Wawasan Kemaritiman.docx

  • Uploaded by: Febby Cantika
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wawasan Kemaritiman.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,293
  • Pages: 37
AdarWin Foto (2) Tugas Akhir (2) Tugas Kuliah (21) Video (1)

Wednesday, 19 April 2017 Makalah Masyarakat Pesisir Tugas Makalah WAWASAN KEMARITIMAN “Masyarakat Pesisir”

OLEH:

WAODE MULIATI B1B4 16 100 B

JURUSAN MANAJEMEN KONSENTRASI KEWIRAUSAHAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017

KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Masyarakat Pesisir” sebagai tugas dari mata kuliah Wawasan Kemaritiman. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Walau telah berusaha semaksimal mungkin, saya merasa bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan masukan berupa keritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Kendari, 20 April 2017

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.............................................................................................................. I

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. II DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii BAB

I

PENDAHULUAN........................................................................................................ 1 A.

Latar Belakang....................................................................................................................... 1

B.

Rumusan Masalah................................................................................................................. 2

C. Tujuan................................................................................................................................. ... 2 BAB

II

PEMBAHASAN......................................................................................................... 3 A.

Pengertian

masyarakat

pesisir............................................................................................... 3 B. Tujuan

program

pemberdayaan

dalam

memperkuat

kedudukan

masyarakat

pesisir............. 4 C. Fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan...................................................................................................................... ... 4 D.

Karakteristik

sosial

ekonomi

masyarakat

pengembangan

masyarakat

pesisir.................................................................... 5 E.

Peluang

dan

pesisir................................................................... 7 F.

Faktor

yang

mempengaruhi

perubahan-perubahan

sosial

dan

kebudayaan.......................... 8 BAB PENUTUP.................................................................................................................. 9

III

A. Kesimpulan......................................................................................................................... .... 9 B. Saran.................................................................................................................................. .... 9 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.

Masyarakat

pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan

sumberdaya

kelautan,

seperti

nelayan,

pembudidaya

ikan,

penambangan pasir dan transportasi laut. Masyarakat dikawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayan menghadapi sejumlah masalah sosial ekonomi yang begitu komplek. Selain

permasalahan yang dimiliki oleh nelayan diatas, “nelayan juga identik dengan keterbatasan aset, lemahnya kemampuan modal”. Memanfaatkan potensi laut yang ada sudah menjadi kebiasaan dan cara utama untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pesisir. Namun kondisi masyarakat pesisir secara umum lebih-lebih adalah masyarakat nelayan yang masih tradisional berada dalam kondisi atau di bawah garis kemiskinan. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Jelaskan pengertian masyarakat pesisir? 2. Jelaskan tujuan program pemberdayaan dalam memperkuat kedudukan masyarakat pesisir? 3.

Jelaskan fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan?

4. Jelaskan karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir? 5. Jelaskan peluang dan pengembangan masyarakat pesisir? 6. Jelaskan faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan? C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian dari masyarakat pesisir 2.

Untuk mengetahui tujuan program pemberdayaan dalam memperkuat kedudukan masyarakat pesisir

3.

Untuk mengetahui fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan

4. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir 5. Untuk mengetahui peluang dan pengembangan masyarakat pesisir 6.

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan

BAB II

PEMBAHASAN A. Pengertian Masyarakat Pesisir 1. Pengertian Masyarakat Menurut Peter L. Berger, Masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan. Menurut Harold J. Laski, Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Jadi dapat di simpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. 2. Pengertian Pesisir Menurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001), Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004). Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan

lautan.

Dengan

demikian,

secara

sempit

masyarakat

pesisir

memiliki

ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai

masyarakat

yang

tinggal

secara

spasial

di

wilayah

pesisir

tanpa

mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. B.

Tujuan Program Pemberdayaan Dalam Memperkuat Kedudukan Masyarakat Pesisir Tujuan program pemberdayaan dalam memperkuat kedudukan masyarakat pesisir adalah:

1.

Memitakan sumber daya pembangunan wilayah yang dapat dijadikan basis data perencanaan kebijakan pembanguanan dan investai ekonomi.

2.

Meningkatkan kemampuan manajemen organisasi dan kualitas wawasan para pengurusnya

3. Mengembangkan produk unggulan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal, seperti terasi, VOC (Virgin Coconut Oil) yang higienis dan benilai jual tinggi. 4.

Melaksanakan publikasi yang terencana dan tersturktur untuk masyarakat luas, khususnya para pemangku kepentingan (stakeholders), sebagai sarana menjalin kerjasama dengan institusi atau lembaga-lembaga lain dalam rangka menggalang potensi sumber daya kolektif dalam membangun masyarakat pesisir.

C.

Fungsi Kelembagaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir Untuk Mencapai Kesejahteraan Yang Berkelanjutan Fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalam pembangunan masyarakat pesisir adalah:

1. Sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan pembangunan warga 2. Menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, sehingga kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat meningkat. 3.

Memperkuat solidaritas dan kohesivitas, sehingga kemampuan gotong royong masyarakat meningkat; memperbesar nilai tawar (bergaining position).

4.

Menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang direncanakan. D. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir

1. Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan, penambangan pasir, kayu mangrove dan lainlain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001). 2. Tingkat pendidikan Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas. 3. Lingkungan pemukiman Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraa rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya. 4. Nilai dan Arti Penting Pesisir bagi Masyarakat Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek,yaitu: a. Secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena: 1.

Sekitar 140 juta (60%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan

rata-rata 2% per tahun).

2. Sebagian besar kota (baik propinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir. 3. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06% pada tahun 1998. 4. Industry kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja. b. Secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena: 1. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah kanada, yaitu sekitar 81.000 km (13,9 % dari panjang pantai dunia). 2. Sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5, juta km 2 termasuk ZEE).

3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau. 4.

Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keaneka ragaman sumberdaya alamnya yang terdiri atas potensi sumberdaya alami pilih (renewable resources) seperti perikanan, ekosisten mangrove, ekosistem terumbu karang, maupun potensi sumberdaya ala tidak pulih (non renewable resources) seperti migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkingan (environmental services), seperti peristiwa ahari industry maritime dan jasa transportasi. Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).

5. Ciri Khas Wilayah Pesisir Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan beberapa ekosistem khas. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan kelembagaan Maneeh. Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan

pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas. E. Peluang dan Pengembangan Masyarakat Pesisir 1. Ditekankannya manejemen yang berpola berbasis masyarakat. 2. Diterapkan paradigma good governance, bukan pemerintahan yang kuat. 3. Sebagian masyarakat sudah mulai ada kesadaran bahwa bantuan pemerintah yang diberikan selama ini adalah bersumber dari dana pinjaman yang tentunya masyarakat sendirilah yang harus menanggung beban pengembalian pinjaman. 4. Adanya kebanggaan dari masyarakat kalau mereka sebenarnya mampu menemu-kenali masalah, dan lain-lainnya, bahkan mereka mampu mengelola sehingga menunjukkan hasil. 5.

Dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat sudah mampu berperan sebagai pengawas dan melakukan kordinasi dengan instansi terkait demi kesuksesan tersebut.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan-Perubahan Sosial Dan Kebudayaan Dalam suatu kehidupan, masyarakat akan mengalami perubahan. Perubahanperubahan yang terjadi bisa disebabkan oleh suatu yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi, dan ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama, ada juga yang masyarakatnya yang menggadakan perubahan karena terpaksa untuk menyesuaikan sesuatu dengan keadaan. Sebabsebab terjadinya perubahan sosial yaitu: 1. Bertambahnya penduduk Bertambahnya

penduduk

yang

sangat

cepat,

menyebabkan

terjadinya

perubahan struktur masyarakat. Masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah nelayan, akan tergantung pada alam dan cuaca. Maka masyarakatnya akan sering berpindah-pindah profesi sesuai keahlian. 2. Penemuan-penemuan baru Penemuan baru meliputi proses, ada inovasi yang menjadikan kebudayaan baru tersebar kepada bagian lain masyarakat.

BAB III

PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini adalah: 1. Dari sekelumit tentang pemberdayaan masyarakat pesisir yang kiranya perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, khususnya pemerintah. 2. Agar dalam menerapkan berbagai kebijakan, pemerintah terlebih dulu menggunakan pendengaran dengan sebaik-baiknya, bahwa disetiap bibir pantai (masyarakat pesisir) ada tangisan pilu yang tak bersuara, juga tidak ada yang menyuarakan. B. Saran Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Cet. 1. Humaniora Utama Press: Bandung. Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru Ketiga. Rajawali Press: Jakarta. Wignyosoebroto, Soetandyo. 2009. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodelogi. Cet. 2. Pustaka Pesantren: Yogyakarta. Sapudin. 2016. Populasi Masyarakat Pesisir. https://alsaprudin.wordpress.com/kuliah/populasi-masyarakat- pesisir/ Ilyas. 2011. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat. http://hibajilyassblog.blogspot.co.id/2011/06/kehidupan-sosial-ekonomimasyarakat.html

at April 19, 2017 Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest Labels: Tugas Kuliah No comments: Post a Comment Newer Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom)

Report Abuse

Labels    

Foto Tugas Akhir Tugas Kuliah Video

Blog Archive    

March 2018 (4) February 2018 (4) May 2017 (3) April 2017 (23)

Search This Blog



Beranda

About Me Adar Win View my complete profile

Total Pageviews 6,602 Watermark theme. Theme images by hatman12. Powered by Blogger.

MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA Jumat, 22 April 2016 MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia.Pulau – pulau di kepulauan Indonesia dipisahkan oleh samudra, laut maupun selat.Namun demikian, luas wilayah lautan lebih luas bila dibandingkan dengan wilayah daratan, oleh karena itu negara Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Selain disebut negara maritim , negara Indonesia dikenal pula sebagai negara agraris.

Penduduk di kepulauan Indonesia sangat heterogen, terdiri dari bermacam - macam suku, ras, agama dan masyarakat.Berdasarkan kondisi geografisnya masyarakat Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat pesisir dan masyarakat agraris.Masyarakat pesisir mendiami di wilayah – wilayah sekitar pantai, sedangkan masyarakat agraris mendiami di daerah pedalaman pulau yang ada di Indonesia.Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat pesisir dan pedalaman mempunyai perbedaan dalam berbagai aspek kehidupannya. Masyarakat pesisir atau dapat pula disebut masyarakat laut adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dekat daerah pantai dengan ikatan – ikatan tertentu.Masyarakat laut umumnya mendiami daerah – daerah di sekitar pantai yang ada di pulau – pulau di kepulauan Indonesia.Wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah perairan yang didalamnya terdapat ribuan pulau. Atau dengan kata lain, secara geografis Indonesia berbentuk kepulauan dengan wilayah laut lebih besar dari pada wilayah daratan. Hal ini memungkinkan peran dari masyarakat laut atau pesisir tidak bisa dilepaskan dari berbagai segi kehidupan di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara maritim yang mempunyai daerah perikanan laut tak kurang dari 6,85 juta km2 dan diperkirakan daerah tersebut memiliki kandungan produksi ikan 10juta ton pertahunnya. Namun sayangnya dengan potensi kelautan yang berlimpah itu masyarakat Indonesia belum dapat memaksimalkan potensi tersebut.Hal ini diakibatkan oleh paradikma pembangunan yang lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian di pedalaman sehingga kurang memperhatikan kehidupan masyarakat di daerah pesisir. Sebab lain yang mengakibatkan kurang diperhatikannya masyarakat didaerah pesisir dari segi historis karena masih kurangnya para sejarawan yang melakukan penelitian dibidang kemaritiman. Perhatian para sejarawan pada aspek maritim seperti perdagangan, pelayaran, perkapalan, perikanan, perompakan, dan sebagainya masih sangat kurang proporsinya jika dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya seperti bidang pertanian, industri, perhubungan politik dan sebagainya.Hal tersebut mungkin berkaitan dengan pengalaman sebagai bangsa Indonesia yang semenjak memproklamirkan kemerdekaannya lebih banyak di warnai dengan persoalanpersoalan kebaratan daripada persoalan-persoalan kebaharian, inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia naluri kebahariaannya semakin tumpul sehingga kurang mampu melihat apalagi bertindak untuk memanfaatkan dunia kebahariaan. Secara geografis wilayah Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang menempatkan laut sebagai jembatan penghubung bukan sebagai pemisah.Dengan demikian, penguasaan terhadap laut merupakan suatu keharusan bagi penduduk

yang menghuni pulau – pulau yang ada di Indonesia. Kondisi semacam ini, membentuk mereka sebagai manusia yang akrab dengan kehidupan laut.Selain itu, pulau – pulau yang ada di Indonesia letaknya sangat strategis dalam konteks perdagangan laut internasional antara dunia barat dan dunia timur.

B.

RUMUSAN MASALAH

1.

Kemaritiman pada masa kerajaan

2.

Kemaritiman pada masa colonial

3.

Kemaritman pra kemerdekaan

4.

Kemaritiman era kemerdekaan

C.

MANFAAT TULISAN

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah kemaritiman yang ada di Indonesia. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan motivasi untuk acuan dalam membangun kembali jiwa kemaritiman Indonesia yang dulu seperti dimasa jayanya.

D. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Makalah yang berjudul “kemaritiman pada masa kerajaan, kolonial, pra kemerdekaan dan era kemerdekaan” dibuat dengan maksud memenuhi tugas mata kuliah ().

Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan/mengulas kembali tentang fakta sejarah sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Maritim dan mengetahui kerajaan – kerajaan Maritim yang pernah berjaya di Indonesia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya wilayah maritim untuk masyarakat Indonesia. E.

METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan sumber – sumber referensi yang berhubungan dengan masyarakat laut dan sikap kelompok sosial dan negara. Sumber – sumber itu berupa buku, essay, dan artikel serta tesis yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

A. Kemaritiman pada zaman kerajaan Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah

kerajaan-kerajaan

bercorak

maritim

dan

memiliki

armada

laut

besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (6831030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas mengawasi, melindungi kapalkapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya. Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Kekuatan armada laut yang tidak ada

tandingan, pada 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.

Kilasan

sejarah

itu

memberi

gambaran,

betapa

kerajaan-kerajaan

di

nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia Tenggara.Kejayaan para pendahulu negeri ini terbangun karena kemampuan mereka membaca potensi yang dimilikihingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini besar dan disegani negara lain. Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang dilakukan para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda rakyat negeri ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan pulau.

Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga. Masalah utamanya adalah paradigma.Darat atau agraris masih melekat pada kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama pemerintahnya.Bangsa Indonesia masih

mengidap

kerancuan

identitas.Di

satu

pihak

mempunyai

persepsi

kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup disejahterakan. Sementara kegiatan industri modern sulit berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja yang berkultur agraris konservatif, disamping berbagai inefisiensi birokrasi dan korupsi. Industri yang dibangun juga tidak berdasar pada keunggulan kompetitif, namun komparatif tanpa kedalaman struktur serta keilmuan dan teknologi yang kuat. Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia Indonesia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang didominasi persepsi dan kepentingan daratan semata.

Bukti Budaya Maritim Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim menduga perahu telah lama memainkan peranan penting di wilayah nusantara, jauh

sebelum

bukti

tertulis

menyebutkannya

(prasasti

dan

naskah-naskah

kuno).Dugaan ini didasarkan atas sebaran artefak perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera, Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada masa akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan antara Nusantara dan Asia daratan. Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu, Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat

(Patenggeng) dan Bali (Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudera. Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan; ”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”. Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya Sumatera. Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukurannya cukup besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin

(Sumatra

Selatan).Situs

ini

berada

di

suatu

tempat

lahan

gambut.Sebagian besar arealnya merupakan rawa-rawa.Beberapa batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi. Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain. Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia Tenggara dengan teknik yang disebut “papan ikat dan kupingan pengikat” (sewn-plank and lashed-lug technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang terpanjang berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23 meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5 meter), di bilah-bilah papan kayu terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian itu terdapat lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke bagian sisi papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan kayu setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya satu sama lain. Tali ijuk (Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan

yang

dilubangihingga

tersusun

seperti

bentuk

perahu.Selanjutnya,

dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari tepian papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu. Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi. Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6 meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini dibuat dari sepotong kayu, kecuali bagian bilahnya ditambah kayu lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi terdapat lubang segi empat untuk memasukkan palang. Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu pinisi. Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada

ujungnya

dilancipkan

kemudian

ditancapkan

ke

dalam

tanah

untuk

memperkuat lubang galian. Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.

Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki darah, watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan

zaman.Agar

kembalipada

hakikatnyasebagai

bangsa

yang

besar,

masyarakatIndonesia harus kembali memilikiwawasan maritim. Permasalahannya apakah masih bisa membangkitkan kembali kejayaan masa lalu di tengah krisis multi dimensi yang menerpa bangsa ini?Mengembalikan visi kemaritiman bukan sesuatu hal mudah.Selain dibutuhkan kemauan tinggi untuk merombak

sistem

yang

ada,

masalah

penyediaan

infrastruktur

menjadi

permasalahan. Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna mengetahui apa saja kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula strategi yang bisa ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus perdagangan laut kian tinggi. Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah yang disusun melalui pendekatan sosial budaya kebaharian,

yaitu

pendekatan

hubungan

manusia

dengan

lingkungan

dan

sumberdaya laut. Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan kehidupan di perairan. Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia, antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada yang berlayar lebih dari 4.000 mil.

Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang, setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran.Terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya daratan.Namun, budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan terus menginduksi, dan membentuk budaya maritim bangsa Indonesia. Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan budaya bahari secara alamiah.Berkurangnya budaya bahari lebih disebabkan kurang perhatian pemerintah

terhadap

pembangunan

maritim.Padahal,

kebudayaan

maritimmerupakan kunci dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan aspek kebudayaan bahari atau maritim.Hal tersebut berdampak pada meluasnya banjir, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan di kota-kota pantai Indonesia.Salah satunya adalah DKI Jakarta. Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki 13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan yang urung teratasi,” kata Iman. Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik. Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer

pembangunan Indonesia. “Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan,” ujar Iman. “Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul,

dan

laut

dikavling-kavling

bukanlah

adab

pembangunan

yang

mencerminkan kebudayaan Indonesia,” jelas Iman, yang juga ahli tata kota. Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu. “Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih lalu berlayar ke berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian membantu komunitas di berbagai tempat untuk mengembangkan budaya mereka menjadi peradaban besar, seperti Mesopotamia, Mesir, China, dan India,” jelasnya. Sementara itu, sejarahwan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal mengatakan, peradaban maritim Indonesia sudah dibangun para pendiri bangsa.”Lagu tanah air menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara daratan karena mendahulukan tanah daripada air, harusnya di balik,” ujarnya saat memaparkan di diskusi bulanan Indonesia Maritim Institute (IMI), beberapa waktu lalu. Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air (laut). Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat para leluhur kita,” katanya. Irawan D Nugraha, pengarang buku Majapahit: Peradaban Maritimberpendapat, bahwa kejayaan maritim Indonesia diawaliera kerajaan-kerajaan, sepertiMajapahit dan Sriwijaya. Bahkan sejarah mencatat bahwa kemampuan teknologi perkapalan Majapahit jauh lebih dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit saat itu bisa memuat 600 penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.

“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan pulau terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman muka dari bangsa ini,” katanya. Hal senada diungkapkan Indra J Piliang,pengurus Balitbang Partai Golkar.Dia menilai peradaban maritim di Indonesia telah luntur.Sebagai contoh orang-orang Pariaman di Padang, Sumbar yang notabene adalah orang laut atau pulau, tapi ketika naik kapal muntah.Bahkan yang lebih menyedihkan, saat hendak melihat laut harus ke gunung lalu memandang laut dari ketinggian. “Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya. Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan tinggi lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. “Kewirausahaan mendorong budaya di Indonesia saling berbaur karena bertujuan mencapai kemajuan ekonomi.Budaya lokal di Indonesia saat ini saling berbaur karena didorong oleh kebutuhan yang sama yakni memajukan setiap usaha,” katanya. Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan berkembang di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya budaya maritim mendorong orang untuk menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif dan berani mengambil risiko saat menjalankan usaha,” ungkapnya. Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris, seperti petani cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena itu, menurut JK, dalam perkembangannya kedua masyarakat ini harus hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama, yakni meningkatkan kemajuan bangsa. Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek

moyang dulu diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu kekuatan,yaitu negara maritim.

Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia: Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada duanya di dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia. Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa tempat di negeri ini (misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua Made di Jombang, Jawa Timur, lembah Mada di Sulawesi Selatan, Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti Timor, Kutai, Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan antar bangsa, tapi juga kebudayaan advance yang telah dicapai.Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan mengikutsertakan lebih dari 400 juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini. Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak

dari Afrika,

Timur

Tengah,

India,

hingga

Polynesia,

memperlihatkan

bagaimana pengaruh kultural sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.

B. MARITIM PADA MASA KOLONIAL

Sejarah Maritim Indonesia (Masa Kolonial Hindia Belanda)Perdagangan di Asia sudah berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad sebelumnya, baik perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut Dalam masa modern awal itu terjadi interaksi dagang antara para penguasa dan para penjajanya di Nusantara dan organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India Company EIC) dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru, lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin

seiring berjalannya waktu Belanda berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC pun berkuasa di nusantara[1]. Seiring

berjalannya

waktu

karena

terus

merugi

VOC

tidak

sanggup

membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat.Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun

perusahaan

itu

harus

berutang

kepada

negara

untuk

membayar

kewajibannya.Namun tahun 1795 negara mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut.Tahun 1799 VOC dinyatakan failite dan bubar.Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah di Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah asset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1817 [2]. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang strategis karena wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk

mengembangkan

jiwa

bahari

karena

lewat

laut

mereka

dapat

mengembangkan perekonomian negeri mereka sebagai contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut yang kokoh dan kuat dalam menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan para pelautnya yang sangat tangguh di lautan. Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda menjadi sangat menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan berbagai kebijakan agar keutungan pihak Kolonial Hindia Belanda pada masa itu tetap, bahkan bertambah.

Kegiatan Pelayaran Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah

colonial

yang

protektif

terhadap

pelayaran

domestic.

Hal

ini

mengakibatkan armada Belanda mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal Nederland dan Hindia Belanda

merupakan 95% dari seluruh

armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau meningkat ratarata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan ketiga abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai akibat perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di perairan

Indonesia lebih awal jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi secara regular antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasioanl hal imi menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan hanya

kepentingan

Ekonomi

juga

mengamankan

koloni

dari

merembesnya

kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica. Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas

serta

penghapusan

tarif

differensial

hal

ini

telah

memungkinkan

berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara. Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini (terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan mengenai bajak laut [5]. Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia Belanda, dikarena di wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini, sebab dikawasan pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu merupakan wilayah bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah tersebut, dan wilayah pantai barat juga merupakan tempat

komoditi utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus kepada aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut. Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar dipengaruhi karena Angin Muson baratlaut yang biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan, dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota Makassar dan kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke Selatan kemudian belok kiri melayari pesisir hingga Buton dan selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat Makassar berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau Ternate; bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau Papua. Angin Muson Utara dan Tenggara memungkinkan terciptanya jalur pelayaran UtaraSelatan (Amoy dan Kanton-Makassar-Kepulauan Indonesia bagian Timur) [6]. Wilayah Sulawesi menjadi istimewa dikarenakan menjadi pusat perniagaan dikarenakan beberapa faktor pertama : letaknya strategis (berada ditengah-tengah dunia perdagangan). Kedua munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga lain[7] .

Kegiatan Perdagangan Maritim Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh di Ambon. Cengkeh dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya dengan Lada di Indonesia Barat yang tumbuh di Sumatera, Malaka, dan Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera bagian Utara dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan

dikuasai

Banten.

Perdagangan

daerah

Makassar

ditandai

dengan

melemahnya monopoli dan berkembangnya perdagangan bebas dan menjadikan Makassar sebagai Bandar niaga Internasional dan pelabuhan transit terpenting di kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19. Belanda dan Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan berniat menguasai perdagangan Cina, akan tetapi Belanda lebih menguntungkan karena wilayah koloninya banyak menghasilkan yang diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina dan tahun 1819 Inggris pun mendapatkan Singapura. Di wilayah Pantai Barat Sumatera pada sekitar abad ke-19 NHM membuat tiga kegiatan

utama

yaitu

Perbankan,

Perdagangan,

dan

Perkebunan

hanyalah

Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan kredit macet

dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung, hanyalah Perkebunan dalam hal ini perkebunan Kopi yang menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda dan termasuk sebagai perdagangan maritim

Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur dan pertahanan yang memadai.Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil menjadi kekuatan maritime terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi dikawasan ini.Raja-raja di

pantai

timur

Kalimantan

dan

dibagian

utara

Sulawesi

tidak

berhasil

mengembangkan suatu armada yang besar.Begitu pula di Kepulauan SangiheTalaud,

walaupun

satuan-satuan

penduduknya

kecil

tidak

bisa

berkebudayaan menampilkan

maritim, suatu

fragmentasi

kekuatan

laut

dalam yang

berjangkauan regional. Sebagaimana telah diketengahkan di depan, dalam hal ini Raja Laut harus bekerjasama dengan orang laut untuk membina kekuatan bahari. Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang terbatas sehingga tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang besar.Kekurangan penduduk di Sulu dan lembah sungai Pulangi di Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan ekspedisi lintas laut yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai sumber tenaga kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut untuk menjamin adanya suplai tenaga kerja yang tetap .

Perkembangan Sosial Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak

tidak

termasuk

kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam

pelajaran perompakan ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .

C.

MARITIM PADA PRA KEMERDEKAAN

Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh

sebelum

Indonesia

merdeka,

semangat

maritim

sudah

menggelora di bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta pengaruhnya hingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.Menggunakan kapal bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi bangsa yang disegani. Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.Seiring

perjalanan

waktu,

ramainya

alur

pengangkutan

komoditas

perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar. Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut. Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (12931478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besarnya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara

dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Namun di masa kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari dataran Eropa yang berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad., sangat memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semangat maritim nusantara. Pengikisan semangat bermaritim akhirnya menggiring bangsa ini hanya berkutat di sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis.Kesuraman budaya maritim Indonesia

semakin

parah

dan

berlanjut

pada

masa

orde

baru

sampai

sekarang.keberpihakan Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian. Minimnya

keberpihakan

pemerintah

pada

sektor

maritim

(maritime

policy)

menyebabkan masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa. Hal lainnya adalah pelabuhan negeri ini belum menjadi international hub

port,

Zona

Ekonomi

Ekslusif

(ZEE)

yang

telantar,

penamaan

dan

pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas.Ditambah, semakin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik. Terkait dengan

visi

pembangunan

nasional

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan

kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat

melindungi

dan

mengamankan

hasil

pembangunan

yang

telah

dicapai.Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan kepentingan bangsa bangsa ini.nasional.Karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak.

D. MARITIM PADA ERA KEMERDEKAAN Indonesia merdeka dan berusaha memanfaatkan keuntungan geografis yang dimilikinya. Posisi silang Indonesia yang diapit oleh samudera Pasifik dan Hindia, serta diapit benua Asia dan Australia, membuat Indonesia memiliki Semangat negara maritim ini dituangkan pendiri Republik Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan Soekarno pun berusaha membuat Indonesia sebagai poros maritim.Banyak perusahaan pelayaran Indonesia pun tumbuh.Salah satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari angkatanlautpada1950. "Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang denganmetrotvnews.com. Pemerintah juga berusaha menutup "lubang" di laut antar pulau dengan memperjuangkan konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat.Beberapa perusahaan pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil menembus pasar dunia. "Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang menguasai ASEAN," kata Bobby. Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.

Kemunduran industri maritim Indonesia Pemerintah Soeharto membuat sebuah 'blunder' dengan mengeluarkan kebijakan membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun. Kebijakan ini membuat kapal Indonesia terpaksa dipensiunkan. Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini pun akhirnya membuat industri maritim Indonesia semakin mundur.Cita-cita membuat poros maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan. "Scrapping kapal membuat kita kekurangan kapal," tutur Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto saat berdiskusi denganmetrotvnews.com, Selasa, 13 Oktober 2015. Hal ini juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak kebijakan ini kepada industri maritim Indonesia."Itu tidak bias dipungkiri," ungkap dia. Karena kekurangan

kapal, perusahaan pelayaran asing pun menyasar kekosongan ini.Akibatnya pelayaran asing mendominasi industri maritim Indonesia.Pada tahun 1995 misalnya, jumlah kapal asing mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya 5.050 unit. Bahkan sebelum asas cabotage dikeluarkan pada 2005, 46 perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor dikuasai asing. "Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada pelayaran nasional," tutur CarmelitaNamun kebijakan yang tidak konsisten antar rezim membuat pengusaha pemilik kapal dan industri maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar kementerian terkait pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari. Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim dunia, membawa angin segar bagi industri ini. "Kami menyambut baik saat Presiden Jokowi menyatakan akan menjadikan laut sebagai pendorong utama ekonomi nasional," pungkas Carmelita.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun

keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat

“Negara

Maritim”

atau

negara

kepulauan.

Sehingga

dengan

mengoptimalkan letak strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia memang terlahir sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui kebudayaannya. Hingga munculnya kerajaan-kerajaan maritime yang semakin memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia. Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia memang Negara maritime yang kuat dulunya.Selain itu, kegiatan pengembaraan dan perikanan nelayan Indonesia pada masa lampau sangat menggambarkan jiwa kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar sampai ke NTT, Maluku, bahkan ke pantai utara Australia.

B. SARAN Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpinya menciptakan persepsi kelautan yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa. Dengan persepsi demikian tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam pembangunan nasional.

Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.

C. DAFTAR PUSTAKA

http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-kolonial.html http://blogzulkiflirahman.blogspot.co.id/2012/09/makalah-wsbm.html https://www.academia.edu/8734640/SEJARAH_KEMARITIMAN_INDONESIA

http://maritimemagz.com/budaya-maritim-keluhuran-nusantara/ https://saripedia.wordpress.com/tag/era-pra-kolonial/ http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masakolonial.html http://maritimemagz.com/masa-suram-peradaban-maritim-indonesia http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/10/15/441238/riwayat-maritimindonesia

Diposting oleh Taufik Muharam di 21.51 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

2 komentar:

1. Khadijah22 November 2016 15.58

Ijin copas sebagian buat tugas Balas

2. Parhan, S.Pd (Kepsek SMPN 5 Satu Atap Mantewe Tanah Bumbu7 Maret 2018 19.10

Trmksh byk materi kemaritiman utk kami gunakan referensi materi debat OLSN 2018 Balas Muat yang lain... Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Taufik Muharam Hello World! My Name is Taufik Muharam. I am 18 years old. I am from Batam Island, Indonesia. In Here, I just want to share some thought, inspirational words, some tutorial, and etc. So, Lets become my friend! and come to my circle !! Lihat profil lengkapku

Arsip Blog 

▼ 2016 (4) o ▼ April (4)

   

MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Related Documents


More Documents from "wfr8685"