MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN
OLEH: BELA S1A118332
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan
Rahmat
dan
Karunia_Nya
saya
masih
diberi
kesempatan
untuk
menyelesaikan Makalah Matakuliah Wawasan Kemaritiman dengan judul “Negara Maritim”. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Negara Maritim. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/mahasiswi dan semua pembaca dan mudah-mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kami sadari, dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan.
ii
DAFTAR ISI SAMPUL ...................................................................................................................i KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii DAFTAR ISI .............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .......................................................................................1 B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................3 C. TUJUAN ............................................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN A. BATAS MARITIM ...........................................................................................4 1. Laut Teritorial (sovereignt) ......................................................................4 2. Zona Tambahan (overeign rights)............................................................5 3. Zona Ekonmi Eksklusif (sovereign rights) ..............................................5 4. Landas Kontinen (sovereign rights) .........................................................5 B. ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) .....................................6 1. Pembagian ALKI .......................................................................................6 2. Hak Dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Saat Melintasi ALKI ...........................................................................................................6 C. SENGKETA LAUT INDONESIA...................................................................7 1. Penyelesaian Sengketa Perbatasan ...........................................................9 2. Potensi Sengketa Mesti Diantisipasi .........................................................11 D. KONSEP NEGARA MARITIM ......................................................................13 E. SYARAT SYARAT NEGARA MARITIM ....................................................17 F. PERAN INDONESIA .......................................................................................19 G. PENGATURAN NEGARA MARITIM ..........................................................23 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN .................................................................................................25 B. SARAN ...............................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dunia bahari dalam sejarah Indonesia juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dari kondisi fisik atau geografis wilayah Indonesia. Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia dapat diketahui bahwa wilayah Indonesia terletak antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dan antara dua samudra yaitu Samudra Hindia (Indonesia) dan Samudra Pasifik, terdiri dari lebih 13.000 pulau, mulai dari pulau We di ujung utara/ barat sampai pulau Irian di ujung timur, dengan perbandingan wilayah laut dan darat 78 : 22.Pulau-pulau dalam wilayah Indonesia itu terbentang menyebar sejauh 6.400 km dari timur ke barat dan sejauh 2.500 km dari utara ke selatan, sedangkan garis terluar yang mengelilingi wilayah itu sekitar 81.000 km. Sumber yang lain menyebutkan bahwa Indonesia memiliki wilayah seluas sekitar 587.000 km², sementara jarak dari ujung paling timur ke ujung paling barat sebagaimana digambarkan oleh Multatuli adalah lebih panjang daripada jarak antara London sampai Siberia. Sehubungan dengan hal itu, adalah kurang bijaksana melihat sejarah Indonesia dari sisi daratan saja, sehingga pengetahuan dan pandangan tentang masa lampau yang merupakan dasar untuk mengenal dan mengerti masa kini menjadi berat sebelah. Penulisan sejarah yang berpretensi atau beraspirasi Nasional dalam arti yang sebenarnya dianggap tidak lengkap apabila yang diutamakan hanya unsur darat saja dari yang seharusnya sejarah tanah air. Hal ini menjadi lebih penting lagi sesudah Wawasan Nusantara diterima dan diakui sebagai pandangan resmi yang dianut oleh pemerintah dan bangsa Indonesia. Wawasan ini tidak lagi melihat Negara Republik Indonesia sebagai suatu kesatuan berdasarkan prinsip pulau-demi-pulau, melainkan suatu negara kepulauan (archipelagic state) yang mempunyai kebulatan teritorial termasuk laut dan selat yang berada di dalam garis perbatasan yang telah ditentukan. Azas ‘Negara Kepulauan’ resmi diumumkan lewat Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 dan diperjuangkan pada tingkat internasional selama 25 tahun.
1
Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia pernah mengalami kejayaan dalam bidang maritim. Hal itu dapat diketahui dari adaya masa kejayaan kerajaan-kerajaan maritim yang pernah tampil dalam sejarah Indonesia. Di antara kerajaan-kerajaan itu juga saling berhubungan melalui transaksi perdagangan dan pelayaran perahu. Aza ‘Negara Kepulauan’ itu secara resmi diputuskan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 10 Desember 1982 yang diratifikasi RI tahun 1985 (UU No. 17, 1985). Yang dimaksud dengan kerajaan-kerajaan maritim adalah kotakota pelabuhan yang sekaligus merupakan pusat kekuasaan raja-raja atau penguasa di kota pelabuhan tersebut, atau merupakan bagian dari wilayah suatu kerajaan yang besar seperti Majapahit atau Mataram Islam. Salah satu kerajaan maritim yang besar dan terkenal di Nusantara pada waktu itu adalah kerajaan Sriwijaya yang berlangsung dari abad 7 sampai 14. Dalam dunia perdagangan dan pelayaran, Sriwijaya berhasil menguasai hampir semua wilayah perairan di Nusantara antara lain laut Jawa, laut Banda, dan sebagian laut di wilayah Indonesia Timur. Di samping itu Sriwijaya juga menjalin hubungan dagang dengan India di sebelah barat, dengan Birma dan Melayu di sebelah utara, serta dengan Siam, Kamboja, Cina dan Pilipina, Kalimantan utara di sebelah timur laut. Bahkan Juga pedagangpedagang dari kerajaan itu telah berlayar sampai pelabuhan-pelabuhan di Cina dan pantai Timur Afrika.Di Makasar terdapat kerajaan Gowa-Tallo. Meskipun kedua kerajaan itu berbatasan tetapi juga bersatu, sehingga dikatakan sebagai kerajaan kembar. Orang-orang asing menamakan raja Gowa sebagai Sultan atau Raja Makasar. Gowa dan Tallo juga menjalin persekutuan dengan kerajaan Ternate di bawah Sultan Baabullah. Sekitar tahun 1600 Gowa-Tallo merupakan pelabuhantransito, tempat para pedagang dari Maluku singgah untuk mengisi perbekalan. Di samping itu di Gowa-Tallo banyak rempah-rempah yang didatangkan dari Maluku, sementara para pedagang Jawa, Bugis dan Melayu datang ke Gowa-Tallo untuk mempertukarkan barang-barang mereka dengan rempah-rempah. Di Jawa terdapat kerajaan Majapahit (1293-1525) yang agraris dan juga maritim. Wilayah kerajaan Majapahit pada awalnya hanya meliputi sebagian besar Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.
2
B. RUMUSAN MASALAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bagaimana batas wilayah? Bagaimana Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Bagaimana sengketa laut Indonesia? bagaimana konsep negara maritim ? apa syarat syarat negara maritim ? bagaimana peran indonesia ? bagaimana pengaturan negara maritim ?
C. TUJUAN 1. 2. 3.
memenuhi tugas dari dosen mata kuliah wawasan kemaritiman menjadi pembelajaran mata kuliah wawasan kemaritiman mempelajari tentang negara maritim
3
BAB II PEMBAHASAN A. BATAS MARITIM Batas maritim merupakan tanda pemisah antara kawasan perairan (laut) suatu negara yang bersebelahan. Batas Maritim tidak terlepas dari pengertian sebuah ruang dan kawasan yang bisa dikuasai oleh suatu negara. Suatu negara tidak dapat mengklaim suatu kawasan laut secara sepihak. Kawasan laut suatu negara ditentukan dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara dua negara atau lebih. Semua ketentuan tentang penentuan dan penetapan batas maritim telah diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Terdapat dua istilah klaim kawasan laut: kedaulatan dan hak berdaulat. Kedaulatan (sovereignty) adalah kekuasaan tertinggi atau mutlak untuk melaksanakan kekuasaan dalam wilayah negara dengan mengecualikan negara lainnya. Negara pantai mempunyai kedaulatan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. Sedangkan, Hak Berdaulat (sovereign right) adalah kekuasaan suatu negara terhadap wilayah tertentu yang dalam pelaksanaannya harus tunduk pada hukum internasional. Hak berdaulat ini umumnya berwujud hak untukk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di kawasan tertentu yang tidak tercakup dalam wilayah kedaulatan. Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kawasan maritim yang bisa diklaim suatu negara pantai berdasarkan UNCLOSS 1982: 1.
Laut Teritorial (sovereignty) Pasal 3 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa setiap negara pantai berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini. 1 mil laut = 1,852 m. Negara pantai memiliki kedaulatan penuh pada kawasan teritorialnya. Namun, negara tersebut juga harus memberikan lintas damai kepada kapal-kapal negara lain sepanjang kapal-kapal negara asing tidak melanggar hukum dan perdamaian.
4
2.
Zona Tambahan (sovereign rights) Bab II bagian 4, UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa zona tambahan tidak dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur. Di zona tambahan ini, negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan untuk: a. Mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam laut teritorialnya. b. Menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
3.
Zona Ekonomi Eksklusif (sovereign rights) Pengaturan tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sudah diatur di UNCLOS 1982 pada bab V menyebutkan bahwa ZEE adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982, berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan konvensi ini. Di kawasan ZEE, negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam, kebebasan navigasi, hak penerbangan udara, dan melakukan penanaman kabel serta jalur pipa.
4.
Landas Kontinen (sovereign rights) Bab VI UNCLOS 1982 membahas tentang batas landas kontinen dimana landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang dapat dieksplorasi dan dieksploitasi terdiri dari sumberdaya mineral, sumberdaya non hayati, sumberdaya hayati jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat sudah dapat dipanen tetap berada pada atau di bawah dasar laut
.
5
B. ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) adalah Alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing diatas laut tersebut untuk dilaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal. Penetapan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional dapat terselenggara secara terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang oleh perairan dan ruang udara teritorial Indonesia. ALKI ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Semua kapal dan pesawat udara asing yang mau melintas ke utara atau ke selatan harus melalui ALKI. 1.
Pembagian ALKI a. b. c.
2.
ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda. ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. ALKI III Melintas Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu.
Hak Dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Saat Melintasi ALKI Setiap Kapal dan pesawat Udara Asing yang melintasi ALKI harus memenuhi ketentuan dibawah ini: 1.
2.
Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per
6
3.
4.
5.
6.
7.
seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut. Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi. Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia. Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondarmandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.
C. SENGKETA LAUT INTERNASIONAL Beberapa tahun terakhir, tensi ketegangan di Laut Tiongkok Selatan sering meninggi. Berawal dari klaim sepihak atau unilateral claim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan sembilan garis putusnya (nine-dashed lineatau 9DL), reklamasi dan pembangunan pangkalan militer serta infrastruktur fisik di sekitar gugusan Kepulauan Spratly dan Paracel, hingga penentuan sepihak kawasan tradisional penangkapan ikan yang mulai mengganggu kedaulatan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna.
7
Sengketa Laut Tiongkok Selatan bisa dikatakan sengketa yang kompleks sejak penerapan Konvensi Hukum Laut Internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea-UNCLOS) 1982. Sengketa ini melibatkan sejumlah negara seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan tentu saja sang pengklaim yaitu RRT. Bahkan, Amerika Serikat turut campur tangan dalam sengketa ini demi mengamankan prinsip kebebasan navigasi di laut (freedom of navigation). Apakah Indonesia akan terseret dalam pusaran sengketa ini? Kita lihat saja nanti. Dalam tataran ASEAN, setidaknya Indonesia ikut sumbang suara terhadap keprihatinan atas penetrasi RRT di LTS. Coretan ini tidaklah akan membahas lebih lanjut soal sengketa LTS yang selalu hangat dibicarakan namun lebih kepada bagaimana umumnya sengketa perbatasan di laut itu diselesaikan terutama sejak penerapan UNCLOS 1982. Coretan ini pun bukanlah artikel akademik apalagi teoritik. Bukan juga sebagai panduan praktis. Tapi, tulisan ini lebih sebagai pendorong agar terdapat banyak diskusi publik soal kelautan dan pendorong pemerintah untuk kembali mempertimbangkan kebijakan alternatif kerjasama pembangunan zona bersama dengan negara lain di area yang menjadi sengketa, khususnya dengan negaranegara yang mempunyai itikad baik dalam bernegosiasi ketimbang dengan negara-negara yang melakukan penetrasi sepihak tanpa dasar. Nine dashed-line LTS yang dibuat RRT hanyalah salah satu potensi besar sengketa maritim, terutama di sekitar Kepulauan Natuna, antara Indonesia dengan negara lain. Indonesia mempunyai perbatasan laut langsung dengan 10 negara tetangga termasuk India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Timor Leste, Papua Nugini dan Australia. Dari 10 negara tersebut, Indonesia baru mencapai kesepakatan soal perbatasan laut secara penuh dengan Papua Nugini saja. Negosiasi dengan sembilan negara tetangga lain masih terus dalam proses. Sebagian sudah disepakati dan ada perjanjian bilateralnya diantaranya misalnya perjanjian batas laut teritorial Indonesia dan Malaysia tahun 1970 dan perjanjian batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia dan Filipina tahun 2014. Namun demikian, sebagian lagi masih terus dalam negosiasi. Laut teritorial (territorial sea), zona tambahan (contigous zone), ZEE (exclusive economic zone) dan landas kontinen (continental shelf) adalah zona-zona maritim yang mesti disepakati batas-batasnya antara Indonesia dengan negara-negara lain.
8
Prinsip equidistance, berdasarkan Pasal 15 UNCLOS 1982, digunakan secara luas oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk menentukan batasbatas wilayah lautnya. Namun demikian, klaim sepihak (unilateral claim) terkadang digunakan juga oleh banyak negara untuk mendeklarasikan batasbatas wilayah lautnya dan demi mempertahankan kedaulatannya. Dalam hal ini, memang ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS 1982 masih meninggalkan ruang interpretasi yang dapat mengarahkan negara-negara ke dalam persengketaan wilayah. 1.
Penyelesaian Sengketa Perbatasan Bagaimana seharusnya sebuah negara menghadapi klaim sepihak ini dan menyelesaikan sengketa perbatasan laut? Setidaknya, tiga cara digunakan dalam menghadapi klaim tersebut dan menyelesaikan sengketa, yaitu: (1) menggunakan kekuatan pertahanan (defence power); (2) membuka ruang diskusi dan negosiasi; dan/atau (3) mengembangkan pembangunan bersama (joint development arrangement). Cara pertama menunjukkan penolakan negara terhadap klaim sepihak melalui kekuatan pertahanan misalnya mengerahkan patroli polisi dan militer di perbatasan. Cara ini menunjukkan sebuah negara powerful, berani, dan gagah. Meski demikian, cara ini terkadang tidak efektif dalam menyelesaikan sengketa perbatasan. Contoh nyata dan kasat mata adalah penyelesaian sengketa di LTS. Negara manapun hampir pasti tidak menyukai klaim sepihak ketika bertentangan dengan klaim negara tetangganya, begitupun dengan Indonesia. Penggunaan caradefence power secara tunggal lebih banyak akan meningkatkan ketegangan. Gesekan terbatas dalam skala kecil mungkin saja terjadi, seperti yang terjadi antara Filipina ataupun Vietnam dan Tiongkok atas sengketa kepulauan Spratly dan Paracel. Walaupun demikian, pemanfaatan cara defence power bisa saja digunakan sepanjang mempunyai nilai strategis dan tahu kapan waktu yang tepat untuk digunakan. Cara kedua dengan membuka ruang negosiasi adalah cara yang lebih moderat daripada cara pertama. Cara ini terkesan kooperatif dan lunak. Meskipun begitu, cara ini dapat memberikan win win solution terkait dengan batas maritim yang disepakati kedua negara atau lebih. Prinsip equidistance merupakan cara kompromis untuk meredam ego masing-masing negara. 9
Outputnya tentu saja adalah perjanjian penetapan batas maritim secara bilateral, trilateral ataupun multilateral. Jika prinsip ini tidak bisa disepakati dalam implementasinya, maka cara ketiga bisa dimanfaatkan dan menjadi alternatif yaitu dengan mengadakan kerjasama melalui pembentukan zona pembangunan bersama (joint development zone). Sama halnya dengan cara kedua, pembentukan zona bersama memberikan kesan bahwa sebuah pemerintah lunak dan tidak tegas soal klaim batas wilayahnya. Bahkan, negara tetangga dapat masuk ke wilayah negara yang bersangkutan meskipun hanya di dalam zona bersama. Walaupun demikian, cara ini pun dapat menjadi win win solution. Cara ketiga sebetulnya belumlah “menyelesaikan” batas wilayah laut sesungguhnya. Meskipun begitu, cara ini didorong oleh eksistensi Pasal 83 ayat (3) UNCLOS 1982 yang menganjurkan dua atau lebih negara yang bersengketa untuk melakukan pengaturan sementara yang tentu saja bisa menguntungkan para pihak. Cara ini pun kemudian menjadi populer digunakan dalam menyelesaikan sengketa maritim khususnya jika terdapat sumber daya alam di wilayah yang menjadi sengketa. Contoh penerapan joint development zone bahkan sudah ada di Asia Tenggara yaitu pembentukan otoritas bersama Malaysia-Thailand (Malaysia-Thailand Joint Authority atau MJTA) di Teluk Thailand, pembentukan komite koordinasi Malaysia Vietnam terhadap eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Teluk Thailand, dan Indonesia bahkan pernah bersama Australia membentuk otoritas bersama pengelolaan blok minyak dan gas (migas) di sekitar Laut Timor sebelum Timor Timur lepas dan merdeka menjadi Timor Leste. Pada tahun 1979, Malaysia dan Thailand bersepakat membuat Memorandum of Understanding (MoU) untuk mendirikan otoritas bersama untuk eksploitasi sumber daya alam di satu bagian wilayah bersengketa sebesar kota New Jersey di Teluk Thailand. Jangka waktu MoU adalah 50 tahun. Otoritas bersama diisi oleh personel dari Malaysia dan Thailand dengan jumlah yang seimbang dan dipimpin oleh ketua bersama baik dari Malaysia maupun Thailand. Otoritas bersama ini mempunyai wewenang untuk memberikan konsesi dan pengawasan bersama atas blok-blok migas kepada private sector dengan pola Production Sharing Contract (PSC).
10
Pada tahun 1992, Malaysia dan Vietnam mengadopsi cara MalaysiaThailand dengan membuat MoU terkait dengan ekplorasi dan ekploitasi minyak di bagian lain wilayah sengketa di Teluk Thailand. Berbeda dengan model kerjasama Malaysia-Thailand yang mendorong pendirian otoritas bersama di wilayah sengketa, Malaysia dan Vietnam menominasikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka masing-masing yaitu Petronas dan Petrovietnam untuk bekerjasama mengelola blok-blok migas melalui perjanjian komersial. Terhadap kedua perusahaan tersebut, ada Komite Koordinasi (Coordination Committee) di bawah masing-masing negara yang memberikan arahan kebijakan. Dalam MoU tidak disebutkan berapa lama jangka waktu kerjasamanya, akan tetapi jangka waktu kerjasama ditentukan melalui perjanjian komersial antara Petronas dan Petrovietnam. Kabar terakhir, kedua perusahaan memperpanjang jangka waktu pengelolaan hingga tahun 2027 terhadap lima blok migas (blok Bunga Orkid, Bunga Kekwa, Bunga Raya, Bunga Tulip, dan Bunga Saroja). 2.
Potensi Sengketa Mesti Diantisipasi Ada banyak potensi sumber daya alam di sekitar perbatasan laut yang bisa menjadi sumber sengketa perbatasan. Berkah bagi Indonesia jika sumber daya alam di sekitar area perbatasan dapat diklaim sebagai bagian dari Indonesia tanpa penolakan yang persisten dari negara lain (persisted objection). Situasi dapat saja berubah jika negara tetangga melakukan klaim serupa atas area perbatasan tersebut. Kita mesti bersiap diri dan mengatur strategi untuk berdiskusi dan bernegosiasi atas klaim tersebut. Tercapainya suatu perjanjian penetapan batas maritim adalah hal yang luar biasa. Biasanya, kesepakatan perjanjian tersebut dapat dicapai jika tidak ada sumber daya alam yang terdeteksi atau ditemukan. Negosiasi bilateral penentuan batas maritim hampir mustahil berakhir sepakat dan umumnya akan menemui jalan buntu alias deadlock jika di area perbatasan ditemukan kekayaan alam potensial. Oleh karenanya, pengembangan zona bersama di sekitar area yang dipersengketakan adalah relevan untuk dilakukan. Kerjasama pembangunan zona bersama merupakan bentuk kerjasama yang umum digunakan oleh berbagai negara yang bersengketa. Usaha mengembangkan zona ini pun sebetulnya tidak mudah. Negosiasi tentu saja diperlukan antara dua negara atau lebih. Untuk 11
membuat zona bersama ini, apa yang perlu disiapkan adalah skema kerjasama yang cocok dan kerangka hukum dan kelembagaan yang detail. Kerangka pengaturan detail yang relevan adalah keniscayaan agar dapat memberikan keuntungan secara timbal balik dan meminimalisir potensi sengketa kembali yang bakal terjadi dari implementasi zona bersama. MJTA mungkin bisa menjadi salah satu contoh tantangan dalam bernegosiasi. Malaysia dan Thailand membutuhkan waktu sekitar 11 tahun untuk menyelesaikan sengketa ini (sejak 1968) hingga tercapai kesepakatan membuat MoU tersebut pada tahun 1979. Persiapan untuk membentuk MJTA pun membutuhkan waktu yang lama. Pada tahun 1990, akhirnya Malaysia dan Thailand sepakat memfinalisasikan konstitusi MJTA setelah berunding membahas berbagai aspek MJTA termasuk aspek legal, teknikal, pendapatan dan pajak, bea dan cukai, organisasi dan pembuatan Production Sharing Contract. Dalam kasus Malaysia dan Vietnam, kerjasama kedua negara relatif lebih lancar terealisasi apalagi dengan diekstraknya minyak pertama yang dihasilkan dari Blok Bunga Kekwa pada tahun 1997 (lima tahun sejak MoU ditandatangani). Dibandingkan dengan kerjasama Malaysia-Thailand, model kerjasama Malaysia-Vietnam dianggap lebih fleksibel namun lebih sukses. Membangun joint development zone jauh lebih efektif dan lebih baik ketimbang menggunakan otot dan senjata dalam menyelesaikan sengketa. Memang, negosiasi akan membutuhkan waktu yang panjang namun negosiasi memberikan situasi yang lebih damai. Kompleksitas pembahasan tergantung berapa negara yang mengklaim terhadap wilayah yang bersangkutan. Semakin sedikit negara, semakin cepat negosiasinya. Semakin banyak negara, semakin kompleks tentunya pembahasannya. Hal ini bahkan terjadi pada perjanjian prinsip trilateral antara Malaysia, Vietnam, dan Thailand terkait klaim Vietnam pada wilayah MJTA. Ketiga negara telah mencapai perjanjian prinsip pembangunan bersama namun hingga saat ini belum ada kabar terbaru lagi atas implementasi trilateral agreement in principle tersebut. Bisa dibayangkan jika hal itu dilakukan terhadap sengketa LTS. Walau bagaimanapun, apabila semua negara sepakat terkait dengan pengembangan zona bersama di LTS, maka itu akan menjadi capaian yang
12
luar biasa dan dapat menjadi landmarks untuk sengketa maritim di belahan dunia lain. Indonesia pernah sekali melakukan pengembangan zona bersama dengan Australia dengan hasil berupa Timor Gap Treaty 1989 (TGT) sebelum Timor Leste lepas dan merdeka. Kedudukan TGT bahkan lebih advanceddaripada MoU Malaysia-Thailand dan MoU Malaysia-Vietnam dengan jumlah pasal yang banyak dan detail. Bahkan, William T. Onorato dan Mark J. Valencia dalam artikelnya bertajuk “International Cooperation for Petroleum Development: the Timor Gap Treaty” (1990) menyampaikan bahwa TGT merupakan model masa depan untuk struktur joint development zone. Hal ini bisa diasumsikan bahwa model kerjasama TGT tidak hanya dapat diadopsi dalam konteks sektor minyak dan gas saja namun juga bisa untuk sumber daya alam yang lain. Dari situ adalah jelas bahwa Indonesia semestinya mempertimbangkan untuk kembali mengembangkan kerjasama dengan mekanisme zona pembangunan bersama dalam rangka penyelesaian sengketa batas maritim dengan negara-negara tetangga terutama yang menemui jalan buntu dalam mencapai kesepakatan batas wilayah. Lembaran proses negosiasi hingga finalisasi klausul TGT hendaklah dibuka kembali untuk dipelajari dalam mengembangkan kembali alternatif penyelesaian sengketa batas maritim dengan jalan damai dan menguntungkan para pihak terutama dari sisi ekonomi. D. KONSEP NEGARA MARITIM Negara Maritim adalah suatu negara yang berada di dalam teritorial suatu laut yang luas, dan indonesia bisa di katakan sebagai negara maritim. Sedangkan Konsep dari Negara maritim adalah suatu konsep di mana negara dalam hal ini indonesia mampu memanfaatkan semua potensi laut baik itu perikanan, kelautan, pertambambangan, wisata bahari bahkan pertahanan negara. semua Pengelolahan tersebut bermuara pada kesejahteraan rakyat dan memakmurkan sebuah bangsa dan negara. Dalam menjalankan konsep tersebut maka Kementrian kelautan dan perikanan indonesia terus melakukan perbaikan diri guna menuju kemandirian di bidang perikanan. Dengan potensi yang belum tergali semuanya untuk 13
kesejahteraan rakyat maka KKP akan berupaya dalam mendukung Konsep Negara Maritim. Banyak sektor kemaritiman yang bis adi optimalkan diantaranya pertambangan lepas pantai, perikanan, produk selain perikanan, wisata, dan lainnya. Kita sudah terlalu dibuai dengan istilah negara agraris padahal kita ini adalah negara kemaritiman dan negara kepulauan. Arti dan pengertian negara maritim sangatlah banyak dan di antaranya adalah : Pengertian Negara Maritim : 1. 2. 3.
Negara maritim adalah negara yang terdiri dari pulau pulau Negara maritim adalah negara yang terdiri dari masyarakat yang bekerja di laut dan pesisir. Negara maritim adalah negara yang dikelilingi oleh laut dan perairan
Di lihat dari arti tentang negara maritim maka indonesia sudah termasuk dalam kesemua arti negara maritim. Dan untuk membuat sebagai negara maritim di perlukan beberapa persyaratan. Untuk menjadikan indonesia sebagai negara yang benar benar maritim maka di perlukan suatu konsep dan rencana besar. Perlu ada perbaikan yang terkonsep untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim. Tujuan yang Besar di perlukan pemahaman yang sama diantara masyarakat tidak hanya pemahaman tentang definisi Maritim tetapi makna sesungguhnya dari konsep negara Maritim. Lalu apakah kita sudah menjadi poros maritim dunia. Saya rasa kita belum 20 persen menjadi negara maritim. Kita bisa melihat dari aktifitas perdagangan. Untuk perdagangan lewat pelabuhan masih terkonsentrasi di 3 pelabuhan yang ada di jawa. Belum lagi untuk indek perdagangan dengan negara lain , peranan indonesia dengan kemaritiman masih kalah dengan singapura dan malaysia.Bagi Indonesia saat ini, Maritimn adalah jargon yang belum selesai. Belum lagi yang paling parah adalah sektor industri garam. Bagaimana mungkin sebuah negara dengan garis pantai terpanjang no 4 di dunia harus kekurangan garam dan menjadikan impor sebagai solusinya. Garis pangkal Pantai yang sangat luas dan jumlah nelayan yang sangat banyak seharusnya potensi tersebut mampu menjadikan Indonesia sebagai Negara Maritim. Perlu adanya ketegasan sikap dari pemerintah mengenai arah kebijakan menjadi negara maritim. Serta untuk mendukung hal itu maka pemerintah harus mengatur dan menata ruang untuk konsep tersebut.
14
Adapun prinsip-prinsip penataan ruang untuk konsep negara maritim diantaranya : 1.
Penataan ruang wilayah pesisir perlu menetapkan batas-batas daerah pengembangan di lautan dengan prinsip menjamin pemanfaataan yang berkelanjutan. Masyarakat pesisir khususnya nelayan di orientasikan untuk menjadi nelayan yang modern.
2. Penetapan batas-batas daerah lautan seyogyanya tidak menutup kemungkinan pemanfaatan sumber daya yang berada dalam batas-batas daerah laut oleh masyarakat yang berasal dari wilayah lain diluar batas daerah laut tersebut. Masalah perbatasan dengan negara lain pun harus segera di putuskan. Kita harus berani mengusir setiap apapun yang masuk ke indonesia dengan illegal. Sudah banyak aktifitas aktifitas yang merugikan indonesia melalui kurang pengawasan di perairan dan laut indonesia. Dari mulai Masuknya narkoba, perdaganagan manusia, illegal Fishing. 3.
Perlindungan terhadap habitat yang sensitif dari berbagai aktivitas yang merusak, baik sebagai akibat dari interaksi manusia dengan alam maupun interaksi dalam alam itu sendiri. Salah satunya dengan melarang alat tangkap ikan yang merusak, membuang limbah di laut dan hal lain yang bisa menjadikan laut kita rusak dan tercemar. Tanpa adan ya laut dan perairan maka cita-cita negara maritim hanya angan-angan.
4.
Mengakomodasi berbagai kepentingan yang berbeda dalam satu daerah pantai dan pesisir secara bersinergi satu dengan lainnya, tanpa ada satu pihak yang dirugikan.Pemerintah harus hadir sebagai pemberi solusi dan selalu mementingkan masyarakat banyak.
5. Memungkinkan dibuatnya zona sanctuary, khususnya untuk daerah laut yag harus dilindungi, terutama bagi ekosistem yang memiliki dampak luas dan penting bagi ekosistem laut lainnya. Pengawasan pelu di tingkatkan. 6.
Memberi kesempatan pemulihan area yang telah rusak.zona konservasi kembali di kembangkan. Zona ekonomi pun di buat tanpa harus merusak ekosistem dan area perairan.
Maritim Adalah maritim asal menurut bahasa inggris yaitu maritime, yg berarti navigasi, menurut kata ini lalu lahirlah istilah maritime power yaitu negara dengan kekuatan maritim atau negara menggunakan kekuatan yg bebasis 15
pada bahari. Masih pada bahasa Inggris, istilah yang dipakai buat menerangkan sifat atau kualitas yg menyatakan penguasaan terhadap laut merupakan seapower. Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maritim diartikan menjadi hal yang berkenaan menggunakan bahari, terutama hal yg berkaitan pelayaran dan perdagangan pada bahari. Pengertian tersebut menegaskan bahwa negara maritim adalah negara yang terkait dengan kebaharian atau kelautan. Dan perlu di tegaskan juga bahwa negara maritim adalah bukan jargon semata melainkan sebuah tindakannya nyata. Dari istilah seapower atau kekuatan laut tadi maka Istilah maritim sering mengandung unsur bermakna ganda. Untuk terus menjadi sebuah negara maritim mak di perlukan sebuah persyaratan. Pengertian negara maritim apabila terpenuhi semua persyaratan maka di pastikan negara indonesia akan semakin kuat. Terdapat 2 versi buat pengertian maritim ini : maritim dalam pengertian sempit yg hanya berhubungan dengan efek & bahari (angkatan bahari). Dan arti kedua yaitu negara maritim pada arti yg seluas-luasnya yg meliputi seluruh aktivitas yang berafiliasi dan berkenaan menggunakan bahari atau lebih acapkali disinggung dengan istilah kelautan. Jika ditinjau dari sisi rapikan bahasa, kelautan merupakan istilah benda, sedangkan maritim adalah adjektiva. Maka Negara Maritim adalah penggabungan antara benda sebagai negara dan objektiva sebagai maritim. Dengan demikian, bila kita ingin menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara bahari maka negara indonesia wajib memanfaatkan potensi lautnya dan pada akhirnya cita rasanya akan penggunaan kata negara maritim akan lebih sempurna. Indonesia terus mengembangkan diri untuk menjadi negara maritim, bukan hanya negara agraris ataupun kelautan. Argumentasi alasannya adalah, indonesia negara maritim merupakan negara yg memiliki sifat memanfaatkan potensi laut buat kemakmuran negaranya, sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan syarat fisiknya saja, yaitu negara yg berhubungan, dekat menggunakan atau terdiri dari bahari.sudah saatnya kita berorientasi menuju konsep negara maritim. Membentuk Negara Maritim tidak hanya menentukan Hari Maritim Indonesia untuk Internasional. Atau hanya seremonial tentang potensi Negara maritim.
16
Tapi Konsep Negara maritim akan terbentuk apabila masyarakat masyarakat di lebih paling bawah agar bisa menentukan perapa persen dari nilai upaya memudahkan dan menyelesaikan permasalah tentang konsep negara maritim dan perlu adanya parameter untuk melihat dan batuan dari hotel nyang paling tinggi. Konsep poros maritim dan konsep negara maritim mempunyai perbedaan walaupun sama sama mengusung tema kemaritiman. Tetapi pada kenyataannya maritim adalah tetap mengacu pada dimana negara bisa mengoptimalkan sumber daya maritim. Menurut Poros Maritim dimana maritim adalah acuan buat semua negara negara yang mempunyai laut agar ikut bergabung dengan gagasan Poros Maritim. E. SYARAT SYARAT NEGARA MARITIM Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut walaupun negara tadi mungkin bukan atau tidak punya beberapa bahari, namun memiliki kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, alat-alat, dan lain-lain buat mengelola & memanfaatkan laut tadi, baik ruangnya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yg strategis. Dan untuk bisa memiliki kemampuan tersebut di perlukan syarat atau pedoman ke arah negara maritim. Lantaran itu banyak negara kepulauan atau negara pulau yg bukan atau belum sebagai negara maritim lantaran belum sanggup memanfaatkan sumber daya perairan baik laut atau bahari yang sudah berada di pada kekuasaannya ataupun kewenangannya. Sebaliknya, banyak negara yang tidak mempunyai laut atau lautnya sangat sedikit tetapi bisa memanfaatkan bahari tersebut buat kepentingannya, contohnya Singapura yang hampir tidak punya laut. Malah negeri Belanda yg lautnya sangat mini dan kecil sanggup menjelajahi dan memanfaatkan Samudera Hindia sampai menjajah Indonesia ratusan tahun. itulah sedikit bukti negara kecil yang mempunyai kekuatan maritim yang besar. Karena belanda mampu memdefinisikan Pengertian Negara maritim secara luas. Zaman kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, kepulauan nusantara memiliki sifat maritim, karena bisa memanfaatkan laut sebagai capital aset yg krusial buat perdagangan & pertahanan, hingga mampu menjelajah hingga jauh ke Afrika Timur/Madagaskar dan ke Pasifik Selatan. Indonesia adalah negara kepulauan yg sekarang sedang menuju pulang atau kembali bercita-cita menjadi negara maritim seperti pada zaman tadi. Untuk itu ada beberapa hal yg perlu kita kawal & penuhi sebagai syarat menjadi negara maritim :
17
1. Mengerti dan mengenal tentang sumber daya di lautan dan memahami ketentuannya. Mengenal aneka macam jenis laut Indonesia menggunakan banyak sekali ketentuannya, yaitu perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut daerah zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, & hakhaknya atas bahari bebas dan dasar laut international. 2. Mengenal & menghormati hak-hak internasional atas perairan Indonesia, seperti hak lintas innocent passage, transit passage, archipelagic sealanes passage, freedom of navigation and over flight, traditional fishing rights, & lain-lain. 3. Mengenal berbagai kekayaan alam yg masih ada pada banyak sekali perairan tadi, baik yg dalam daerah kedaulatan juga di luarnya, yg hayati juga yang non hayati meliputi biota bahari, tempat asal dan ekosistem, arus, angin hingga kapal-kapal karam & benda-benda historis, dan aset alam laut lainnya. 4. Negara harus bisa memanfaatkan kekayaan alam dan ruang pada luar perairan Indonesia seperti pada laut bebas & pada dasar laut internasional. 5. Mampu mempertahankan kedaulatan wilayah, kewenangan, keamanan, keselamatan, kesatuan dan persatuan nasional dalam memanfaatkan ruang bahari, perhubungan/transportasi bahari, maupun kekayaannya. 6. Mampu memelihara lingkungan bahari & memanfaatkan kekayaan alamnya secara sustainable, berkelanjutan. 7. Mampu menghapuskan IUU fishing dan mencegah segala macam bentuk penyelundupan dan delik pada perairan Indonesia, baik di wilayahnya maupun di wilayah kewenangannya. 8. Mampu menetapkan dan mengelola aneka macam perbatasan maritim dengan negara tetangga serta menjaga keamanan dari berbagai macam ancaman perbatasan tersebut. 9. Mampu memajukan & menjaga keselamatan pelayaran melalui perairan Indonesia. 10. Mampu memanfaatkan otonomi daerah yg konstruktif tentang kelautan. Demikian adalah beberpa syarat untuk menjadikan indonesia kembali menjadi negara maritim dan cita cita sebagai poros maritim bisa terlaksana. Setelah syarat menjadi negara maritim semua terpenuhi maka langkah selanjutnya adalah membuat konsep dan perencanaan tentang konsep untuk sebuah negara maritim. Konsep tersebut di kenal dengan sebutan Konsep Negara Maritim.
18
F.
PERAN INDONESIA Optimalisasi Peran Indonesia sebagai Negara Kepulauan dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional Diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan oleh masyarakat internasional melalui UnitedNations Conference on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)selain merealisasikan Deklarasi Djuanda juga menjadikan Indonesia sebagai negara maritim besar di Asia. Konsekuensi pengakuan tersebut membawa peran Indonesia sebagai negara pantai yang harus mampu mengelola wilayahnya bagi kelancaran navigasi internasional. Salah satu prinsip dalam hukum laut Internasional adalah jaminan kebebasan bemavigasi. Di pihak lain, kedaulatan negara pantai juga diakui untuk mengelola wilayalmya sepanjang hal tersebut tidak mengganggu kelancaran navigasi internasional.UNCLOS 1982 telah membawa konsekuensi hukum bagi Indonesia antara lain, pengakuanbahwa wilayah Indonesia, air dan pulau, merupakan satu kesatuan. Laut yang terletak di antara kepulauan merupakan laut pedalaman dan Indonesia mempunyai hak berdaulat atas wilayah laut tersebut. Mengingat Indonesia secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra serta wilayah laut Indonesia merupakan daerah lalu lintas navigasi internasional,maka Indonesia wajib menentukan alur-alur tertentu bagi kelancaran navigasi tersebut, yaitu apa yang disebut sebagaiarchipelagic sea lane passage atau Alur Laut Kepulauan Indonesia. Sebagaimana dimaklumi, jalur Selat Sunda, Selat Lombok, Laut Sulawesi adalah jalur yang selama ini, bahkan sebelum Indonesia merdeka, telah menjadi jalur navigasi internasional. Di samping itu, Selat Malaka, merupakan Selat yang terletak di antara tiga negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan selat yang sangat strategis. Selat ini merupakan jalur lalulintas laut yang telah ada sejak sebelum Indonesia berdiri. Dalam UNCLOS 1982, Indonesia juga wajib menjaga dan menjamin keamanan wilayah selat tersebutyang digunakan sebagai jalur navigasi internasional, dengan berkoordinasi keamanan dengan negara pantai lainnya yaitu Malaysia dan Singapura.Masih banyak kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh Indonesia sebagai negara yang di anugerahi wilayah laut dan daratan seluas lebih dart lima juta meter persegi tersebut. Hal yang menjadi pertanyaan dengan adanya pengakuan dan tugas serta kewajiban Indonesia tersebut adalah bagaimana Indonesia dapat mengoptimalkan perannya sebagai negara Sesuai dengan artikel 2 (1) UNCLOS 1982, The
19
sovereignty of a coastal State extends, beyond its land territory and internal waters and, in the case of an archipelagic State, its archipelagic waters, to an adjacent belt of sea, described as the territorial sea. Berdasar pada definisi tersebut, Indonesia merupakan negara pantai sekaligus negara kepulauan, sesuai artikel 46, UNCLOS tentang archipelagic states kepulauan khususnya dengan memanfaatkan statusnya tersebut guna meningkatkan ketahanan nasional ? Pertanyaan tersebut terkait dengansejarah eksistensi bangsa Indonesia sendiri yang sejak merdeka tanggal 17 agustus 1945 selalu dihadapkan dengan berbagai ancaman disintegrasi,pemberontakan serta masalah yang terkait dengan laut dan perairan. Lahirnya Indonesia dan dampaknya terhadap masyarakat internasional Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah membawa konsekwensi hukum internasional yang jelas, yaitu lahirnya entitas barn, Indonesia, sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa. Dengan menyatakan merdeka, maka,Indonesia, sebuah wilayah yang sebelumnya diakui sebagai bagian dari Hindia Belanda ini telah melakukan pemerintahan sendiri (self governing rule) dan tidak lagi tunduk kepada negara lain/Belanda. Dua hal penting yang terjadi terutama setelah Indonesia secara efektif diakui secara Internasional sebagai entitas negara pada akhir tahun 1949. Diperlukan langkah langkah nyata untuk optimalisasi peran Indonesia sebagai negara kepulauan agarcita cita bangsa dapat terwujud. Adapun langkah tersebut meliputi : a. Indonesia hams mampu menjaga keamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan selat Malaka yang digunakan sebagai jalur navigasi internasional. Kemampuan negara pantai untuk menjaga keamanan wilayahnya menjadi benchmark masyarakat Internasional untuk melihat kredibilitas negara tersebut. Gangguan keamanan di Selat Malaka dan beberapa wilayah Indonesia beberapa waktu lalu terutama akibat dari maraknya bajak laut dan perompakan merupakan keprihatinan masyarakat intemasional. Ketidakmampuan negara pantai (Indonesia) dalam mengamankan wilayah Selat Malaka dapat mendorong masuknya kekuatan asing untuk ikut serta mengamankan jalur navigasi tersebut. Apabila hal ini terjadi maka kedaulatan Indonesia menjadi terganggu dan kredibilitas Indonesia sebagai negara yang diberi mandat oleh masyarakat Internasional untuk menjaga wilayah navigasi Selat Malaka akan dipertanyakan. Hal ini apabila berlarut-larut tentunya akan mengganggu ketahanan nasional
20
b.
c.
Indonesia. Langkah Indonesia mengamankan jalur navigasi Selat Malaka dengan berkoordinasi dengan negara littoral lainnya yaitu Singapura dan Malaysia dirasa cukup memadai. Ketiga negara sependapat bahwa keamanan Selat Malaka merupakan kewajiban bersama littoral states sehingga suatu coordinated patrol merupakan langkah nyata dan mampu meningkatkan keamanan Selat sekaligus kepercayaan masyarakat Intemasional. Peningkatan kerjasama dengan negara maritim besar untuk peningkatan keselamatan navigasi. Indonesiatelah melakukan kerjasama dengan InternationalMaritime Organisation(IMO), Amerika Serikat dan negara maritim lainnya untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan navigasi. Pemasangan radar di sepanjang Selat Malaka serta perairan Laut Sulawesi merupakan langkah konkrit akan hal tersebut.Maraknya illegal and unlicence fishing menjadikan perairan Indonesia dapat mengalami kerusakan lingkungan. Disamping itu kegiatan ini juga akan mengganggu ketahanan lingkungan dan ekonomi Indonesia. Kerjasama peningkatan kapasitas antara Indonesia dengan berbagai negara akan mampu meningkatkan ketahanan nasional dan keamanan lingkungan bagi kelancaran navigasi. Pengamanan Laut Indonesia dari permasalahan people smuggling dan international narcotic trafficking Indonesia yang sangat strategis letaknya telah dijadikan sebagai sarana untuk jalur aktifitas penyelundupan manusia dan narkotika. Kegiatan yang dikelola secara internasional ini tidak hanya merugikan negara ketiga yang menjadi tujuan akhir penyelundupan manusia tetapi juga termasuk Indonesia. Masuknya sindikasi narkotik dan penyelundup manusia akan melemahkan ketahanan bangsa bahkan dapat menjurus pada gangguan keamanan dan eksistensi bangsa. Peningkatan kerjasama pemberantasan kedua masalah tersebut diatas melalui penguatan keamanan dan peningkatan ketahanan ekonomi merupakan langkah yang akan mampu mengamankan Indonesia sebagai negara transit dan tujuan bandar narkotika dan penyelundupan manusia. Arah masa depan Indonesia sebagai Negara Kepulauan Bangsa Indonesia dianugerahi SKA yang melimpah dengan lokasi strategis yang dimilikinya. Karunia Tuhan ini merupakan aset yang luar biasa dan harus dimanfaatkanuntuk kemakmuran rakyat Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah/pimpinan nasional untuk mengelola aset
21
tersebut dapat membawa petaka bagi bangsa Indonesia bahkan membawa kehancuran negara. Berdasar pada tingginya ancaman dan potensi ancaman dari luar dan dalam maka makalah ini menyarankan beberapa langkah yang perlu diambil oleh pimpinan nasional yaitu: 1. Perlunya bangsa Indonesia lebih assertive dalam memperjuangkan kepentingan nasional di fora internasional dengan dasar argumen peran dan beban Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat vital. 2. Indonesia harus mampu menggalang ketahanan nasional dalam segala bidang agar kesatuan dan persatuan bangsa dapat dipertahankan. Hal ini merupakan kunci keberhasilan perjuangan Indonesia mempertahankan kredibilitasnya di mata dunia. 3. Diperlukan kepemimpinan nasional yang tinggi integritasnya di segala lapisan. Kekayaan alam yang melimpah saat ini belum dapat menunj ukkan hasilnya bahwa hal tersebut menjadi aset nyata. Kenyataan yang ada justru menjadikannya sebagai liability. Hal ini terlihat dari maraknya illegal logging, fishing dan pencemaran serta perusakan lingkungan. Kontinuitas kegiatan perusakan ini akan dapat menurunkan kredibilitas bangsa di dunia internasional. 4. Perlunya pimpinan nasional menggiring bangsa Indonesia mulai menjadika n maritim sebagai basis mindset Indonesia. Hingga saat ini masih terdapat kontradiksi dalam cam pandang dan berpikir bangsa Indonesia. Walaupun secara fisik bangsa Indonesia adalah bangsa maritim namun mindset bangsa masih berpikir kontinental. Pembangunan yang ada dalam beberapa dekade terakhir masih difokuskan pada infrastruktur darat dan sangat berpusat di Jawa dan Sumatra. Namun, dengan adanya MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi) Bangsa Indonesia mulai membenahi sektor maritim dan mulai fokus memperkuat infrastruktur maritim. Pengembangan sektor maritim yang akan memperkuat kawasan Timur Indonesia akan menjadikan Indonesia benar benar negara kepulauan yang kuat. Dengan mengubah wawasan berpikir menjadi bangsa maritim, Indonesia akan dapat mewujudkan mimpi para founding fathers Indonesia sebagai negara maritim. Indonesia juga akan mampu menjaga kebebasan navigasi serta aset
22
SKA yang ada benar-benar menjadi sarana untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur. G.
PENGATURAN NEGARA MARITIM Selama ini, Indonesia pernah memiliki beberapa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan laut. Peraturan tersebut antara lain Kitab Undang-undang Hukum Dagang/KUHD (Wet Bock Van Koophandel), UU No. 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, dan UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu terdapat juga UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut), UUNo. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, serta Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939. Upaya penyusunan peraturan baru di bidang kemaritiman sebenarnya sudah pernah pula dilakukan oleh pemerintah. Melalui program yang dibiayai oleh Bank Dunia, pemerintah bekerja sama dengan Universitas Indonesia pernah menyusun semacam panduan terhadap pembentukan UU tentang Kemaritiman pada 1983. Program yang disebut dengan Maritime Legislation Project (MLP) ini dilaksanakan oleh ahli-ahli dari Universitas Indonesia, dibantu oleh 8 ahli hukum maritim dari luar negeri. Laporan akhirnya berupa empat jilid buku yang merupakan kumpulan konsep RUU dan Keppres di bidang maritim. Buku I tentang Pengaturan Ekonomi terdiri dari 4 RUU. Buku II tentang Pengawakan Keselamatan terdiri atas 4 RUU. Buku III tentang Navigasi dan Polusi terdiri dari 5 RUU. Buku IV tentang Hukum Privat Maritim berupa saran perubahan dua kitab KUHD. Laut bukan untuk dipecah belah, Urgensi disusunnya RUU Maritim ini semakin dirasakan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Pada Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa otonomi daerah wilayah daerah propinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
23
Dampaknya, kewenangan daerah pun berlaku pada wilayah laut seperti disebutkan dalam pasal tersebut. Sayangnya, kewenangan ditanggapi berbeda oleh beberapa daerah. Sebagian daerah akhirnya mengklaim wilayah laut tertentu menjadi daerah kewenangannya. Akibatnya, laut Indonesia seakan terpecah-pecah menjadi wilayah yang terpisah. Sebagai salah satu negara dengan wilayah laut terluas di dunia, Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengolah sumber daya alam di dalamnya. Dengan aturan yang jelas dan tegas, pemanfaatan tersebut dapat semakin optimal demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
24
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan atau wilayah laut. Luas wilayah perairan di Indonesia mencapai 3.287.010 km2 Adapun wilayah daratan hanya 1.906.240 km2. Pengembangan keterkaitan yang saling memperkuat antara kawasan andalan laut dan pulau-pulau kecil lainnya dengan kawasan-kawasan andalan di darat serta simpul-simpul koleksi dan distribusi (pelabuhan) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kawasan-kawasan tersebut sekaligus lebih mempersatukan serta menyeimbangkan tingkat perkembangan suatu wilayah baik di darat maupun di laut.
Menurut Edib, ada tiga syarat untuk menjadi negara maritim. Pertama, kemampuan mengelola aset yang ada di wilayah perairan. Potensi sumber daya ikan Indonesia sangat besar. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengungkapkan, besaran potensi hasil laut dan perikanan di Indonesia mencapai Rp3.000 triliun per tahun, sedangkan yang sudah dimanfaatkan Rp225 triliun atau sekitar 7,5% saja.Sedangkan syarat kedua adalah kemampuan mengelola akses. “SLoC (Sea Lane of Communication) belum dimanfaatkan secara optimal,” ujar Edib. Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis karena memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia yaitu Selat Malaka, di mana jalur ini menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global. Sekitar 45% komoditi yang diperdagangkan di dunia melewati selat tersebut. “Justru Singapura dan Malaysia yang memanfaatkan jalur ini,”
25
kata Edib.Untuk memanfaatkan potensi Selat Malaka, pemerintah melalui MP3EI sudah mengambil langkah startegis dengan mengembangkan Pelabuhan Kuala Tanjung di
Sumatera Utara dan
Pelabuhan Bitung, Sulawesi
Utara.Pelabuhan Kuala Tanjung akan menjadi pusat perdagangan dan ekonomi di kawasan barat Indonesia. Sementara Pelabuhan Bitung menjadi pusat perdagangan di kawasan timur Indonesia. “Nantinya kegiatan ekspor import harus melewati dua pelabuhan itu. Tidakboleh langsung ke Jakarta atau Surabaya,” tegasnya. Dengan cara ini pemerintah turut melindungi komoditi domestik dari serangan barang mancanegara.Sementara itu syarat ketiga negara maritim adalah membentuk rezim maritim yang mengatur mengenai tata kelola sumber daya manusia, ilmu dan teknologi serta regulasi. Edib mencontohkan, tata kelola SDM kelautan Indonesia masih lemah. “Fakultas Perikanan di Universitas Manado mencontoh kampus di Surabaya. Harusnya, di Manado bisa dibentuk Fakultas Sushi,” jelasnya. Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan nilai lebih dari pengembangan ilmu dan tenologi di bidang kelautan.
B. SARAN Saran dari penulis yaitu Indonesia harus mulai melirik potensi laut karena selama ini Indonesia hanya fokus di daratan.
26
DAFTAR PUSTAKA http://letifebriyanti78.blogspot.com/2014/04/indonesia-adalah-negaramaritim.html http://politik.kompasiana.com/2014/10/23/sssttada-srikandi-di-toll-laut697672.html eprints.undip.ac.id/37017/1/Bab_I_(B.Surowo).pdf