General Business Environment Makalah Kecil
Governmental Environment : Menjaga Keseimbangan Persaingan Pasar Ritel Dosen : Dr. Pratikno, M.Soc. Sc.
Oleh: Franseda 08/271238/PEK/12636 Reguler 21 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA
2009
Pasar Ritel di Indonesia Indonesia sebagai negara berkembang memiliki jumlah penduduk lebih dari 220 juta. Jumlah penduduk yang besar merupakan peluang bagi para pengusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan lebih dari 220 individu, baik kebutuhan primer dan kebutuhan lain melalui perdagangan eceran. Pedagang yang melayani pasar Indonesia sangat banyak dan beragam, mulai dari pedagang warung, toko kelontong, pasar tradisional, minimarket, sampai hypermarket. Beragamnya jenis pedagang dalam pasar eceran ini menandakan potensi besar dan menjanjikan keuntungan yang baik serta pertumbuhan di masa depan. Perdagangan eceran atau kerap disebut perdagangan ritel merupakan kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri (Ma’ruf, 2006). Persaingan di pasar eceran yang di isi oleh begitu banyak dan beragamnya pedagang membentuk sebuah persaingan langsung dan ketat di antara para pedagang, seperti dapat dilihat dalam gambar berikut :
Pasar
Pasar
Tradisional
Tradisional
Toko / Warung
HyperMarket
HyperMarket
SuperMarket
SuperMarket
MiniMarket
MiniMarket
Toko / Warung
Tradisional
Modern
Persaingan yang terjadi dalam pasar eceran sangat ketat, tidak hanya bersaing dengan sesama pedagang dengan model bisnis yang sama, namun juga dengan pedagang yang berbeda model dengan kekuatan lebih besar seperti hypermarket. Persaingan yang dihadapi oleh para pemain dalam eceran terasa semakin ketat dan mengarahkan format pedagang tradisional ke arah kebangkrutan. Persaingan antar pedagang baik yang berbentuk tradisional seperti toko, warung, pasar tradisional dengan yang bentuk modern seperti hypermarket seharusnya tidak terjadi secara frontal sehingga menyebabkan pedagang kecil kehilangan kesempatan. Keadaan yang dahulu terjadi ialah adanya pengaturan pembukaan bisnis eceran (ritel) yang membatasi keberadaan ritel besar agar tidak menutup kesempatan pedagang kecil. Sebagai contoh, bisnis ritel berbentuk modern seperti hypermarket atau supermarket berada di pusat kota besar atau kabupaten sehingga hanya menyasar konsumen kota yang berbelanja bulanan sehingga pasar tradisional dapat melayani konsumen sekitar wilayahnya. Namun sekarang terjadi kecenderungan pembangunan pusat belanja dengan pedagang ritel yang dapat tumbuh di mana saja di wilayah padat penduduk. Keadaan di atas menimbulkan persaingan langsung antara pedagang ritel besar dengan pasar tradisional yang tidak seimbang. Perilaku konsumen juga menunjukkan pergeseran minat belanja ke tempat ritel besar dengan tingkat kenyamanan yang lebih serta jarak yang relatif dekat dengan tempat tinggal. Persaingan yang tidak sehat tersebut semakin lama semakin kuat dan akan
mematikan bisnis pasar tradisional yang selama ini menguasai pangsa pasar dan menghidupkan ekonomi di sekitar wilayahnya. Tabel 1. Pangsa pasar eceran (dalam %) Jenis Pedagang
2000
2001
2002
2003
Hyper/Super Market
16,7
20,5
20,2
21,1
Mini Market
3,4
4,6
4,9
5,1
Pasar Tradisional
79,8
74,9
74
73,8
Sumber : AC Nielsen, 2003, sisipan Bisnis Indonesia “Arah Bisnis & Politik”.
Dari tabel di atas dapat dilihat pergeseran pangsa pasar tradisional yang semakin berkurang serta jenis pedagang hypermarket mengalami pertumbuhan pangsa pasar. Meskipun pasar tradisional terlihat memiliki pangsa pasar yang besar namun juga perlu diperhatikan bahwa bentuk pasar tradisional memiliki beragam pedagang seperti toko, warung – warung kecil, dan grosir. Peran Pemerintah melalui Hukum Persaingan Pemerintah melalui lembaga seperti komisi persaingan usaha sebenarnya memiliki kewenangan untuk mengevaluasi apakah persaingan yang terjadi pada pasar perdagangan eceran bukanlah persaingan yang tidak sehat. Evaluasi terhadap persaingan itu sendiri dapat dilihat dari bagan berikut menurut UU. No. 5/1999, yang mengatur tentang persaingan usaha :
Gambar 1. Bagan Larangan Dalam UU.No5/1999.
OLIGOPOLI PENETAPAN HARGA PEMBAGIAN WILAYAH PEMBOIKOTAN KARTEL PERJANJIANYANGDILARANG
TRUST OLIGOPSONI INTEGRASI VERTIKAL
LARANGANDALAM UUNo. 5/1999
PERJ ANJ IANTERTUTUP PERJ ANJ IANDENGANPIHAK LN MONOPOLI KEGIATANYANGDILARANG
MONOPSONI PENGUASAAN PASAR PERSEKONGKOLAN UMUM J ABATAN RANGKAP
POSISI DOMINAN
PEMILIKAN SAHAM PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN
Tujuan hukum persaingan antara lain : •
Agar persaingan antar pelaku usaha tidak mati.
•
Agar persaingan antar pelaku usaha dilakukan secara sehat.
•
Agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha.
Point – point dalam UU. No. 5 tahun 1999 memiliki kekuatan hukum dalam melindungi agar persaingan tetap berjalan sehat dan menjaga agar persaingan tidak mematikan pesaing lainnya. Pemerintah juga dapat melakukan hal lain selain dari sisi evaluasi hukum yaitu pembinaan dan pengarahan. Negara melalui lembaga seperti Departemen
Perdagangan memberikan pembinaan terhadap pasar – pasar tradisional seperti misalnya melakukan modernisasi pasar tradisional. Hal ini dilakukan mengingat persaingan dengan pasar modern tidak lagi hanya masalah pengaturan harga namun menyediakan service yang sesuai dengan keingingan konsumen. Bila pemerintah tidak merubah pasar – pasar tradisional maka akan semakin banyak pasar yang ditinggalkan oleh konsumen yang beralih ke pasar modern sepeti hypermarket. Strategi Pasar Tradisional Pasar tradisional sebagai salah satu bentuk bisnis ritel memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang dimiliki pasar tradisional ialah bentuk pasar yang informal dimana interaksi antar pedagang dan konsumen terjadi, serta jarak yang relatif dekat dengan konsumen karena umumnya berada di tengah pemukiman warga. Namun alasan terakhir nampaknya menjadi kurang relevan akhir – akhir ini dengan semakin banyaknya bisnis ritel besar yang juga membangun di tengah pemukiman warga. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh tiap – tiap pasar tradisional yang masih bertahan ialah dengan memodernisasi pasar. Modernisasi pasar selain dilakukan oleh pemerintah dapat juga dilakukan sendiri oleh lingkungan pasar dengan menertibkan para pedagang, menglola letak, kebersihan, dan pelayanan pasar. Hal ini dapat tercapai jika pasar tradisional memiliki kemampuan pengelolaan serta koordinasi yang baik. Selama ini pengelolaan menjadi tanggung jawab masing –
masing pedagang yang berjualan di pasar tradisional. Hal tersebut menimbulkan kesemerawutan yang juga menjadi ciri khas pasar tradisional. Suara Pedagang Pasar Salah satu solusi yang juga dapat diambil oleh pasar tradisional dalam menjaga kelangsungan hidupnya ialah menyuarakan persaingan yang terjadi di wilayah operasionalnya. Hal ini dimaksudkan membantuk komisi persaingan usaha dalam mengawasi persaingan pasar eceran dengan memberikan laporan – laporan mengenai pelanggaran yang terjadi. Penyatuan suara harus dilakukan melalui sebuah wadah seperti asosiasi pedagang pasar atau semacamnya yang dapat menjadi wakil tunggal dan mengkoordinir laporan – laporan dari pedagang pasar tradisional. Kembali yang menjadi dasar laporan ialah keadaan persaingan usaha yang dirasa sudah tidak sehat lagi mengacu pada point – point hukum persaingan di atas yang dapat mematikan pedagang – pedagang dengan model bisnis tradisional.
REFERENSI Ma’ruf, H., 2006, “Pemasaran Ritel”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Pol, L.G.,Thomas, R.K., 1997, “Demography for Business Decision Making,” Quorum Books. Connecticut.
http://en.wikipedia.org/wiki/Demographic_profile diakses : 18 Agustus 2009. http://www.depdag.go.id : diakses 15 Agustus 2009.