SKENARIO 2 ANYANG-ANYANGAN
KELOMPOK A8
Ketua: Sekretaris: Anggota:
Ibrahim Rizal L. Amanda Putri Annisa Aryani T. Dhana Fitria Sari Dian Atillah Ikhwani Eka Syafnita M. Muchlis Ismail Taufik Andini Zulmaeta
(1102013129) (1102014017) (1102014030) (1102014071) (1102014073) (1102014083) (1102013160) (1102013027)
ANYANG-ANYANGAN Seorang wanita usia 32 tahun, menikah, datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan anyang-anyangan berulang. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu. Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra pubik. Pada pemeriksaan urinalisa dijumpai urin keruh dan didapatkan peningkatan leukosit. Kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.
2
Kata Sulit 1. Anyang-anyangan: Buang air kecil berulang karena infeksi banteri, yang biasa disebabkan oleh E.coli 2. Kultur urin: Pemeriksaan lab untuk mengidentifikasi adanya bakteri 3. Supra pubik: Bagian diatas os pubik
Pertanyaan 1. Kenapa didapatkan nyeri saat buang air kecil? Karena adanya infeksi dari bakteri yang menyebabkan inflamasi maka timbul rasa nyeri 2. Apa yang menyebabkan anyang-anyangan ini berulang? Adanya hambatan pada saluran kemih sehingga ada sisa urin pada saluran kemih 3. Mengapa terjadi peningkatan leukosit? Karena adanya suatu infeksi bakteri pada saluran kemih 4. Mengapa terjadi nyeri tekan pada suprapubik? Karena infeksi pada vesika urinaria yang menyebabkan peradangan dan karena VU berada pada suprapubik maka terjadi nyeri tekan di suprapubik 5. Mengapa urin keruh? Karena adanya peningkatan leukosit 6. Apa penyebab penyakit yang diderita pasien? Karena infeksi oleh bakteri. Pada wanita 80% disebabkan oleh E.coli dan pada pria Staphylococcus dan Bacillus 7. Apa saja indikasi untuk pemeriksaan kultur urin? Laki-laki yang terkena pyelonefritis, perempuan yang sedang hamil. 8. Apa yang bisa ditemukan pada kultur urin? Jenis-jenis mikroorganisme 9. Apa kemungkinan penyakit yang diderita pasien ini? Kemungkinan penyakit yang diderita pasien ini adalah infeksi saluran kemih bawah 10. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan perkawinan pada penyebab penyakit ini? Pada wanita uretra lebih pendek jadi memungkinkan kontaminasi dari perinium atau vulva. Pada wanita yang menikah akan meningkatkan resiko terinfeksi ISK 11. Apa tatalaksana untuk penyakit ini? Kateterisasi, pemberian antibiotik dan personal hygiene.
3
Hipotesis Anyang-anyangan adalah suatu infeksi saluran kemih bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri seperti E.coli. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa nyeri saat buang air kecil. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah kultur urin. Terapi yang dapat diberikan adalah pemberian antibiotik dan kateterisasi.
4
Sasaran Belajar 1. Memahami dan menjelaskan saluran kemih bawah 1.1 Makroskopis 1.2 Mikroskopis 1.3 Vaskularisasi 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi berkemih 3. Memahami dan menjelaskan infeksi saluran kemih 3.1 Definisi 3.2 Etiologi 3.3 Klasifikasi 3.4 Patofisiologi 3.5 Manifestasi klinis 3.6 Diagnosis dan DD 3.7 Tatalaksana 3.8 Prognosis 3.9 Epidemiologi 3.10 Pencegahan 4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan lab mikrobiologi 5. Memahami dan menjelaskan keringanan bersuci/thaharah
5
Makroskopis PELVIS RENALIS Berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Vaskularisasi Pelvis a. a.renalis cabang aorta abdominalis b. a.testicularis / ovarica cabang aorta abdominalis c. a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica / a.iliaca interna Pembuluh Lymphe Mengalir melalui nl.aortae lateralis & nl.iliacus URETER Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinarius. Mempunyai panjang + 25 cm. terbagi menjadi 2 : 1. Ureter pars abdominalis 2. Ureter pars pelvica VESIKA URINARIA
Disebut juga bladder/kandung kemih/buli-buli, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada bagian superiornya. Terletak di region hypogastrica (supra pubis) VU merupakan kantung berongga yang dapat diregangkan oleh karena volumenya dan dapat disesuaikan dengan mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Bila kosong, apexnya hanya sampai pada tepi cranial symphysis. Organ ini mempunyai fungsi sebagai reservoir urine (200-500 cc) Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat. Letaknya di belakang os pubis. Bentuk bila penuh seperti telur (ovoid). Apabila kosong seperti limas. Apex (puncak) VU terletak di belakang symphysis pubis. VU mempunyai 4 bagian : 1. Apex vesicae (vesicalis) : dihubungkan ke cranial oleh urachus (sisa kantong allantois) sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale. Bagian ini tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum dan colon sigmoideum, sesuai dengan puncak pyramidum. 2. Corpus vesicae, Antara apex dan fundus 3. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis 4. Cervix vesicae, sudut caudal mulai urethrae dengan ostium urethra internum Lapisan dalam VU pada muara masuknya ureter terdapat plica yang disebut plica ureterica yang menonjol. Pada waktu VU kosong, plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal melalui ureter, sedangkan pada waktu VU penuh, plica ureterica ini akan menutup karena dorongan urin sehingga cairan urin di VU walaupun penuh tidak akan naik ke atas ureter. Pada keadaan tertentu plica ini rusak sehingga urin akan naik keatas masuk ke ginjal dan menumpuk disebut hydronephrosis
6
7
URETRA
-
Saluran terakhir dari sistem urinarius Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm) Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah : 1. 1 Urethra pars prostatica 1. 2 Urethra pars membranacea 1. 3 Urethra pars cavernosa
Uretra Pria dibagi atas: 1. Urethra Pars Prostatica Mulai dari orifisium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh Glandula prostat & berada di rongga pelvis. 2. Uretra Pars Membranacea Mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling pendek= 1-2cm) 3. Uretra Pars Cavernosa Mulai dari daerah bulbus penis sampai orifisium urethra externum, berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis) 12-15 cm. Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu : 1. Kelenjar para urethralis 2. Kelenjar bulbo urethralis Vaskularisasi 1. a.dorsalis penis 2. a.bulbo urethralis Persarafan Cabang-cabang n.pudendus
8
LO 1.2 Mikroskopis URETER -
-
Mucosa Mucosa saluran urin sejak dari calyx minor, calyx major, ureter dan vesica urinaria dilapisi oleh epitel transitional, permukaan dapat menyesuaikan diri terhadap regangan, impermeable Muscularis
Merupakan lapisan otot polos. Sebelah dalam: longitudinal, sebelah luar: circular VESIKA URINARIA - Mukosa dilapisi oleh epitel transitional, setebal 5 – 6 lapisan sel - Tunica muscularis terdiri dari otot polos yang berjalan kesegala arah tanpa lapisan yang jelas - Pada leher vesica dapat dibedakan 3 lapisan: Lapisan dalam berjalan longitudinal, distal terhadap leher vesica berjalan circular mengelilingi urethra pars prostatica, menjadi sphincter urethra interna (involuntary) Lapisan tengah berakhir pada leher vesica Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujung prostat pada laki2, dan pada wanita berjalan sampai ke meatus externus urethrae
URETRA Pria a. Pars prostatica Dilapisi epitel transitional. Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus ejaculatorius bermuara dekat verumontanum. b. Pars membranosa Dilapisi epitel bertingkat torak. Dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary) c. Pars bulbosa dan pendulosa
9
Umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa tempat terdapat epitel berlapis gepeng .Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis. Kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama pada pars pendulosa
Wanita - Pendek, 4-5 cm - Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak - Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)
GLANDULA PROSTAT Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sekret mengandung fosfatase asam Konkremen (corpora amylacea) : kondensasi sekret yg mungkin mengalami perkapuran LI 2. MM Fisiologi Berkemih Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli). Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik otot polos di dalama dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding kandung kemih tertekan dan menutup. Namu urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mdorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Untuk meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel
10
sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikelvesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas permukaan pada saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan sfingter uretra eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati lubang yang bersangkutan: Sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di bawah kontrol involunter. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra interna menutupi pintu keluar kandung kemih. Sfingter uretra eksterna, diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna terbuka. Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol. Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehungga hal tersebut memberi “peringatan” bahwa proses berkemih akan segera 11
dimualai. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali, pengosongan kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masuka inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neiron-neuron motorik yang terlibat (keseimbagan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan. Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengosongan kandung kemih secara vlunter dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya “memeras” kandung kemih untuk mengosongkan isinya. Inkontinensia urin, atau ketidakseimbangan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontrol volunter atas sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung reflrks berkemih masih utuh di krda spinalis bagian bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh refleks spinal yang tidak dapat dikontrol, seperti pada bayi. Inkontenensia dengan tingkat yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan kandung kemih., misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi sfingter. Hal ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang sfingternya cedera selama pembedahan prostat. (Sherwood, L. 2001)
Pusat Miksi Pons Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulberspinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi.
12
Gambar 7. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih
LI. 3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit infeksi saluran kemih (ISK) LO. 3.1. Definisi ISK ISK adalah keadaan bertumbuh dan berkembangnya kuman di dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna. ISK adalah ditemukannya bakteri pada urin di kandung kemih, yang umumnya steril. Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala. Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan: a. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis karena infeksi hematogen.
13
b. c.
Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi. Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.
LO. 3.2. . Etiologi ISK Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh :
Proteus sp
Klebsiella
Enterobacter
Pseudomonas
Mikroorganisme Escherichia coli Klebsiela atau enterobacter Proteus sp Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus epidermidis Enterococci Candida albican Staphylococcus aureus
Persentase biakan % 50-90 10-40 5-10 2-10 2-10 2-10 1-2 1-2
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasienpasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.Wanita lebih beresiko terkena infeksi saluran kemih daripada laki-laki karena wanita panjang uretra 1,5 inci dan pada lakilaki panjang uretra 8 inchi (Price dan Wilson, 1995).
14
Dari segi klinis ISK dibagi menjadi: 1) Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi (simple / uncomplicated urinary tract infection) yaitu bila tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih. 2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection) yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai penyulit ISK dan kelainan struktural maupun fungsional yang merubah aliran urin, seperti : a)
Obstruksi saluran urin (1) Anomali konginetal (2) Batu saluran kemih (3) Oklusi urete (4) Kista ginjal (5) Abses ginjal
(6) Tumor ginjal b)
Refluks vesikouretral
c)
Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal
d)
Residu urin dalam kandung kemih (1) Neurogenic bladder (2) Struktur uretra (3) Penyakit dengan pembesaran prostat
e)
Instrumentasi saluran kemih (1) Katerisasi urin (2) Dilatasi uretra (3) Sistoskopi dan nefrostomi (4) Pielografi retrograde
f)
Populasi / keadaan yang spesifik (1) Penderita DM dan immunocompromized
15
(2) Wanita hamil (3) Penerima transplantasi ginjal (4) Infeksi nosokomial LO. 3.3 Epidemiologi ISK Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK dalam hidupnya. Infeksi saluran kemih tergantung oleh banyak faktor, seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan factor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun, perempuan cendrung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang di laporkan, kecuali disertai factor predisposisi atau pencetus. Prevalensi bakteri asimptomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. LO. 3.4. Klasifikasi ISK Klasifikasi ISK berdasarkan lokasi: 1. ISK Bawah Persentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender: I. Perempuan Sistitis adalah persentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom Urethra Akut (SUA) persentasi sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril) sering dinamakan sistitis bakterialis. II. Laki-laki Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis. 2.
ISK Atas i. Pielonefritis Akut (PNA) yaitu proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. ii. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Kronik biasanya sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.
16
Menurut komplikasi : 1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang. 2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) . Menurut Gejala : 1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala ) 2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala ) LO 3.5 Patofisiologi Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti melaporkan PNA sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negative. ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a.) Reinfeksi. Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO) yang berlainan. b.) Relapsing Infection. Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. Klasifikasi ISK Sekali-sekali ISK
Pathogenesis Reinfeksi
Mikroorganisme Berlainan
Sering ISK
Sering episode ISK ISK persisten
Berlainan Sama
ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai
Sama
inefektif Sama Tidak adekuat Terapi setelah reinfeksi (relapsing) Infeksi persisten Sama Reinfeksi cepat
Sama/berlainan
Gender Laki-laki wanita Wanita Wanita atau laki Wanita atau laki Wanita atau laki Wanita atau laki Wanita atau
atau
lakilakilakilakilaki-
17
laki Fistula Berlainan Wanita atau lakienterovesikal laki Tabel 3. Klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) LO 3.6 Patogenesis a. Peranan Patogenesis Bakteri Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan lipopolisakarin (LPS). Penentu Virulensi Alur Fimbriae Adhesi Pembentuk jaringan ikat (scarring) Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh Perlengketan (attachment) Lipopolysacharide side chains (O Resistensi terhadap fagositosis antigen) Lipid A endotoksin Inhibisi peristalsis ureter Pro-inflamatori Membran protein lainnya Kelasi besi Antibiotika resisten Kemungkinan perlengketan Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit Sekuestrasi besi Tabel 2. Faktor Virulensi Escherichia coli
Peranan Bakterial Attachment of Mucosa. Fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Beberapa sifat uropatogen MO ; seperti resistensi serum, sekustrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi klinik. Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. b. Peranan Faktor Tuan Rumah (host) Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Bstatus imunologik pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevaleni ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis.
18
(Sukandar, Edar. 2009)
LO 3.7 Manifestasi a. Pielonefritik Akut. Panas tinggi (39⁰-40,5⁰C), Mengigil, Sakit pinggang, Presentasi klinis sering didahului gejala cistitis. b. Cystitis. Sakit suprapubik, Polakisuria, Nokturia, Disuria, Stranguria,dan Biasanya Hematuria. c. Sindroma Urethra Akut. 1) SUA ditemukan pada perempuan 20-50 tahun. 2) SUA dibagi menjadi 3, yaitu : Kelompok I: Pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi E.Coli dengan cfu/ml urin 103 samapi 105. Sumber infeksi dari kelenjar periurethral / urethral itu sendiri. Kelompok ini berespon baik jika diberi golongan ampisillin. Kelompok II : Pasien lekosituria 10 – 50 /lp tinggi dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan Chlamydia trachomatis / bakteri anaerob. Kelompok III : Pasien tanpa piuria dan biakan steril. d. ISK rekuren. 1) Reinfeksi : Episode terinfeksi dengan interval > 6 minggu dengan mikroorganisme yang berlainan. 2) Relapsing infection : Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak diobati adekuat. (Sukandar, Edar. 2009) LO 3.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding
ANAMNESIS ISK bawah : disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria PEMERIKSAAN FISIK Febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium 1.1 Urinalisis Urinalisa merupakan test yang mengevaluasi sample urin, yang bertujuan untuk mendeteksi kelainan pada traktus urinarius, kelainan ginjal, dan diabetes. Pada pemeriksaan urin rutin, jika ditemukan leukosit yang jumlahnya >10/LPB (Lapangan Pandang Besar) dengan mikroskop, maka hal ini merupakan tanda tidak normal.
19
Piuria merupakan tanda yang penting pada ISK. Oleh karena itu, leukosit >10 kemungkinan menandakan adanya ISK. Cara Pengambilan Sampel Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. a. Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK. b. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik. c. Urin Porsi Tengah Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai. 2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.
20
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai. 2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah. 4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya. 5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Setelah pengambilan sampel, maka harus dilakukan : 1. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan. 2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru. 3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC selama tidak lebih dari 24 jam. d. Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey) Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat porsi yaitu : 1. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra, 2. Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli-buli, 3. Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat, 4. Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat. a. Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. b. Piuria Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000/ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-
21
5/LPB pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin . Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan : 1. infeksi tuberkulosis; 2. urin terkontaminasi dengan antiseptik; 3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina; 4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik); 5. nefrolitiasis; 6. tumor uroepitelial c. Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain: 1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal; 2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis; 3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut; 4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik. d. Kristal Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal. e. Bakteri o Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. o Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Pengambilan spesimen
Jumlah koloni bakteri per ml urin
Aspirasi supra pubik
> 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme pathogen
Kateter
> 20.000 cfu/ml dari 1 organisme pathogen
Urine bag atau urin porsi > 100.000 cfu/ml tengah f. Tes Kimiawi Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat. g. Tes Plat – Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni
22
antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui . 1.2. Radiologis Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan. DIAGNOSIS BANDING Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis bila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik. LO 3.9 Penatalaksanaan Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah a. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotic yang sesuai b. Mengkoreksi kelainan anatomi yang merupakan faktor presdisposisi Tujuan utama penatalaksanaan ISK adalah mencegah atau menghilangkan gejala, mengobati bakteriemia dan bakteriuria, dan mencegah kerusakan ginjal. Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh resistensi dari bakteri tersebut. Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah Prinsip manajemen ISK bawah meliputiintake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinasi urin a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotik tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200 mg. b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari c. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosuria
Reinfeksi berulang (frequent re-infection) 1) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif dan diikuti koreksi faktor resiko 2) Tenpa faktor perdisposisi : Asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan senggama diikut terapi antimikroba takaran tunggal (mis: trimetropim 200 mg) Sindrom Uretra Akut (SUA) Pasien dengan SUA dengan hitung kuman >10³ memerlukan antibiotik yang adekuat infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon Infeksi Saluran kemih (ISK) atas Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral paling sedikit 48 jam.
The Infectious Diseases Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam setelah diketahui MO sebagai penyebabnya :
23
a. Fluorokuinolon b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa amiglikosida TRIMETHOPRIM-SULFAMETHOXAZOLE Nama Generik: Co-trimoxazoleIndikasi : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran Pencernaa, Infeksi Saluran Pernapasan, Infeksi kulit Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap komponen obat, anemia megaloblastik Bentuk Sediaan: o Tablet (80 mg Trimethoprim – 400 mg Sulfamethoxazole) o Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim – 800 mg Sulfamethoxazole) o Sirup suspensi (Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim – 200 mg Sulfamethoxazole) Dosis: o Anak diatas 2 bulan : 6-12 mg trimethoprim/ kg/ hari, terbagi dalam 2 dosis (tiap 12 jam) o Dewasa : 2 x sehari 2 tablet atau 2 x sehari 1 kaplet forte Efek Samping : mual, muntah, hilang nafsu makan, kemerahan pada kulit Resiko Khusus : defisiensi G6PD, defisiensi asam folat, wanita hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. CIPROFLOXACIN Nama Generik : Ciprofloxacin Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Sinusitis Akut, Infeksi Kulit, Infeksi Tulang dan Sendi, Demam Typhoid, Pneumonia Nosokomial Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau golongan quinolon lain Bentuk Sediaan : Tablet, kaplet (250 mg, 500 mg, 750 mg); Tablet lepas lambat (500 mg, 1000 mg) Dosis : Dewasa : 250 mg tiap 12 jam Efek Samping : ruam kulit, diare, mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, susah tidur, jantung berdebar-debar, halusinasi Resiko Khusus : Pasien dengan gangguan ginjal, Wanita hamil dan menyusui. AMPICILLIN Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam. Efek: Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5 hari setelah pengobatan dihentikan. FLUOROQUINOLON Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi normal. Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat. Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.
24
NITROFURANTOIN Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan. Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama, neuropati LEVOFLOXACIN Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolone. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif. NORFLOXACIN Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih. LO 3.10 Komplikasi Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated) a. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama. b. ISK tipe berkomplikasi (uncomplicated) 1) ISK selama kehamilan 2) ISK pada DM. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM. LO 3.11 Pencegahan Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinis ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan dan laki-laki. Selain itu ada pula cara-cara untuk mencegah terjadinya ISK: a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri keluar dari traktus urinarius. b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra. c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual) d. Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat menyebabkan iritasi pada uretra. LO 3.12 Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar
25
penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adequat dan dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluk. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut. kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangan diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal kronis. LI. 4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan kultur urin Kultur : Kultur yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK. Sedangkan pada kultur yang positif, proses pengambilan contoh urin harus diperhatikan. Jika kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka hasil tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik. Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga kultur tetap merupakan keharusan untuk mendiagnosis ISK. Kultur urine dilakukan dengan wadah yang steril yang melekat di daerah perineal, yang tak menunjukkan pertumbuhan atau sangat sedikit (<10000/ml), menjadi bukti yang kuat tak adanya ISK. Sayangnya cara ini sering false positif jadi kurang sesuai untuk diagnosis. Urinalisis tak dapat menggantikan kultur urine untuk menunjukkan adanya ISK, tapi dapat membantu dalam identifikasi anak yang membutuhkan terapi antibakteri sambil menunggu hasil kultur urine. Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat dikategorikan positif adalah sebagai berikut : Kriteria diagnosis ISK Pengambilan urin Jumlah koloni Aspirasi suprapubik
Gram-negatif : berapa pun
Kemungkinan infeksi (%) >99%
Gram-positif : > beberapa ribu Kateterisasi
>105 104-105
95% Kemungkinan besar infeksi
103-104 <103>
Meragukan, ulangi Kemungkinan tidak infeksi
26
Mid-stream / kantung Anak laki-laki
>104
Kemungkinan besar infeksi
Anak perempuan
3 sediaan
95%
2 sediaan
90%
1 sediaan
80%
5 × 104 104
105
5 × 104
Meragukan, ulangi + gejala : meragukan, ulangi - gejala : kemungkinan tidak infeksi
<104>
Kemungkinan tidak infeksi
Penghitungan sel darah putih dan metabolisme basal dengan dugaan diagnosis pyelonefritis akut. Kultur darah pada bayi demam dan untuk anak yang lebih tua yang sakit, toksis, atau memiliki demam tinggi.
Cara Pengambilan Sampel Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. a. Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK. b. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.
27
c. Urin Porsi Tengah Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai. 2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi. 5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai. 2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah. 4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya. 5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Setelah pengambilan sampel, maka harus dilakukan :
28
1. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan. 2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru. 3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC selama tidak lebih dari 24 jam. LO 5. Memahami dan menjelaskan keringanan bersuci/thaharah Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak dikatakan sah tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan tertentu yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam.” Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para fuqaha dinamakan salasil-baul. Pengertian salasil-baul Menurut mazhab Hanafi, salasil-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa. Menurut mazhab Hanbali, salasil-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa. Menurut mazhab Maliki, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit seperti keluar air kencing secara kontinyu. Menurut mazhab Syafi'i, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat. Dalil tentang salasil-baul “Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya (dalam keadaan mencret tersebut).” Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit mencret, keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk mengulang-ulang wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.
Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salasil-baul Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan salasil-baul: 1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
29
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar hadas tersebut dengan wudhu. 3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya) 4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan tidak menggugurkan syarat keempat. 5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi diwaktu shalat. Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salasil-baul tersebut hanya diperbolehkan melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan seberapa kali pun.
30
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s: Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract. N Engl J Med. 1996 Aug 15;335(7):468-74. Junquira, LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi Ed 2. Jakarta: Sagung Seto. Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh Suyono HS. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI.
31