Sken C Blok Xvii.docx

  • Uploaded by: AryaMaulana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sken C Blok Xvii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,796
  • Pages: 62
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Blok Sistem Reproduksi adalah blok XVII pada semester 6 dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL) tersebut. Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor atau dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada. Proses tutorial juga merupakan bagian dari evaluasi mahasiswa pada bagian evaluasi formatif dengan tujuan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Proses tutorial juga merupakan syarat untuk mengikuti ujian OSOCA (Objective Structure Oral Case Analysis) yang merupakan bagian dari evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif bertujuan untuk menilai hasil pencapaian peserta didik agar dapat ditentukan tingkatan kompetensi yang telah dicapai. Penilaian sumatif dilakukan dengan merujuk kepada taksonomi pembelajaran yang dikemukakan oleh Bloom yang terdiri dari penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif.

1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaranKurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial Tutor

: dr. Indriyani M.Biomed

Moderator

: Putri Oktaria

Sekretaris Meja

: Muhammad Arif Qobidhurahmat

Sekretaris Papan : Ika Nurrohmawati Waktu

: 1. Selasa, 26 Maret 2019 Pukul :08.00 – 10.00 WIB 2. Kamis, 28 Maret 2019 Pukul :08.00 – 10.00 WIB

Peraturan

: 1. Semua

Anggota

tutorial

harus

mengeluarkan

pendapat. 2. Mengacungkan

tangan

saat

akan

mengajukan

argumen. 3. Sopan dan penuh tata krama dalam mengemukakan pendapat. 4. Izin saat akan keluar ruangan.

2.2 Skenario Kasus “Pernikahan Dini” Ny. N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit , dan Ny. N sadar setelah kejang. Sebelum kejang, Ny. N mengeluh nyeri kepala yang hebat.

2

Dua minggu sebelumnya, Ny. N juga sering mengeluh sakit kepala. Ny. N kontrol kehamilan ke Puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada. Pemeriksaan Fisik Keadaaan umum: sakit berat dan tampak gelisah, sensorium: apatis, GCS:11 Tanda Vital: TD: 200/130mmHg, Nadi:96x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 C Kepala: Konjungtiva tidak pucat Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal Ekstremitas: edema tungkai (+/+) Pemeriksaan Obstetri Pemeriksaan luar: tinggi Fundus Uteri 1/2 pusat-processus xipoideus (27 cm) cm , memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-), DJJ: 136x/menit. Pemeriksaan dalam: portio lunak, posterior, pendataran 0% , pembukaan kuncup, kepala hodge I, penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum dapat dinilai. Pemeriksaan Laboraturium: Darah rutin: Hb:12 g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit: 200.000 m/mm3. Urin rutin: Protein (+++)

2.3 Klarifikasi Istilah

1

Epilepsi

Kelompok syndrome yang di tandai oleh

3

gangguan fugsi otak sementara yang berupa penurunan fenomena

kesadaran motorik

yang

episodik,

abnormal,

ganguan

sensorik atau sinstem saraf otonom. 2

Kejang berulang

Perubahan fungsi otak mendasak dan sementara akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.

3

Hodge I

Garis

khayal

dalam

panggul

untuk

mengetahui seberapa jauh penurunan kepala janin badan panggul. 4

HIS

Kontraksi uterus saat impartu.

5

Portio Lunak

Bagian cervix uteri yang menonjol kedalam vagina yang teraba lunak.

6

Apatis

Tidak memiliki perasaan secara emosi; ketidak acuhan terhadap lingkungan.

7

Processus xhipoideus

Tonjolan yang berbentuk seperti pedang pada os sternun

8

Ketuban

Membran ekstraembrional yang melapisi korion dan mengandung fetus dan cairan amnion.

9

DJJ

Detak Jantung Janin dimana batas normal nya 120- 160x/menit.

10

Urin Protein

Terdapatnya protein di dalam urin.

2.4 Identifikasi Masalah 1.

Ny. N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit , dan Ny. N sadar setelah kejang.

4

2. Sebelum kejang, Ny. N mengeluh nyeri kepala yang hebat. Dua minggu sebelumnya, Ny. N juga sering mengeluh sakit kepala. 3. Ny. N kontrol kehamilan ke Puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal. 4. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada. 5. Pemeriksaan Fisik: Keadaaan umum: sakit berat dan tampak gelisah, sensorium: apatis, GCS: 11 Tanda Vital: TD: 200/130mmHg, Nadi:96x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 C Kepala: Konjungtiva tidak pucat Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal Ekstremitas: edema tungkai (+/+) 6. Pemeriksaan Obstetri Pemeriksaan luar: tinggi Fundus Uteri 1/2 pusat-processus xipoideus (27 cm) cm , memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-), DJJ: 136x/menit. Pemeriksaan dalam: portio lunak, posterior, pendataran 0% , pembukaan kuncup, kepala hodge I, penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum dapat dinilai. 7. Pemeriksaan Laboraturium: Darah rutin: Hb:12 g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit: 200.000 m/mm3. Urin rutin: Protein (+++)

2.5 Analisis Masalah 1. Ny. N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit , dan Ny. N sadar setelah kejang.

5

a. Bagaimana fisiologi pembentukan placenta ? Jawab

Perekembangan dan anatomi fisiologi plasenta. Ketika korda trofoblastik dari. Blastokista melekat pada uterus, kapilerkapiler darah tmbuh kedalam korda dari sistem vascular embrio yang baru terbentuk. Sekitar 21 hari setelah pembuahan, darah yang mulai dipompa oleh jantung embrio manusia. Secara bersamaan, sinus-sinus darah yang disuplai oleh darah oleh darah ibu berkembang di sekitar. Bagian luar korda trofoblastik. Sel-sel trofoblas menjulurkan semakin banyak penonjolanpenonjolan, yang akan menjadi vili plasenta, vili yang membawa darah fetus

dikelilingi

oleh sinus-sinus

yag

mengandung darah ibu. Struktur akhir plasenta ditunjukan pada

gambar.

Perhatikan bahwa darah fetus mengalir melalui dua arteri umbilikalis, lalu ke kapiler-kapiler vili, dan akhirnya kembali melalui sebuah vena umbilikalis menuju fetus. Sementara itu, darah ibu mengalir dari arteri uterine kedalam sinus-sinus maternal besar yang mengililingi vili dan kemudian kembali ke

6

vena uterine ibu (Guyton, 2016) Pada kasus, yang terganggu adalah sel endothel vascularpada semua pembuluh darah organ tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya kegagalan invasi trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna. Struktur Plasenta Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat pertukaran zat antara ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal ± 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang dari 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri, dikarenakan alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi. Plasenta berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi koriales atau jonjot chorion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal. Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal tertutup oleh amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari jaringan ibu. Jumlah celah pada plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.

7

Gambar 1. Permukaan plasenta Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh jaringan anak dan jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut membrana chorii, yang dibentuk oleh amnion, pembuluh darah janin, korion dan villi. Bagian dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan desidua spongiosa.

Gambar 2. Struktur plasenta Pembentukan Plasenta Perkembangan trofoblas berlangsung cepat pada hari ke 8-9, dari selapis sel tumbuh menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage).

8

Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta/sistem sirkulasi feto-maternal. Antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional. Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural. Menjelang akhir minggu kedua (hari 1314), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya. Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic space). Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu. Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.

9

Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier/tertiary stem villi). Selom ekstraembrional/rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional makin terpisah dari sitotrofoblas/selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat. Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-maternal. Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapisan , yaitu bagian dalam disebut sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsisiotrofoblas. Endometrium atau sel desidua di mana terjadi nidasi menjadi pucat dan besar disebut reaksi desidua. Sebagian lapisan desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua agaknya merupakan proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi sebagai sumber pasokan makanan. Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan endometrium mendekati lapisan basal endometrium dimana terdapat pembuluh spiralis, kemudian terbentuk lakuna yang berisi plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri spiralis sangat penting sebagai bentuk fisiologik yaitu model mangkuk. Hal ini dimungkinkan

10

karena penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin disana. Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian miometrium arteri spiralis terjadi pada kehamilan 14-15 minggu dan saat ini perkembangan plasenta telah lengkap. Apabila model mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul kekurangan pasokan darah ibu yang berakibat iskemia plasenta dan terjadi preeklampsia. Lakuna yang terbentuk akan menjadi ruang intervilli. Sedangkan menurut Sadler (2009: 108-9) pada awal bulan kedua, trofoblas ditandai dengan banyaknya vilus sekunder dan tersier yang menyebabkannya tampak radial.Vilus batang (vilus ancoralis) berjalan dari mesoderm lempeng korion ke selubung sitotrofoblas. Permukaan vilus dibentuk oleh sinsitium, terletak pada suatu lapisan sel sitotrofoblastik yang nantinya akan membungkus bagian tengah/inti vilus yang berupa mesoderm vaskular.Sistem kapiler yang terbentuk di inti tunas vilus segera berkontak dengan kapiler lempeng korion dan tangkai penghubung sehingga terbentuk sistem vaskular ekstraembrional

Darah ibu dialirkan ke plasenta oleh arteri-arteri spiralis di uterus. Erosi pembuluh darah ibu yang menyebabkan dibebaskannya darah ke dalam ruang antarvilus dilaksanakan oleh sel sitotrofoblas yang melakukan invasi endovaskular.Sel-sel ini, yang dibebaskan dari ujung-ujung vilus ancoralis (vilus penambat), menginvasi ujung terminal arteri spiralis, tempat sel-sel tersebut menggantikan sel endotel ibu di

11

dinding pembuluh darah, menciptakan pembuluh hibrida yang mengandung sel janin dan ibu (Sadler, 2009: 109). Untuk melaksanakan proses ini, sel sitotrofoblas mengalami transisi dari epitel menjadi endotel. Invasi ke arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas mengubah pembuluh darah ini dari pembuluh berdiameter kecil dan beresistensi tinggi menjadi pembuluh berdiameter besar dengan resistensi yang rendah dan dapat menyalurkan banyak darah ibu ke ruang antarvilus (Sadler, 2009: 109).

Gambar 2.2 Plasentasi Normal Proses pembentukkan struktur dan jenis plasenta disebut plasentasi. Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi (Prawirohardjo, 2013). Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, tropoblast invasive telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan-ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh-pembuluh darah yang dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruanganruangan interviler dimana vili korialis seolah-olah terapung-apung diantara ruangan-ruangan tersebut sampai terbentuknya plasenta (Prawirohardjo, 2013). Tiga minggu pasca fertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi dan dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler (capillary loops) di dalam vili korialis yang ruang

12

intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterine. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta (Prawirohardjo, 2013). Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kearah cavum ureri disebut desidua kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua basalis; disitu plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding uterus yang lain adalah desidua parietalis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan berpangkal pada korion. Sel-sel tropoblast mesodermal tumbuh di chorionic membrane yang kelak menjadi korion. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, disini korion disebut korion frondosum (Prawirohardjo, 2013). Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Plasenta yang demikian dina makan plasenta jenis hemokorial. Disini jelas tidak ada percampuran darah antara darah janin dan darah ibu (Prawirohardjo, 2013). Selama berbulan-bulan selanjutnya, tumbuh banyak perluasan kecil dari tunas vilus yang sudah ada dan meluas sebagai vilus liber (vilus bebas) ke ruang antarvilus atau lakuna di sekitarnya. Pada awalnya, vilus-vilus bebas yang baru terbentuk ini bersifat primitif, tetapi pada awal bulan keempat, sel-sel sitotrofoblastik dan sebagian sel jaringan ikat lenyap (Sadler, 2009: 109-10). Sinsitium dan dinding endotel pembuluh darah kemudian menjadi satu-satunya lapisan yang memisahkan sikulasi ibu dan janin.Sinsitium sering menjadi sangat tipis, dan sepotong besar sinsitium yang mengandung beberapa nukleus dapat terlepas dan masuk ke dalam danau antarvilus. Potongan-potongan ini yang dikenal sebagai syncytialknots masuk ke sirkulasi ibu dan biasanya mengalami degenerasi tanpamenimbulkan gejala. Hilangnya sel-sel sitotrofoblastik berlangsung dari vilus kecil ke vilus besar, dan meskipun sebagian selalu ada di vilus besar, sel-sel ini tidak ikut serta dalam pertukaran antara kedua sirkulasi (Sadler, 2009: 110-1).

13

Pada minggu ke 14 kehamilan struktur plasenta berkembang penuh dan plasenta tersebut menempati kira kira sepertiga dinding uterus. Dari akhir minggu ke 8 kehamilan, plasenta primitif telah mensekresikan estrogen, progesteron dan relaksin. Dari kehamilan minggu ke 9 pada saat vili chorion tertanam di dalam dinding uterus , maka dihasilkan hormon disebut chorionic gonadotrophin (hCG). Fungsi hormon hCG adalah merangsang pertumbuhan korpus luteum dan sekresi hormon korpus luteum dan dengan demikian memelihara kehamilan sampai plasenta dapat berfungsi sempurna. hCG disekresikan dalam jumlah yang makin meningkat sampai akhir kehamilan trimester pertama dan setelah itu sekresinya menurun. Karena hormon ini hanya diproduksi oleh trofoblast dan diekresikan di dalam urin, maka adanya hormon ini di dalam analisis urin merupakan petunjuk positif adanya kehamilan. Dari minggu ke 16 dan seterusnya maka jumlah dan ukuran pembuluh darah fetal meningkat, sedangkan dindaing vilinya menjadi lebih tipis, sehingga selama trimester tengah (midtrimester) permeabilitas plasenta pada kenyataanya meningkat. Walaupun demikian selama 4 minggu terakhir kehamilan, vasa tersebut berkurang lagi karena terdapat deposit fibrin di dalam jaringan jaringan ini. Setelah minggu ke 20 , plasenta terus bertambah luas, tetapi tidak bertambah tebal sampai pada kehamilan cukup umur (aterm) diameternya sekitar 23 cm , merupakan organ yang bulat, datar, dengan ketebalan 2 cm di bagian tengahnya tetapi lebih tipis di tepi tepinya dan memiliki berat ± 500 g. ( Snell, 2012) Fungsi Plasenta Fungsi dari plasenta adalah: 1. Nutrisi: tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembang janin 2. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin 3. Ekskresi: mengeluarkan sisa metabolisme janin 4. Endokrin: sebagai penghasil hormon-hormon kehamilan seperti HCG, HPL, esterogen, progesteron 5. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin 6. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang diperlukan janin, diberikan melalui ibu 14

7.

Proteksi: barier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat toksik

Tipe-Tipe Plasenta Menurut bentuknya, plasenta terbagi menjadi: 1. Plasenta normal 2. Plasenta membranasea (tipis) 3. Plasenta suksenturiati (satu lobus terpisah) 4. Plasenta spuria 5. Plasenta bilobus (2 lobus) 6. Plasenta trilobus (3 lobus) Menurut perlekatan pada dinding rahim, adalah sebagai berikut: 1. Plasenta adhesiva (lebih melekat) 2. Plasenta akreta (lebih melekat) 3. Plasenta inkreta (sampai ke otot polos) 4. Plasenta perkreta (sampai ke serosa) Sirkulasi Darah Plasenta Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistosel darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviler sampai mencapai chorionic plate, pangkal kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua villi koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 80 mmHg menuju ke vena-vena di desidua. Di tempat-tempat tertentu ada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat pula suatu rung vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller diatas. Ruang ini disebut sinus marginalis. Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Seluruh ruang interviller tanpa villi koriales mempunyai volume lebih kurang 150-250 ml. Permukaan semua villi koriales diperkirakan seluas lebih kurang 11 m2. Dengan demikian pertukaran zat-zat makanan terjamin benar. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari villi tidak berubah, akan tetapi dari lapisan sititrofoblas sel-sel berkurangdan hanya ditemukan

15

sebagai kelompok sel-sel, stroma jonjot menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluhpembuluh darahnya menjadi lebih besar dan lebih mendekati lapisan trofoblas. Pada kehamilan 36 minggu sebagian besar sel-sel sitotrofoblas tak ada lagi, akan tetapi antara sirkulasi ibu dan janin selalu ada lapisan trofoblas. Terjadi klasifikasi pembuluh-pembuluh darah dalam jonjot dan pembentukan fibrin di permukaan beberapa jonjot. Kedua hal terakhir ini mengakibatkan pertukaran zat-zat makanan, zat asam, dan sebagainya antara ibu dan janin mulai terganggu. Deposit fibrin ini dapat terjadi sepanjang masa kehamilan sedangkan banyaknya juga berbeda-beda. Jika banyak, maka deposit ini dapat menutup villi dan villi itu kehilangan hubungan dengan darah ibu lalu berdegenerasi, timbullah infark.

b. Apa makna status kehamilanG1P0A0 ? Jawab Gravid 1 Partus 0 Abortus 0 : Pasien hamil 1 kali, melahirkan tidak pernah dan tidak pernah keguguran. Status Gravida : Primigravida (Prawirohardjo, 2014) Sintesis : Gravida dan Para : -

Gravida adalah seorang ibu yang sedang hamil

-

Primigravida adalah seorang ibu yang sedang hamil untuk pertama kali

-

Multigravida adalah seorang ibu yang hamil lebih dari 1 sampai 5 kali

-

Nulipara adalah seorang ibu yang belum pernah melahirkan bayi untuk pertama kali

16

-

Para adalah seorang ibu yang melahirkan bayi dan mampu hidup diluar kandungan

-

Primipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali

-

Multipara ( pleura) adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali Grandemultipara adalah seorang ibu yang melahirkan lebih

dari 4 kali.

c. Apa hubungan usia dan status gravida pada kasus ini ? Jawab Hubungannya merupakan factor resiko. Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan pada usia 20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia <20 tahun memiliki 2-5 kali lebih tinggi selama kehamilan. Setia remaja primigravida/nullipara

mempunyai risiko yang

lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diata 35 tahun (manuaba C, 2007). Ibu hamil pada usia <20tahun mempunyai resiko tinggi preeklampsia 3,58 kali dibandingkan dengan usia 20-35 tahun karena fisik dan psikis belum siap menghadapi kehamilan dan persalinan. Sedangkan ibu hamil usia >35 tahun mempunyai resiko menderita hipertensi kronis tang akan berlanjut menjadi superimposed preeklampsia ketika sedang hamil.

d. Apa makna Ny. N mengeluh kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit ,dan Ny. N sadar setelah kejang ? Jawab Makna Ny. N mengeluh kejang berulang seluruh tubuh adalah kemungkinan mengalami kehamilan dengan eklamsia.

17

Eklampsia sendiri yaitu preeklampsia disertai dengan kejang tanpa disebabkan kondisi neurologis lain yang jelas. Sedangkan, Preeklampsia yaitu sindrom spesifik kehamilan yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu, dikarakterisir dengan hipertensi disertai proteinuria. Sindrom ini dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas seperti mola hidatidosa (hamil anggur) atau hydrops (akumulasi cairan dalam kompartemen janin).

Makna sejak 5 jam yang lalu adalah mengalami eklamsia antepartum atau sebelum kelahiran, disini eklamsia dibagi menjadi antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan.

Makna kejang terjadi 2 kali adalah Maknanya yaitu terjadi periode episodik/berulang pada kejang. Pada kasus eklampsia bila tidak segera diberi obat-obat antikejang maka akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.

Makna lama kejang 2-3 menit adalah menglami kejang tonik klonik dengan penjelasan seperti berikut. Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otototot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang mendegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah

18

penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tibatiba dan menutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudia disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadangkadang

disertai

bercak-bercak

darah.

Wajah

tampak

membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.

Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksi, sehingga pernapasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tanpa gerak.

Makna Ny. N sadar setelah kejang, tidak ada penurunan kesdaran.

e. Bagaiman patofisiologi kejang berulang pada kasus ? Jawab Faktor Resiko (Usia Ibu, primigravida) → penurunan invasi tropoblast pada lapisan otot arteri spiralis → lapisan otot a.spiralis kaku → tidak terjadi distensi dan vasodilatasi



19

vasokontriksi a. spiralis → kegagalan remodelling a. spiralis → aliran ke a. uteroplasenta menurun → hipoperfusi plasenta → disfungsi endotel → vasokontriksi → hipertensi (Preeklamsia) → kegagalan autoregulasi otak → vasospasme di otak → kejang (Eklampsia) Atau Kegagalan invasi trofoblas pada lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks  lapisna otot a. spiralis kaku dan keras  lumen arteri kesulitan untuk distensi dan vasodilatasi  a. spiralis mengalami vasokontriksi  kegagalan remodeling a. spiralis  aliran darah uteroplasenta berkurang  hipoksia dan iskemia plasenta  terbentuk oksidan (radikal hidroksil)  membrane sel endotel rusak  disfungsi endotel  ↑ produksi bahan vasopresor  ↓ NO, ↑ endotelin  ↑ vasokontriksi pembuluh darah  iskemik cerebri  Kejang Sintesis Pre-eklampsia maladaptation

dan

syndrome

eklampsia (sindrom

dianggap yang

sebagai

muncul

karena

kegagalan adaptasi) akibat vasopasme menyeluruh dengan segala akibatnya (Nugroho, 2010). Berbagai teori telah diajukan untuk memahami mekanisme pasti penyebab perubahan patologis pada preeklampsia dan eklampsia seperti berikut: a. Teori

kelainan

vaskularisasi

plasenta

Teori

penyebab

preeklampsia yang pertama kali dikemukakan adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta yang menunjukkan kegagalan remodelling arteri spiralis. Invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis tidak terjadi pada preeklampsia sehingga arteri spiralis gagal bervasodilatasi. Vasodilatasi arteri spiralis ini terjadi pada kehamilan normal dan penting untuk menjaga aliran darah ke janin sehingga dapat meningkatkan perfusi

20

jaringan dan menjamin pertumbuhan janin dengan baik (Angsar, 2010).

Kegagalan preeklampsia,

remodelling pembuluh

arteri darah

spiralis tetap

terjadi

kaku

pada

sehingga

menyebabkan hipoperfusi dan iskemia plasenta. Kondisi iskemia akan memicu plasenta menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang dapat mengakibatkan kerusakan sel endotel. Iskemia juga dapat berkembang menjadi aterosis, nekrosis fibrin, trombosis, penyempitan arteriola, dan infark plasenta. (Angsar, 2010; Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011).

b. Teori kerusakan sel endotel Salah satu fungsi sel endotel adalah

memproduksi

prostasiklin

yang

merupakan

vasodilator kuat. Kerusakan sel endotel menyebabkan agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang rusak untuk

menutup

kerusakan.

Agregasi

trombosit

memproduksi tromboksan (suatu vasokonstriktor kuat). Kadar prostasiklin dalam keadaan normal lebih tinggi daripada tromboksan, namun pada preeklampsia kadar prostasiklin lebih rendah daripada tromboksan sehingga terjadi kenaikan tekanan darah (Angsar, 2010).

c. Teori imunologis Respon imun ibu pada kehamilan normal tidak menolak adanya hasil konsepsi karena sel-sel trofoblas plasenta mengekspresikan human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. Human leukocyte antigen protein G juga merupakan prakondisi terjadinya invasi trofoblas ke jaringan desidua. Penurunan ekspresi HLA-G terjadi pada preeklampsia sehingga menghambat

21

invasi

trofoblas

ke

jaringan

desidua,

menyebabkan

implantasi yang abnormal, dan mengubah respon kekebalan ibu terhadap antigen janin (Angsar, 2010; Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). d. Teori genetik Teori genetik diajukan setelah melalui berbagai pengamatan. Wanita nullipara dengan riwayat preeklampsia dalam keluarga memiliki risiko dua hingga lima kali lipat mengalami preeklampsia. Beberapa gen termasuk angiotensinogen gene variant (T235), endothelial nitric oxide synthase (eNOS), dan gen penyebab trombofilia diduga berkaitan dengan preeklampsia. (Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011)

Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri. Secara teoritis terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori

vasospasme

menganggap

bahwa

over

regulation serebrovaskuler akibat naiknya tekanan darah menyebabkan menyebabkan

vasospasme iskemia

yang

lokal.

berlebihan

Akibat

iskemia

yang akan

menimbulkan gangguan metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus berlanjut maka dapat terjadi ruptur membran sel yang menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible. Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang ekstrim pada eklampsi 25 menimbulkan

kegagalan

vasokonstriksi

autoregulasi

22

sehingga

terjadi

vasodilatasi

yang

berlebihan

dan

peningkatan perfusi darah serebral yang menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction selsel

endotel pembuluh darah. Keadaan

menimbulkan

terjadinya

edema

ini

vasogenik.

akan Edema

vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kejang pada eklampsi (Sudibjo P, 2010).

f. Apa saja penyebab dari kejang ? Jawab Kejang

yang

terjadi

pada

eklampsia

harus

dipertimbangkan adanya kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, meningitis, dan epilepsi iatrogenik (disebabkan tindakan medis). Kejang pada eklampsia ditandai dengan kejang tonik dan klonik, selain itu disertai dengan peningkatan tekanan darah yang cepat, peningkatan suhu badan, inkontinensia (ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin), dan kadang-kadang penderita mengalami muntah (Angsar, 2010). Sintesis 

Vasospasme cerebri Disfundi endotel  penurunan produksi prostasiklin (vasodilator

kuat)



peningkatan

produksi

tromboksan (vasokonstriktor kuat)  vasospasme cerebri. 

Iskemia cerebri Hipertensi

dalm

kehamilan



vasokonstriksi

pembuluh darah dan hypovolemia  hipoperfusi cerebral  iskemik cerebral.

23



Edema cerebri Disfunsi endotel  meningkatkan permeabilitas

membrane  transudasi cariran ke interstesial (terdapat proteinuria

yang

akan

menyebabkan

hypoalbuminemia)

menurunkan tekanan onkotik plasma  memicu terjadi difusi cairan (intravaskuler – interstisial)  edema serebri.

g. Apa saja klasifikasi dari kejang pada kasus (definisi,cara diagnosis, tatalaksana, etiologi, gejala, patofisiologi) ? Jawab Eklampsia didefinisikan sebagai peristiwa terjadinya kejang pada kehamilan kurang sama dengan 20 minggu disertai atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karna epilepsi maupun gangguan neuorologi lainnya. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi sering saat kehamilan mendekati aterm. Klasifikasi kejang  Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu bagian tetapi menyebar ke bagian lain. 1.

Parsial sederhana Dapat

bersifat

unilateral),

motorik

sensorik

(gerakan

(merasakan,

abnormal membaui,

mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya ingat). Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit. 2.

Parsial kompleks Dimulai

sebagai

kejang

parsial

sederhana;

berkembang menjadi perubahan kesadaran yang

24

disertai oleh gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme

(mengecap-mengecapkan

bibir,

mengunyah, menarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata, biasanya berlangsung 2-3 menit.  Generalisata Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan lokal; bilateral dan simetrik; tidak ada aura. 1.

Tonik-klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi; menggigit lidah; fase pascaiktus.

2.

Absence Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat tonus postural tidak hilangberlangsung beberapa detik.

3.

Mioklonik Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat.

4.

Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop attacks).

5.

Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso.

6.

Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti napas.

25

(Price, 2012) Faktor

Presdiposisi

yang

berhubungan

dengan

peningkatan angka kejadian preeklampsia eklampsia , yaitu 1)

Faktor Pasangan - Nuliparitas / primiparitas / kehamilan usia muda - Lama paparan sperma, inseminasi dari donor , donor oosit –laki

- Laki

yang

pasangan

sebelumnya

mengalami

preeklampsia 2) Faktor bukan pasangan -

Riwayat preeklampsia sebelumnya

-

Usia, jarak antar kehamilan

-

Riwayat keluarga

-

Ras kulit hitam

3) Adanya kelainan dasar khusus -

Hipertensi kronik

-

Obesitas , resistensi insulin, berat lahir rendah

-

Diabetes gestasional dan diabetes tipe 1

-

Aktivitas inhibitor protein kinase C

-

Defisiensi protein S

-

Antibodi antifosfolipid

-

Hiperhimosistenemia

-

Penyakit sel sabit

4) Faktor eksogen -

Merokok

-

Tress, tekanan psikososial terkait pekerjaan

-

Paparan deitstibesrol

Etiologi preeklampsia Eklampsia Penelitian tentang preeklampsia telah dilakukan sejak dulu,tetapi penyebab preklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Berbagai mekanisme untuk 26

menjelaskan penyebabnya telah banyak diajukan,tetapi belum memuaskan, oleh karena banyaknya teori yang ada mengenai etiologi dan patofisiologi maka preeklampsia disebut “the disease of theories”. Diduga sebelumnya preeklampsia merupakan “satu penyakit”, melainkan merupakan penyakit multifaktorial yang meliputi faktor ibu, janin, dan plasenta. Faktor-faktor yang dianggap penting, diantaranya yaitu : 

Implantasi plasenta dengan invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus.



Toleransi imunologi yang maladaptif diantara jaringan maternal, paternal (plasental), dan fetal.



Maladaptif maternal terhadap peruabhan kardiovaskular atau inflamasi pada kehamilan normal.



Faktor genetik, termasuk gen predisposisi warisan serta pengaruh epigenetik (Manuba, I. 2007)

Beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia eklampsi pada kehamilan adalah riwayat kehamilan, usia ibu terlalu muda ( kurang dari 20 tahun ) atau terlalu tua ( lebih dari 35 tahun), riwayat keluarga, riwayat penyakit ibu dan obesitas. Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi dibandingkan multigravida , terutama pada primigravida usia muda ( Uzan,2011)

h. Apa hubungan usia kehamilan dengan keluhan kejang ? Jawab Preeklamsia sering muncul pada usia kehamilan >20 miinggu karena kerja plasenta yang semakin aktif bekerja

27

mengalirkan nutrisi bagi janin dan dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat sebagai reaksi peningkatan metabolisme organ tubuh ibu. Hipertensi saat kehamilan atau biasa disebut dengan preeklampsia dapat mengakibatkan vasokontriksi sistemik dan menyebabkan kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke otak dan akhirnya mengakibatkan kejang. (Lestariningsing.2018) Sintesis FAKTOR RESIKO Faktor

resiko

dan

berpengaruh

terhadap

progresifitas

preeklampsia (Pribadi, A. et al, 2015) : 1) Faktor usia ibu 2) Paritas 3) Usia kehamilan 4) Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai IMT diatas 30 dengan kategori obesitas, resiko preeklampsia meningkat menjadi 4 kali lipat. Faktor resiko preeklampsia (Cunningham, et al., 2014) antara lain : 1) Obesitas 2) Kehamilan multifetal 3) Usia ibu 4) Hiperhomosisteinemia 5) Sindrom metabolik Faktor resiko lain melliputi lingkungan, sosioekonomi, dan bisa juga pengaruh musim. (Cunningham et al., 2014)

Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Faktor kehamilan

28

1) Nullipara Nullipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup di luar rahim. Kejadian preeklampsia meningkat pada nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal dari janin (Luealon dan Phupong, 2010). 2) Kehamilan kembar Wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklampsia dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil tunggal yaitu 13% versus 5% (dari seluruh kehamilan) (Cunningham dkk., 2010). 3) Mola hidatidosa Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidrofik (Manuaba, 1998). Mola hidatidosa menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke dalam arteri spiralis sehingga dapat terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu (Turner, 2010; Nugroho, 2010). b. Faktor sosiodemografi: 1) Usia kurang dari (< 20) tahun atau lebih dari (> 35) tahun Usia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang terlalu muda dan keterkaitan dengan

status

nullipara.

Usia

>

35

tahun

meningkatkan risiko preeklampsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan obstruksi lumen arteri spiralis ibu oleh aterosis (Luealon dan Phupong, 2010).

29

2) Ras Afrika dan Amerika Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset yang lebih cepat dan efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya tanpa sebab yang jelas (BurkeGalloway, 2013). c. Faktor genetik: 1)

Riwayat

Preeklampsia

preeklampsia dapat

dalam

diturunkan

keluarga

kepada

anak

perempuan dengan sifat bawaan yang resesif (Manuaba dkk., 2007). d. Faktor gaya hidup maternal: 1) Obesitas Kejadian preeklampsia meningkat dari 4,3% (dari seluruh kehamilan) untuk wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m2 menjadi 13,3% (dari seluruh kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa tubuh > 35 kg/m2 (Cunningham dkk., 2010). e. Riwayat penyakit sebelumnya: 1) Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali lipat mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya. 2) Hipertensi kronik Wanita dengan hipertensi kronik berisiko mengalami preeklampsia dengan insidensi dibandingkan wanita normotensi yaitu 12,1% versus 0,3% (dari seluruh kehamilan). 3) Diabetes mellitus Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali lipat mengalami preeklampsia pada kehamilannya. (Duckitt dan Harrington, 2005).

30

2. Sebelum kejang, Ny. N mengeluh nyeri kepala yang hebat. Dua minggu sebelumnya, Ny. N juga sering mengeluh sakit kepala.

a. Apa makna Ny. N mengeluh nyeri kepala yang hebat ? Jawab Maknanya : impending eklampsia yaitu bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, mual-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah (Prawirohardjo, 2013). Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah terjadinya hipertensi dan proteinuria, edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena edema juga banyak terjadi pada wanita dengan kehamilan normal. (Cunningham dkk., 2010). Sintesis Faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan jika didapatkan edema generalisata atau kenaikan berat badan lebih dari 0,57 kg/minggu perlu dipertimbangkan (Angsar, 2010).

31

b. Apa makna 2 minggu sebelumnya Ny. N juga sering mengeluh sakit kepala ? Jawab Makna 2 minggu sebelumnya Ny. N juga sering mengeluh sakit kepala yaitu menandakan bahwa terdapatnya riwayat sakit kepala sebelumnya,dan gejala klinis yang dirasakan Ny N sekarang adalah kelanjutan atau progeresivitas dari nyeri kepala 2 minggu sebelumnya dimana hal tersebut juga menandakan terjadinya spasme kortek serebral akibat dari arteri spiralis yang mengalami kontriksi pada penyakit Preeklamsia ( kejang pada kehamilan ) biasanya disebabkan oleh hipertensi akibat abnormalitas invasi dari trofoblast pembentuk plasenta. Mengalami preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclapsia bila preeclapsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala

32

hebat,gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,dan kenaikan progresif tekanan darah. (sarwono prawiroharjo,2016)

c. Apa hubungan keluhan nyeri kepala yang hebat dengan kejang yang dialami Ny. N sekarang ? Jawab Hubungannya nyeri kepala pada Ny. Y inila yang menjadi faktor pencentus terjadinya kejang dimana telah terdapatnya tekanan intrakranial akibat dari vasokontriksi pembuluh darah diotak

sehingga

lama

kelaman

memicu

gangguan

neurotransmiter diotak akibatnya terjadilah kejang pada Ny. N.

d. Bagaimana Patofisiologi nyeri kepla pada kasus ? Faktor Resiko (Usia Ibu, primigravida) → penurunan invasi tropoblast pada lapisan otot arteri spiralis

→ lapisan otot

a.spiralis kaku → tidak terjadi distensi dan vasodilatasi → vasokontriksi a. spiralis → kegagalan remodelling a. spiralis → aliran ke a. uteroplasenta menurun → hipoperfusi plasenta → disfungsi endotel

→ vasokontriksi

→ hipertensi

(Preeklamsia) → kegagalan autoregulasi otak → hipoksia pembuluh darah di otak → nyeri kepala.

3. Ny. N kontrol kehamilan ke Puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal. a. Apa makna Ny.N kontrol kehamilan ke puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal ? Jawab

33

Makna Ny.N kontrol kehamilan ke pusesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal adalah Ny. N kurang memeriksakan

keadaan

dirinya

dan

kandungan

untuk

mengetahui perkembangan janin dan deteksi kelainan pada janin sejak awal. Asuhan antenatal merupakan upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan secara berkala dan teratur. Sehingga kelainan pada ibu atau janin dapat terdeteksi dengan cepat (Prawirohardjo, 2013).

b. Apa manfaat, tujuan dan cara pemeriksaan ANC ? Jawab Manfaat 1. Membantu ibu

dan

keluarganya

untuk

mempersiapkan

kelahiran dan kedaruratan yang mungkin terjadi. 2. Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang timbul selama kehamilan, baik yang bersifat medis, bedah atau obstetrik. 3. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta bayi dengan memberikan pendidikan, supleman dan imunisasi. 4. Membantu mempersiapkan ibu untuk menyusui bayi, melalui masa nifas yang normal, serta menjaga kesehatan anak secara fisik, psikologis dan` sosial. (Prawirohardjo,S. 2013)

Tujuan 1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan.

34

2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi di kandungannya. 3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya. 4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi. 5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas kehamilan dan merawat bayi. 6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya (Prawirohardjo, 2013)

c. Berapa kali ANC dilakukan selama kehamilan waktu&frekwensi ? Jawab Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar ( Manuaba, 2008). WHO dalam Marmi (2011) menganjurkan dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali : 1. Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu) 2. Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 1428 minggu) 3. Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 2836 minggu dan sesudah usia kehamilan 36 minggu). Dengan pelayanan yang baik, dapat diidentifikasi kehamilan beresiko tinggi dan dilanjutkan dengan perawatan khusus. Pelayanan antinatal yang berkualitas dan dilakukan sedini mungkin secara teratur akan membantu pengurangan

35

resiko terhadap kejadian anemia. Secara ringkas pelayanan antinatal minimal 4 kali salama kehamilan, yaitu: 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II. Dan 2 kali pada trimseter III untuk mendapatkan pelayanan 5T (Depkes RI,2009).

d. Apa dampak Ny.N melakukan pemeriksaan ANC pada usia kehamilan 7 bulan saja ? Jawab Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya (Prawirohardjo, S. 2010). Oleh sebab itu dampak tidak dilakukannya ANC pada kasus ini yaitu Ny. C tidak dapat mengetahui, memprediksi, maupun memberi tatalaksana sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kelainan di masa kehamilan. Mengingat eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia (hipertensi, proteinuria, dan edema) (Prawirohardjo, 2010) Selain itu dapat juga berdampak : 1. Tidak bisa mendeteksi dini kelainan yang diderita ibu dan janin. 2. Tidak bisa memantau perkembangan janin 3. Sulit untuk melakukan perbaikan kondisi ibu atau janin jika terjadi kelainan. 4. Meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas ibu. 5. Tidak terbangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan. 6. Tidak terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi di kandungannya.

36

7. Tidak memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya. (Saifuddin, 2009)

4. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada. a. Apa Makna riwayat epilepsi dan demam tidak ada ? Jawab Riwayat tersebut dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding keluhan kejang akibat penyakit lain. 1. Epilepsi Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal.13 Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum. Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. a. Kejang fokal : Trauma kepala, stroke, infeksi, malformasi vaskuler, tumor (neoplasma), displasia, mesial temporal sclerosis. b. Kejang umum : Penyakit metabolik, reaksi obat, idiopatik, faktor genetik, kejang fotosensitif.

37

Pasien yang dicurigai mengalami eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik (Prawirohardjo, 2010).

5. Pemeriksaan Fisik: Keadaaan umum: sakit berat dan tampak gelisah, sensorium: apatis, GCS: 11 Tanda Vital: TD: 200/130mmHg, Nadi:96x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 C Kepala: Konjungtiva tidak pucat Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normal Ekstremitas: edema tungkai (+/+)

a. Bagaimana interpretasi pada pemeriksaa fisik ? Jawab Pemeriksaan pada Kasus

Interpretasi

Keadaaan umum: sakit berat dan Abnormal tampak

gelisah,

sensorium:

apatis,

GCS: 11 Tanda Vital: TD: 200/130mmHg

Hipertensi (Preeklampsia Berat)

Nadi:96x/menit

Normal

RR: 24X/menit

Normal

Temp: 36,8 C

Normal

Kepala: Konjungtiva tidak pucat

Normal

Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas Normal normal Ekstremitas: edema tungkai (+/+)

Edema

karena

peningkatan

permeabilitas

38

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ? Jawab Hipertensi ↓ HLA-G di desidua daerah plasenta → ↓ invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks sekitarnya → lapisan otot a. spiralis menjadi kaku dan keras → ↓ dilatasi dan distensi dari lumen a. spiralis → a. spiralis relatif vasokonstriksi → kegagalan “remodeling a. spiralis” → ↓ aliran darah uteroplasenta → hipoksia dan iskemia plasenta → oksidan / radikal bebas (radikal hidroksil) → pengubahan asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak → peredaran peroksida lemak dalam aliran darah → sel endotel terpapar oleh peroksida lemak → kerusakan membran sel, nukleus dan protein sel endotel → disfungsi endotel → ↓ prostasiklin (PGE2) dan ↑ tromboksan (TXA2) sedangkan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasopresor (endotelin) → ↑ kepekaan pembuluh darah terhadap bahan vasopresor → vasokonstriksi → hipertensi.

Edema Tungkai ( +++) ↓ HLA-G di desidua daerah plasenta → ↓ invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks sekitarnya → lapisan otot a. spiralis menjadi kaku dan keras → ↓ dilatasi dan distensi dari lumen a. spiralis → a. spiralis relatif vasokonstriksi → kegagalan “remodeling a. spiralis” → ↓ aliran darah uteroplasenta → hipoksia dan iskemia plasenta → oksidan / radikal bebas (radikal hidroksil) → pengubahan asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak → peredaran peroksida lemak dalam aliran darah → sel endotel terpapar oleh peroksida lemak → kerusakan membran sel, nukleus dan protein sel endotel →

39

disfungsi endotel →hipoalbuminemia  ke ekstremitas (edema tungkai +/+)

Sakit Berat dan gelisah , Apatis, GCS 11 ↓ HLA-G di desidua daerah plasenta → ↓ invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks sekitarnya → lapisan otot a. spiralis menjadi kaku dan keras → ↓ dilatasi dan distensi dari lumen a. spiralis → a. spiralis relatif vasokonstriksi → kegagalan “remodeling a. spiralis” → ↓ aliran darah uteroplasenta → hipoksia dan iskemia plasenta → oksidan / radikal bebas (radikal hidroksil) → pengubahan asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak → peredaran peroksida lemak dalam aliran darah → sel endotel terpapar oleh peroksida lemak → kerusakan membran sel, nukleus dan protein sel endotel → disfungsi endotel → ↓ prostasiklin (PGE2) dan ↑ tromboksan (TXA2) sedangkan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasopresor (endotelin) → ↑ kepekaan pembuluh darah terhadap bahan vasopresor → vasokonstriksi → kegagalan autoregulasi

otak

>

vasospasme

iskemik>

gangguan

neurotransmiter > Sakit Berat dan gelisah , Apatis, GCS 11 Atau Hipertensi  peningkatan aliran darah pada organ pusat (otak)  vasospasme pembuluh darah serebri  hipoperfusi serebri  iskemia otak mild brain injury  Sakit berat, somnolen, penurunan kesadaran ringan (Prawirohardjo, 2010)

6. Pemeriksaan Obstetri

40

Pemeriksaan luar: tinggi Fundus Uteri 1/2 pusat-processus xipoideus (27 cm) cm , memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-), DJJ: 136x/menit. Pemeriksaan dalam: portio lunak, posterior, pendataran 0% , pembukaan kuncup, kepala hodge I, penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum dapat dinilai.

a. Bagaimana interpretasi pada pemeriksaan obstetri ? Jawab Keadaan pada kasus

Interpretasi

Pemeriksaan Tinggu Fundus Uteri 1/2 jari

Leopold I:

Luar

bawah procesus xiphoideus

TFU:

(27cm),

McDonald usia kehamilan 7 bulan 7

memanjang, punggung kiri,

hari

terbawah kepala, penurunan 5/5,

Leopold II:

HIS (-)

Posisi janin vertikal (Memanjang,

DJJ 136x/m.

punggung kiri)

menggunakan

rumus

Leopold III: Presentasi janin kepala (terbawah kepala)

Leopold IV: Penurunan sulit digerakan, bagian terbesar kepala belum memasuki panggul (Penurunan 5/5) artinya Penurunan 5/5 ( di hodge 1 : diatas pintu atas panggul ibu) His: 2 – 4 x/ 10 menit  Normal dikasus HIS (-) belum terdapatnya

41

kontraksi uterus ( normal ) karna presentasi

janin

masih

berada

dihogde 1 Djj: 120 – 160 x/menit  Normal Pemeriksaan Portio lunak, posterior,

Portio lunak, posterior, pendataran

Dalam

pendataran 0%, pembukaan

0%  blm inpartu

kuncup, kepala hodge I,

Sintesis :

petunjuk belum dapat dinilai

Tanda- tanda inpartu , yaitu :

ketuban belum dapat dinilai

- Rasa sakit karena adanya his yag datang lebih kuat , sering dan teratur - Keluar lendir bercampur darah ( Bloody show) yang lebih banyak karena robekan- robekan kecil pada servik - Kadang ketuban pecah dengan sendirinya - Pada pemeriksaan dalam servik mendatar dan pembukaan lengkap Kuncup ( kurang lebih 0 - 4)  fase laten kala I

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan obstetri ? Jawab Cytotrophoblast menginvasi ke Arteri Spiralis  lapisan endometrium kaku (faktor resiko usia dan primgravida)  Reaksi imunilogi yang menyebabkan trophoblast dianggap benda asing  invasi dangkal dan lumen tidak distensi  Arteri Spiralis tetap kontraksi  kegagalan remodelling Arteri spiralis

42

 Aliran darah Uteroplasenta menurun  Nutrisi untuk janin berkurang  Janin tidak berkembang secara normal  BBLR

7. Pemeriksaan Laboraturium: Darah rutin: Hb:12 g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit: 200.000 m/mm3. Urin rutin: Protein (+++)

a. Bagaimana interpretasi pada pemeriksaan laboratorium ? Jawab Laboratorium

Hasil

Hb

Normal

12 g/dl

Leukosit

9000/mm3

>11 g/dl 6000-17000 sel/mm3

Trombosit

200.00 m/mm3

150.00-400.000 m/mm3

Urin Protein

b. Bagaimana

Protein (+++)

mekanisme

abnormal

Protein (-)

pada

pemeriksaan

laboratorium ? Jawab Proteinuria ( +++) Penurunan Ekpresi HLA-G > berkurangnya HLA-G pada desidua plasenta > invasi trofoblas ke dalam desidua terhambat > tidak terjadi invasi sel – sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitar > lapisan otot arteri spiralis kaku dan keras > lumen arteri spiralis tidak dapat distensi dan vasodilatasi > arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi > vasopasme ginjal > hipefungsi ginjal > kerusakan glomelurus > Proteinuria 43

c.

Bagaimana klasifikasi dari Hipertensi dalam Kehamilan? Jawab 1. Hipertensi kronik, adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan. 2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. 3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejangkejang dan/atau koma. 4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria. 5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan

atau

kehamilan

dengan

tanda-tanda

preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. (Prawirohardjo, 2010) d.

Apa saja faktor risiko terjadinya Hipertensi dalam kehamilan? Jawab Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:

1. Primigravida, primipaternitas 2. Hiperplasentosis,

misalnya:

mola

hidatidosa,

kehamilan

multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar 3. Umur yang ekstrim 4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

44

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil 6. Obesitas (Prawirohardjo, 2010)

e.

Apa saja teori yang menjelaskaan tentang Hipertensi dalam kehamilan? Jawab Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel 3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin 4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik 5. Teori defisiensi gizi 6. Teori inflamasi Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarica. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan 45

sekitar arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel 

Iskemia plasenta dan pembentukkan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).

46

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksik, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. 

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel

47

endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak. 

Disfungsi Endotel Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi: - Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat. - Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami keruskan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat. Dalam

keadaan

normal

perbandingan

kadar

prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

48

- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis). - Peningkatan permeabilitas kapiler. - Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokontriktor) meningkat. - Peningkatan faktor koagulasi. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut. - Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. - Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya. - Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi

dalam

kehamilan.

Lamanya

periode

hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta

49

dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLAG merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua

menjadi

lunak,

dan

gembur

sehingga

memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga

merangsang

produksi

sitokin,

sehingga

memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai

kecenderungan

terjadi

preeklampsia,

ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif. Teori Adaptasi Kardiovaskular Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter, bearti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah

terhadap

bahan

vasopresor

adalah

akibat

dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel

50

endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini kemudian hari ternyata adalah protasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan

terhadap

bahan-bahan

vasopresor

pada

hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Teori Genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)

51

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi

risiko

preeklampsia.

Minyak

ikan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi

trombosit,

dan

mencegah

vasokontriksi

pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa defisiensi

peneliti

kalsium

juga

pada

mengakibatkan

menganggap

diet

bahwa

perempuan

risiko

hamil

terjadinya

preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan

membandingkan

pemberian

kalsium

dan

plasebo.

52

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

Teori Stimulus Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas

di

dalam

sirkulasi

darah

merupakan

rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan

ini

sebagai

bahan

asing

yang

kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia

terjadi

peningkatan

stres

oksidatif,

sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih

53

besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan “aktivasi leukosit yang tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. (Cunningham, 2010)

8. Bagaimana cara mendiagnosis? Jawab Gejala

Preeclampsia

Preeclampsia

Eklampsia

ringan

berat

Tekanan darah

≥140 mm/Hg

≥160 mm/Hg

≥160 mm/Hg

kesadaran

Compos mentis

Compos mentis

Koma

Trombositopenia

-

+/-

+

proteinuria

≥300 mg/24 jam

≥5 g/24 jam

≥5 g/24 jam

edema

+

+

+

Mata kabur

+/-

+/-

+

Sakit kepala

+/-

+/-

+

Nyeri ulu hati

+/-

+/-

+

Mual muntah

+/-

+/-

+

Kejang

-

-

+

54

9. Bagaimana diagnosis banding pada kasus? Jawab Gejala

Preeclampsia

Preeclampsia

Eklampsia

ringan

berat

Tekanan darah

≥140 mm/Hg

≥160 mm/Hg

≥160 mm/Hg

kesadaran

Compos mentis

Compos mentis

Koma

Trombositopenia

-

+/-

+

proteinuria

≥300 mg/24 jam

≥5 g/24 jam

≥5 g/24 jam

edema

+

+

+

Mata kabur

+/-

+/-

+

Sakit kepala

+/-

+/-

+

Nyeri ulu hati

+/-

+/-

+

Mual muntah

+/-

+/-

+

55

Kejang

-

-

+

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang diperlukan? Jawab 

CT-scan



MRI



Fungsi hati ( LDH, SGOT,SGPT)



Fungsi ginjal ( ureum, kreatinin)



Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)



USG

11. Apa Working Diagnosis ? Jawab Eklampsia

12. Bagaimana tatalaksana pada kasus? Jawab

( Peres G.M. , 2018 )

56

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat aiway, breathing, circulation

(ABC),

mengatasi

dan

mencegah

kejang,

mengatasi

hipoksemia, dan asidemia mencegah trauma pada pasien waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat. Perawatan pada waktu kejang : Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, denga rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci denga kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi.Kepala direndahkan dan daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat untuk menghentak benda-benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila selesai kejang beri oksigen. Pemberian obat anti kejang.

13. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus? Jawab 

Proteinuria : hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.

57



Edema pulmo : dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia

aspirasi dari isi lambung yang

masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan. 

Kematian : Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada

kasus yang jarang

perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation. 

Kebutaan : Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.



Penurunan kesadaran : Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.



Psikosis : Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu

58

namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.

14. Bagaimana prognosis pada kasus? Jawab Prognosis Ibu : dubia ad bonam Prognosis janin: dubia Sintesis : Prognosis eklampsia ditentukan oleh “Kriteria Eden” 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Koma yang lama Nadi diatas 120 / menit Suhu diatas 39,5 ̊c Tekanan darah sistolik diatas 200 min hg Kejang lebih dari 10 kali Protein lebih dari 10 gr/liter Tidak ada edema

Bila didapatkan >2 gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah buruk.

15. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum pada kasus? Jawab Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)

59

16. Apa saja nilai-nilai islam yang terkait pada kasus? Jawab

‫ع َوانَةَ أَبو َحدَّثَنَا ْالعَقَدِي م َعاذ بْن ِب ْشر َحدَّثَنَا‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ب ِْن ِزيَا ِد‬ َ‫ع ْن ِع ََلقَة‬ ْ َ‫َرسو َل يَا ْاْلَع َْراب قَال‬ َ َ‫سا َمة‬ َ ‫ت قَا َل ش َِريك ب ِْن أ‬ َّ ‫ّللاِ ِع َبادَ َيا نَ َع ْم َقا َل نَتَدَ َاوى أَ َل‬ َّ ‫ّللاَ فَإِ َّن تَدَ َاو ْوا‬ َّ ‫لَ ْم‬ ِ‫ّللا‬ ‫ض ْع‬ ِ ‫قَالوا َو‬ َ َ‫ض َع ِإ َّل دَاء ي‬ َ ‫احدا دَاء ِإ َّل دَ َواء قَا َل أَ ْو ِشفَاء لَه َو‬ َّ ‫سى أَبو قَا َل ْال َه َرم قَا َل ه َو َو َما‬ ‫ّللاِ َرسو َل َيا‬ َ ‫َو ِفي ِعي‬ ‫ع ْن ْال َباب‬ َ ‫ع ْن خزَ ا َمةَ َوأ َ ِبي ه َري َْرة َ َوأَ ِبي َم ْسعود اب ِْن‬ َ ‫أَبِي ِه‬ ‫عبَّاس َواب ِْن‬ َ ‫سن َحدِيث َو َهذَا‬ َ ‫ص ِحيح َح‬ َ Artinya : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu'adz Al 'Aqadi, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Ziyad bin Ilaqah dari Usamah bin Syarik ia berkata; Para orang Arab baduwi berkata, "Wahai Rasulullah, Tidakkah kami ini harus berobat (jika sakit)?" Beliau menjawab: "Iya wahai sekalian hamba Allah, Berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka bertanya, "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun)." ( Hadist Abu Daud No. 3357 dan At – Tirmizi No. 1961)

2.6 Kesimpulan Ny. N, 18 tahun, G1P0A0, hamil 32- 33 minggu belum impartu , JTH Preskep dengan Eklampsia.

60

2.7 Kerangka Konsep Faktor Resiko (usia dan primigravida)

Penurunan Invasi trophoblast

Tidak terjadi dilatasi pada a. spiralis

Preeklampsia

Vasokontriksi sistemik

Hipoksia pada a. Cerebri

Eklampsia

61

DAFTAR PUSTAKA

62

Related Documents

Sken C Blok Xvii.docx
December 2019 15
Sken B Blok 17a.docx
July 2020 11
Sken E Blok 7.docx
December 2019 16
Sken 6 Blok 19.docx
May 2020 6
Ringkasan Sken B Blok X.docx
November 2019 16

More Documents from "kartika saricandra"