02. Laporan Praktikum Daging Ikan Rifki-1.docx

  • Uploaded by: Firman Alamsyah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 02. Laporan Praktikum Daging Ikan Rifki-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,402
  • Pages: 32
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber pemenuhan protein hewani adalah daging dan ikan. Daging yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia selama ini berasal dari ternak yang berbeda seperti daging sapi, unggas, kambing, domba, kerbau, kijang dan kuda. Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 2003). Sumber protein hewani selain daging adalah ikan. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal dari pada hasil perikanan lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993). Potensi sumber daya perikanan Indonesia mencapai sekitar 65 juta ton per tahun. Produksi perikanan di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 6 juta ton per tahun 4,1 juta ton merupakan penangkapan ikan dari laut, 0,5 juta ton penangkapan ikan dari perairan umum, 1,4 juta penangkapan dari budi daya perikanan yang dikelola sendiri (Ghufran dan Kordik, 2009). Secara teori para ahli memperkirakan ada sekitar 20.000-40.000 spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan 40.000 diantaranya menghuni perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Dalam perairan Indonesia yang sangat luas ini mengandung ± 6000 jenis ikan yang belum teridentifikasi. 1.2 Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tujuan diadakannya praktikum ini adalah: Mengetahui kualitas daging dan ikan segar maupun yang kurang segar. Mengetahui kualitas daging berdasarkan tingkat penyebaran intramascular. Mengetahui perubahan warna pada daging dan ikan setelah waktu tertentu maupun perlakuan tertentu. Mengetahui derajat keasaman. Mengetahui nilai tekstur daging. Mengetahui penyusutan berat daging karena pemasakan. Mengetahui kehilangan bobot daging akibat drip pada daging beku. Mengetahui ciri-ciri daging dari beberapa jenis ternak.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Dan Komposisi Bahan 2.1.1 Daging Soeparno (2005) mendefinisikan daging sebagai semua jaringan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Organ-organ tersebut meliputi hati, ginjal, otak, paru-paru, limfa, jantung, pankreas, dan jaringan otot lainnya yang termasuk dalam definisi daging. Lawrie (2003) dapus menyatakan bahwa komposisi daging terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5% substansi nonprotein, dan 2,5% lemak. Daging juga mengandung karbohidrat, lemak, mineral, fosfor, vitamin dan kalsium (Wijayanti, 2014). Daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku (BSN, 2008). Menurut Gaman dan Sherrington (1992), daging merupakan bahan makanan berprotein yang berharga serta sumber penting vitamin B (terutama asam nikotinat) dan zat besi. Komposisi daging sangat bervariasi. Kadar lemak berkisar antara 10% sampai 50%. Kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak, artinya daging dengan kadar lemak tinggi mempunyai kadar air yang rendah. Tabel 2.1 Komposisi Gizi Daging berbagai Jenis Ternak. Jenis daging

Protein (g)

Ayam 18,2 Domba 17,1 Sapi 18,8 Kambing 16,6 Babi 11,9 Sumber: Departemen Kesehatan (1995)

Komposisi Air (g) 55,9 66,3 66,0 70,3 42,0

Lemak (g) 25,0 14,8 14,0 9,2 45,0

A. Daging sapi Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak pucat. Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika diegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma memiliki aroma khas daging sapi yaitu gurih (Usmiati, 2010). Sedangkan, Menurut Arifin et al., (2008),

daging sapi merupakan bahan pangan yang mengandung gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pertumbuhan dan kesehatan. B. Daging ayam Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan atau penyembelihan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulu, tanpa kepala, leher, kaki, dan jeroan (Siregar et al. 1982). 2.1.2 Ikan Ikan termasuk hewan yang bersifat poikiloterm, serta selalu membutuhkan air untuk hidupnya, karena ikan merupakan hewan air yang mengalami kehidupan sejak lahir atau menetas dari telurnya sampai akhir hidupnya di air. Selanjutnya dijelaskan bahwa air merupakan habitat ikan yang erat kaitannya dengan pembentukan struktur tubuh ikan, proses pernafasan, cara pergerakan, cara memperoleh makanan, reproduksi dan segala hal yang diperlukan bagi ikan (Odum, 1996). Ikan merupakan hewan bertulang belakang (vertebrata) berdarah dingin yang hidup dilingkungan perairan, pergerakan dan keseimbangan menggunakan sirip dan bernafas dengan insang (Raharjo, 1980). Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah didapat karena harganya yang terjangkau. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia meliputi perikanan air tawar, air asin (laut), dan air payau atau tambak (Mareta, 2011). Ikan dikelompokkan berdasarkan jenis makanan dan cara makan, sebagai berikut: Berdasarkan Jenis Makanannya : a. Ikan Herbivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama berasal dari tumbuh – tumbuhan (nabati ) seperti : ikan tawes (Punctius javanikus), ikan nilem (Osteochhillus hasseltii), ikan sepat siam (Tricogastes pectoralis).

b. Ikan Karnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari hewan – hewan lainnya. Contohnya ikan gabus (Ophicephalus striatus), ikan kakap (Lates calcarifer), ikan lele (Clarias batracus). c. Ikan Omnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan dan hewan. Seperti ikan mas (Cyprinus carpio), ikan mujair (Tillapia mossambica), dan ikan gurami (Osphronemus goramy). d. Ikan pemakan plankton, yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan pokoknya terdiri dari plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan – bahan yang halus dan berbutir, sehingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjang, seperti ikan ternang (Cypsilurus sp), ikan lemuru (Clupea iciogaster). e. Ikan pemakan detritus, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa – sisa makanan organik yang sudah membusuk di dalam air yang berasal dari hewan atau tumbuhan, misalnya ganggang, bakteri. Seperti ikan belanak (Mugil sp). A. Ikan Laut Ikan laut merupakan ikan yang tumbuh dan berkembang biak di laut. Ikan laut tumbuh di lingkungan yang tinggi kadar garam sehingga tubuh ikan laut menyesuaikan. Ikan laut mempunyai cairan tubuh berkadar garam lebih rendah dibandingkan kadar garam di lingkungannya (Wariyono, 2008). Berdasarkan jenis dan tempat hidupnya ikan digolongkan menjadi ikan golongan demersial, golongan pelagik kecil, golongan pelagik besar, golongan anadromus, dan golongan katradomus. Ikan demersal merupakan ikan yang diperoleh dari laut dalam, contohnya ikan kod. Ikan golongan pelagik kecil merupakan ikan kecil yang hidup di permukaan laut, misalnya ikan haring. Ikan golongan pelagik besar merupakan ikan besar yang hidup dipermukaan laut, misalnya ikan tuna. Golongan anadromus merupakan jenis ikan yang hidupnya di laut kemudian mengadakan migrasi ke air tawar, misalnya ikan bandeng dan ikan salem. Golongan katradromus merupakan jenis ikan yang mula-mula hidup di air tawar kemudian mengadakan migrasi ke laut, misalnya belut laut.

B. Ikan Lele Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri khas tubuhnya licin agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang panjang mencuat dari sekitar mulutnya seperti. Ikan ini sebenarnya terdiri dari berbagai macam species, terdapat 55 species ikan lele di seluruh dunia. Ikan marga Clarias ini dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tidak bersisik, sirip punggung dan sirip anus yang panjang, Kepala keras menulai di bagian atas, mata kecil, mulut melebar yang teletak di ujung moncong dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernafasan termodifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni tulang tajam pada sirip dadanya. (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, 2008). Menurut Soetomo (2007) dapus ikan lele tergolong dalam: Phylum

: Chordata (binatang bertulang belakang)

Kelas

: Pisces (bangsa ikan bernafas dengan insang)

Subkelas : Telestoi (ikan bertulang sejati) Ordo

: Ostariophysi

Subordo : Silaroidae (bentuk tubuh memanjang dan tidak bersisik) Famili

: Claridae

2.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan 2.2.1 Daging A. Daging sapi Komposisi nutrien pada daging sapi mentah dapat dilihat pada tabel 2.2 . Tabel 2.2 Komposisi Nutrien Daging Sapi Mentah Nutrien Protein Lemak Karbohidrat Air Vitamin dan mineral Sumber : Gaman dan Sherrington (1992)

Jumlah (%) 20 11 0 68 <1

Selain itu bila ditinjau dari asam aminonya, daging memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan seimbang hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Amino Essensial Daging Sapi Jenis Asam Amino Esensial Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Phenilalanin Threonin Triptofan Valin Sumber : Anjasari, 2010

Kadar Protein (%) 6,9 2,9 5,1 8,4 8,4 2,3 4,0 4,0 1,1 5,7

Berat Molekul (g/mol) 174,2 155,2 131,2 131,2 146,2 149,2 165,2 119,1 204,2 117,1

B. Daging ayam Komposisi daging ayam menurut Campbell dan Lasley (1975) yang dikutip Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1% abu. Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, sulfur, klorida, dan yodium. 2.2.2 Ikan Adapun komposisi kandungan ikan dapat di lihat pada tabel 2.3 . Tabel 2.3 Komposisi Gizi Ikan. Kandungan Protein Lemak Air Vitamin dan mineral Sumber: Susanto, 2006

Besaran (%) 16 – 24 0,2 – 2,2 56 – 80 2,5 – 4,5

Karakteristik kimia ikan lele dapat dilihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Karakteristik kimia dalam 100 g ikan lele Kandungan Nilai Zat Gizi Air (g) 76,0 g Protein (g) 17,0 Lemak (g) 4,5 Besi (mg) 1,0 Kalsium (mg) 20,00 Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI (1991) 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Bahan

2.3.1 Daging Bahan pangan asal ternak seperti daging, susu dan telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan bakteri perusak dan pembusuk karena mempunyai kadar air tinggi, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya berbeda, mengandung senyawa karbohidrat yang dapat di fermentasi, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (Soeparno, 2005). Daging mudah mengalami kerusakan oleh bakteri dengan ditandai perubahan bau dan timbul lendir yang biasanya terjadi jika jumlah bakteri menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan danging dan kerusakan tersebut disebabkan oleh bakteri pembusuk (Sa’idah et al., 2011). Menurut Suparno (2005), Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada daging dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor interinsik dan faktor eksterinsik. Faktor intrinsik meliputi : a. nilai nutrisi daging, b. Kadar air c. pH d. Potensi oksidasi-reduksi e. Ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat f. Mikroba atau hasil dari proses enzimatis Faktor ekstrinsik meliputi: a. Temperatur, b. Kelembaban relatif c. Ada tidaknya oksigen d. Bentuk atau kondisi rantai dingin daging e. Transportasi.

2.3.2 Ikan Menurut Retti (2013) faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pangan khususnya pada ikan adalah adanya sifat penurunan mutu sangat cepat yaitu : a. Pertumbuhan dan aktivitas mikrobiologi Mikroba patogen menghasilkan zat kimia yang bersifat asam. Mikroba dapat merubah komposisi makanan dengan menghidrolisis pati dan selulosa, menguraikan lemak, protein, membentuk lendir, gas, busa, asam, serta racun. Proses penguraian ini menimbulkan bau busuk. b. Aktivitas Enzim Enzim dapat mempercepat reaksi kimia dalam makanan. Enzim yang berasal dari bahan makanan itu sendiri maupun mikrobiologi yang mencemari makanan dan tekstur berubah serta muncul bau amoniak. c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pembusukan adalah temperatur, oksigen dan cahaya. Pemanasan berlebih dapa menyebabkan kerusakan struktur protein , vitamin, pemecahan lemak, serta mempercepat proses enzimatik. Oksigen memicu pertumbuhan mikroba aerob, merusak vitamin A dan C, mengubah warna, dan menyebabkan proses oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik. Cahaya mengkatalisasi perubahan proteur, memicu reaksi browning non-enzimatik, merusak riboflavin, vitamin A dan C, dan warna makanan.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom, pH meter, pisau, telenan, plastik, beaker glass, sendok, timbangan digital, pemanas listrik, freezer, tisu, dll. 3.1.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu daging (daging sapi, daging ayam, daging kambing), ikan (ikan laut dan ikan lel), ekstrak nanas, larutan NaOH. 3.2 Skema Kerja A. Pengamatan Daging dan Ikan Segar Sampel

Pengamatan warna, tekstur, dan kekenyalan Gambar 3.1 Skema Pengamatan Daging dan Ikan Segar Pengamatan daging dan ikan segar ini bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat kesegaran paling sederhana yaitu secara visual. Dapat dilihat secara fisik menurut Usmiati (2010) daging segar memiliki warna merah terang, tidak pucat dan mengkilap sedangkan daging dengan kualitas yang sudah mulai menurun akan berwarna merah kegelapan. Tekstur daging yang segar sedikit kaku, elastis dan tidak lembek, jika dipegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan, dari segi aroma daging sapi sangat khas. Daging yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih dan aroma yang sedap (Warsito et al.2015).

B. Pengamatan Marbling Pada Daging Sampel

Pembandingan dengan standart marbling

Penentuan tingkat marbling Gambar 3.2 Skema Pengamatan Marbling Pada Daging Marbling adalah lemak yang terdapat diantara otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Pada pengamatan ini akan menunjukan kadar lemak suatu daging, semakin banyak marbling maka semakin tinggi kandungan lemak pada daging tersebut yang akan mempengaruhi keempukan (Juiciness). C. Pengamatan Warna

Sampel A dan B

Pengamatan warna secara visual

Sampel A Rebus 800c, 10 menit

Sampel B direndam larutan curing, 5 menit

Pengamatan perubahan yang terjadi Gambar 3.2 Skema Pengamatan Warna Menurut Usmiati (2010) daging segar memiliki warna merah terang, tidak pucat dan mengkilap. Pada umumnya proses pengolahan dengan pemanasan pada bahan pangan, akan menyebabkan terjadinya kerusakan lemak yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung

suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens (Palupi, dkk., 2007). Pemanasan mengakibatkan perubahan solubilitas protein, sehingga terjadi penurunan kekuatan protein miofibrilar dan pengeluaran air dari dalam mikrostruktur daging (Wang et al., 2009). Pengawetan daging sebelum dan pada waktu proses pengolahan terjadi lazimnya menggunakan metode perendaman pada larutan bumbu (marinasi) atau secara sederhana hanya pada larutan garam (curing). Namun, tingginya konsentrasi garam yang digunakan dapat menyebabkan pembentukan menarik warna

abu-abu

dalam

otot

daging.

Akibatnya,

penggunaannitratuntuk

memperbaiki tampilan warna merah segar pada daging berevolusi. Penggunaan nitrat kemungkinan berevolusi secara tidak sengaja karena kaliumnitrat (sendawa) terdapat pada garam (Benjamin dan Collins, 2003). D. Pengukuran Tekstur Sampel

Pengukuran dengan rheotex, besaran 0,5 mm

Penghitungan Gambar 3.3 Skema Pengukuran Tekstur Daging hewan yang baru dipotong strukturnya lentur, lunak dan masih menampakkan getaran-getaran. Hal ini disebabkan oleh terjadinya ketegangan pada waktu pelaksanaan pemotongan. (Murtidjo B.A, 2007), kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis. Daging menjadi lebih alot dan keras dalam keadaan rigor dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong. Proses sampai terjadinya Rigor mortis pada ternak membutuhkan waktu yang relative lama, berkisar antara 6-12 jam setelah penyembelihan. (Murtidjo B.A,2007). Rigor mortis terjadi setelah cadangan energi otot habis atau otot sudah tidak mampu mempergunakan cadangan energi (Arini, 2012).

Pada fase rigor mortis, cadangan energi (ATP dan ADP) rendah maka aktin dan miosin cepat bergabung dan otot menjadi mengkerut atau kontraksi serabut otot. Dalam keadaan rigor mortis akan menyebabkan perubahan karakteristik daging menjadi lebih alot, keras dan tidak nikmat untuk dimakan (Soeparno, 2005). E. Pengukuran pH

Sampel

Penyincangan 5 gram Pencampuran aquades 1:1 Pengukuran dengan pH meter Gambar 3.4 Skema Pengukuran pH Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam menentukan kualitas daging. Pada saat hewan masih dalam keadan hidup nilai pH pada otot yaitu sekitar 7,0 7,2. pH daging sapi berkisar antara 5,46-6,29 (Yanti et al., 2008), menurut Abustam (2012) mengatakan bahwa pH daging sapi relatif asam yaitu 5,5 sampai 5,8. Proses yang terjadi dalam perubahan pH daging yaitu proses glikolisis. Perbedaan nilai pH disebabkan oleh perbedaan kandungan glikogen dalam daging sehingga kecepatan glikolisis berbeda. Semakin rendah kadar glikogen daging, maka makin lambat proses glikolisis dan pH semakin rendah (Komariah et al., 2009). Penurunan pH otot post mortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya antara 5,4 - 5,8.

F. Pengukuran Cooking Loss Sampel

Penimbangan Pemasukkan dalam waterbath 80ºC, 15 menit Penimbangan Perhitungan Gambar 3.5 Skema Pengukuran Cooking Loss Produk daging olahan sebaiknya mengalami susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat dengan rasa/juiceness daging (Winarno, 1993). Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak. Pendapat Soeparno (2005), bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5– 54,5% dengan kisaran 15–40%. Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik bila dibandingkan dengan daging bersusut masak tinggi, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Daya ikat air/WHC yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. Water Holding Capacity sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging. Menurut Soeparno (2005) apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0−5,1) maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah.

G. Pengukuran Drip Loss 9 Sampel

3 Segar

3 Segar

3 Segar

Masukkan kedalam kantong plastik & pelabelan Penyimpanan freezer 3 hari Thawing Penirisan Penimbang an

Perhitungan Gambar 3.6 Skema Pengukuran Drip Loss Menurut Wanniate (2014), drip loss

merupakan hilang nya beberapa

kompenen nutrient daging yang ikut bersama keluar nya cairan daging. Cairan yang keluar dan tidak terserap kembali oleh serabut selama proses pencarian es (thawing) yang disebut drip. Maka semakin tinggi nilai drip loss menunjukan semakin banyaknya nutrisi yang larut bersama air dan penurunan kualitas daging.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan A. Pengamatan Daging dan Ikan Segar Tabel 4.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar Jenis pengamatan

Daging segar

Warna

+3

Daging kurang segar

gambar

+2

Tesktur (kekenyalan)

Kenyal

Lembek dan keras

Aroma

Aroma amis khas Busuk daging

B. Pengamatan Marbling Pada Daging Tabel 4.2 Pengamatan Marbling Pada Daging No

Kode Sampel

Gambar

No. BMS

GRADE

1

Daging Sapi

7

4

2

Daging Babi

4

2

3

Daging Ayam

4

3

4

Daging Kambing

6

4

C. Pengamatan Warna Tabel 4.3 Pengamatan Warna Sampel Segar

Deskripsi Warna - Warna segar - Tekstur kenyal - Aroma khas daging

Intensitas ++++

Rebus

- Warna lebih pucat - Tekstur lebih lunak - Aroma amis berkurang

++

Curing

- Warna lebih +++++ segar - Tekstur lebih licin, lemak lebih putih, lembek - Aroma sangat amis

Gambar

D. Pengukuran Tekstur Tabel 4.4 Pengukuran Tekstur Kode sampel Atas Bawah Samping Rata-rata

Perlakuan daging Segar Rebus (gr/mm) (gr/mm) 12 32 10 14 14 112 12 52,67

Curing (gr/mm) 12 14 10 12

E. Pengukuran pH Tabel 4.5 Pengukuran pH Perlakuan daging Segar Dengan pH meter 5,7 Kode sampel

Rebus 5,5

Curing 5,3

Rebus (gram) 1,75 1,482 14.31 %

Curing (gram) 2 1,380 31 %

F. Pengukuran Cooking Loss Tabel 4.6 Pengukuran Cooking Loss Kode sampel

Perlakuan daging Segar (gram) Sebelum dimasak 2 Setelah dimasak 1,076 Cooking loss 46.2 % G. Pengukuran Drip Loss Tabel 4.7 Pengukuran Drip Loss Kode sampel Sampel 1 Thawing Sebelum dibekukan Setelah dibekukan Drip loss Sampel 2 suhu ruang Sebelum dibekukan Setelah dibekukan Drip loss Sampel 3 chilling Sebelum dibekukan Setelah dibekukan Drip loss

Segar (gr)

Perlakuan daging Rebus (gr) Curing (gr)

1.62 1.4 13.58

1.21 1.1 9.09

2.35 2.28 2.98

2.20 1.9 13.64

1.02 1.3 -27.45

2.46 2.3 6.50

2.87 2.6 9.41

1.52 1.7 -11.84

2.28 2.54 -11.40

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Analisa Data A. Pengamatan Daging dan Ikan Segar Daging masih dalam kondisi segar memilik warna yag cerah berwarna merah cerah dan mengkilat, sedangkan daging yang sudah kurang segar akan berwarna lebih gelap. Tekstur daging yang segar akan agak empuk dan kenyal, dan akan kembali kalau ditekan, sedangkan daging yang sudah tidak segar akan memiliki tekstur yang lembek, dan kekenyalan yang berkurang sehingga tidak kembali kalau ditekan. B. Pengamatan Marbling Pada Daging Setiap jenis daging memiliki tingkat marbling yang berbeda, marbling ini mempengaruhi aroma dan juiciness suatu daging yaitu tekstur keempukannya. Yang memiliki standar marbling yang paling tinggi adalah daging sapi, sedangkan yang paling rendah adalah daging babi. Sedangkan pada sampel yang diamati, rata-rata memiliki tingkat marbling di bawah standar. Hal ini dipengaruhi umur ternak, spesies, jenis kelamin. D. Pengamatan Warna Daging setelah direbus akan megalami perubahan warna menjadi merah pucat dan keabuan karena adanya pemanasan selama proses. Sedangkan, daging yang direndam dengan larutan curing tidak mengalami perubahan warna yang signifikan dan masih berwarna cerah. E. Pengukuran Tekstur Dapat dilihat pada tabel 4.4 nilai Tekstur daging kambing segar adalah 12 gr/mm, namun setelah proses perebusan tekstur daging akan mengeras menjadi 52.67 gr/mm. Pada perendaman daging dalam larutan curing perubahan tekstur tidak terlihat secara nyata dibanding tekstur daging segar. F. Pengukuran pH Nilai pH daging menurut soeparno (2015) adalah 5.0-5.1. Perubahan derajat keasaman daging tidak terlihat secara nyata setelah daging daging mendapat perlakuan curing maupun perebusan, hal ini berarti proses pemanasan tidak memperngaruhi pH pada daging.

G. Pengukuran Cooking Loss Cooking Loss adalah kehilangan bobot pada bahan pangan setelah proses pemasakan. Percobaan kali ii memandingkan besarnya cooking loss pada daging segar, rebus maupun curing. Ternyata proses perebusan menurunkan resiko cooking loss pada daging yang hanya mengalami penyusutan 14.31% daripada daging segar yang mengalami penyusutan 46.2% dan daging curing sebesar 31%. H. Pengukuran Drip Loss Drip Loss adalah kehilangan bobot pada bahan pangan setelah proses pembekuan. Pada percobaan kali ini perlakuan pada daging beku ada 3 yaitu thawing, suhu ruangan, dan chilling. Daging yang dibekukan dalam bentuk daging segar, daging rebus, dan daging curing. Thawing adalah proses mencairkan daging beku dengan mengalirkan pada air. Pada perlakuan thawing ini ternyata proses curing dapat menguraing drip loss pada daging yang hanya mengalami penyusutan 2.98% sedangkan daging segar akan mengalami susut yang paling besar yaitu 13.58% Perlakuan kedua yakni pencairan daging beku dengan menggunakan suhu ruang, yang artinya daging dibiarkan mencari secara alami pada suhu ruangan. Ternyata daging rebus bobotnya justru bertambah sebesar 27.45% yang berarti kemampuan water holding capacity pada daging rebus meningkat sehingga es yang mencair setelah pembekuan pada daging tertahan. Perlakuan ketiga yakni chilling yaitu memindahkan daging dari freezer ke dalam kulkas (refrigerator). Pada perlakuan ini yang mengalami drip loss hanyalah daging segar yaitu sebesar 9.41% sedangkan daging rebus dan curing justru bertambah bobotnya berturut-turut adalah 11.84% dan 11.40%.

BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum ini meliputi : 1. Proses perebusan membuat tekstur daging mengeras. 2. Proses perebusan dapat mengurangi resiko cooking loss. 3. Daging rebus dan curing tidak mengalami drip loss. 6.2 Saran Saran untuk praktikum selanjutnya : 1. Modul seharusnya lebih dilengkapi prosedur kerjanya karena terdapat proses kerja yang sangat banyak dalam satu kali praktikum 2. Waktu praktikum seharusnya ditambah.

DAFTAR PUSTAKA Abustam, E. 2012. Ilmu Daging. Masagena Press, Makassar Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Arifin,M., B. Dwiloka dan D.E. Patriani. 2008. Penurunan Kualitas Daging Sapi yang terjadi selama Proses Pemotongan dan Distribusi di Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11-12 Nopember 2008, p: 99-104. Arini, S.M.T. 2012. Pengaruh Perendaman Daging Sapi pada Sari Buah Nanas dan Sari Buah Pepaya Terhadap Tekstur dan Warna Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI 3932:2008. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Campbell, J. R. and J. F. Lasley. 1977. The Science of Animal that Serve Menkind Tata Mc. Graw Hill. New Delhi. Forrest , G.J., et al. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Francisco. Gaman. M. 1992. Ilmu Pangan, Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ghufran, M dan Kordik, K. 2009. Budidaya Perairan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hadiwiyoto, S. 1993. Tekhnologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberti. Yogyakarta Komariah, et al. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau dan Domba Pada Lama Postmortem Yang Berbeda. Departemen Ilmu Produksi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta. Mareta, T.P. dan Sofia Nur. 2011. Pengawetan Ikan Bawel dengan Pengasapan dan Pemanggangan. Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Murtidjo, B. A. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2007.

Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Alih Bahasa Oleh Cahyono, S. FMIPA Institut Pertanian Bogor. Gadjah Mada University Press. Rahardjo, S. 1980. Oseanografi Perikanan I. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 141 Hal. Retti J, R, Miryanti, Yuniarti L. 2013. Studi Kinetika Dehidrasi Osmotik Pada Ikan Teri dalam larutan Binear dan Terner. Perjanjian No; III/LPPM/201303-P. Sa’idah, F.S. Yusnita, dan I. Herlinawati. 2011. Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi di Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional. Dilavet. Siregar,A.P. M.Sabrani dan Soeprawiro.1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan kedua. Margie Group. Jakarta.Siregar, A.P., 1983. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Pertambahan Berat Badan Ayam Buras Fase Grower, Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nomensen, Medan. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Mada University Press. Yogyakarta.

Daging.

Cetakan

III.

Gadjah

Soetomo. 2007. Budidaya Ikan Lele Dumbo. Snar baru Algesindo. Bandung. Usmiati S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Artikel. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian. Bogor. Wang IC, Wu YL, Lin LF, Chang-Chien GP. 2009. Human dietary exposure to polychlorinated dibenzo-p-dioxins and polychlorinated dibenzofurans in Taiwan. J Hazard Mater. 164:621-626. Wariyono. Sukis. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam Sekitar 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wijayanti, Dian. 2014. Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Daging Sapi Rebus Yang Dilunakkan Dengan Sari Buah Nanas (Ananas Comosus). Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

LEMBAR PERHITUNGAN Kelompok 1 bahan daging sapi A. pengukuran tekstur 1. Segar = 2. Rebus =

10+8+10 3

= 14 gr/ mm

16+12+16

= 22 gr/mm

3

3. Curing =

8+10+14 3

= 16 gr/mm

B. cooking loss 1. Segar = 2. Rebus =

2,1−2 2,1

x 100%= 4,76%

2,54−2,42

3. Curing =

2,54

x 100%= 4,72%

2,45−1,76

x 100%= 28,1%

2,45

C. drip lSampel 1 1. Segar Drip loss =

2. Rebus Drip loss =

2,37−1,91 2,37

x 100%= 19,40%

2,58−1,55 2,58

x 100%= 39,92%

2,56 −2,44

3. Curing Drip loss =

2,56

x 100%= 4,68%

Sampel 2 1. Segar Drip loss =

2. Rebus Drip loss =

3. Curing Drip loss =

2,22−2,34 2,22

x 100%= - 5,4 %

2,58−1,39

x 100%= 46,12 %

2,58

2,56−2,44 2,56

x 100%= 4,68 %

Sampel 3 1. Segar Drip loss =

2,56−1,68 2,56

x 100%= 34,375 %

2. Rebus Drip loss =

2,67−1,95 2,67

3. Curing Drip loss =

x 100%= 26,96 %

5,42 −4,8 5,42

x 100%= 11,43%

Kelompok 2 Bahan : daging ayam A. Pengukuran Tekstur 12+12+10

1. Segar =

= 11,33 gr/ mm

3

2. Rebus =

16+16+18 3

3. Curing =

= 16,67 gr/mm

10+10+10 3

= 10 gr/mm

B. Cooking Loss 1. Segar = 2. Rebus =

2,24−1,80 2,24

x 100%= 19,64%

3,49−3,44

3. Curing =

3,49

x 100%= 1,43%

4,24−4,05 4,24

x 100%= 4,48%

C. Drip Loss Sampel 1 4. Segar Drip loss =

5. Rebus Drip loss =

2,37−2,28 2,37

0,98−0,92 0,98

6. Curing Drip loss =

x 100%= 3,79%

x 100%= 6,12%

4,24 −4,10 4,24

x 100%= 3,30%

Sampel 2 1. Segar Drip loss =

2. Rebus Drip loss =

3,06−2,28 3,06

1,31−1,30 1,31

x 100%= 25,49%

x 100%= 0,76%

3. Curing Drip loss =

2,30 −2,29 2,30

x 100%= 0,43%

Sampel 3 2,37−2,91

1. Segar Drip loss =

2,37

2. Rebus Drip loss =

2,35−2,29

3. Curing Drip loss =

2,35

x 100%= - 22,78%

x 100%= 2,55%

4,02 −3,90 4,02

x 100%= 2,98%

Kelompok 3 bahan ikan laut 1. Tekstur 10+12+10

a

Rata-rata sampel segar =

b

Rata-rata sampel rebus =

c

Rata-rata sampel curing =

3 24+30+12 3

= 10,67 gr/mm = 22 gr/mm

12+12+10 3

= 11,33 gr/mm

2. Perhitungan Cooking Loss Ikan Kembung a. Segar =

0,4 2

× 100% = 20 %

0,1

b. Rebus = 1,5 × 100% = 6,67 % c. Curing =

0,32 2,1

× 100% = 15,24%

3. Perhitungan Drip Loss Ikan Kembung 0,42

a

Segar =

b

Rebus =

c

Curing = 2,1 × 100% = 9,5 %

2

× 100% = 21 %

−0,09 1,5

× 100% = -6 %

0,2

Kelompok 4 Bahan : daging kambing A. Pengukurn Tekstur 1. Segar = 12 +8+10 = 10 gr/ mm 3 2. Rebus =70 + 110 + 38 = 72,7gr/mm 3. Curing = 12 +10 +10 = 10,7 gr/mm

3 3

B. Cooking Loss 1. Segar = 2. Rebus =

5,96−4,893 5,96

x 100%= -76,13%

2,350−2,338

3. Curing =

x 100%= -97,13%

2,350 6,03−5,993 6,03

x 100%= -93,35%

C. Drip Loss Sampel 1 7. Segar Drip loss =5,98 – 5,53 x 100%= 7,52% 5,98 8. Rebus Drip loss =2,29 - 3,42 x 100%= -49% 2,29 9. Curing Drip loss =5,92 – 2,21 x 100%= 24% 2,92 Sampel 2 4. Segar Drip loss =5,98 – 5,88 x 100%= 1,6 % 5,98 5. Rebus Drip loss = 2,29 – 3,39x 100=48% 2,29 6. Curing Drip loss = 5,92 – 2,19x 100%=0,63% 5,92 Sampel 3 4. Segar Drip loss =5,98 – 5,59 x 100%= 6,5% 5,98 5. Rebus Drip loss = 2,29 – 1,09x 100%= 5,2% 2,29 6. Curing Drip loss =5,92 – 5,63 x 100%= 4,8% 5,92 Kelompok 5 Bahan : daging sapi + perendaman dalam ekstrak nanas 5% A. Pengukuran Tekstur 1. Segar 5/0,5 + 5/0,5 + 6/0,5

= 10,7

3 2. Rebus 8/0,5 + 21/0,5 + 5/0,5

= 22,7

3 3. Curing 4/0,5 + 4/0,5 + 5/0,5

= 8,7

3 B. Pengukuran Cooking Loss 1. Segar 2 - 1,4 x 100%

= 27,5%

2

2. Rebus 1,42 - 1,37

x 100%

= 2,5%

x 100%

= 26%

1,42 3. Curing 2 - 1,48 2 C. Pengukuran Drip Loss Sampel Thawing Chilling a. Segar 2 – 1,87

x 100%

= 6,2%

x 100%

= 2%

x 100%

= 35%

2 b. Rebus 1 – 1,98 1 c. Curing 1 – 1,28 1 Sampel Thawing Suhu Kamar a. Segar

2 - 1,89

x 100%

= 5,5%

2 b. Rebus 1,5 – 1,3x 100%

= 13,3%13,3%

1,5 c. Curing 2 - 1,9

x 100%

= 5%

2 Sampel Thawing Air Mengalir a. Segar 2 - 1,89

x 100%

= 5,5%

2

b. Rebus 1,28 – 0,88x 100%

= 31,25%

1,28 c. Curing 2 – 1,88

x 100%

= 6%

2 Kelompok 6 Bahan : daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5% Pengukuran tekstur Daging segar : 4

Atas = 0,5 = 8 Bawah =

4 0,5

=8

5

Samping = 0,5 = 10 8+8+10

=

3

= 8,6

Daging rebus : 10

Atas = 0,5 = 20 8

Bawah = 0,5 = 16

14

Samping = 0,5 = 28 20+16+28

=

3

= 21,3

Daging curing : 5

Atas = 0,5 = 10 5

Bawah = 0,5 = 10 Samping = 10+10+20

=

3

10 0,5

= 20

= 13,3

Cooking loss Daging segar = Daging rebus =

2(2−1,36) 2 2(2−1,58) 2

x 100% =64% x 100% =42%

2(2−1,91)

Daging curing =

2

x 100% =9%

Drip loss Daging segar = Daging rebus =

𝟐(𝟐−𝟏,𝟓𝟏)

x 100% = 49%

𝟐 2(2−0,77) 2

x 100% = 123%

2(2−2,80)

Daging curing =

2

x 100% = -80%

Kelompok 7 bahan : ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5% A. Pengamatan Tekstur 12+10+14

1. Segar =

3

2. Rebus =

6+16+9 3

3. Curing =

= 12 gr/ mm

= 10 gr/mm

12+16+14 3

= 14 gr/mm

B. Pengamatan Cooking Loss 1. Segar = 2. Rebus =

3,01−2,04 2,04 2,04−1,96

3. Curing =

2,04

x 100%= 20,1% x 100%= 3,9%

2,76−2,20 2,76

C. pengamatan drip loss

x 100%= 20,2%

Sampel 1 10. Segar Drip loss =

11. Rebus Drip loss =

2,66−2,5

x 100%= 6,01%

2,66

2,04−1,24 2,04

12. Curing Drip loss =

4,24−2,3 4,24

x 100%= 39,2%

x 100%= 45%

Sampel 2 7. Segar Drip loss =

8. Rebus Drip loss =

2,13−1,9 2,13

x 100%= 10, 7%

1,29−1,3

x 100%= -0,003%

1,29

9. Curing Drip loss =

2,39−2,3 2,39

x 100%= 3,76%

Sampel 3 7. Segar Drip loss =

8. Rebus Drip loss =

2,95−2,7 2.95

x 100%= 8,4%

1,43−1,7

9. Curing Drip loss =

1,43

x 100%= -17,4%

2,44−2,6 2,44

x 100%= -6,55%

Kelompok 8 Bahan : ikan lele + perendaman ekstrak nanas 5% A. pengamatan tekstur 1. Segar = 2. Rebus =

12+10+14 3

= 12 gr/ mm

32+14+112

3. Curing =

3 12+14+10 3

B. pengamatan cooking loss

= 52,67 gr/mm = 12 gr/mm

1. Segar = 2. Rebus =

2−1,076 2

x 100%= 46,2%

1,75−1,482

3. Curing =

x 100%= 13,4%

1,75 2−1,380 1,380

x 100%= 31%

C. pengamatan drip loss Sampel 1 13. Segar Drip loss =

14. Rebus Drip loss =

1,62−1,4

x 100%= 13,58%

1,62

1,21−1,1

x 100%= 9,09%

1,21

15. Curing Drip loss =

2,35 −2,28

x 100%= 2,98%

2,35

Sampel 2 10. Segar Drip loss =

11. Rebus Drip loss =

2,20−1,9 2,20

x 100%= 13,64%

1,02−1,3

x 100%= -27,45%

1,02

12. Curing Drip loss =

2,46 −2,3

x 100%= 6,5%

2,46

Sampel 3 10. Segar Drip loss =

11. Rebus Drip loss =

2,87−2,6 2,87

x 100%= 9,41%

1,52−1,7

12. Curing Drip loss =

1,52

x 100%= -11,84%

2,28 −2,54 2,28

x 100%= -11,4%

DOKUMENTASI

Daging Kambing

Daging Kambing setelah curing

Daging Kambing setelah perebusan

Perendaman ekstrak nanas

Related Documents


More Documents from "Nisrina Sausan Gani"

Kop-sop.docx
May 2020 24
Daging Dan Telur.docx
May 2020 20
A1.docx
December 2019 28
A1-a4.docx
December 2019 24