2. Clm (ratih & Ihsan).docx

  • Uploaded by: Okta Rahmanda Putri
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2. Clm (ratih & Ihsan).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,924
  • Pages: 20
Case Report Session CREEPING ERUPTION (CUTANEOUS LARVA MIGRANS)

Oleh: Ratih Gusma Pratiwi

1210311014

Muhammad Ihsan Fachruddin

1010313013

Preseptor: Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

0

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Creeping eruption atau yang disebut juga cutaneous larva migrans, dermatosis linearis

migrans, sandworms disease adalah kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok- kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, Asia Tenggara begitu juga Indonesia. 1-3 Penyebab kelainan ini adalah Ancylostoma braziliensedanAncylostoma caninum. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi ini. Manusia merupakan hospes aksidental di mana larva jarang sekali namun dapat ditemukan infiltrat paru yang disebut sindrom loeffler. 1-3 Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari creeping eruption. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Faktor resiko utama penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feses anjing atau kucing. 1-3 Mengingat penyakit ini sering dijumpai maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyakit ini dalam sebuah case report.

1.2

Tujuan Penulisan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1

Tujuan penulisan case report ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinik, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari creeping eruption.

1.3

Batasan Masalah Batasan penulisan case ini yaitu definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala

klinik, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari creeping eruption..

1.4

Metode penulisan Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada

berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Definisi Cutaneous larva migrans adalah kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linier atau

berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.1

2.2

Epidemiologi Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki,

atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian juga para petani.1

2.3

Etiopatogenesis Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan

kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

3

Gambar 1. Siklus hidup pada hospes alami Ancylostoma braziliense 5

Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran hewan dan karena kelembaban berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal dikulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermo-epidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala dikulit.1

Gambar 2: Siklus Hidup Ancylostoma Braziliense 7

2.4

Gambaran Klinis Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula di tempat

larva menembus kulit akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yaitu lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm dan berwarna kemerahan. Perkembangan selanjutnya papul merah menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa centimetre. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

4

2.5

Diagnosis Diagnosis cutaneous larva migransditegakkan dengan gambaran klinis yang khas pada

kulit.1 Berdasarkan bentuk khas, yaitu terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel diatasnya.1 2.6

Diagnosis Banding Dengan melihat terowongan yang terbentuk harus dibedakan dengan skabies, terowongan

yang terbentuk pada skabies tidak sepanjang pada cutaneous larva migrans. Jika melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, sehingga sering diduga insects bite. Jika invasi larva yang multiple serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.1

2.7

Penatalaksanaan Tiabendazol (mintezol) efektif untuk terapi cutaneous larva migrans. Dosisnya adalah 25-

50 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari, diberikan berturut-turut selama 2-5 hari. Jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Namun, obat ini sukar didapat. Obat lain yang bisa digunakan adalah albendazol, dosisnya sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut.1 Terapi dengan cryotherapy yaitu dengan CO2 snow (dry ice) dengan cara melakukan penekanan selama 45 detik hingga 1 menit, dua hari berturut-turut. Cara beku dengan menyemprotkan ethyl chloride spray di sepanjang lesi.1

2.8

Pencegahan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

5

Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya

cutaneous larva

migransadalah menghindari bermain pasir atau tanah yang mungkin tercemar oleh larva cacing penular. Kesadaran akan kebersihan dan pentingnya memakai alas kaki, akan mengurangi risiko masuknya larva cacing kedalam tubuh. Pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing karena

2.9

kedua

hewan

tersebut

sangat

berpeluang

menularkan

penyakit

ini. 2,3

Prognosis Quo ad sanam

: bonam

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad kosmetikum : bonam Quo ad functionam

: bonam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

6

BAB 3 LAPORAN KASUS I.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. E

Umur

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Dosen di Poltekes

No. MR

: 98.96.68

Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2017 Status Perkawinan

: Menikah

Negeri Asal

: Padang

Nama Ibu Kandung

: Anizar

Suku Bangsa

: Minang

Alamat

: Jl. Gunung Juaro, Surau Gadang, No 63, Siteba ,Padang

Nomor Hp

: 0852-6307-57**

Autoanamnesis Seorang pasien perempuan Ny. E 53 tahun datang ke Polikilinik Kulit dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil pada tanggal 11 September 2017 dengan : Keluhan Utama Bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, bertambah panjang, dan gatal di perut sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

7



Bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, bertambah panjang, dan gatal di perut sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Bercak kemerahan yang meninggi,

berkelok-kelok ini sudah ada sekitar 2 bulan yang lalu. Awalnya terdapat tonjolan pada kulit yang bewarna merah yang ditemukan di satu tempat kemudian menjalar ke tempat lain yang semakin lama semakin memanjang dan berkelok-kelok sedangkan di tempat awal lesi berubah menjadi warna kehitaman. Bercak kemerahan yang meninggi, dan berkelok-kelok ini juga dirasakan gatal serta panas. Gatal terutama dirasakan pada malam hari. Saat keluhan muncul pasien hanya memberikan bedak gatal yang berbentuk segi empat dengan bingkai besi dan diberikan setiap pagi setelah mandi (pasien lupa nama obatnya). Ketika diberikan bedak, rasa gatal hilang namun bercak kemerahan yang meninggi terus memanjang dan berkelok-kelok ke arah lain. Bedak terakhir dipakai kemarin pagi. 

Riwayat berkontak dengan kucing ada. Pasien selalu berkontak dengan kucing peliharaannya (terakhir memeluk dengan menempelkan ke perut pasien ) dan diketahui kucing tersebut didiagnosis cacingan oleh dokter hewan sejak 6 bulan yang lalu.



Riwayat bepergian ke pantai dan berkebun tidak ada.



Riwayat memakan kerang yang tidak dimasak sempurna tidak ada



Sebelumnya pasien datang ke Polikilinik Kulit dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil untuk melakukan tes alergi karena 1 minggu yang lalu pasien mengalami kaligata pada seluruh tubuhnya yang disertai dengan sesak nafas sehingga di bawa ke IGD RSUP DR. M. Djamil. Di IGD pasien mendapatkan terapi oksigen, deksametason 2 ampul, dan di nebu. Kemudian pasien dipulangkan dengan membawa obat (pasien lupa nama obatnya). Pasien sudah mengalami kaligata sejak SD.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

8

Riwayat Penyakit Dahulu 

Pasien belum pernah mengalami bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, panjang, dan gatal sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga/Riwayat Atopi/Alergi 

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, panjang, dan gatal seperti yang dirasakan oleh pasien.



Riwayat asma pada pasien sejak kecil ada.



Riwayat alergi makanan ada, yaitu udang



Riwayat alergi obat ada yaitu penisilin



Riwayat bersin-bersin dipagi hari tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Kebiasaan

II.



Pasien adalah seorang dosen di Poltekes Siteba, Padang



Pasien gemar bermain atau berkontak dengan kucing peliharaannya.

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis kooperatif

Nadi

: 88 kali/menit

Pernafasan

: 20 kali/menit Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

9

Tekanan Darah

: 120/80mmHg

Suhu

: 36,50C

Berat Badan

: 65 kg

Tinggi Badan

: 155 cm

IMT (Indeks Massa Tubuh) : 27.05 kg/m2 (Overweight) Pemeriksaan Toraks o Paru

: tidak ada kelainan

o Jantung

: tidak ada kelainan

Abdomen

: pada inspeksi dan palpasi terdapat bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, dan panjang

STATUS DERMATOLOGIKUS a. Lokasi

: abdomen (sekitar pusat)

b. Distribusi

: terlokalisir

c. Bentuk dan Susunan  Bentuk

: tidak khas

 Susunan

: serpiginosa

d. Batas

: tegas

e. Ukuran f. Efloresensi

: plakat :

 Primer

: plak eritem, vesikel

 Sekunder

: erosi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

10

Foto Klinis

III.

STATUS VENERELOGIKUS

: Tidak diperiksa

KELAINAN SELAPUT

: Tidak ditemukan kelainan

KELAINAN KUKU

: Tidak ditemukan kelainan

KELAINAN RAMBUT

: Tidak ditemukan kelainan

KELAINAN KELENJAR LIMFE

: Tidak ditemukan kelainan

RESUME Seorang pasien perempuan Ny. E 53 tahun datang ke Polikilinik Kulit dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil pada tanggal 11 September 2017 dengan keluhan utama bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, bertambah panjang, dan gatal di perut sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, panjang dan gatal sudah dirasakan sekitar 2 bulan yang lalu. Awalnya terdapat tonjolan pada kulit bewarna merah yang ditemukan di satu tempat kemudian menjalar ke tempat lain yang semakin lama semakin memanjang dan berkelok-kelok sedangkan di tempat awal lesi berubah menjadi warna kehitaman. Bercak kemerahan yang meninggi dan berkelok-kelok tersebut juga dirasakan gatal dan panas. Gatal terutama dirasakan pada malam hari. Saat keluhan muncul pasien hanya Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

11

memberikan bedak gatal yang berbentuk segi empat dengan bingkai besi dan diberikan setiap pagi setelah mandi (pasien lupa nama obatnya). Ketika diberikan bedak, rasa gatal hilang namun kelainan kulitnya terus memanjang dan berkelok-kelok ke arah lain. Riwayat berkontak dengan kucing ada dan diketahui kucing tersebut didiagnosis cacingan oleh dokter hewan sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat asma pada pasien sejak kecil ada. Riwayat alergi makanan ada, yaitu udang. Riwayat alergi obat ada yaitu penisilin. Pada pemeriksaan dermatologikus didapatkan adanya plak eritem, vesikel, dan erosi di abdomen (sekitar pusat) yang terlokalisir dengan bentuk tidak khas, susunan serpiginosa, batas tegas, serta ukuran plakat.

IV.

DIAGNOSIS KERJA Creeping eruption (Cutaneous Larva Migrans)

V.

DIAGNOSIS BANDING  Berdasarkan bentuk lesi :15 o Larva currens o Gnathostomiasis  Berdasarkan pembengkakan subkutan15 o Skabies o Myasis  Pada permulaan lesi berupa papul, sehingga sering diduga insects bite. Jika invasi larva yang multiple serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

12

VI.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM  Pemeriksaan darah tidak diperlukan dan tidak direkomendasikan.6 Secara teoritis pada pemeriksaan laboratorium eosinifilia mungkin ditemukan namun tidak spesifik. 3, 6

PEMERIKSAAN ANJURAN  Pemeriksaan biopsi tidak diperlukan.. Berdasarkan beberapa penelitian biopsi tidak diperlukan dan jika dilakukan akan ditemukan infiltrasi eosinofil dan terdapat larva. 10,11,12.

VII.

DIAGNOSIS Creeping eruption (Cutaneous Larva Migrans)

VIII.

PENATALAKSANAAN  UMUM Edukasi pasien mengenai penyakitnya. Jelaskan bahwa penyakitnya disebabkan oleh larva cacing yang menembus kulit yang ada di kotoran kucing yang dipeliharanya. Sehingga diharapkan pasien dapat lebih menjaga kebersihan dan kesehatan pribadi, keluarga serta kucingnya.  KHUSUS 

IX.

Sistemik : Albendazol 1x400 mg perhari (peroral) selama 3 hari

PROGNOSIS

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

13

 Quo ad sanam

: bonam

 Quo ad vitam

: bonam

 Quo ad kosmestikum

: bonam

 Quo ad functionam

: Bonam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

14

BAB 4 DISKUSI Seorang pasien perempuan Ny. E 53 tahun datang ke Polikilinik Kulit dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil pada tanggal 11 September 2017 dan didiagnosis Creeping eruption (Cutaneous Larva Migrans). Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan adanya bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, bertambah panjang dan gatal di perut sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, panjang dan gatal sudah dirasakan sekitar 2 bulan yang lalu. Adanya bercak kemerahan yang meninggi dan berkelok-kelok ini merupakan bentuk khas dari creeping eruption (penyakit parasit hewan). Creeping eruption adalah kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul, dan progresif, yang disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari feses anjing dan kucing. 1 Selain itu, pada anamnesis didapatkan bahwa awalnya terdapat tonjolan pada kulit yang bewarna merah yang ditemukan di satu tempat kemudian menjalar ke tempat lain yang semakin lama semakin memanjang dan berkelok-kelok sedangkan di tempat awal lesi berubah menjadi warna kehitaman. Bercak kemerahan yang meninggi, berkelok-kelok, bertambah panjang dan gatal di perut ini juga dirasakan gatal dan panas. Gatal terutama dirasakan pada malam hari. Berdasarkan anamnesis tersebut, dijelaskan bahwasannya pada kejadian creeping eruption diawali dengan masuknya larva ke kulit yang biasanya disertai dengan rasa gatal dan panas. Setelah masuk ke kulit akan terbentuk papul kemudian diikuti bentuk yang khas yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm dan bewarna kemerahan. Adanya lsi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutya adalah bahwa papul Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

15

merah ini menjalar menyerupai benang yang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Serta rasa gatal yang lebih hebat pada malam hari. 1 Riwayat berkontak dengan kucing ada dan diketahui kucing tersebut didiagnosis cacingan oleh dokter hewan sejak 6 bulan yang lalu. Hal ini menjelaskan bagaimana seseorang dapat terkena creeping eruption. Penyebab utama creeping eruption adalah cacing tambang dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum ). Cacing ini dapat mengeluarkan telur 4000 butir setiap hari. Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Pada larva rabditiform ia tumbuh di tinja dan atau tanah kemudian menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 -10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan 3-4 minggu di kondisi lingkungan sesuai. Pada kontak dengan pejamu (anjing dan kucing) larva akan menembus kulit dan di bawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru. Larva kemudian menembus alveoli naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil dan kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa.

1,2

Pada manusia larva ini dapat langsung menembus kulit. Pada

sebagian besar spesies larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusis dan bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. 3,5 Awalnya larva ini menempel lalu merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai hingga akhirnya berhasil menembus ke lapisan korneum epidermis. Untuk dapat bermigrasi di kulit larva ini mengeluarkan protease dan hyaluronidase.3,4 Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi di abdomen (sekitar pusat), distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan serpiginosa, batas tegas, ukuran plakat,serta efloresensi primer (plak eritem dan vesikel), efloresensi sekunder adanya erosi. Dari pemeriksaan fisik dapat mengarahkan kepada bentuk khas dari creeping eruption. Pada creeping

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

16

eruption lesi yang ditemukan menyerupai benang yang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Hal ini sudah bisa untuk menyingkirkan diagnosis scabies yang panjangnya rata-rata 1cm. Pada pasien ini pemeriksaan darah tidak diperlukan dan tidak direkomendasikan.6 Secara teoritis pada pemeriksaan laboratorium eosinofilia mungkin ditemukan namun tidak spesifik.

3, 6

Pemeriksaan anjuran biopsi tidak diperlukan10,11,12 Pada pasien ini diberikan terapi umum dan khusus. Untuk terapi umum pasien diberikan edukasi bahwa penyakitnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh larva yang menembus kulit dimana larva tersebut berasal dari kotoran kucing yang dipeliharanya. Sehingga diharapkan pasien dapat lebih menjaga kebersihan dan kesehatan kucingnya serta menjaga kebersihan pribadi dan keluarga. Untuk terapi khusus sistemik diberikan albendazol 1x400 mg perhari (per oral) selama 3 hari.13,14 Albendazol merupakan suatu obat parasit generasi ketiga dengan dosis 400 mg sehari yang digunakan selama 3 hari dan memberikana angka kesembuhan 92%-100% . 3,6

Prognosis pada pasien ini quo ad sanam bonam, quo ad vitam bonam, quo ad kosmestikum bonam, dan quo ad functionam bonam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6 Jakarta: Balai Penerbit UI 2010 2. Centers

for

Disease

Control

and

Prevention.

Parasites-zoonotic

hookworm.

http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm. Diakses tanggal 13 September 2017 3. Heukelbach J.Feldmeier H. Epidemiologial and Clinical Characteristics Hookworm Related Cutaneous Larva Migrans. Lanet Infect Dis 2008; 8:302-9 4. Heukelbach J, Gomide M,Aaujo F, Pinto NS, et al. Cutaneous Larva Migrans and Tungiasis In International Travelrs Exiting Brazil. J travel med. 2007; 1:374-80 5. Juzych

LA.

Cutaneous

Larva

Migrans.

New

http://emedicine.medscape.com/article/1108784-overview

York: .

Medscape

Diakses

tanggal

LC. 13

September 2017 6. Hochedez P, Caumes E. Hookworm Related Cutaneous Larva Migrans. J Travel Med. 2007; 14:326-33 7. Eckert J. Larva Migrans Exetrna or Cutaneous Larva Migrans. Dalam: Bienz KA, editor. Medical mirobioloy. New York: Thieme Medical Publiher; 2005 8. Eichelmann K, Tomecki KJ, Martinez JD (2014) Tropical dermatology: Cutaneous Larva Migrans, Gnathostomiasis, Cutaneous Amebiasis and Trombiculiasis. Semin Cutan Med Surg 33: 133-135. 9. Langley RW, Haldane D, Purdy K, Walsh N .(2011). Confocal microscopy of cutaneous larva migrans. J Am Acad Dermatol 64 10. Upendra Y, Mahajan VK, Mehta KS, Chauhan PS, Chander B. (2013). Cutaneous larva migrans. Indian J Dermatol Venereol Leprol 79: 418-419.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

18

11. Caumes E. It’s Time to Distinguish The Sign “Creeping Eruption” Frm The Syndrome “Cutaneousl Larva Migrans”. Dermatology. 2006; 213: 19-81 12. Heukelbach J, Jackson A, Ariza L. Prevalence And Risk Factors Hookworm-Reated Cutaneous Larva Migrans In A Rural Community In Brazil Annual Troipical Medicine Parasitology. 2008; 31: 493-8 13. Vano-Galav S, Et Al. Cutaneous Larva Migrans: A Case Report Case Journal 20092:112 14. Chia CA. Cutaneous Larva Migrans. The Newengland Journal Of Medicine.2010; 10:362-4 15. Luis J. Borda1, Penelope J. Kallis1, Robert D. Griffith1, Alessio Giubellino1 and Jeong Hee Cho-Vega. 2017. Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans with Exceptional Multiple Cutaneous Entries. Journal of Clinical & Investigative Dermatology. Vol 5 Issue 1. University of Miami Miller School of Medicine, Miami, FL, United States.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

19

Related Documents


More Documents from "ratih emasia putri"

Mte Sudden Deafness.docx
October 2019 8
Weqweq.docx
May 2020 23
Skenario 3.4.docx
May 2020 24
French Accents.docx
December 2019 30