan dilahirkan terlalu besar atau berada dalam breech position



Proses persalinan terjadi begitu cepat



Diperlukan instrument ekstraksi untuk membebaskan bayi dan jalan lahir



Membantu

mempercepat

persalinan

apabila

persalinan

berlangsung lama 

Ibu ataupun bayinya mengalami kesulitan

e) Apa hubungan bayi lahir besar dengan kasus? Makrosomia

Uterus membesar lebih dari normal

Kegagalan kontraksi uterus (atonia uteri)

Arteriole spiralis

Pembuluh darah di uterus masih terbuka (yang insersi oleh plasenta)

14

Vena desidua

Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500 – 800 cc / menit

Perdarahan post partum

HPP  Perdarahan 350 – 500 cc / menit dari bekas tempat melekatnya plasenta

f) Apa makna klinis plasenta keluar secara spontan dan intact? Plasenta keluar secara spontan dan utuh adalah normal. 

Jika terdapat potongan plasenta yang tertinggal, maka disebut dengan rest placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau sekunder (lebih sering).



Jika plasenta tertinggal dalam uterus lebih dari setengah jam setelah anak lahir (tidak spontan) disebut retensio plasenta. Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus).

g) Apa makna klinis dari proses melahirkan selama 3 jam setelah pemberian oxytocin? 

Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan oksitosin drip.



Jika pemberian oksitosin drip tidak ada dalam kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan vacuum atau forcep bila persyaratan dipenuhi. Lahirkan dengan seksio sesarea bila persyaratan vacum dan forcep tidak terpenuhi.

3. After delivery, she complained of massive vaginal bleeding and was brought to a hospital. Due to the absence of the OBGYN, she was referrefed to Moh. Hoesin Hospital. The estimated blood loss at the time of delivery was 500 cc. At the hospital, the patient looked pale, weak, and drowsy. a) Apa penyebab perdarahan pada kasus? Penyebab perdarahan post-partum primer paling sering adalah atonia uteri, diikuti trauma traktus genitalia.

15

Selain itu penyebab yang bisa menyebabkan keadaan pada kasus adalah: 

Usia diatas 35 tahun, dimana fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.



Multipara (anak ke 7), janin besar / macrosomia Terjadi

peningkatan

regangan

pada

miometrium

-

memudahkan terjadinya atonia uteri dan ruptura uteri  tidak terjadi kontraksi uterus setelah plasenta dilahirkan  terjadinya perdarahan massif. 

Sosial ekonomi rendah Kurangnya pengetahuan manajemen kehamilan yang baik, serta asupan nutrisi yang buruk dan tidak memenuhi kebutuhan selama kehamilan  meningkatkan terjadinya resiko atonia uteri saat persalinan  perdarahan postpartum .



Persalinan dengan tenaga yang tidak terlatih Bisa terjadi kesalahan saat melakukan persalinan  terjadi perdarahan.

b) Apa makna klinis dari EBL 500 cc? Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum ≥ 500 ml darah dari saluran genital yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. EBL dihitung dengan menghitung jumlah kasa yang basah dan jumlah darahan dalam tabung hisap.

16

c) Apa tatalaksana awal pada kasus?



Hb rendah  transfusi dengan menggunakan whole blood / PRC karena untuk menaikkan Hb terlebih dahulu.

d) Bagaimana dampak dari perdarahan pada ibu? 

Anemia



Syok hipovolemik



Kematian



Infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang 17



Sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi (kekurangan) pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kaheksia.

e) Bagaimana cara menghitung estimated blood loss? Adapun beberapa metode atau teknik yang dapat digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah kehilangan darah setelah persalinan adalah : 1. Estimasi Visual Estimasi visual merupakan metode yagng paling sering digunakan dalam praktek sehari-hari untuk mengukur kehilangan darah dalam persalinan di Amerika Serikat . metode ini tetap digunakan meski beberapa penelitin menunjukkan bahwa metode ini urang akurat. Beberapa menemukan bahwa metode ini memprediksi kehilangan darah yang berlebih atau bahkan kurang dari kehilangan darah sesungguhnya. 3 Namun tidak sedikit juga penelitian menunjukkan bahwa estimasi visual memprediksikan kehilangan

darah

mendekati

nilai

kehilangan

darah

sesungguhnya. a. Pembalut Pembalut standar mampu menyerap 100 ml darah b. Tumpahan darah di lantai Tumpahan darah dengan diameter 50cm, 75 cm, 100 cm secara berturut turut mewakili kehilangan darah 500mL, 1000mL, dan 1500mL. c. Kidney Dish / Nierbeken Nierbeken atau kidney dish mampu menampung 500mL darah d. Stained incontinence pad / underpad Underpad dengan ukuran 75cm x 57 cm, mampu menampung 250 mL darah.

18

e. Kasa Kasa satndar ukuran 10cm x 10 cm mampu menyerap 60 mL darah sedangkan kasa ukuran 45 cm x 45 cm mampu menyerap 350mL darah.

19

f) Bagaimana mekanisme dari lemah dan pasien merasa mengantuk serta pucat?

g) Bagaimana mekanisme perdarahan pada kasus? G7P7A0 (Multiparitas)

Laserasi perineum

Makrosomia

Uterus membesar lebih dari normal

Kepala bayi > panggul ibu  CPD

Partus lama

Kegagalan kontraksi uterus (atonia uteri)

Pembuluh darah di uterus masih terbuka (yang diinsersi oleh plasenta)

Arteriole spiralis

Vena desidua Perdarahan post partum 20

4. Her prenatal course was uncomplicated and had no significant medical history. She had no history of previous contraception. a) Apa makna klinis tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi? Menyingkirkan diagnosis banding karena kontrasepsi juga bisa menyebabkan perdarahan

b) Apa pilihan kontrasepsi pada kasus? Postpartum dan menyusui < 48 jam Kontrasepsi

4D

hormonal kombinasi Pil progestin

2

Injeksi progestin

3

Implan

2

AKDR

2E

levonorgestrel AKDR copper

1

Tubektomi

A

Vasektomi

-

21

5. In the examination findings: Height: 163 cm, weight: 75 kg Sense: somnolen BP: 70/40 mmHg, HR: 121 x/min, RR: 24x/m. T: 36,4oC a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? Pemeriksaan

Nilai Normal

Hasil

Intepretasi

Pemeriksaan Height

IMT

Normal: 163 cm

18,5-22,9

IMT:

28,22

(Obese I) Menurut Klasifikasi

Weight

75 kg

berat

badan

untuk

orang

Asia

(WHO

2000) Sense

Compos Mentis

Somnolen

Abnormal

Blood Pressure

<120/<80 mmHg

70/40 mmHg

Hipotensi

Heart Rate

60-100x/min

121x/min

Takikardia

Respiratory Rate

14-20x/min

24x/min

Takipneu

Temperature

36,5-37,5 oC

36,4 oC

Normal

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik? Faktor resiko: kala II lama pada multipara, makrosomia, usia > 40 tahun, anemia. Miometrium kontraksi  serviks dilatasi  mendorong fetus dan plasenta keluar  miometrium setelah fetus dan plasenta keluar gagal kontraksi (atoni uteri)  arteri plasenta tidak terjepit  perdarahan banyak  pasokan darah ke organ lain berkurang  syok hipovolemik (BP turun, takikardia, takipnea, somnolen).

22

c) Bagaimana klasifikasi untuk penilaian derajat syok?

6. Obstetric examination: Outer examination

: abdomen flat, soft, uterine fundus palpable at the

level of umbilicus, uterine contraction was poor, active bleeding (+) Inspeculo

: portio livide, external uterine ostium was opened,

fluor (-) fluxus (+) active bleeding, erosion (+), laceration (+), repaired, polyp (-)

23

a) Bagaimana

interpretasi

dan

mekanisme

abnormal

dari

hasil

pemeriksaan obstetrik? 

Outer examination Abdomen

Uterine fundus

Flat, soft

Normal

Palpable at the level of Normal umbilicus

Uterine

Poor

Kontraksi pasca persalinan =

contraction

afterpain Kontraksi harusnya terasa kuat pada hari pertama dan kedua. Poor

contraction

disebabkan

atoni uteri. Active bleeding

+

Abnormal, uteri;

disebabkan

sehingga

arteri

atoni tidak

terjepit 

Inspeculo Inspeculo

portio

Ada

Normal

Estrogen



hipervaskularisasi

vagina dan vulva  tampak merah

livide(+),

agak kebiruan (tanda chadwick) Terlihat pada minggu ke-8 external

Masih

uterine

terbuka

ostium

Normal

was meskipun

24

-

opened

plasenta telah lahir. Dapat dimasuki 2 –

3

jari.

Setelah

6

minggu persalinan akan menutup fluor(-),

Normal

Normal

-

fluxus(+)

Tidak ada abnormal

Atonia uteri

active

aktif

kontraksi uterus setelah plasenta



Tidak terjadi

dilahirkan  perdarahan massif 

bleeding

fluxus (+) dengan perdarahan aktif. erosion(+)

Tidak ada

Abnormal

Suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). dapat dijumpai pada wanita yang pernah

melahirkan

sehingga

terdapat luka-luka kecil meradang atau dikarenakan sewaktu hamil sel-sel kelenjar lebih halus dari selsel epitel. Mereka menghasilkan lebih banyak lendir dan cenderung mudah berdarah. laceration(+)

Tidak ada

Abnormal

repaired polyp(-)

Adanya tindakan episiotomy yang dilakukan oleh bidan.

Tidak ada

Normal

-

b) Bagaimana cara menilai kontraksi uterus? Salah satu cara untuk menentukan intensitas kontraksi adalah dengan membandingkan kekerasan kontraksi uterus dengan daerah-

25

daerah pada wajah dokter. Misalnya, pipi dapat dianggap sebagai kontraksi yang lemah, ujung hidung sebagai kontraksi yang menengah dan dahi sebagai kontraksi kuat.

Durasi Kontraksi Uterus Menempatkan tangan di perut dan merasakan saat uterus menjadi keras dan juga saat rileksasi, membantu dokter dalam menilai durasi kontraksi uterus. Tergantung pada lama berlangsungnya kontraksi, maka kontraksi dapat diklasifikasikan sebagai kontraksi kuat, sedang dan lemah. Durasi Kontraksi

Derajat Kontraksi

Kontraksi berlangsung kurang dari 20 detik

Lemah

Kontraksi berlangsung selama 20-40 detik

Sedang

Kontraksi berlangsung lebih dari 40 detik

Kuat

7. Lab: Hb 4,7 g/dL; PLT: 225.000/mm3, WBC: 20.600/mm3, BT/CT: 3minutes/12 minutes, Ureum: 48,5 mg/dL; Creatinine: 1,10 mg/dL a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium? Pemeriksaaan

Nilai Rujukan

Hasil

Interpretasi

Hb

10-15 g/dl

4,7 g/dL

Abnormal

Platelet

150.000 – 400.000

225.000/mm3

Normal

20.600/mm3

Abnormal

3menit / 12 menit

Normal

Lab

sel/mm3 WBC

4.000 – 11.000/mm3

BT/CT

1 – 5/ 10 – 12 menit

Ureum

10 – 50 mg/dL

48,5 mg/dL

Normal

Creatinine

0,4 – 1,5 mg/dL

1,10 mg/dL

Normal

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium? 

Hemoglobin Pasien saat melahirkan mengalami uterus yang tidak dapat

26

berkontraksi dan juga Persalinan dibantu oleh pembantu persalinan yang manipulatif dan traumatif

Pembuluh darah uterus terus

berdilatasi dan Kerusakan tempat implantasi plasenta ruptur uterus Perdarahan berkurangnya komponen darah Hemoglobin menurun. 

Leukosit tinggi Namun bisa juga disebabkan oleh stress pasca persalinan, biasanya leukosit akan meningkat atau karena, pendarahan yang massif, meningkatkan risiko tinggi untuk terkena infeksi pasca persalinan karena pembuluh darah yang terbuka merupakan port dientry dari bakteri.

c) Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan? 1. Pemeriksaan darah lengkap (untuk anemia) 2. Urine output 3. Penggolongan darah ABO dan tipe Rh serta sampel untuk pencocokan silang 4. Profil hemostasis  Waktu perdarahan (Bleeding time/BT)  Waktu pembekuan (clotting time/CT)  Prothrombin time (PT)  Activated partial thromboplastin time (APTT)  Hitung trombosit  Fibrinogen

d) Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk mengatasi anemia dan BT/CT memanjang pada kasus ini? 

Resusitasi cairan Larutan kristaloid dengan infus awal cairan diberikan dalam jumlah 3x lipat darah yang diperkirakan hilang. Lebih baik RL daripada NaCl.



Transfusi darah menggunakan darah lengkap (whole blood). Satu unit darah dapat meningkatkan hematocrit 3-4 % volume. Darah

27

lengkap dipilih karena dapat menggantikna banyak factor koagulasi, khususnya fibrinogen dan kandungan plasmanya yang berguna untuk memulihkan hipovolemia. Selain itu penggunaan darah lengkap lebih bagus karena lebih sedikit pajanan donor dibanding jika ditransfusi dengan komponen darah dan PRC.



Infus konsentrat trombosit untuk menggantikan trombosit, factor V, VIII, dan XI. Dilakukan jika terdapat trombositopenia dengan trombosit 10.000 – 15.000/mm3. Dapat di berikan plasma segar (frozen fresh plasma) atau kriopresipitat.

e) Bagaimana perawatan pasca salin? Hal yang perlu diperhatikan: 1.

Mobilisasi  8 jam : baring datar  2 hari : boleh duduk  3 hari : boleh jalan  4 -5 hari : boleh pulang

2.

Diet Makanan yang berkualitas

3.

BAK  Secepatnya

28

 Post partum  spasme m. sphincter vesical et uretra oleh kepala janin dan m.sphincter ani oleh iritsasi serta edem kandung kemih intra partum  sulit BAK  Lakukan pemasangan kateter 4.

BAB  Ada 3-4 hari post partus, jika tidak ada/ BAB keras berikan pencahar agar feses tidak tertumpuk

di rectum yang dapat

menyebabkan demam 5.

Laktasi

6.

Demam (tidak lebih dari 38 derajat)

7.

Rasa mules (akibat kontraksi uterus; dialami selama 2-3 hari post partum)

BAK: Untuk kala 2 lama dilakukan pemasangan kateter 2 x 24 jam untuk mencegah terjadinya fistula atau juga dianjurkan untuk senam cagel? dengan cara seperti menahan BAK selama 8 siklus sehari bisa 3-5 kali. BAB: Partus kasep sudah ada komplikasi tandanya ibu kelelahan, tanda syok, dehidrasi, demam. Jika pada janin denyut jantung melemah

29

V.

HIPOTESIS Ny.A, 40 tahun, P7A0 post partum spontan dengan HPP dini et causa atonia uteri dan laserasi perineum disertai anemia berat dan syok hipovolemik.

VI.

KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN Topik

Perdarahan Pascapersalinan

What I

What I Don’t

What I have to

Know

Know

prove

Faktor Resiko, Etiologi, Klasifikasi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Diagnosis banding, Penegakkan diagnosis, SKDI, Tatalaksana, KIE, preventif sekunder, Komplikasi dan

Bagaimana Faktor Resiko, Etiologi, Klasifikasi, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Diagnosis banding, Penegakkan diagnosis, SKDI, Tatalaksana, KIE, preventif sekunder,

Prognosis

Komplikasi dan

Definisi, etiologi

Prognosis Bagaimana persalinan normal pada Mrs. A, berapa banyak perdarahan yang Persalinan Normal

Definisi,

normal pada

fisiologi

persalinan normal, dan cara melakukan persalinan normal yang aman bagi Mrs. A

Mengetahui proses persalinan yang normal, terutama pada kala 3 aktif , dan edukasi pasien terhadap kehamilan seterusnya, dan komplikasi pada persalinan selanjutnya.

30

How I Learn

Buku, Jurnal, Internet

VII.

LEARNING ISSUE 1) PERDARAHAN POST PARTUM a. Definisi Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria.

b. Epidemiologi Tiga penyebab klasik kematian ibu disamping infeksi dan preeklamsia adalah perdarahan. Perdarahan pascasalin (PPP) adalah perdarahan yang masif (>500ml setelah bayi lahir, atau perdarahn lebih dari normal yang disertai dengan perubahan tanda vital) yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping karena kehamilan ektopik dan abortus. Dengan berbagai kemajuan pelayanan obstetric di berbagai tempat di Indonesia, maka telah terjadi pergeseran kausal kematian ibu bersalin dengan perdarahan dan infeksi yang semakin berkurang tetapi penyebab eklamsia dan penyakit medic non-kehamilan semakin menonjol. Efek perdarahan terhadap ibu hamil tergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolimia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas menyebabkan PPP akan menganggu penyembuhan pada masa nifas, masa involusi, dan laktasi. PPP bukan merupakan diagnosis, akan tetappi harus dicari kausalnya. PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam 1 minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu setelah bayi lahir.

c. Etiologi Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah

31

4T (Tonus. Tissue, Trauma, dan Trombin) dimana tonus paling banyak disebabkan oleh atonia uteri, sedangkan tissue disebabkan oleh retensio plasenta, serta sisa plasenta; trauma disebabkan salah satunya oleh perlukaan jalan lahir, serta trombin biasanya akibat kelainan pembekuan darah. Berikut tabel dan masing-masing pembahasannya:

Tabel 1. Etiologi Perdarahan Post Partum 1. Tonus Salah satu etiologi perdarahan post partum adalah tonus, dimana yang menjadi penyebab terbanyak dari tonus adalah ketidakmampuan dari tonus otot uterus untuk berkontraksi atau lebih dikenal dengan atonia uteri. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika miometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

32

Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan "Sindroma Sheehan” yang terjadi tidak lama sesudah persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan. Hipofisis berinvolusi sesudah persalinan dan diduga bahwa pengaruh syok pada hipofisis yang sedang dalam involusi dapat menimbulkan nekrosis pada pars anterior. Gejala-gejala sindrom Sheehan antara lain astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh

kehamilan

ganda,

janin

makrosomia,

polihidramnion

atau

abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir. Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapal pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat anti inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis. endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipolermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grande multiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum.

2. Tissue a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta

33

c. Plasenta akreta dan variasinya. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal ini dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali maka tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: -

Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).

-

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi : 1. Plasenta Adhesiva : Plasenta yang menempel pada desidua endometrium. 2. Plasenta Inkreta : Plasenta yang vili-vilinya menembus sampai ke miometrium uterus. 3. Plasenta Akreta : Plasenta yang vili-vilinya menembus desidua basalis sampai ke miometrium sedikit dibawah desidua. 4. Plasenta Parkreta : Plasenta yang mencapai lapisan serosa dinding uterus atau peritoneum. 5. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta dalam cavum uteri karena atonia uteri.

34

Gambar 1. Plasenta Perkreta-Akreta-Inkarserata Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan adanya massa uterus yang echogenic yang mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.

3. Trauma Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir: -

Robekan Perineum

-

Ruptur uterus

-

Inversi uterus

-

Perlukaan jalan lahir

-

Vaginal hematom Robekan perineum dibagi atas 4 tingkat, yaitu Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina atau tanpa mengenai kulit perineum. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai sfingter ani. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum. Ruptur spontan uterus jarang terjadi, fektor resiko yang bisa

menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut sectio secarea sebelumnya.

35

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vakum atau ekstraksi forcep, walau begitu laserasi bisa teijadi pada sembarang persalinan.(10,12) Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tidak terdeteksi dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomy. Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi. Ketika laserasi serviks atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.(2,19) Pada inversio uteri bagian alas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi: -

Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.

-

Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

-

Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri ialah perasat crede

pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan

36

angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

4. Thrombin / Kelainan Pembekuan Darah Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa: -

Hipofibrinogenemia, kelainan pembuluh darah yang disebabkan karena defisiensi fibrinogen dapat dijumpai pada: solusio plasenta, kematian hasil konsepsi yang tertahan lama dalam uterus, embolismus air ketuban, sepsis, dan eklampsia.

-

Trombositopeni, kurangnya jumlah trombosit pada darah atau trombositopenia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PPH, 3% dari kasus PPH karena trombositopenia disebabkan oleh ITP. 

Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) ITP merupakan suatu keadaan perdarahan berupa petekie

atau ekimosis di kulit/selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui, lebih sering terjadi pada wanita. ITP merupakan penyulit yang jarang dijumpai dalam kehamilan. Diagnosis dapat dibuat apabila ada purpura pada kulit, uji tourniquet positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000 per milimeter kubik, ada perpanjangan masa perdarahan, retraksi beku, dan konsumsi protrombin, dan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang lebih banyak.(2) ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi. ITP adalah sindrom yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura dengan trombositopenia dan anemia.

37

-

Sindrom HELLP Merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya, kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.(20) Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan

apus

darah

tepi,

total

bilirubin

>1,2mg/dl,

laktat

dehidrogenase (LDH) > 600U/L. Peningkatan fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/mm3.(21) -

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:(22) 

Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah.



Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan).



Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat. DIC biasanya muncul tiba-tiba dan bisa bersifat sangat berat.

Jika keadaan ini terjadi setelah pembedahan atau persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan yang robek bisa mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan bisa menetap di

38

daerah tempat penyuntikan atau tusukan. Perdarahan masif bisa terjadi di dalam otak, saluran pencernaan, kulit, otot dan rongga tubuh. Bekuan darah di dalam pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang sifatnya menetap) sehingga tidak terbentuk air kemih. -

Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

d. Klasifikasi Berdasarkan waktu kejadiannya, perdarahan pasca persalian dibagi menjadi 2, yaitu : i. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (early post partum hemorrhage, atau perdarahan pasca persalinan primer, atau perdarahan pasca persalinan segera) . 1. Terjadi dalam 24 jam pertama 2. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir. ii. Perdarahan Masa Nifas (perdarahan persalinan sekunder atau perdarahan

pasca

persalinan

lambat,

atau

late

post

partum

hemorrhage) 1. Terjadi setelah 24 jam pertama. 2. Sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

Berdasaran volume darah yang hilang, perdarahan pasca salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml) atau berat (>2000 ml).

e. Patogenesis dan patofisiologi Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat 39

oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan : a. Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir. b. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi, dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai terjadi syok. c. Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir. d. Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. e. Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab lain.

Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi.

40

f. Manifestasi klinis

g. Diagnosis Diagnosa perdarahan postpartum: 1. Terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir 2. Jumlahnya sekitar 400 – 500 cc 3. Keluar pada umumnya mendadak, tanpa disadari 4. Dapat di ikuti dengan menurunya kesadaran 5. Dapat di ikuti dengan perubahan sistem kardiovaskuler

Penegakan diagnosis atonia uteri : Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

41

Pemeriksaan Fisik a. Pemerikasan tanda – tanda vital 1. Pemeriksaan suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia. 2. Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. 3. Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia. 4. Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.

42

Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi : 1. Nyeri / ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ). 2. Sistem vaskuler a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam berikutnya. b. Tensi diawasi setiap 8 jam. c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah. d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya. b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau. c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas. d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak. e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum. f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ). 4. Traktus urinarus Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain – lain. 5. Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi. 6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

43

Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi 2. Menentukan adanya gangguan kongulasi Dengan hitung protombrin time

( PT )

dan activated Partial

Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.

No. 1.

2

3

4

Gejala dan tanda yang

Diagnosis

selalu ada

kadang-kadang ada

kemungkinan

- Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer/P3) - Perdarahan segera (P3) - Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik -

5

Gejala dan tanda yang

-

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera (P3) Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)

Syok

Atonia uteri

-

Robekan jalan lahir

Pucat Lemah Menggigil

-

Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Retensio plasenta

-

Inversio uteri

44

Syok neurogenik Pucat dan limbung

Tertinggalnya sebagian plasenta

-

6

-

-

-

7

-

Perdarahan segera (P3) Nyeri sedikit atau berat Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus-menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi) Perdarahan segera (P3) (perdarahan intraabdominal dan atau vaginum) Nyeri perut hebat

-

-

Anemia Demam

Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)

-

-

Syok Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat

Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

h. Diagnosis banding No 1

Diagnosis Banding

Gejala

Atonia uteri

-

Pendarahan

masih

aktif

dan

banyak

bergumpal saat bayi dan plasenta lahir

2

3

4

Trauma jalan lahir

Inversio uteri

Koagulopati

45

-

Kontraksi uterus lembek

-

Masih ada darah terperangkap dalam uterus

-

Fundus uteri tidak teraba

-

Pucat

-

lemah

-

Uterus berkontraksi baik, teraba keras

-

Plasenta lengkap

-

Darah segar mengalir setelah bayi lahir

-

Menggigil

-

Pucat, lemah

-

Lumen vagina terisi massa

-

Uterus tidak teraba

-

Neurogenik syok

-

Tampak tali pusat jika plasenta belum lahir

-

Hipofibrinogenemia, trombositopenia

5

Retained

placenta

fragments

-

Placenta atau sebagian selaput tidak lengkap

-

Uterus berkontraksi tapi tinggi fundus tidak berkurang

6

Retensio plasenta

-

Perdarahan segera

-

Uterus berkontraksi dan keras

-

Plasenta belum lahir setelah 30 menit

-

Inversio uteri akibat tarikan

-

Tali pusat putus akibat traksi berlebihan

i. Tatalaksana Kunci dari tatalaksana dari PPP adalah untuk mengetahui secara cepat, melakukan resusitasi, dan mengembalikan volume darah sirkulasi, serta mengidentifikasi dan mentatalaksana penyebabnya. Penting juga untuk mengetahui manifestasi klinis pada setia derajat hypovolemia dan syok. Algoritme dalam penatalaksanaan atoni uteri perdarahan post partum adalah HAEMOSTASIS. 1. Ask for Help Minta pertolongan dari tim multidisiplin pada perdarahan postpartum awal, karena PPP dapat menyebabkan kolapsnya sirkulasi dalam hitungan menit. Secepatnya memanggil staf senior, tim obstetric, konsultan, bidan yang bertanggung jawab, anestesi, staf operasi, bank darah, hematologi, dan ICU 2. Assess (vital parameters, blood loss) and resuscitate Nilai vital sign (derajat kesadaran, nadi, tekanan darah, saturasi oksigen apabila tersedia) dan jumlah darah yang hilang harus dilakukan sambil melakukan

resusitasi.

Hilangnya

1

liter

darah

membutuhkan

penggggantian cairan 4-5 L kristaloid (0,9% normal saline atau ringer laktat) atau koloid sampai dapat dilakukannya cross-match darah. Transfuse darah diperlukan apabila terjadi kehilangan darah yang terus menerus, volume yang hilang hampir 30%, atau apabila status klinis pasien mengarah kepada syok yang membutuhkan resusitasi agresif. Koagulopati delusional terjadi apabila sekitar 80% volume original darah telah digantikan. Satu liter FFP (15 mL/kg) diberikan setiap 6 unit

46

transfuse darah. Konsentrasi trombosit harus dipertahankan lebih dari 50 x 109/L atau lebih dari 80-100 x 109/L apabila dibutuhkan intervensi surgical. Cryoprecipitate, yang menyediakan bentuk konsentrasi dari fibrinogen dan faktor koagulasi lainnya (VIII, XIII, von willebrand), dibutuhkan apabila terjadi DIC atau level fibrinogen dibawah 10 g/L 3. Establish etiology, ensure availability of blood, ecbolics (Syntometrine, ergometrine, bolus oxytocin) Mencari penyebab dari perdarahan dilakkan saat resusitasi. 4T dapat digunakan sebagai pendekatan sistematik dalam mengidentifikasi perdarahan. Pemeriksaan dan eksplorasi dari uterus dan traktus genitalia harus dilakukan. Dapat dilakukan eksplorasi manual kavitas uteri apabila kemungkinan plasenta tidak lahir sempurna. Apabila perdarahan tetap ada walaupun kontraksinya bagus, kemungkinan ada trauma traktus genitalia. Pemeriksaan dengan anestesi harus melihat apakah ada robekan di serviks atau vagina, yang dapat melibatkan uterus atau ligament atau retroperitoneal hematoma. Apabila tidak ada trauma dan jaringan yang tertinggal, kontraksi uterus baik, kemungkinan perdarahan disebabkan karena defek pada hemostasis. Penggantian produk darah harus

dipertimbangkan

dan

kemungkinan

adanya

abnormalitas

koagulasi. Sebagian besar PPP dapat ditangani tanpa operasi, tetapi rupture uteri dan trauma traktus genitalia tidak bisa. Apabila uterus tetap atoni setelah terapi oksitosin, synometrine atau ergometrine harus diulangi, atau, secara alternative oxytocin 10 uni dapat diberikan slow IV blus. 4. Massage uterus Apabila uterus atoni, dapat dilakukan masase dan diberikan terapi uterotonik. Masase uterus diberiksa secara manual (tangan di fundus) atau bimanual (tangan dalam vagina pada forniks anterior, dan tangan pada abdomen apda bagian posterior fundus). Masase bimanual mengurangi perdarahan walaupun uterus tetap atonik, memberikan resusitasi kesempatan untuk mengejar kehilangan darah. 5. Oxytocin infusion/prostaglandins – IV/per rectal/IM/ intramyometrial Infus oksitosin (40 unit dalam 500 mL 0,9% salin normal, dengan kecepatan 125 mL/jam) dapat digunakan untuk menjaga kontraksi 47

uterus. Agen lini kedua untuk atonia uteri yaitu 15-methyl prostaglandin F2a (PGF2a), 0,25 mg IM deep dan diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. progtaglandin 80-90% efektif untuk menghentikan perdarahan pada kasus yang refraktori terhadap oksitosis dan ergometrine. Administrasi misoprostol rectal (800-1000g), analog prostaglandin E1, dapat digunakan sebagai salah satu tatalaksana PPP. 6. Shift

to

operating

theatre



exclude

retained

products

and

trauma/bimanual compression Perdarahan yang masih berlanjut membutuhka evaluasi dalam kamar operasi. Tonus uteri diperiksa kembali, inversi uteri dan pemeriksaan ulang untuk menyingkirkan retensi jaringan dan trauma. Kompresi bimanual dan tekanan langsung pada laserasi dapat mengontrol perdarahan pada saat persiapan sedang dilakukan untuk intervensi lanjut dan koreksi koagulopati superimposed. 7. Tamponade balloon/uterine packing Dilaporkan adanya keberhasilan penggunaan tamponade dengan balon, seperti Sengstaken-Blakemore esophageal catheter, Rusch urological hyrostatic balloon, dan “Bakri SOS” balloon. Insersi balon ini simple, membutuhkan volume 300-500 mL untuk memberikan tekanan balik untuk

menghentikan

perdarahan

dari

sinus

uteri.

Kemampuan

tamponade untuk menghentikan perdarahan atau tamponade test positif memiliki nilai kesuksesan 87% dalam menatalaksana PPP tanpa intervensi bedah. 8. Apply compression sutures – B-Lynch/modified Apabila tes tamponade gagal, atau perdarahan yang mengancam nyawa terjadi, laparotomy harus dilakukan sesegera mungkin. Pada laparotomy, apabila kompresi bimanual berhasil menghentika perdarahan maka kompresi sutura tidak perlu dilakukan. Dinding anterior dan posterior uterus dikompresi dari isthmus sampai ke fundus menggunakan delayed absorbable suture. Keuntungan kompresi sutura:

mudah

dilakukan,

bisa

dilakukan

dengan

cepat,

dan

membutuhkan sedikit ahli bedah. Dilaporkan juga fertilitas dan kehamilannya tidak terganggu.

48

9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ovarian/quadruple/internal iliac Apabila perdarahannya berlanjut, ligase dari arteri uterine (yang menyediakan 90% darah uterus), cabang tuba dari arteri ovarium, dan arteri iliaka interna dapat dilakukan. Ligase arteri iliaka interna sulit dilakukan dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitar. 10. Interventional radiologist – if appropriate, uterine artery embolization Embolisasi arteri selektif dapat digunakan untuk situasi dimana fertilitas masih

dibutuhkan,

perdarahan

tidak

parah

atau

perdarahan

postoperative, tatalaksana hematoma, dan adanya koagulopati. 11. Subtotal/total abdominal hysterectomy Histerektomi merupakan prosedur kuratif dan merupakan pilihan terakhir dari penatalaksanaan PPP. Hal ini dilakukan apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil atau terdapat perdarahan yang tak terkontrol. Subtotal histerektomi dapat dilakukan secara cepat dan efektif untuk perdarahan karena atoni uteri, tetpi tidak efektif untuk perdarahan dari serviks bagian bawah atau forniks vagina, sehingga total histerektomi dapat dilakukan. Penatalaksanaan di ICU dibutuhkan setelah terjadi perdaraha masfi

dan transfuse, karena adanya

kemungkinan terjadinya kegagalan multiorgan. Potensi untuk hamil kembali akan hilang setelah dihisterektomi.

Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan: 

Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri



Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir Menurut Sarwono, pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut.



Sikap tredelenbug, memasang venous line, dan memberikan oksigen



Sekalgius merangsang kontraksi uterus dengan cara: -

Masase fundus uteri dan merangsang putting susu

49

-

Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m., i.v., atau s.c.

-

Meberikan

derivate

prostaglandin

F2α

(carboprost

tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, ebris, dan takikardia -

Pemberian misoprostol 800-1000µg per-rektal

-

Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal

-

Kompresi aorta abdominalis

-

Pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 mL yang akan mengurangii perdarahan dan menghindari tindakan operatif

-

Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan



Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operasi laparotomy dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan

uterus)

atau

melakukan

histerektomi.

Alternatifnya berupa: -

Ligase arteria uterine atau arteria ovarika

-

Operasi ransel B Lynch

-

Histerektomi supravaginal

-

Histerektomi total abdominal

Apabila terjadi robekan jalan lahir, klem semua perdarahan yang terbuka, diikat, dan luka dtutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti. Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi local, penerangan lampu yang cukup serta speculum dan memperhatikan kedalaman luka.

50

Apabila terjadi inversi uterus, tindakan yang dilakukan sebagai berikut. 1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat. 2. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak 3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari Rahim dan sambil memebrikan uterotonika lewat infus atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan 4. Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuasi dengan keperluan 5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan mnuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomy untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami nekrosis dan infeksi.

j. Komplikasi Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kaheksia. Penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan

ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi,

amenore dan kehilangan fungsi laktasi.

k. SKDI

51

3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

2) PERSALINAN NORMAL A. Pengertian Persalinan Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2007)

Bentuk persalinan berdasarkan teknik : 1. Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir. 2. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria 3. Persalinan

anjuran

yaitu

bila

kekuatan

yang

diperlukan

untuk

persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang.

Persalinan berdasarkan umur kehamilan : 1. Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin di bawah 1.000 gram atau usia kehamilan di bawah 28 minggu. 52

2. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur; berat janin antara 1.000-2.500 gram. 3. Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram. 4. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur. 5. Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas kenderaan, dan sebagainya. 6. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya Cephalo pelvic Disproportion (CPD). (Rohani; dkk, 2011)

B. Tahap Persalinan Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan (pendataran dan dilatasi serviks). Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran (eksplusif janin), oleh karena kekuatan his dan kekuatan, mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri (pemisahan dan eksplusif janin), plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum.

a. Kala I (Kala Pembukaan) Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).

53

Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. 1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam. 2. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase. a. Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. b. Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. c. Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/ jam. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama.

b.

Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.

Tanda dan gejala kala II 1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit. 2. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. 3. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina. 54

4. Perineum terlihat menonjol. 5. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka. 6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan : 1. Pembukaan serviks telah lengkap. 2. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.

c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta) Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.

Perubahan psikologis kala III 1. Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya. 2. Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah. 3. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu dijahit. 4. Menaruh perhatian terhadap plasenta

d. Kala IV (Kala Pengawasan) Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV : 1. Tingkat kesadaran. 2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan. 3. Kontraksi uterus. 4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 samapai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV 1. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus berkontraksi. 2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. 55

3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. 4. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi). 5. Evaluasi kondisi ibu secara umum. 6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

C. Asuhan Persalinan Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi. Kebijakan pelayanan asuhan persalinan : 1. Semua persalinan harus dihindari dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih. 2. Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal harus tersedia 24 jam. 3. Obat-obatan esensial, bahan, dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih.

D. Tanda-tanda Persalinan Tanda dan gejala inpartu 1. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur. 2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus. 3. Kadang-kadang

ketuban

pecah

dengan

sendirinya.

Pemecahan

membran yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam. 56

4. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara. a. Nulipara Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1 cm; dan dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-100%, kemudian terjadi pembukaan. b. Multipara Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan penipisan. 5. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)

3) PERAWATAN PASCA SALIN Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Perawatan

masa

nifas

dimulai

sebenarnya

sejak

kala

uri

dengan

menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan masa nifas : 1. Mobilisasi. Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jama post partum untuk mencegah perdarahan post partum. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk, hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang.

57

Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka. 2. Diet / Makanan. Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung cukup protein, banyak cairan, serta banyak buahbuahan dan sayuran karena si ibu ini mengalami hemokosentrasi. 3. Buang Air Kecil. Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadangkadang wanita sulit kencing karena pada persalinan m.sphicter vesica et urethare mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musc. sphincter ani. Juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dengan wanita sulit kencing sebaiknya lakukan kateterisasi, sebab hal ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Bila infeksi telah terjadi (urethritis, cystitis, pyelitis), maka pemberian antibiotika sudah pada tempatnya. 4. Buang Air Besar. Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul berak yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar (laxantia) peroral atau parenterala, atau dilakukan klisma bila masih belum berakhir. Karena jika tidak, feses dapat tertimbun di rektum, dan menimbulkan demam. 5. Demam Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5oC dari keadaan normal, tapi tidak melebihi 38oC. Dan sesudah 12 jam pertama suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38oC, mungkin telah ada infeksi. 6. Mulas. Hal ini timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa sedang menyusui. Hal ini dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Perasaan sakit ini juga timbul bila masih ada sisa selaput ketuban, plasenta atau gumpalan dari di cavum uteri. Bila si ibu sangat mengeluh, dapat diberikan analgetik atau sedativa supaya ia dapat beristirahat tidur. 7. Laktasi 8. Jam sesudah persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya,

misalnya:

menderita

thypus

abdominalis,

tuberkulosis

aktif,

thyrotoxicosis, DM berat, psikosis atau puting susu tertarik ke dalam, leprae. Atau kelainan pada bayinya sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato palatoschizis) sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. 58

PEMERIKSAAN PASCA PERSALINAN Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kira-kira 6 minggu. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali, yaitu: -

6-8 jam pasca persalinan (sebelum pulang)

-

6 hari setelah persalinan

-

2 minggu setelah persalinan

-

6 minggu setelah persalinan

Pemeriksaan pasca persalinan meliputi : 1. Pemeriksaan keadaan umum: tensi, nadi, suhu badan, selera makan, keluhan, dll 2. Keadaan payudara dan puting susu. 3. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektrum. 4. Sekret yang keluar (lochia, flour albus). 5. Keadaan alat-alat kandungan (cervix, uterus, adnexa).

Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah satu tanda berikut : -

Perdarahan berlebihan

-

Sekret vagina berbau

-

Demam

-

Nyeri perut

-

Kelelahan atau sesak

-

Bengkak di tangan, wajah, tungkai, atau sakit kepala atau pandangan kabur

-

Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan putting

Berikan informasi tentang perlunya hal-hal berikut: 

Kebersihan diri o Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air kecil atau besar dengan sabun dan air o Mengganti pembalut dua kali sehari 59

o Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin o Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau laserasi 

Istirahat o Beristirahat yang cukup o Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap



Latihan o Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul o Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul : 1. Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik napas dalam posisi tidur telentang dengan lengan di samping, tahan napas sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada, ulangi sebanyak 10 kali. 2. Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan, tahan dan kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan 5, ulangi sebanyak 5 kali.



Gizi o Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari o Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin) o Minum minimal 3 liter per hari o Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pasca salin terutama di daerah dengan prevalensi anemia tinggi o Suplemen vitamin A : 1 kapsul 200.000 IU diminum segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam kemudian.



ASI eksklusif, cara menyusui dan merawat payudara o Berikan informasi bahwa ASI ekslusif diberikan hingga umur 6 bulan dan jika memungkinkan diteruskan dengan pemberian ASI tambahan hingga berumur 2 tahun. o Kekerapan dan lama menyusui dengan ASI tidak dibatasi (ASI on demand, yaitu sesering yang bayi mau, siang dan malam). o Hindari penggunaan dot bayi

60

o Berikan ASI yang dipompa menggunakan cangkir atau selang nasogastrik bila bayi tidak mampu menyusui atau jika ibu tidak bisa bersama bayi sepanjang waktu. o Sebelum menyusui, cuci puting ibu dan buat ibu berada dalam posisi yang santai. Punggung ibu sebaiknya diberi sandaran dan sikunya didukung selama menyusui. o Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menyusui:

61

o Untuk meningkatkan produksi ASI, anjurkan ibu untuk melakukan halhal berikut ini. 1. Menyusui dengan cara-cara yang benar 2. Menyusui bayi setiap 2 jam 3. Bayi menyusui dengan posisi menempel yang baik, terdapat suara menelan aktif 4. Menyusui bayi di tempat yang tenang dan nyaman 5. Minum setiap kali menyusui 6. Tidur bersebelahan dengan bayi o Untuk perawatan payudara, anjurkan ibu untuk melakukan hal-hal berikut ini. 1. Menjaga payudara (terutama puting susu) tetap kering dan bersih 2. Memakai bra yang menyokong payudara 3. Mengoleskan kolostrum atau ASI pada puting susu yang lecet 4. Apabila lecet sangat berat, ASI dikeluarkan dan ditampung dengan menggunakan sendok 5. Menghilangkan nyeri dengan minum parasetamol 1x500 mg, dapat diulang tiap 6 jam o Jika payudara bengkak akibat pembedungan ASI: 1. Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit 2. Urut payudara dari arah pangkal menuju putting 3. Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak 4. Susukan bayi setiap 2-3 jam 5. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui

62



Senggama o Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak merasa nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina o Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan



Kontrasepsi dan keluarga berencana o Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi dan keluarga berencana setelah bersalin.

63

KERANGKA KONSEP Usia 40 tahun

Multipara

Makrosomia

Fungsi sistem reproduksi menurun

Peregangan miometrium

Uterus membesar lebih dari normal Kepala bayi > panggul ibu

Gagal kontraksi uterus (atonia uteri)

Partus lama

Kelelahan

Pembuluh darah tempat insersi plasenta tetap terbuka

Laserasi perineum

Perdarahan post partum

Hipovolemik

Hb menurun

Tekanan darah turun

Kompensasi tubuh

Fungsi ginjal terganggu

Ureum & creatinin meningkat

Takikardi

Takipneu

Peredaran darah ke perifer banyak dialihkan ke organ

Pucat

64

BAB III PENUTUP

I.

KESIMPULAN Ny.A, 40 tahun, P7A0 post partum spontan dengan HPP dini et causa atonia uteri dan laserasi perineum disertai anemia berat dan syok hipovolemik derajat sedang.

65

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, R. 1995. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Wiknjosastro, H. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Shane, B. 2001. Mencegah Perdarahan Pasca Persalinan: Menangani Persalinan Kala III. Edisi Khusus Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Terjemahan oleh PATH Indonesia. 2002. Jakarta: PATH Indonesia Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifuddin, A.B. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada kehamilan muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.2009 Barber M.D, 2010. Epidemiology and Its Surgical Removal. In: Hysterectomy for Benign Disease. Philadelphia: Sounders. 65-75. SDKI. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia 2012. Badan Kependudukan Dan. Keluarga Berencana Nasional Kementerian Kesehatan.2012. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilita Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta.

66

Related Documents