I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Daging, unggas dan ikan merupakan bahan makanan segar yang mudah sekali rusak setelah pasca panen. Daging, unggas dan ikan adalah hewan yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik juga merupakan sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi.Daging segar merupakan daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah proses pemotongan tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan lain sebagainya. Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan sumber protein yang tinggi, protein ini disebut sebagai asam amino esensial, asam amino ini sangat penting dan merupakan protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu daging juga mengandung karbohidrat, lemak, mineral, fosfor, vitamin dan kalsium (Wijayanti 2014) Ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat adalah jenis ikan air tawar dan ikan air laut. Ikan laut yang merupakan salah satu hasil dari kegiatan perikanan tangkap mempunyai keunggulan manfaat diantaranya adalah sebagai sumber protein yang tinggi, mengandung sedikit lemak jenuh namun kaya akan berbagai gizi mikro penting yang diperlukan manusia. Ikan laut juga menjadi sumber utama asam lemak tak jenuh omega-3, EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid) ( Effendie,2002 ). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas daging dan ikan, yang meliputi pengamatan marbling daging, pengamatan daging dan ikan segar, pengukuran pH, warna, tekstur, cooking loss dan drip loss.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan kualitas daging sapi dan ikan post mortem, yang meliputi pengamatan marbling daging, pengamatan daging dan ikan segar, pengukuran pH, warna, tekstur, cooking loss dan drip loss.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Komposisi 2.1.1 Daging Menurut Fardiaz (1992), daging merupakan bahan pangan yang berasal dari hewan, merupakan sumber utama bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa
mikroorganisme
seperti Salmonelladan Campylobacter,
selain
mikrooranisme yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan (jenis bakteri mesofilik) seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria monocytogenes. Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan esofagus, tidak termasuk bibir, mocong, telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan pembuluhpembuluh darah. Istilah daging berbeda dengan karkas. Perbedaan pengertian daging dengan karkas terletak pada kandungan tulang. Daging biasanya sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). a. Daging Ayam Daging ayam merupakan salah satu jenis daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Tersedia di pasar-pasar tradisonal maupun super market. Secara umum kita mengenal dua jenis daging ayam
yaitu ayam potong (Broiler) dan ayam kampung.Tentunya masing-masing jenis daging ayam memiliki kelebihan dan kekurangannya. Ayam kampung sebenarnya lebih disukai oleh masyarakat kita karena lemaknya kurang sehingga di NTB khususnya untuk masakan tertentu seperti ayam bakar (taliwang) cenderung menggunakannya demikian pula masakan daerah lainnya. Tetapi harganya relatif lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
ayam
potong. Ayam
potong
(Broiler)
juga memiliki beberapa keunggulan seperti : daging relatif lebih besar, harga cukup terjangkau, dapat dikonsumsi segala lapisan masyarakat dan cukup tersedia dipasaran (Triyanti, 2000). Mutu daging ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: mutu gizinya (kadar air, protein dan lemak), mutu dari segi teknologi dan mutu dari segi konsumen. Mutu daging yang baik dari segi teknologi adalah daging yang dapat diproses (sebagai bahan baku) menjadi produk olahan misalnya bakso, dendeng atau produk lain dengan mutu baik. Sementara itu, mutu yang ditentukan konsumen adalah daging yang disukai secara organoleptikyaitu : penampilan, warna, aroma, keempukan dan rasa (Triyanti, 2000). Pakan juga dapat mempengaruhi warna daging, bila kandungan jagung dalam pakan tinggi, maka warna daging menjadi putih -kuningan (oranye).Hal seperti ini kurang disukai oleh konsumen pada umumnya. Kandungan gizi daging lebih ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, jenis kelamin, fisiologi, umur, bobot dan pakan yang diberikan (Triyanti, 2000). Pada hakihatnya, rasa dan aroma daging ayam sangat erat hubungannya dengan lemak. Dalam jumlah yang tidak berlebihan, lemak pada daging ayam sangat berperan dalam menetukan rasa dan aroma daging ayam. Tetapi penimbunan lemak yang berlebihan akan berpengaruh negatif terhadap kualitas karkas secara keseluruhan (Murtidjo, 2003). Beberapa faktor yang sangat menentukan rasa dan aroma daging ayam antara lain:
1. Faktor genetik ayam Faktor ini merupakan factor keturunan yang menyangkut kadar lemak yang ditimbun didalam rongga perut. Secara genetik, ada ayam yang memiliki lemak berwarna kuning atau putih, dan ada yang berbau anyir ataupun amis. Pada umumnya ayam dapat menghasilkan karkas yang berkualitas adalah ayam yang secara genetik tidak mmenimbun terlalu banyak lemak dalam tubuhnya. 2. Faktor usia ayam Semakin tua usia ayam, meskipun jaringan ikat daging baik, tetapi penimbunan lsemakin besar. Hal ini akan mempengaruhi rasa dan aroma daging ayam. Sebaliknya, pada ayam yang berusia muda, hamper tidak terjadi usaha penimbunan lemak yang berlebihan. Sehingga rasa dan aroma dagingnya relatif enak. 3. Faktor jenis kelamin Penimbunan lemak pada ayam jantan relatif lebih kecil dari ayam betina. Sehingga karkas atau daging ayam jantan cenderung lebih enak. 4. Faktor makanan Komposisi makanan yang dikonsumsi oleh ayam berhubungan erat dengan rasa dan aroma daging ayam. Pemberian makanan dengan tepung ikan , akan menghasilkan daging dan lemak yang memiliki rasa dan aroma ikan laut. Sebaliknya, pemberian makanan dengan bahan baku jagung, akan menghasilkan daging dengan rasa dan aroma yang enak. Selain itu, jaringan ikat daging lebih rapat dan lembut (Murtidjo, 2003). b. Daging Sapi Pendapat Soeparno (1994), bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%. Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging bersusut masak besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air
daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot. Daya ikat air (WHC) yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. WHC sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging. Menurut Soeparno (1994) apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0−5,1) maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah. c. Daging Kambing Daging kambing memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi. Namun, kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty. Daging domba dan kambing masing- masing mengandung protein 17,1% dan 16,6% dan lemak 14,8% dan 9,2% (Usmiati, 2010). Daging kambing memiliki cirri yang khas, yaitu hampir tidak memiliki lemak dibawah kulit, kelebihan lemaknya ditimbun sebagai lemak yang tersebar diantara serat daging. Susunan karkas daging kambing yaitu daging 62%, tulang 19%, dan lemak 19% (Tiven, dkk., 2007). d. Daging Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Orang Arab biasa menyebutkan khinzir. Sedang orang Jawa biasa menyebutnya babi atau celeng, meski kadang dibedakan di antara keduanya. Babi biasa diternak dan celeng hidup liar di hutan. Dalam ilmu biologi, babi termasuk kingdom Animalia, Filum: Chordata, kelas Mamalia, Ordo Artiodactyla, Familia Suidae, dan Genus Sus. Babi memiliki banyak spesies, di antaranya adalah sebagai berikut : Sus barbatus, Sus bucculentus, Sus cebifrons, Sus celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus philippensis, Sus Salvanius, Sus scrofa, Sus timoriensis, dan Sus verrucosus. Dalam mata rantai makanan, babi termasuk omnivora, yang berarti mengkonsumsi baik daging maupun tumbuhtumbuhan. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia memakan semua makanan yang ada di depannya (Kumari, 2009)
Adapun ciri-ciri dari daging babi adalah sebagai berikut : baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga lebih murah dari pasaran daging sapi, seratnya lebih halus dari pada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung berwarna putih, dan elastik. Lemak babi sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya (Kumari, 2009). 2.1.2 Ikan Pisces disebut hewan poikiloterm karena suhu tubuh tidak tetap (berdarah dingin), yaitu terpengaruh suhu disekelilingnya. Ikan bernafas dengan insang (operculum) dan dibantu oleh kulit, tubuh ditutupi oleh sisik dan memiliki gurat sisi untuk menentukan arah dan posisi berenang. Pada ikan jantung terdiri atas satu serambi dan satu bilik, dan tubuh terdiri atas kepala dan badan. Ikan berenang dengan bantuan sirip. Jumlah sirip pada berbagi jenis ikan berbeda-beda.(Campbell, 2004) Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok
paraphyletic yang hubungan
kekerabatannya masih diperdebatkan. Berdasarkan tulang penyusunnya, kelas pisces dibedakan atas Agnatha, Chonrichtyes, dan Osteichtyes. Ciri- ciri kelas Agnatha adalah mulut tanpa rahang ( bentuk bulat ) ,tubuh gilig/silindris tubuh halus tanpa sisik, rangka tubuh dari tulang rawan, tidak memiliki sirip berpasangan, cekung hidung hanya satu, terdapat pada bagian medial, dan insang terletak dalam kantong insang dengan celah insang di sisi lateral tubuh (Brotowidjoyo,1995). Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Pada rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakkan. Lidah ikan banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut, makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang kemudian makanan di dorong masuk ke lambung. Lambung ikan pada umumnya membesar dan tidak memiliki batas yang jelas dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus
yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada anus (Rasyid,2012). Ikan banyak mengadung unsur organik dan anorganik, yang berguna bagi manusia. Ikan perlu ditangani denga n baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, namun ikan juga cepat mengalami proses pembusukan setelah ditangkap dan mati. Hal itu disebabkan ikan memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga dengan cepat mengalami pembusukan (Susanto,2006) a. Ikan Laut Ikan pada umumnya dan ikan laut pada khususnya merupakan bahan pangan yang kaya akan yodium. Zat ini diperlukan oleh tubuh untuk dapat membentuk hormone tiroksin.
Kandungan
yodium
yang terkandung dalam
ikan
mencapai
83
mikrogram/100 gram ikan. Sementara daging hanya mengandung 5 mikrogram/100 gram ikan. Dengan demikian konsumsi ikan laut yang tinggi dapat mencegah penyakit gangguan akibat kurangnya konsumsi yodium (GAKY). Selain mengandung protein, ikan kaya akan mineral seperti kalsium, phosphor yang diperlukan untuk pembentukan haemoglobin darah. Sementara kandungan lemak pada ikan sebesar 70% terdiri dari asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty Acid), sedangkan pada daging sebagian besar terdiri dari asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid)
(
Effendie,2002 ) 2.2 Karakteristik Fisik dan Komposisi Bahan 2.2.1 Daging Komposisi kimia daging secara umum dapat diestimasi, yaitu air sekitar 75%, protein 19%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, subtanasi non protein lemak yang larut 2,3% termasuk subtansi nitro genus 1,65% dan subtansi anorganik 0,65%, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan dalam air, relatif sangat sedikit. (Soeparno, 2011).
Karakteristik Fisik Daging Parameter fisik kualitas daging meliputi daya ikat air oleh protein daging, pH dan susut masak. a. Daya ikat air / DIA (water holding capacity) Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4–5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira- kira 10%. Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging mengalami denaturasi. Kualitas karkas yang berhubungan dengan umur dan lemak intramuskuler mempunyai pengaruh terhadap daya ikat air (DIA) daging (Soeparno,2005). Otot yang mempunyai kandungan lemak intramuskuler tinggi cenderung mempunyai DIA yang tinggi. Hubungan antara lemak intramuskuler dengan DIA adalah kompleks, lemak intramuskuler akan melonggarkan mikrostruktur daging, sehingga memberi lebih banyak kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air. Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting karena dengan daya ikat air yang tinggi, maka daging mempunyai kualitas yang baik (Blakely dan Bade, 1998). Menurut Soeparno (2005) nilai daya ikat air (DIA) berkisar diantara 20% – 60%.
b. Tingkat Keasaman (pH) Daging Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau post-mortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis post-mortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot. Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat. pH awal diukur pada awal pengukuran setelah pemotongan sampai 45 menit, kemudian nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Pengukuran nilai pH akhir biasanya dilakukan 24-36 jam setelah kematian pada karkas sapi selama di dalam pendingin (chiller). Menurut Suardana dan Swacita (2009) pH normal daging adalah 5,4- 5,8. Nilai pH daging post-mortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas bila hewan terdepresi karena lelah. Setelah hewan disembelih, penyedian oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang sudah disembelih akan mengalami penurunan pH (Purnomo dan Adiono, 1985). c. Susut Masak
Susut masak merupakan salah satu indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan diantara serabut otot. Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasikan jumlah jus dalam daging masak. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang tinggi. Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang mengalami pengerutan dan pengurangan berat. Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH daging akan menurunkan susut masak daging. Sifat mekanik daging termasuk susut masak merupakan indikasi dari sifat mekanik miofibril dan jaringan ikat, dengan bertambahnya umur ternak, terutama panjang sarkomer. Pada temperatur pemasakan 800 C, daging yang mengalami pemendekan dingin pada pH normal 5,4 - 5,8 menghasilkan susut masak yang lebih besar dari pada susut masak daging regang dengan panjang serabut yang sama. Produk daging olahan sebaiknya mengalami susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat dengan
rasa/juiceness
daging
(Winarno,
1993).
Konsumsi
pakan
dapat
mempengaruhi besarnya susut masak. Pendapat Soeparno (2005), bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%. Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik bila dibandingkan dengan daging bersusut masak tinggi, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Daya ikat air/WHC yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. Water Holding Capacity sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging. Menurut Soeparno (2005) apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0−5,1) maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah. 2.2.2 Ikan
Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Siagian, 2009). Komposisi kimia ikan sangat bervariasi menurut spesies, bahkan juga berbeda antara satu individu terhadap individu lainnya dalam spesies yang sama. Dalam teknik pengolahan ikan, perlu juga diketahui lebih jauh perincian dari komposisi bagian ikan yang berstatus sebagai limbah. Kurang lebih 40-50% dari tubuh terdiri dari bagian yang dapat dimakan, yaitu yang berupa daging. Jumlah daging pada ikan bervariasi tergantung pada ukuran, jenis dan umur ikan. Pada ikan dengan bentuk tubuh ellips 60% dari tubuhnya dapat dimakan, untuk ikan yang berbentuk pipih dengan ukuran kepala besar hanya 35-40% saja dari bagian tubuhnya yang dapat dimakan (Susanto, 2006). Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan, untuk daging yang dimakan dan sisa potongan ikan Material yang dianalisis Air(%) Lemak(%) Protein(%) Abu(%) Ikan Utuh
81.9
3.5
12.7
2.7
Daging yang dapat dimakan
83.6
0.8
15.2
1.1
Sisa potongan ikan
81.2
4.4
11.7
3.5
Sumber : Susanto (2006)
Tabel 2. Komposisi Ikan No Kandungan
Besaran (%)
1.
Protein
16-24
2.
Lemak
0.2-2.2
3.
Air
56-80
4.
Mineral (Ca, Na, K, J, Mn), Vitamin (A,B,D)dll
2.5-4.5
Sumber: Susanto (2006) 2.3 Faktor yang mempengaruhi Kerusakan 2.3.1 Daging Salah satu sifat daging dan produk hasil ternak adalah mudah mengalami kerusakan. Daging mudah mengalami kerusakan akibat adanya aktivitas pada daging atau produk daging, karena daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak, karena: a.
Mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%)
b.
Kaya dengan zat yang mengandung nitrogen dgn komplek yg berbeda
c.
Karbohidrat yg tinggi
d.
Kaya akan mineral untuk pertumbuhan
e.
Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3-
mikroba
6,5) (Albiner 2002) Keberadaan mikroorganisme pada pangan tak terkecuali daging atau produk olahan daging dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu: 1.
Faktor intrinsik yang meliputi : aktivitas air, komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami dan tambahan.
2.
Faktor pengolahan
3.
Faktor ektrinsik yang meliputi suhu, kelembapan dan susunan gas,
4.
Faktor implisit (berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadangkadang mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganime hidup bersama saling menguntungkan atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan mikroorganisme lain
5.
Faktor makana, yang pada dasarnya terbagi atas makanan yang mudah rusak, makanan yang awet dan bahan pangan yang awet (Supardi dan Sukanto, 1999). Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami kerusakan
oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan penanganan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Pada dasrnya metode-metode penyimpanan atau pengolahan tersebut hanya bisa menghambat pertumbuhan mikroorganime perusak, sehingga dari tiap metode hanya bisa mempertahankan kualitas daging atau daging proses untuk jangga waktu yang terbatas (Soeparto, 1992). 2.3.2 Ikan Salah satu sifat ikan adalah mudah mengalami kerusakan. Ikan mudah mengalami kerusakan akibat adanya aktivitas pada ikan atau produk ikan. Salah satu penyebab kerusakan pada ikan dan produk olahannya menurut Effendie (1997) sebagai berikut: 1. Enzimatis Secara alami didalam tubuh ikan terutama di dalam alat pencernaan mengandung enzim. Pada waktu ikan hidup, enzim mempunyai aktivitas sesuai dengan fungsi masing-masing. Pada ikan mati, enzim dapat merusak/menguri protein menjadi putresin, isobutilamin, kadavenin dan senyawa lain yang akan menimbulkan bau busuk/tidak sedap. 2.
Mikrobiologis Kadar air ikan yang cukup tinggi dan susunan jaringan yang longgar
menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang. Selain itu kesalahan pengolahan dan penanganan yang mengakibatkan luka mekanis juga
akan memudahkan bakteri masuk dalam tubuh ikan. Berbagai jenis bakteri dapa mengurai gizi ikan menjadi senyawa-senyawa bebrbau busuk dan anyir, seperti indol, H2S dan lain-lain. 3. Fisis Penyimpanan
ikan
pada
suhu
kamar
akan
mempercepat
proses
kerusakan/pembusukan ikan. Aktivitas enzim dan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh suhu. Penyimpanan ikan dalam lemari pendingin atau pembeku mampu menghambat aktivitas mikroba atau enzim. Setiap penurunan
8°C
menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme berkurang menjafi kira-kira setengahnya. Selain penyimpanan pada suhu dingin atau suhu beku, kecepatan reaksi dapat juga dihambat dengan pengawetan lain seperti penggaraman dan pengeringan. 4. Oksidasi Lemak Lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang mudah mengalami oksidasi menghasilkan bau tengik. Reaksi oksidasi lemak tergantung pada jenis ikan (ukuran, kadar lemak, musim) dan kandungan Trimetil Amin Oksida (TMAO) yang terdapat pada ikan.
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan untuk praktikum daging dan ikan adalah sebagai berikut: 1. beaker glass
8. water bath
2. termometer
9. tissue
3. hot plate
10. mesin pendingin
4. pisau
11. neraca analitik
5. gelas ukur
12. plastik
6. ember
13. rheotex
7. pH meter 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan untuk praktikum daging dan ikan adalah sebagai berikut: 1. daging sapi
7. Daging kambing
2. daging babi
8. Ekstrak nanas.
3. daging ayam 4. ikan laut 5. aquades 6. NaCl
3.2 Skema Kerja 3.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar
Daging dan ikan Pengamatan warna, tekstur (kekenyalan) dan aroma. Untuk ikan pengamatan bentuk, mata, insang, kulit, sisik,lender, warna
3.2.2 Pengamatan Marbling pada Daging
Daging
Pembandingan dengan standart marbling Penentuan tingkatan marbling
3.2.3 Pengamatan Warna Pada Daging dan Ikan Daging Pengamatan Pengirisan Daging (A,B,C) Penimbangan
Tanpa perlakuan (segar)
Perebusan 80°C selama 10 menit
Pengamatan 3.2.3 Penentuan pH Daging Penimbangan Pencincangan Penuangan daging dan aquades dalam beaker glass Pengukuran pH
Perendaman dalam NaCl selama 15 menit
3.2.4 Pengukuran Tekstur Daging Pengukuran Pengamatan
3.2.5 Pengukuran Cooking Loss Daging (A)
Penimbangan (10g) dan dimasukkan dalam plastik PP Penjepitan dan peletakan dalam waterbath 80°C selama 10 menit Pengaliran dengan air mengalir Pengeringan dengan tissue Penimbangan Perhitungan
3.2.6 Pengukuran Drip Loss Daging
Penimbangan 10g Dimasukkan dalam plastik dan di freezer 3 hari Thawing
Chilling 24 jam
Suhu ruang
Penirisan dan penimbangan Perhitungan 3.2.7 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak Berbagai jenis daging
Pembandingan dan Pengamatan
Air mengalir
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan A. PENGAMATAN DAGING DAN IKAN SEGAR
1. Perbedaan ikan segar dan kurang segar Jenis Pengamatan
Bentuk
Mata
Insang
Ikan segar Bentuk utuh tidak ada bagian tubuh ikan yang hilang Mata berwarna putih kekuningan Insang ikan berwarna merah kecoklatan dan masih ada darah
Gambar
Ikan kurang segar Bentuk tidak utuh bagian perut sudah tidak ada (terbuka) Mata berwarna gelap (hitam)
Insang hitam Tidak ada darah
Lendir
Tidak ada lendir
berlendir
Kulit
Kulit ikan agak kasar
Kulit lebih kasar dari ikan segar
Sisik
Agak keras
Keras
Gambar
Warna
Warna ikan mengkilap
Tidak mengkilap
Aroma
Amis segar
Amis busuk
Tekstur
Tekstur ikan lunak, Jika ditekan kembali kebentuk semula
Tekstur ikan kaku, jika ditekan waktu untuk kembali lebih lama
2. Daging segar Jenis daging
warna
tekstur
aroma
ayam
Putih kecoklatan
kenyal
Khas ayam Tidak amis/busuk
Babi
Merah kecoklatan
Kenyal
Tidak begitu berbau
Sapi
Merah terang
Kenyal
Khas sapi Tidak amis/busuk
gambar
Kambing
Merah agak pucat
Kenyal
Khas kambing Tidak amis/busuk
3. Daging kurang segar Jenis daging
warna
tekstur
aroma
Sapi
Merah gelap kecoklatan
Lembek agak keras
busuk
gambar
B. PENGAMATAN MARBLING PADA DAGING
Sampel
Daging sapi
Gambar
No. BMS
Grade
2
2
Daging kambing
2
2
Daging babi
6
4
Daging ayam
1
1
C. PENGAMATAN WARNA Sampel
Perlakuan
Deskripsi warna
Intensitas
Segar
Warna putih kemerahan sedikit keabuan menunjukkan bahwa ikan segar
+++++
Rebus
Daging matang berwarna putih kecoklatan tanpa ada bintik darah. Sisik terkelupas beberapa
+
Ikan laut
Curing
Warna kemerahan sedikit pudar (titik darah ditengah). Masih ada sisik bening
+++
Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5%
Segar
Merah pucat
++
Ikan laut
Ikan laut
Gambar
Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5%
Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5%
Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5%
Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5%
Rebus
Coklat pucat
+
Curing
Sedikit merah cerah
+++
Segar
Cerah,segar
++++
Rebus
Sangat pucat,putih
+
Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5%
Curing
Merah kekuningan,cerah,segar
++++
Daging ayam
Segar
Merah, terdapat bercak darah
+++++
Daging ayam
Rebus
Putih pucat
+++
Daging ayam
Curing
Putih kekuningan
++++
Daging sapi
Segar
Merah segar dan cerah
++++
serta tidak pucat
Daging sapi
Rebus
Daging sapi
Curing
Coklat pucat
+
Merah terang, namun
+
sedikit pudar Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5%
Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5% Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5%
Segar
Warnanyacerah
++++
Rebus
Warnanyaputihpucat
+++++
Curing
Warnanyacerah
+++++
D. PENENTUAN PH Sampel
Segar 6.2
Ikan laut Daging sapi ekstrak + perendaman nanas 5%
Perlakuan Daging Rebus 6.3
Curing 6.1
5,4
5,7
5,2
5,5
5,6
5,4
Daging ayam
6
5,9
5,4
Daging sapi
6.5
5.7
5.6
Daging ikan laut + perendaman ekstrak nanas 5%
6,4
6,0
6,0
Daging ayam + perendaman ekstrak nanas 5%
E. PENGUKURAN TEKSTUR Pengukuran Tekstur Sampel
Ikan Laut
Daging sapi+perendaman ekstrak nanas 5%
Perlakuan Atas
Bawah
Samping
4
5
4
23
33
15
7
13
6
5
5
4
Rebus (g/0,5mm)
38
24
18
Curing (g/0,5mm)
5
5
5
Segar (g/0,5mm)
5
5
4
Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm)
Daging ayam
Daging ayam+perendaman ekstrak nanas 5%
Daging sapi
Ikan laut+perendaman ekstrak nanas 5%
Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm)
11
14
17
6
6
6,5
5
5
6
14
7
14
5
4
4
Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm) Rebus (g/0,5mm) Curing (g/0,5mm) Segar (g/0,5mm)
5
4
4
60
11
42
4
5
7
38
5
5
Rebus (g/0,5mm)
7
6
6
Curing (g/0,5mm)
5
4
5
F. PENGUKURAN COOKING LOSS Berat (g) Sampel
Ikan Laut
Daging sapi+perendaman ekstrak nanas 5%
Perlakuan
Sebelum dimasak
Setelah dimasak
Segar
10
9
Rebus
6
6
Curing
2
2
Segar
1,9294
1,0090
Rebus
1,4155
1,2734
Curing
1,5977
0,9714
Daging ayam
Daging ayam+perendaman ekstrak nanas 5%
Daging sapi
Ikan laut+perendaman ekstrak nanas 5%
Segar Rebus
1,4895 1,0167
1,1971 0,9359
Curing
1,0527
0,8454
Segar
3
1,3966
Rebus
2
1,5810
Curing
2
1,4407
Segar
2
2
Rebus
2
1,9139
Curing
2
3,4319
Segar
1,4588
1,1224
Rebus
1,3865
0,9827
Curing
1,4326
1,0981
G. PENGUKURAN DRIP LOSS
Berat (gr) Sampel
Perlakuan
Segar
Air mengalir Suhu ruang Chilling
Sebelum
Setelah
1,09
0,5892
1,43
0,816
1,42
0,9460
Ikan Laut
Rebus
Curing
Segar
Daging ayam+ekstrak nanas 5%
Rebus
Curing
Segar
Daging ayam
Rebus
Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir
0,81
0,7476
1,60
0,9813
1,40
0,9220
2,04
1,3370
1,22
0,6329
1,13
0,6342
1,1310
0,7421
0,8125
1,7202
1,1099
1,1080
0,5756
0,5232
0,6167
1,2555
0,6133
0,5669
0,6100
0,7833
0,9219
1,5039
0,9120
0,5964
0,5286
0,5058
0,4493
0,4367
0,3016
0,2940
0,5210
0,5049
0,3369
0,3049
0,4377
0,4334
0,3398
0,3305
Curing
Segar
Daging sapi
Rebus
Curing
Segar
Daging sapi+ekstrak nanas 5%
Rebus
Curing
Segar
Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang Chilling Air mengalir Suhu ruang
0,3370
0,3317
0,3192
0,3137
0,8980
0,8059
0,6036
0,5576
1,7642
1,6681
0,4190
0,3303
0,8946
0,8450
0,7281
0,6746
1,1132
1,0167
1,5500
1,4531
1,0442
1,0091
0,6277
0,5733
0,6541
0,5846
0,6243
0,5859
0,5002
0,4877
0,3563
0,3338
0,4441
0,4160
0,7985
0,7792
0,8999
0,8527
0,7144
0,5859
2,6175
0,6785
1,3672
0,6533
Ikan laut+ekstrak nanas 5%
Rebus
Curing
Chilling
1,2651
0,5672
Air mengalir
0,7881
0,3965
Suhu ruang
0,7520
Chilling
0,8001
0,5621
Air mengalir Suhu ruang Chilling
0,6632
0,1493
0,3672
0,0986
0,5642
0,1165
0,3987
H. PENGAMATAN JENIS DAGING
Jenis pengamatan
Daging sapi
Daging kambing
Daging ayam
Daging babi
Warna
Merah terang
Merah agak pucat
Putih kecoklatan
Merah kecoklatan
Bentuk serat
teratur
Tidak teratur
teratur
teratur
Tekstur
kenyal
kenyal
kenyal
kenyal
Aroma
Khas sapi Tidak amis
Khas kambing Tidak amis
Khas ayam tidak amis
Tidak begitu berbau
Warna lemak
Putih kekuningan
Putih tulang
Putih kekuningan
bening
Keberadaan lemak
Lemak kebanyakan berada didalam daging
Lemak kebanyakan berada dipermukaan
Lemak berada didalam daging
Keberadaan lemak lebih banyak dari daging yang lain dan menyebar
Gambar
4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Perhitungan Tekstur Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 55%
Perlakuan Daging Segar Rebus Curing 4,33 g / 0,5 37,67 g / 0,5 5,33 g / 0,5 mm mm mm 4,67 g / 0,5 6,17 g / 0,5 14 g / 0,5 mm mm mm 4,33 g / 0,5 23,67 g / 0,5 8,67 g / 0,5 mm mm mm 4,67 g / 0,5 26,67g / 0,5 5 g / 0,5 mm mm mm 5,33 g / 0,5 11,67 g / 0,5 4,33 g / 0,5 mm mm mm 6,33 g / 0,5 4,67 g / 0,5 16 g / 0,5 mm mm mm
4.2.2 PerhitunganCooking Loss Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5%
Perlakuan Daging Segar Rebus Curing 0% 4,31 % 41,72 % 19,63 % 7,95 % 19,69 % 10 % 0% 0% 47,7 % 10,03 % 39,2 % 53,45 % 20,95 % 27,97 % 23,06% 29,12 % 23,35 %
4.2.3 PerhitunganDrip Loss Jenis Sampel Daging Sapi Daging Ayam Ikan Laut Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5% Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5% Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5%
1 5,45 % 2,52 % 33,4 %
Segar 2 7,62 % 2,80 % 42,9 %
3 10,3 % 4,31 % 7,70 %
Perlakuan Daging Rebus 1 2 3 7,35 5,54 21,2 % % % 0,98 9,65 3,09 % % % 34,1 38,7 34,5 % % %
6,15 %
10,6 %
8,67 %
6,33 %
6,32 %
2,49 %
2,14 %
5,24 %
2,42 %
0,1 %
111 %
34,4 %
7,6 %
-103 %
9,1 %
34,6 %
63,1 %
28,4 %
55,2 %
52,2 %
74,1 %
29,7 %
46,9 %
49,7 %
79,4 %
78,1 %
77,5 %
Keterangan 1
=
Chilling
2
=
Suhu Kamar
3
=
Air Mengalir
1 3,36 % 1,72 % 43,9 %
Curing 2 3 6,25 8,67 % % 1,57 2,74 % % 48,1 34,4 % %
V.
PEMBAHASAN
5.1 Fungsi Perlakuan 5.1.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar Pertama menyiapkan sampel dan alat yang akan digunakan. Sampel yang akan digunakan pada praktikum ini adalah berbagai jenis daging dan ikan. Untuk pengamatan daging yang diamati dan dibandingkan adalah warna, tekstur (kekenyalan), dan aroma. Sedangkan untuk ikan yang diamati adalah bentuk, mata, insang, kulit, sisik, lender, tekstir (kekenyalan) dan aroma. 5.1.2 Pengamatan Marbling Pada Daging Pertama menyiapkan sampel dan alat yang akan digunakan. Sampel yang akan digunakan pada praktikum ini adalah berbagai jenis daging dan ikan yang telah diiris kecil untuk memudahkan pengamatan. Setelah itu berbagai jenis daging dan ikan tersebut dibandingkan dengan standart marbling dan ditentukan tingkatan marblingnya. 5.1.3 Pengamatan Warna Pertama menyiapkan sampel dan alat yang akan digunakan. Sampel yang akan digunakan pada praktikum ini adalah daging segar. Daging segar diamati, untuk mengetahui warna dari daging sebelum dilakukannya perlakuan. Daging segar tersebut kemudian dipotong-potong menjadi 3 bagian yaitu untuk sampel tanpa perlakuan, sampel cooking loss dan sampel curing. Daging yang tanpa perlakuan didiamkan beberapa saat baru diamati warnanya. Kemudian untuk irisan satu, daging direbus diatas air dengan suhu 80°C selama 10 menit dan setelah itu di amati perubahannya. Daging irisan kedua di rendam dalam larutan NaCl selama 15 menit lalu diangkat dan di amati perubahannya.
5.1.4 Penentuan pH Pertama sampel disiapkan yaitu daging-daging yang telah diamati warnanya yaitu daging segar, daging cooking loos dan daging curing. Daging-daging tersebut di cincang dan di campurkan aquades dalam beaker glass dengan perbandingan 1:5 untuk memudahkan pembacaan dengan pH meter. Setelah diukur, maka data di catat. 5.1.5 Pengukuran Tekstur Pertama sampel dan alat yang akan digunakan disiapkan, lalu hidupkan alat rheotex dengan cara power dinyalakan dan jarum penekan dipasang di atas tempat test, lalu menekan tombol distance dengan besaran 0.5mm dan tekan juga tombol hold. Setelah itu sampel diletakkan pada tempat test yang berada di bawah jarum rheotex lalu menempatkan daging menempel dengan jarum penekan. Selanjutnya menekan tombol start, menunggu beberapa saat sampai terdengar bunyi dari mesin rheotex. Pengukuran tekstur dilakukan di tiga titik berbeda yaitu bawah, samping dan atas. Langkah terakhir membaca angka yang muncul pada alat rheotex dengan satuan (gram). 5.1.6 Pengukuran Cooking Loss Pertama sampel yang digunakan adalah sampel satu dari pengamatan warna lalu ditimbang sebanyak 10gram dan dimasukkan dalam plastik polietilen. Sampel dimasukkan ke dalam plastik agar air dari waterbath tidak masuk dalam sampel dan supaya hasilnya lebih akurat. Selanjutnya sampel dalam plastik di jepit dan dimasukkan dalam waterbath dengan suhu 80°C selama 10 menit. Setelah batas waktu tersebut sampel di keluarkan di di lewatkan pada air yang mengalir untuk pengurangi panas dari sampel tersebut, akan tetapi sampel tetap berada di dalam plastik. Selanjutnya sampel dikeluarkan dari plastik dan dikeringkan dengan tissue dengan cara mengusap bagian permukaannya saja tanpa menekan dan memerasnya.
Sampel yang telah kering di timbang dan dilakukan perhitungan dengan rumus yang ada. 5.1.7 Pengukuran Drip Loss Pertama daging ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 10gram, lalu daging sebagai sampel tersebut di masukkan dalam plastik dan diberi kode yang jelas agar tidak tertukar dan dimasukkan ke dalam freezer selama 3 hari. Setelah 3 hari daging beku di thawing dengan 3 cara yaitu chilling selama 24 jam, ditaruh di suhu kamar, dan dilewatkan di air mengalir sampai es mencair. Selanjutnya daging ditiriskan kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik dan dilakukan perhitungan dengan rumus yang ada. 5.1.8 Pengamatan Daging Beberapa Spesies Ternak Pertama dilakukan pengamatan pada berbagai jenis daging yang ada dan dibandingkan sampel-sampel tersebut dengan parameter yang telah ditentukan. 5.2 Analisis Data 5.2.1 Pengamatan Daging dan Ikan Segar A. Ikan Segar dan Kurang Segar Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada ikan segar dan kurang segar didapatkan beberapa data yang meliputi bentuk, mata, insang, lender kulit, sisik, warna, aroma, dan tekstur. Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan kembung. Menurut SNI nomer 2729:2013, yakni ikan segar secara organoleptik mempunyai karakteristik berupa mata cerah, cemerlang dengan bau segar spesifik jenis dan tekstur yang elastik, padat. Dari hasil pengamatan, data ikan segar sesuai dengan SNI diatas, yaitu beraroma amis segar, mata berwarna putih kekuningan, teksturnya elastic dan lain lain. Untuk ikan kurang segar memiliki karakteristik yang
berbanding terbalik dengan ikan segar. Berikut ini tabel perbedaan ikan segar dan tidak segar Tabel 5.1 Ciri-ciri ikan segar dan kurang segar Jenis Pengamatan Sisik
Ikan segar Menempel kuat dalam tubuh
Ikan kurang Segar Sisik mudah lepas
Warna
Terang dan jernih
Suram dan pucat
Tekstur
Elastis
Lembek
Insang
Insang merah terang
Mata
Cokleat geap dan berlendir tebal
Mata terang, jernih
Mata suram, tenggelam
menonjol dan cembung
dan berkerut
Sumber: Afrianto (2005) B. Daging Segar dan Daging Kurang Segar Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada daging segar dan daging kurang segar didapatkan beberapa data yang meliputi warna, tekstur dan aroma. Sampel yang digunakan adalah daging ayam, daging babi, daging sapi Kdan daging kambing. Menurut Komariah (2009), daging segar memiliki aroma khas daging dan lebih menyengat (amis) sedangkan daging kurang segar memiliki aroma tidak segar atau tidak terlalu amis. Hal ini karena daging yang segar masih terdapat banyak darah dan proses respirasi masih berlangsung pada daging segar sedangkan pada daging kurang segar darahnya sudah mengering dan proses respirasinya sudah berhenti. Bau yang tidak enak pada daging kurang segar disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba, reaksi kimia, ataupun keduanya. Pernyataan di atas sesuai dengan data yang telah dihasilkan dari praktikum ini yaitu aroma dari beberapa daging segar yang menjadi sampel yaitu aromanya khas daging sedangka pada daging sapi kurang segar yaitu
beraroma busuk. Tekstur dari daging segar yaitu kenyal sedangkan daging kurang segar yaitu lembek dan agak keras. Menurut Sugiyono (1996), daging babi mempunyai warna merah muda (pucat), hal ini dipengaruhi oleh lemak yang tebal dan jenis pakan yang mempengaruhi warna dan aroma daging. Pernyataan diatas sesuai dengan hasil pengamatan yaitu berwarna merah kecoklatan. Menurut Soeparno (1992), warna daging kambing hampir sama dengan daging sapi, tetapi mempunyai tingkat kemerahan yang lebih pekat. Warna ini ditentukan oleh kandungan otot merah penyusun daging. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pernyataan yaitu merah agak pucat. Menurut Soeparno (1998) Daging sapi mempunyai warna merah. Warna pada pernyataan tersebut sama dengan hasil praktikum. 5.2.2 Pengamatan Marbling Pada Daging
Sumber: SNI 3932:2008
6 5 4 NO. BMS
3
Grade
2 1 0 Daging sapi
Daging kambing
Daging babi
Daging ayam
Diagram 5.1 Nilai marbling daging Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa daging sapi dan kambing berada di No. BMS 2 dan Grade 2, sedangkan daging babi di No. BMS 6 dan Grade 4 dan yang terakhir daging ayam beradi di No. BMS 1 dan Grade 1. Hal itu menunjukkan bahwa daging babi memiliki pola penyebaran lemak paling banyak diantara lainnya. Berbeda dengan sampel daging ayam penyebaran lemaknya lebih sedikit dibandingkan daging sapi dan kambing. Menurut Priyatno et al (1999) kandungan lemak daging yang tinggi dapat dilihat dari semakin tinggi tinggi juiciness, flavor dan kelunakan daging. Kualitas daging ditentukan oleh lemak marbling
5.2.3 Pengamatan Warna
INTENSITAS 5
Ikan laut
4.5 4
Daging sapi+penambahan ekstrak nanas 5%
3.5
Daging ayam+perendaman ekstrak nanas 50%
3 2.5
Daging ayam
2 1.5
Daging sapi
1 0.5 0 Segar
Rebus
Curing
Daging ikan laut+perendaman ekstrak nanas 5%
Diagram 5.2 Nilai intensitas warna daging dan ikan Dari diagram diatas diketahui intensitas masing-masing sampel baik yang masih segar, rebus dan curing. Sampel yang digunakan adalah ikan laut, daging sapi dan daging ayam. Intensitas warna tertinggi pada ikan laut yaitu perlakuan segar dan yang terendah adalah rebus. Selanjutnya untuk daging sapi yang ditambah ekstrak nanas 5% yaitu perlakuan curing dan terendah rebu, lalu daging ayam yang direndam ekstrak nanas 5% adalah perlakuan tertinggi terdapat pada segar dan curing dan terendah ada pada rebus, selanjutnya daging ayam yang memiliki intensitas tertinggi adalah segar dan terendah pada rebus, daging sapi memiliki intensitas tertinggi pada perlakuan segar dan terendah pada perlakuan curing dan rebus dan terakhir daging ikan laut yang direndam ekstrak nanas 5% dengan intensitas tertinggi berada pada perlakuan rebus dan curing dan terendah pada perlakuan segar. Menurut (Lawrie, 2003), reaksi nitrit pada daging dengan mioglobin menghasilkan nitrosomioglobin yang ketika dipanaskan(dimasak) pada suhu di atas 65% akan menghasilkan warna merah muda yang stabil dan stabil sedangkan daging yang diberi nanas 5%
warnannya juga lebih memudar daripada yang tidak diberi karenan nanas punyai kandungan asam 5.2.4 Penentuan pH
7
6.5
6.2 6.3 6.1 5.4
6
5.7 5.2
5.5 5.6 5.4
6 5.9 5.4
6.4 5.7 5.6
6
6
5 4 3 2 1 0 Ikan laut
Daging sapi Daging ayam Daging ayam Daging sapi +ekstrak +ekstrak nanas 5% nanas 5% segar
rebus
Daging ikan laut+ekstrak nanas 5%
curing
Diagram 5.3 Nilai pH daging dan ikan Pada diagram biru merupakan perlakuan segar, merah rebus dan hijau adalah curing. Menurut Lawrie (1995) hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri. Dari data yang telah didapatkan maka semua sampel berada di pH sekitar 7 yang berarti semua bakteri pada sampel itu tubuh secara optimal.
5.2.5 Pengukuran Tekstur
Tekstur 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Daging Sapi
Daging Ayam
Ikan Laut
Daging ayam ekstrak nanas 5% 5.33
Ikan laut ekstrak nanas 5%
4.33
Daging sapi ekstrak nanas 5% 4.67
Segar
4.33
4.67
Rebus
37.67
14
23.67
26.67
11.67
6.33
Curing
5.33
6.17
8.67
5
4.33
4.67
16
5.4 Diagram Tekstur daging dan ikan Pada diagram tersebut pengukuran tekstur daging menggunakan alat bantuk berupa rheotex. Sampel yang digunakan ada 6 dan masing-masing terdapat 3 perlakuan yang berbeda-beda. Menurut Nurjanah et., al (2005), penurunan kadar air disebabkan oleh proses pemanasan (perebusan) yang menyebabkan terlepasnya air bebas dari bahan yang mengandung protein bahan. Dari hasil pengamatan dan pernyataan diatas sesuai, karena nilai tekstur tertinggi terdapat pada daging dan ikan yang direbus, kecuali ikan laut ekstrak nanas.
5.2.6 Pengukuran Cooking Loss
60%
50% 40% 30%
Segar Rebus
20%
Curing 10% 0% Daging sapi
Daging ayam
Ikan laut
Daging sapi ekstrak nanas 5%
Daging ayam ekstrak nanas 5%
Ikan laut ekstrak nanas 5%
5.5 Diagram Cooking loss daging dan ikan Pada diagram batang diatas, warna biru menunjukkan ikan atau daging yang segar, warna merah menunjukkan ikan atau daging yang rebus dan warna hijau menunjukkan ikan atau daging curing. Menurut Winarno (1993), Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang mengalami pengerutan dan pengurangan berat. Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH daging akan menurunkan susut masak daging. Dari data hasil pengamatan dan pernyataan diatas sesuai, karena dari tiga perlakuan yang terjadi, perlakuan perebusan yang memiliki persentase terendah, diatasnya ada perlakuan curing dan yang paling tinggi adlaah perlakuan segar.
5.2.7 Pengukuran Drip Loss
Drip Loss 80.00% 60.00% 40.00% Segar 20.00%
Rebus
0.00% -20.00%
Curing Daging sapi
Daging ayam
Ikan laut
-40.00%
Daging Daging Ikan laut sapi ayam ekstrak ekstrak ekstrak nanas 5% nanas 5% nanas 5%
-60.00%
5.6 Diagram Drip loss daging dan ikan Pada diagram batang diatas, warna biru menunjukkan ikan atau daging yang segar, warna merah menunjukkan ikan atau daging yang rebus dan warna hijau menunjukkan ikan atau daging curing. Dari daging sapi nilai drip loss tertinggi terdapat pada daging sapi rebus dan terendah daging sapi curing, selanjutnya daging ayam tertinggi terdapat pada daging ayam rebus dan terendah daging ayam curing, selanjutnya ikan laut, ikan laut dengan nilai drip loss terendah pada perlakuan rebus, lalu untuk daging sapi ekstrak nanas 5% terendah pada perlakuan rebus, daging ayam ekstrak nanas 5% terendah pada perlakuan segar, dan yang terakhir iakn laut ekstrak nanas 5%, nilai tertinggi pada perlakuan curing dan terendah pada perlakuan rebus.
5.2.8 Pengamatan Jenis Daging Dari praktikum yang sudah dilakukan didapatkan beberapa data tenatng warna, bentuk serat, tekstur, aroma, warna lemak dan keberadaan lemak. Menurut Sugiyono (1996), daging babi mempunyai warna merah muda (pucat), hal ini dipengaruhi oleh lemak yang tebal dan jenis pakan yang mempengaruhi warna dan aroma daging. Pernyataan diatas sesuai dengan hasil pengamatan yaitu berwarna merah kecoklatan. Menurut Soeparno (1992), warna daging kambing hampir sama dengan daging sapi, tetapi mempunyai tingkat kemerahan yang lebih pekat. Warna ini ditentukan oleh kandungan otot merah penyusun daging. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pernyataan yaitu merah agak pucat. Menurut Soeparno (1998) Daging sapi mempunyai warna merah. Warna pada pernyataan tersebut sama dengan hasil praktikum yaitu merah terang.
VI.
PENUTUP
6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah 1. Karakteristik ikan segar dan tidak segar dapat dilihat dari mata, sisik, lender, aroma, tekstur, dan insang sedangkan pada daging dapat dilihat dari aroma, bau dan teksturnya 2. Bakteri tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9 6.2 Saran Adapun saran dari praktikum ini adalah 1. Sebaiknya lebih teliti dan konsentrasi saat sedang melakukan praktikum
DAFTAR PUSTAKA Adiono dan Purnomo Hari . 1985. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia (UI. Press). Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Albiner S.2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Skripsi. Sumatera: Universitas Sumatera Utara Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3932:2008. Mutu karkas dan daging sapi.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 2729:2013. Ikan segar. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Blakely, J., dan Bade, D. H. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Penerjemah: Srigandono, B. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Brotowidjoyo. 1995. Zoologi. Surabaya: penebar Swadaya Campbell, N.A. 2004. Biologi. Jakarta : Erlangga Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Pustaka Nusatama. Effendie, Yempita. 2002. Biologi Perikanan. Padang: Yayasan Pustakan Nusatama. Effendie, Yempita. 2002. Biologi Perikanan. Padang: Yayasan Pustakan Nusatama. Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Komariah. 2009. Aneka Olahan Daging Sapi. Depok: Agromedia Pustaka.
Kumari. (2009). Waspada Flu Babi. Yogyakarta: Penerbit Jala Sutra. Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Jakarta: Universitas Indonesia.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Murtidjo, Bambang Agus. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta: Penerbit kanisius. Nurjanah, Zulhamsyah dan Kustiyariyah. 2005. Kandungan Mineral dan Proksimat Kerang Darah (Anadara granosa) yang Diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 8(2) : 15-24. Priyatno, R., E.R. Johnson & D.G. Taylor. 1999. The importance of genotype in steers fed pasture or lucerne hay and prepared for the Australian and Japanese beef markets. Jurnal of Agric. New Zealand. Res. 42:393-404. Rasyid. 2012. Pencernaan Ikan. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan Siagian, C. 2009. Keanekaragaman dan kelimpahan Ikan Serta Ketertarikannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soeparno. 1998. Ilmu dan Nutrisi Daging. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeparto. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
Suardana, I.W, dan I.B.N Swacita, 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan Prinsip Dasar. Denpasar: Udayana University Press. Sugiyono. 1996. Ilmu dan Pangan. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga FKPTK IKIP.
Supardi, I dan Sukanto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Alumni. Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan (Edisi Revisi). Jakarta: Penebar Swadaya. . Tiven, Nafly Comilo, Edi Suryanto dan Rusman. 2007. Komposisi kimia , sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Kambing dengan Bahan Pengenyal yang Berbeda. Jurnal Agritech. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Triyanti. 2000. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor: Pusat Penelitian Peternakan Bogor. Wijayanti, Dian. 2014. Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Daging Sapi Rebus Yang Dilunakkan Dengan Sari Buah Nanas (Ananas Comosus). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah. Winarno. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia.
LAMPIRAN Tekstur 1.1 Daging Sapi 1.1.1 Segar =
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm 3
= 4,33 g / 0,5 mm 1.1.2 Rebus = =
60 g / 0,5 mm + 11 g / 0,5 mm + 42 g / 0,5 mm 3
= 37,67 g / 0,5 mm 4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 7 g / 0,5 mm
1.1.3 Curing=
3
= 5,33 g / 0,5 mm 1.2 Daging Ayam 1.2.1 Segar =
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm 3
= 4,67 g / 0,5 mm 1.2.2 Rebus = =
11 g / 0,5 mm + 14 g / 0,5 mm + 17 g / 0,5 mm 3
= 14 g / 0,5 mm 1.2.3 Curing=
6 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm + 6,5 g / 0,5 mm 3
= 6,17 g / 0,5 mm 1.3 Ikan Laut 1.3.1 Segar =
4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm 3
= 4,33 g / 0,5 mm 1.3.2 Rebus = =
23 g / 0,5 mm + 33 g / 0,5 mm + 15 g / 0,5 mm
= 23,67 g / 0,5 mm
3
7 g / 0,5 mm + 13 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm
1.3.3 Curing=
3
= 8,67 g / 0,5 mm 1.4 Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 % 1.4.1 Segar =
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm 3
= 4,67 g / 0,5 mm 1.4.2 Rebus = =
38 g / 0,5 mm + 24 g / 0,5 mm + 18 g / 0,5 mm 3
= 26,67 g / 0,5 mm 5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm
1.4.3 Curing=
3
= 5 g / 0,5 mm 1.5 Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 % 2.5.1 Segar =
5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm 3
= 5,33 g / 0,5 mm 2.5.2 Rebus = =
14 g / 0,5 mm + 7 g / 0,5 mm + 14 g / 0,5 mm 3
= 11,67 g / 0,5 mm 2.5.3 Curing=
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm 3
= 4,33 g / 0,5 mm 1.6 Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 % 1.6.1 Segar =
38 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm 3
= 16 g / 0,5 mm 1.6.2 Rebus = =
7 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm + 6 g / 0,5 mm
= 6,33 g / 0,5 mm
3
1.6.3 Curing=
5 g / 0,5 mm + 4 g / 0,5 mm + 5 g / 0,5 mm 3
= 4,67 g / 0,5 mm
1.
Cooking Loss
2.1. Daging Sapi 3.1.1 Segar =
2 gram − 2 gram 2 gram
× 100 %
=0% 3.1.2 Rebus = =
2 gram − 1,9139 gram 2 gram
× 100 %
= 4,31 % 3.1.3 Curing=
3,4319 gram − 2 gram 3,4319 gram
× 100 %
= 41,72 % 2.2. Daging Ayam 2.2.1 Segar =
1,4895 gram − 1,1971 gram 1,4895 gram
× 100 %
= 19,63 % 2.2.2 Rebus = =
1,0167 gram − 0,9359 gram 1,0167 gram
× 100 %
= 7,95 % 2.2.3 Curing=
1,0527 gram − 0,8454 gram 1,0527 gram
= 19,69 % 2.3. Ikan Laut 2.3.1 Segar =
10 gram − 9 gram
= 10 %
10 gram
× 100 %
× 100 %
2.3.2 Rebus = =
6 gram − 6 gram 6 gram
× 100 %
=0% 2.3.3 Curing=
2 gram − 2 gram 2 gram
× 100 %
=0%
2.4. Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 % 2.4.1 Segar =
1,9294 gram − 1,0090 gram 1,9294 gram
× 100 %
= 47,7 % 2.4.2 Rebus = =
1,4155 gram − 1,2734 gram 1,4155 gram
× 100 %
= 10,03 % 2.4.3 Curing=
1,5977 gram − 0,9714 gram 1,5977 gram
× 100 %
= 39,2 % 2.5. Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 % 2.5.1 Segar =
3 gram − 1,3966 gram 3 gram
× 100 %
= 53,45 % 2.5.2 Rebus = =
2 gram − 1,5810 gram 2 gram
× 100 %
= 20,95 % 2.5.3 Curing=
2 gram − 1,4407 gram 2 gram
× 100 %
= 27,97 % 2.6. Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 % 2.6.1 Segar =
1,4588 gram − 1,1224 gram 1,4588 gram
× 100 %
= 23,06% 2.6.2 Rebus =
1,3865 gram − 0,9827 gram 1,3865 gram
× 100 %
= 29,12 % 2.6.3 Curing=
1,4326 gram − 1,0981 gram 1,4326 gram
× 100 %
= 23,35 %
2.
Drip Loss
3.1 Daging Sapi 3.1.1 Segar a. Chilling =
1,7642gram − 1,6681 gram 1,7642 gram
× 100 %
= 5,45 % b. Suhu Kamar =
0,6036gram − 0,5576 gram 0,6036 gram
× 100 %
= 7,62 % c. Air Mengalir =
0,8980gram − 0,8059 gram 0,8980 gram
× 100 %
= 10,3 % 3.1.2 Rebus a. Chilling =
0,7281 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,6746 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,7281 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 7,35 % b. Suhu Kamar =
0,8946 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,8450 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,8946 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 5,54 % c. Air Mengalir =
0,4190gram − 0,3303 gram 0,4190 gram
× 100 %
= 21,2 % 3.1.3 Curing a. Chilling =
1,0442gram − 1,0091 gram 1,0442 gram
× 100 %
= 3,36 % b. Suhu Kamar =
1,5500gram − 1,4531 gram 1,5500 gram
× 100 %
= 6,25 % c. Air Mengalir =
1,1132gram − 1,0167 gram 1,1132 gram
× 100 %
= 8,67 % 3.2 Daging Ayam 3.3.1 Segar a. Chilling =
0,3016gram − 0,2940 gram 0,3016 gram
× 100 %
= 2,52 % b. Suhu Kamar =
0,4493gram − 0,4367 gram 0,4493 gram
× 100 %
= 2,80% c. Air Mengalir =
0,5286gram − 0,5058 gram 0,5286 gram
× 100 %
= 4,31 % 3.3.2 Rebus a. Chilling =
0,4377𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,4334𝑔𝑟𝑎𝑚 0,4377 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 0,98 % b. Suhu Kamar =
0,3369𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3049 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 9,65 %
0,3369 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
c. Air Mengalir =
0,5210gram − 0,5049 gram 0,5210 gram
× 100 %
= 3,09 % 3.3.3 Curing a. Chilling =
0,3192 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3137 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,3192 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 1,72 % b. Suhu Kamar =
0,3370gram − 0,3317 gram 0,3370 gram
× 100 %
= 1,57 % c. Air Mengalir =
0,3398gram − 0,3305 gram 0,3398 gram
× 100 %
= 2,74 %
3.3 Ikan Laut 3.3.1 Segar a. Chilling =
1,42gram − 0,9460 gram 1,42 gram
× 100 %
= 33,4 % b. Suhu Kamar =
1,43gram − 0,816 gram 1,43 gram
× 100 %
= 42,9 % c. Air Mengalir =
1,09gram − 0,5892 gram 1,09 gram
× 100 %
= 7,70 % 3.3.2 Rebus a. Chilling =
1,40 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,9220 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 34,1 %
1,40 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
b. Suhu Kamar =
1,60𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,9813 𝑔𝑟𝑎𝑚 1,60𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 38,7 % c. Air Mengalir =
0,81gram − 0,7476 gram 0,81 gram
× 100 %
= 34,5 % 3.3.3 Curing a. Chilling =
1,13𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,6342 𝑔𝑟𝑎𝑚 1,13 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 43,9 % b. Suhu Kamar =
1,22gram − 0,6329 gram 1,22 gram
× 100 %
= 48,1 % c. Air Mengalir =
2,04gram − 1,3370 gram 2,04 gram
× 100 %
= 34,4 %
3.4 Daging Sapi + Ekstrak Nanas 5 % 3.5.1 Segar a. Chilling =
0,6243gram − 0,5859 gram 0,6243 gram
× 100 %
= 6,15% b. Suhu Kamar =
0,6541gram − 0,5846 gram 0,6541 gram
× 100 %
= 10,6 % c. Air Mengalir =
0,6277gram − 0,5733 gram
= 8,67 % 3.5.2 Rebus
0,6277 gram
× 100 %
a. Chilling =
0,4441𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,4160𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
0,4441 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 6,33 % b. Suhu Kamar =
0,3563𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3338 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,3563 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 6,32 % c. Air Mengalir =
0,5002gram − 0,4877 gram 0,5002 gram
× 100 %
= 2,49 % 3.5.3 Curing a. Chilling =
0,7144𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5859 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,7144 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 2,14 % b. Suhu Kamar =
0,8999gram − 0,8527 gram 0,8999 gram
× 100 %
= 5,24 % c. Air Mengalir =
0,7985gram − 0,7792 gram 0,7985 gram
× 100 %
= 2,42 %
3.5 Daging Ayam + Ekstrak Nanas 5 % 3.5.1 Segar a. Chilling =
1,1099gram − 1,1080 gram 1,1099 gram
× 100 %
= 0,1 % b. Suhu Kamar =
0,8125gram − 1,7202 gram 0,8125 gram
× 100 %
= -111,7% c. Air Mengalir =
1,1310gram − 0,7421 gram 1,1310 gram
× 100 %
= 34,4 % 3.5.2 Rebus a. Chilling =
0,6133 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5669 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,6133 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 7,6 % b. Suhu Kamar =
0,6167𝑔𝑟𝑎𝑚 − 1,2555 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,6167 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= -103,6% c. Air Mengalir =
0,5756gram − 0,5232 gram 0,5756 gram
× 100 %
= 9,1 % 3.5.3 Curing a. Chilling =
0,9120𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,5964 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,9120 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 34,6 % b. Suhu Kamar =
0,9219gram− 1,5039 gram 0,9219 gram
× 100 %
= 63,1 % c. Air Mengalir =
0,6100gram− 0,7833 gram 0,6100 gram
× 100 %
= 28,4 %
3.6 Ikan Laut + Ekstrak Nanas 5 % 3.6.1 Segar a. Chilling =
1,2651gram − 0,5672 gram 1,2651 gram
× 100 %
= 55,2 % b. Suhu Kamar =
1,3672gram − 0,6533 gram 1,3672 gram
× 100 %
= 52,2% c. Air Mengalir =
2,6175gram − 0,6785 gram 2,6175 gram
× 100 %
= 74,1% 3.6.2 Rebus a. Chilling =
0,8001𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,5621𝑔𝑟𝑎𝑚 0,8001 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 29,7 % b. Suhu Kamar =
0,7520 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3987 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,7520 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 46,9 % c. Air Mengalir =
0,7881𝑔𝑟𝑎𝑚 − 0,3965 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,7881 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 49,7 % 3.6.3 Curing a. Chilling =
0,5642 𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,1165 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,5642 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 79,4 % b. Suhu Kamar =
0,3672 𝑔𝑟𝑎𝑚− 0,0986 𝑔𝑟𝑎𝑚 0,3672 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100 %
= 78,1 % c. Air Mengalir =
0,6632gram− 0,1493 gram
= 77,5%
0,6632 gram
× 100 %
LAMPIRAN
Penimbangan daging segar
Penentuan pH
Proses curing
Pengukuran pH
Proses Waterbath
Daging untuk drip loss
Proses daging di aliri air mengalir
Pencincanga n daging
Hasil proses waterbath