Sk 2 B6 Hemato Lo 2.docx

  • Uploaded by: Nani Wae
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sk 2 B6 Hemato Lo 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,670
  • Pages: 15
1. Memahami dan menjelaskan Thalassemia 2.1 definisi Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(α, β, γ), dua katagori utamanya adalah thalassemia α dan β. (Dorland, 2007) Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut adalah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit, USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. (Weatherall, 1965 2.2 etiologi Thalassemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari gen (ini terdapat terutama pada thalassemia α atau mutasi noktah pada gen (terutama pada talasemia β, kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptida yang menyusun globin. (Sunarto, 2000) Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. (Mansjoer, 2009) 2.3 klasifikasi 1. Thalasemia Alfa Thalasemia alfa adalah bentuk thalassemia yang sering dijumpai di Asia Tenggara, di mana terjadi penurunan sintesis rantai alfa. Dasar genetic dan molekulnya ”deletion” dari gen alfa. Berdasarkan genotipenya maka thalassemia alfa dibagi menjadi berikut: a.Silent Carrier Thalassemia α (Thalassemia -2- α Trait) Delesi satu gen α (αα/αo). Tiga loki α globin cukup memungkinkan produksi Hb normal. Secara hematologis sehat, kadangkadang indeks RBC (Red Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia dan hypochromia pada orang ini. Diagnosis tidak dapat ditentukan dengan elektroforesis. Biasanya pada etnis populasi African American. CBC (Complete Blood Count) salah satu orangtua menunjukkan Hypochromia dan microcytosis b.

Thalassemia -1-α Trait

Delesi pada 2 gen α, dapat berbentuk thalassemia-1 a-α homozigot (αα/oo) atau thalassemia-2a-α heterozigot (αo/αo). Dua loki α globin memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah. c.

Thalassemia α Intermedia (Hb H disease) Delesi 3 gen α globin (αo/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada dalam darah, yaitu HbH (tetramer rantai β) & Hb Barts (tetramer rantai γ). Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap O2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O2 ke jaringan rendah (hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel target dan “heinz bodies” (badan inklusi) pada preparat hapus darah tepi, juga ditemukan splenomegaly. Kelainan ini tamapak pada masa anak-anak atau pada awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegaly terlihat. d.

Thalassemia α Major (Thalassemia α Homozigot) Delesi sempurna 4 gen α (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah keluar dari uterus dan kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian besar bayi ditemukan meninggal pada saat lahir dengan hydrops fetalis dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir, kecuali transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan mempunyai sedikit Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya tetramer rantai γ (Hb Barts) yang memiliki afinitas yang tinggi.

2.

Thalassemia β : terjadi penurunan sintesis rantai beta

β ¿ +¿ ) atau tidak ¿ ¿

β diproduksi sama sekali ¿ ) ¿ ¿ Beta thalassemia juga sering disebut Cooley’s anemia. Thalassemia β terjadi karena mutasi pada rantai globin β pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (βo) jika mereka mencegah pembetukan rantai β dan (β+) jika mereka memungkinkan formasi beberapa rantai β terjadi. Produksi rantai β menurun atau tidak diproduksi sama sekali, sehingga rantai α relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk tetramer. Kumpulan rantai α yang berlebihan tersebut akan berikatan dengan membrane sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan kerusakan membran. Pada konsentrasi tinggi, kumpulan rantai α tersebut akan membentuk agregattoksik. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Thalassemiaβ Mayor Merupakan thalassemia bentuk homozigot dari thalassemia beta yang disertai anemia berat, bentuk homozigot yang tergantung pada transfusi darah. Gambaran kliniknya yaitu: a. Yang mendapat tranfusi yang baik (well transfused) sebagai akibat pemberian hipertransfusi maka produksi HbF dan hiperplasia menurun sehingga anak tumbuh normal sampai dekade 4-5. Setelah itu timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati b. Yang tidak mendapat transfusi baik, maka timbuk gejala khas “Cooley’s anemia” : 1. Gejala mulai timbul saat bayi berumur 3-6 bulan, pucat, anemia, kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus ringan 2. Gangguan pada tulang : thalassemia face 3. Rontgen tulang tengkorak: hair on end appearance 4. Gangguan pertumbuhan 5. Gejala iron overload (pigmentasi kuliat, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal failure) Thalassemia β+ Pada thalassemiaβ+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit. a. Silent carrier β thalassemia : mutasi tidak ada gejala, kecuali kemungkinan indeks RBC rendah. Mutasi thalassemia sangat ringan (β+ thalassemia), b. β thalassemia trait/minor : produksi rantai β berkisar dari 0 – tingkat defisiensi yang bervariasi. Anemia ringan, indeks RBC abnormal & Hb elektroforesis abnormal (HbA2 &/ HbF ). Hipochromia & microcytosis, target cells and faint basophilic stippling. Pada sebagian besar kasus asimtomatik, dan banyak penderita tidak menyadari kelainan ini. Deteksi biasanya dengan mengukur ukuran RBC (MCV : mean corpuscular volume) dan memperhatikan volume rata-rata yang agak ↓ daripada normal. c. β Thalassemia intermedia (heterozygous) : suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Penderita dapat hidup normal, tetapi mungkin memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, tergantung pada derajad anemianya. d. β thalassemia associated with β chain structural variants : sindrom thalassemia (HbE/β thalassemia). Secara klinik : seringan thalassemia intermedia – thalassemia major 2.4 Patofisiologi  Thalassemia-β

Pada thalassemia-β terdapat dua kemungkinan yang mungkin dapat terjadi, yaitu penurunan produksi rantai β, atau terjadi produksi berlebihan rantai α. Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya.\, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif, sehingga umur eritrosit menjadi pendek. akibatnya timbul anemia. anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi eritroid yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal in kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi (exacerbated) dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya spleno,egali. Pada limpa yang membesar makin banyak, sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progesif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian. 

Thalassemia-α Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan thalaseemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya gen globin-α tunggal tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-2ᵃ-α homozigot (-α/α) atau thalassemia-1ᵃ-α heterozigot (αα/- -) memberi fenotip seperti thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit berat mencegah, yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia α⁰ homozigot (- -/- -) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops syndrome. Patogenesis Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai αglobin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru

(dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe. a. Thalasemia-α Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen. b. Thalasemia-β Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

2.5 Manifestasi klinis Pada anak yang besar sering dijumpai adanya: 

Gizi buruk



Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba



Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.

Gejala khas adalah: 

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak



antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi

kelabu karena penimbunan besi. 1. Thalassemia-β Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni : Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom. Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor. a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot) Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal

-

dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia intermedia Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. c.

Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat) Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

2. a.

Thalassemia-α Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

b.

HbH disease Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

c. Thalassemia α Trait/ Minor Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom. d. Sindrom Silent Carrier Thalassemia Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

-Facies Mongoloid-

Splenohepatomegali2.6 diagnosis dan diagnosis banding 1. Anamnesis Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan. 2. Pemeriksaan fisis  Pucat  Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)  Dapat ditemukan ikterus  Gangguan pertumbuhan  Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar 3. Pemeriksaan penunjang  Darah tepi :  Hb rendah dapat sampai 2-3 g%  Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.  Retikulosit meningkat.  Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)  Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil  Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat  Pemeriksaan khusus  Hb F meningkat : 20%-90% Hb total  Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F  Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)  Pemeriksaan laboratorium

 Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).  Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol.  Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.  Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.  Penyelidikan sintesis alfa/β terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/β yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai β.  Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-onend” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.

Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah sebagai berikut, seperti yang digambarkan pada alogaritma dibawah ini. Riwayat penyakit (ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan) Pemeriksaan fisik (pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi) Laboratorium darah dan sediaan apus (hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin (Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H Barts

Penentuan HbA2 dan HbF (untuk memastikan thalassemia β)

Distribusi HbF intraseluler

Sintesis rantai globin

DIAGNOSIS BANDING

Analisis struktural Hb varian (Misal Hb Lepore)

Anemia Defisiensi Besi MCV MCH Besi serum TIBC

Anemia akibat penyakit kronik

Menurun Menurun Menurun Meningkat

Menurun/N Menurun/N Menurun Menurun

Saturasi Menurun Transferin <15% Besi sumsum Negative tulang Protoporfirin Meningkat Feritin Menurun Serum <20mikro g/dl Elektroforesis N

Menurun/N 10-20% Positif Meningkat Normal 20-200 mikro g/dl N

Thalassemia

Anemia Sideroblastik

Menurun Menurun Normal Normal/meningka t meningkat >20% Positif kuat

Menurun/N Menurun/N Normal Normal/meningka t Meningkat >20% Positif dgn ring sideroblast Normal Meningkat >50 mikro g/dl N

Normal Meningkat >50mikro g/dl Hb A2 meningkat

2.7 penatalaksanaan 1. Medikamentosa a.Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar ferritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferrin lebih dari 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Pemberian obat desferoxamine dengan dosis 25-50 mg/kg BB / hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. b. Vit C dengan dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi untuk meningkatkan ekskresi besi c.Vit B12 dan Asam folat 2-5 mg/hari untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis. d. Vit E dengan dosis 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. 2.

Bedah Splenektomi dengan indikasi: a.Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture. b. Hiperspelinsme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfuse darah atau kebutuhan suspense eritrosit melebihi 250 mL/kg BB dalam setahun.

Cangkok Sumsum Tulang

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel-sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan thalassemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya serta donor harus dalam keadaan sehat. Suportif Transfusi darah Melalui transfuse eritrosit, terapi ini merupakan terapi utama bagi orangorang yang menderita thalassemia sedang ataupun berat. Khusus untuk penderita thalassemia β intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk thalassemia mayor (Cooley’s anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 pekan sekali). Pemberian darah dalam bentuk packed red cell adalah 3mL/kg BB setiap kenaikan Hb 1g/dL. 2.8 Komplikasi 1. Komplikasi pada Jantung Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita thalasemia mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapi tidakmendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah pemberian transfusi pertama kali. 2.

Komplikasi endokrin Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja, dan dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari anterior adalah bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang akan menggangu sekresihormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuanmengalami hal tersebut, biasanya pada anakperempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi pertumbuhan yang harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya bia sanya anak dengan thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi kalsium, defisiensi zinc dantembaga, rendahnya

level insulin seperti growth faktor-1(IGF-1) dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes. Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid merupakan kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid kasus lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua kehidupan. 3.

Komplikasi metabolik Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsimultiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa diukur dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada tiga tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi osteoporosis apabila T score <2,5 dan osteopenia apabila T score-1 sampai-2. 4.

Komplikasi hepar Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang berlebih. Penyakit hati yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis Cakibat pemberian transfusi. 5.

Komplikasi Neurologi Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuanabnormal dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama disebabkan oleh neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf. 2.9 Prognosis Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus penyakit HbH mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah/ splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.

Thalassemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfusi yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik. 2.10 Epidemiologi Ditemukan pertama kali secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali tahun 1925-1927.

Italia: 10%

Cina: 2%

Negro:1%

Yunani: 5-10%

India: 1-5%

Asia Tenggara: 5%

1) Thalassemia beta Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia β banyak dijumpai di mediterania, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus dan yunani +¿¿ lebih banyak dijumpai varian β sedangkan di Asia tenggara lebih o banyak varian β .Prevalensi thalassemia di berbagai Negara adalah sebagai berikut : Italy : 10%, yunani : 5-10%, cina : 2%, india : 1-5%, Negro : 1%, Asia tenggara : 5%. Jika dilukiskan dalam peta dunia, seolah olah membentuk sebuah sabuk (thalassemia belt) dimana indonesia masuk ke dalamnya.

2) Thalasemia alfa Sering dijumpai di asia tenggara, lebih sering sering dari thalassemia beta.

Jenis thalassemia Thalassemia β

Thalassemia α

Peta sebaran Populasi Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina jarang di : Afrika, kecuali Liberia, dan di beberapa bagian di Afrika Utara sporadic : pada semua ras Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia timur dan tenggara Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian

Daftar pustaka Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. Hoffbrand, A., Pettit, J., & Moss, P. (2005). Kapita Selekta Hematologi (4 ed.). Jakarta: EGC. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke15. Jakarta : EGC ; 1996

Related Documents

B6
June 2020 11
B6
October 2019 23
B6
December 2019 14

More Documents from ""