BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya kepada responden. Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer. Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode pelengkap. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Wawancara? 2. Apa Itu Studi Kasus? C. Tujuan 1. Dapat mengetahui apa itu wawancara, tujuan wawancara, langkah-langkah, dan lain-lain. 2. Dapat mengetahui apa itu Studi Kasus, tujuan Studi Kasus, langkah-langkah, dan lainlain.
1
BAB II PEMBAHASAN A. WAWANCARA 1.
Pengertian Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian non tes yang digunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya jawab sepihak, atau dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab (Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi). Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaaan secara lisan kepada sumber data dan sumber data juga memberikan jawaban secara lisan juga. Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. (Arifin, 1998:44). Wawancara adalah suatu teknik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog) baik secara langsung (face to face relition) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang tuanya atau kepada temannya. 2.
Tujuan Wawancara Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni : 1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu. 2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah. 3) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
3.
Wawancara sebagai Alat Penilaian Sebagai alat penilaian, wawancara dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses
belajar. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni
2
Tahap awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur. Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaanpertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Setelah mengetahui tujuannya, tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk bersetruktur ataukah bentuk terbuka Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan bentuk wawancara.Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman wawancara terpimpin atau untuk wawancara bebas. Hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara: Menjaga hubuangan yang baik, rahasia peserta didik harus dijaga dengan baik. Batasi waktu dalam wawancara. Mencatat semua hasil wawancara 4.
Jenis - Jenis Wawancara a. Menurut Responden Interview. Dibagi menjadi dua yaitu interview langsung dan tidak langsung. Interview langsung
terjadi apabila interview langsung dilakukan dengan interviewee. Sedangkan interview tidak langsung terjadi apabila interview dilakukan untuk mendapatkan data mengenai individu yang lain. b. Menurut Prosedur Interview Dibagi menjadi dua yaitu interview terstruktur dan tidak terstruktur. Interview terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang diajukan sudah direncanakan
3
secara rinci dan jelas dan dijadikan sebagai pedoman interview (interview guide). Sedangkan interview tidak terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang diajukan tidak direncanakan secara rinci dan jelas, hanya memuat pokok-pokoknya saja. c. Menurut Situasi Interview Dibagi menjadi dua yaitu interview formal dan informal. Interview formal terjadi apabila interview dilakukan di sebuah tempat formal dan bersifat resmi. Sedangkan interview informal terjadi apabila dilakukan bukan di sebuah tempat formal dan bersifat tidak resmi, seperti percakapan biasa. d. Menurut Perencanaan Interview Dibagi menjadi dua yaitu interview berencana dan insidental. Interview berencana dilaksanakan apabila interview direncanakan waktu dan tempatnya. Sedangkan interview incidental dilaksanakan secara kebetulan apabila ada kesempatan mengadakan interview. 5.
Format Wawancara Gunarsah (2003:38-39) mengungkapkan ada lima tahapan struktur wawancara sebagai
berikut : 1. Rappor Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti: Apa Kabar? Tahap ini diikuti dengan rencana yang akan dilakukan terhadap dan dengan klien, serta membawa klien merasa enak menghadapi pewawancara. Acap kali penting menerangkan tujuan dari wawancara dan apa yang konselor bisa dan tidak bisa melakukan. 2. Pengumpulan Data Tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang bisa dilakukan dan diberikan kepada klien. Mengetahui alasan mengapa klien sampai datang untuk wawancara dan bagaimana klien menilai atau memandang masalahnya. 3. Menentukan Hasil Sesuai dengan Arah Kemana Klien Inginkan Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelak kalau persoalan sudah diatasi. Tahap yang penting bagi pewawancara untuk mengetahui apa yang dikehendaki klien dan yang senada atau tidak bertentangan dengan apa yang secara rasional dipikirkan oleh pewawancara. 4. Mengemukakan Macam - Macam Alternatif Penyelesaian Masalah.
4
Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam alternatif. Seringkali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-dinamika pribadinya dan merupakan tahapan yang berlangsung paling lama.
5. Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar. Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara ini jelas sudah berfungsi sebagai proses konseling itu sendiri. Kelima tahapan wawancara ini dapat disingkat dengan lima pertanyaan sederhana dan singkat sebagai berikut :
6.
Apa Kabar?
Apa Masalahnya?
Apa yang anda inginkan akan terjadi?
Apa yang bisa kita lakukan mengenai hal itu?
Apakah Anda mau melakukan hal itu?
Fungsi Wawancara
Fungsi wawancara pada dasarnya dapat digolongkan kedalam tiga golongan besar: a. Sebagai Metode Primer, apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metodemetode pengumpulan data lainnya. b. Sebagai Metode Pelengkap, jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasiinformasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain. c. Sebagai Kriterium, metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriterium 7.
Keuntungan wawancara 1) Wawancara dapat memberikan keterangan keaadan pribadi hal ini tergantung pada hubungan baik antara pewawancara dengan objek 2) Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya 3) Wawancara dapat dilaksanakan serempak dengan observasi
5
4) Data tentang keadaan individu lebih banyak diperoleh dan lebih tepat dibandingkan dengan observasi dan angket. 5) Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara si pewawancara dengan objek. 8.
Kelemahan wawancara sebagai alat penilaian 1) Keberhasilan wawancara dapat dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu yang diwawancarai 2) Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksaan wawancara 3) Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara 4) Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil wawancara
9.
Langkah - Langkah Pengembangan Wawancara. a. Merumuskan tujuan b. Merumuskan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai c. Menyusun kisi-kisi d. Menyusun pedoman wawancara e. Menyusun Lembaran penilaian
10. Contoh Wawancara Tujuan
: Memperoleh informasi mengenai cara belajar siswa dirumah
Bentuk
: Bebas
Responden
: Siswa yang memperoleh prestasi yang tinggi.
Nama siswa
:……………….
Kelas
:……………….
Jenis kelamin :………………. Pertanyaan, jawaban siswa, komentar dan kesimpulan hasil wawancara:
Kapan dan berapa lama anda belajar dirumah? Bagaimana anda mempersiapkan diri untuk balajar secara efektif? Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?
Contoh II:
6
1) Apakah mahasiswa mengalami kesulitan memahami petunjtuk baik arahan dari dosen atau petunjuk dari dalam LKS? ……………………………………………………………………………. 2) Pada saat mengalami kesulitan apakah mahasiswa berusaha betanya kepada teman lain atau kepada dosen? …………………………………………………………………………… 3) Apakah bimbingan guru selalu dibutuhkan mahasiswa agar dapat memahami materi pelajaran? …………………………………………………………………………… 4) Apakah mahasiswa mempunyai buku paket atau referensi yang berhubungan dengan materi yang sedang dibahas? …………………………………………………………………………… 5) Apakah mahasiswa selalu mengerjakan tugas-tugas dari dosen? …………………………………………………………………………… 6) Apakah materi pelajaran dirasakan mahasiswa tidak ada manfaatnya dalam kehidupannya kelak? …………………………………………………………………………… 7) Apakah mahasiswa di luar jam ataupun di rumah berusaha belajar dengan teman yang lain? …………………………………………………………………………… 8) Apakah menurut mahasiswa lingkunga di sekolah (di dalam dan di luar kelas) kondusif untuk belajar? …………………………………………………………………………… 9) Apakah orang tua mahasiswa di rumah menyuruh untuk belajar? ……………………………………………………………………………
7
10) Apakah mahasiswa mempunyai keinginan untuk keluar dari kesulitan yang dihadapinya? ……………………………………………………………………………
B. STUDI KASUS Evaluasi Non Tes Teknik penilaian non tes jika dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tesdapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes.Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji pesertadidik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengansoft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrumen ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari apa pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko, 2009). Evaluasi Studi Kasus 1.
Pengertian Studi Kasus Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap
satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pend ekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
SementaraYin
(1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciricirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus
hendaknya
peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam. Para peneliti berusaha menemukan sernua variabel yang penting.Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerusuntuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus, yaitu:
Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut
Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
8
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi:(1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar ataukonteksnya masingmasing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada diantara variabelvariabelnya. Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atausesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studikasus. Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu (Sevilla dkk., 1993). Disamping itu, studi kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus, dalam khazanah metodologi, dikenal sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian. Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat membantu tentang studi kasus diberikan oleh Robert Yin (1996), yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah suatu inkuiri empirisyang: menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan. Sementara itu,pakar metodologi penelitian Robert Yin (1996), mengintrodusir studi kasusitu lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan "how"(bagaimana) dan "why" (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan"what" (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian. Menurut Yin, menentukan ripe pertanyaan penelitian
9
merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap penelitian, sehingaa untuk tugas ini dituntut adanya kesabaran dan persediaan waktu yang cukup. Kuncinya adalah memahami bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian selalu memiliki substansi (misalnya,mengenai apakah sebenarnya penelitian saya ini?) dan bentuk (misalnya, apakah saya sedang mempertanyakannya "siapakah", "apakah", "di manakah", atau "bagaimanakah"). 2.
Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umumatau bahkan dengan kepentingan nasional. b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkanoleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampudiselesaikan oleh penelitinya dengan baik dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan. c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbedabeda.d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik
yang mendukung pandangan
peneliti
maupun yang
tidak mendasarkan
pninsipselektifitas. d. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi pada pembaca. 3.
Sasaran Studi kasus Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yangserius,
sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadisasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problemcase); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental. 4.
Tujuan Studi Kasus Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalamkeunikannya dan
dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yangmendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuaiam pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
10
5.
Keunikan Studi Kasus Sebagai sebuah metode, studi kasus memiliki keunikan atau keunggulan tersendiri dalam
kancah penelitian sosial. Secara umum studi kasus memberikan akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Itulah kekuatan utama sebagai karakteristik dasar dari studi kasus. Secara lebih rinci studi kasus mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut: a. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-konsep serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yanglebih luas. b. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenaikonsepkonsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif penelitidapat menemukan karakteristik
dan
hubungan-hubungan
yang
(mungkin)
tidakdiharapkan/diduga
sebelumnya c. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial. Di samping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki keunggulanspesifik lainnya, seperti dilansir oleh Black dan Champion (1992), yakni: (1) bersifatluwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan; (2) keluwesanstudi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidiki; (3) dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial; (4) studi kasusmenawarkan kesempatan menguji teori; dan (5) studi kasus bisa sangat murah bergantung pada jangkauan penyelidikan dan tipe tekhnik pengumpulan data yang digunakan Akan tetapi, di samping keunggulan-keunggulan yang ditawarkan studi kasus ternyata juga mengandung sejumlah kelemahan yang harus disadari oleh peneliti. Kelemahan-kelemahan itu adalah, misalnya: Pertama, studi kasus, setidaknya yang dilakukan selama ini, agak kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu generalisasi ilmiah; Kedua, kedalaman studi yang dilakukan tanpa banyak disadari ternyata justru mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya dilakukan, sehingga sulit digeneralisasikan pada keadaan yang berlaku umum. Ketiga, ada kecenderungan studi kasus kurang mampu mengendalikan subjektifitas peneliti. Kasus yang dipilih untuk diteliti, misalnya, cenderung lebih karena sifat dramatiknya, bukan
11
karena sifatkhas yang dimilikinya. Dengan demikian subjektifitas peneliti dikhawatirkan terlalu jauh mencampuri hasil penelitian. Meskipun kelemahan-kelemahan tersebut dicoba ditepis oleh Yin berikut memberikan alternatif yang harus ditempuh, tak pelak kesan "stereotip" demikian masih saja melekat atau dilekatkan oleh para peneliti sosial terhadap studi kasus. Tetapi terlepas dari kesan atas sejumlah kelemahan yang menyelimuti raut wajah studi kasusitu, Yin (1996) mencoba menyiasatinya dengan mengajukan tawaran "cerdas" dalam melakukan studi kasus. Dia menyebut tawarannya itu sebagai terobosan yang pada gilirannya membuat hasil studi kasus sebagai suatu yang patut diteladani. Terobosan alternatif yang dimaksud adalah: Pertama, studi kasus harus signifikan. Artinya, kasus yang diangkat mengisyaratkan sebuah keunikan dan betul-betul khas serta menyangkut kepentingan publik atau masyarakat umum. Karena itu bukan karena sifat dramatiknya belaka. Kedua, studi kasus harus "lengkap". Kelengkapan ini dirincikan oleh tiga hal:(1)
kasus
yang diteliti memiliki batas-batas yang jelas (ada perbedaan yang tegas antara fenomena dengan konteksnya); (2) tersedianya bukti-bukti relevan yang meyakinkan;dan (3) mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan tertentu. Dengan kata lain, meski menghadapi berbagai keterbatasan, kasus yang diangkat haruslah diselesaikan dengan tuntas. Untuk masalah yang disebutkan terakhir ini peneliti harus membuat desain studi kasus sedemikian rupa dengan mengingat berbagai keterbatasan yang sangat boleh jadiakan muncul. Ketiga, studi kasus mempertimbangkan alternatif perspektif. Bahwa kemungkinan munculnya bukti-bukti dan/atau jawaban yang berbeda dari perspektif yang berbeda harus dapat diantisipasi dengan baik, misalnya dengan membuat desain yang dapat memberikan tempat bagi berbagai alternatif pandangan termasuk dari teori-teori yang berlainan, Keempat, studi kasus harus menampilkan bukti yang memadai dan secara bijak menduku ng atas kasus yang diteliti. Kelima, laporan hasil studi kasus haruslah ditulis dengan cara yang menarik dan menggugah minat pembaca. Gaya penulisannya hendaklah jelas sehingga rasa ingin tahu orang lain untuk membacanya. Karena itu penulisan laporan dalam studi kasus tidak selayaknya disajikan hanya dengan menggelar data-data yang melimpah saja dan kemudian membosankan bahkan menimbulkan kesan bahwa membacanya terlalu banyak menguras tenaga dan
12
memerulkan waktu yang lama. Dengan demikian teknik penyajian dan penulisan yang menarik sungguh penting dalam laporan penelitian, khususnya dalam studi kasus. 6.
Tipe-tipe Studi Kasus dan Implementasinya dalam Penelitian Bogdan dan Biklen (1982), mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus kedalam
enam tipologi. Keenam tipologi ini merupakan single case studies, studi kasus tunggal. Pertama, studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Yang dituntut dalam studi kasus jenis ini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Melakukan studi macam ini selain memerlukan sumber-sumber informasi dan bahan-bahan yang akurat dan terpercaya, juga membutuhkan
kecermatan
dalam
merinci
tahap sebuah organisasi sosial. Untuk memastikan
secara
sistematik perkembangan dari tahap-
ketersediaan
bahan-bahan
dan
sumber
informasi yang diperlukan, agaknya penting studi pendahuluan dalam studi kasus tipe pertama ini. Kedua, studi kasus observasi. Yang lebih ditekankan di sini adalah kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Dengan teknik observasi seperti ini diharapkan dapat dijaring keterangan-keterangan empiris yang detail dan aktual dari unit analisis atau unit pemikiran (thinking unit) penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam masyarakat. Ketiga, studi kasus sejarah kehidupan (life history). Studi ini mencoba menyingkap dengan lengkap dan rinci kisah perjalanan hidup seseorang sesuai dengan tahap-tahap, dinamika dan liku-liku yang mengharu biru kehidupannya. Seseorang yang dimaksud tentu tidak sembarang orang melainkan yang memiliki keunikan yang menonjol dan luar biasa dalam konteks kehidupan masyarakat. Misalnya, tentang kehadirannya memberi makna tersendiri sekaligus sangat mewarnai perubahan-perubahan dalam masyarakat. Melakukan studi kasus life history ini dapat bersandar pada dokumen-dokumen pribadi yang bersangkutan serta dengan melakukan wawancara mendalam kepada orang pertama sebagai sumber utama, Keempat, studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Seorang peneliti yang berpengalaman serta memiliki kepekaan dan ketajaman naluriah sebagai peneliti seringkali mampu melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari lingkungan sosial sekitarnya di dalam komunitas di mana dia hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat dijadikan pusat perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan.
13
Kelima, studi kasus analisis situasional. Kehidupan sosial yang dinamis dan selalu menggapai perubahan demi perubahan tentu saja mengisyaratkan adanya letusan-letusan situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah fenomena sosial tertentu. Misalnya, krisis politik yang melanda negeri ini disertai berbagai isu berseliweran tak karuan seperti akan ada kerusuhan, penjarahan massal dan sebagainya,telah membuat orang-orang keturunan Cina di berbagai kota besar ramai-ramai mengungsi ke kota lain yang dianggap aman bahkan tidak sedikit yang keluar negeri.Contoh lain, datangnya era reformasi di tengah badai krisis ekonomi dan politik saat ini justru disikapi oleh kalangan elit masyarakat dengan mendirikan partai politik. Fenomena demikian sesungguhnya menggambarkan sebuah situasi sosial macam apa? Hal ini menarik diteliti untuk menggambarkan sebuah situasi sosial yang telah dantengah berlangsung. Keenam, studi kasus mikroemografi. Studi kasus tataran ini dilakukan terhadapsebuah unit sosial terkecil. Katakanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuahkomunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu. Sementara itu, Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus ke dalam tiga tipologi, yakni: studi kasus ekplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan ketiga tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus,yakni pertanyaan "how" (bagaimana) dan "why" (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan "what" (apa/apakah). Dengan mengedepankan tiga tipologitersebut,
Yin
sekaligus
menolak
anggapan (atau yang menurutnya kesalahpahaman umum) bahwa studi kasus hanya cocok diterapkan dalam penelitian yang bersifat eksploratoris, tidak dalam konteks penelitian yang bersifat eksplanatoris dan deskriptif. Sejalan dengan Yin, Sevilla dkk. (1993) misalnya, meletakkan studi kasus sebagai penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk mendukung argumentasinya, Yin menyebut salah
satu
karya
bermutu
dan
terkenal
yang
dihasilkan
melalui
studi
kasus.
Sebuah buku yang ditulis oleh William F. White (1943), Street Comer Society,dikedepankannya sebagai contoh sebuah karya klasik dalam sosiologi komunitas dari studi kasus yang bersifat deskriptif. Juga, karya Graham Allison (1971), Essence of Decision Making: Eksplaining the Missile Crisis, sebagai contoh studi kasuseksplanatoris.
14
7.
Penelitian Studi Kasus Penelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh
dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai bentuk data kualitatif.
Pengertian ini mengacu pada lima karakteristik utama penelitian studi kasus yang
dirumuskan dari pengkajian terhadap beberapa pengertian- pengertian yang telah dilakukan di depan, yaitu: 1) Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus, yaitu fenomena yang dipandangsebagai suatu sistem kesatuan yang menyeluruh, tetapi terbatasi dalamkerangka konteks tertentu. 2) Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer, yang sedangterjadi, telah selesai terjadi tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaandengan fenomena yang biasa terjadi 3) Dilakukan
pada
kondisi
yang
sebenarnya,
dengan
menggunakan
pendekatan penelitian naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus lebih tepatme nggunakan pendekatan penelitian kualitatif. 4) Menggunakan berbagai sumber data, sebagai upaya untuk mencapai validitasdan realibilitas penelitian. 5) Menggunakan teori sebagai acuan penelitian, baik untuk menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studikasus. Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku seorang individu (Sevilla dkk., 1993).Di samping itu, studi kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Jadi, studi kasus, dalam khazanah metodologi, dikenal sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian. Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat membantu tentang studi kasus diberikan oleh Robert Yin (1996), yang menyebutkan bahwa studi kasusadalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupannyata,
15
bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas;dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan. 8.
Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus a) Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masyarakat atau unitsosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia; b) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrumen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah lingkungan dan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak. c) Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umumguna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, Kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak penelitidi lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan; d) Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan atau penguatan (reiniforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudahada; e) Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca,dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga memudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok. 9. Desain Studi Kasus Dalam hubungan ini, desain yang hendak diketengahkan di sini mengacu pada model yang
16
dikembangkan
Robert
Yin.
Bagi
Yin,
sebelum
membangun
desain
seorang peneliti perlu memperhatikan empat aspek kualitas, yakni validitas konstruk(meneta pkan ukuran operasional yang benar untuk konsep-konsep yang akan diteliti), validitas internal (credibility, menetapkan hubungan kausal, dan ini khusus untuk studi kasus eksplanatoris), validitas eksternal (transferability, menetapkan ranah di mana temuan suatu penelitian dapat divisua-lisasikan), dan reliabilitas (dependability, proses penelitian dapat diinterpretasikan, dengan hasil yang sarna). Berkaitan dengan itu, Yin mengajukan lima komponen penting dalam desain studikasus. Kelima komponen tersebut adalah: Pertanyaan-pertanyaan penelitian; Proposisi penelitian (jika diperlukan). Proposisi ini memberi isyarat kepada peneliti mengenai sesuatu yang harus diteliti dalam lingkup studinya Unit-unit analisis penelitian. Hal ini menunjuk pada apa sesungguhnya yang dimaksud harus ditentukan terlebih dahulu secara jelas Logika yang mengaitkan data dengan proposisi Kriteria
untuk
menginterpretasikan
temuan.
Kedua
komponen
yang
disebutkanterakhir (4 & 5) menunjuk pada tahap-tahap analisis data dalam penelitian studikasus. Untuk mendesain penelitian studi kasus terdapat sekurang-kurangnya tiga macam rasionalitas yang harus diperhatikan, yakni : a. Bahwa kasus-tunggal pada dasarnya analog dengan eksperimen tunggal (dalam penelitian kuantitatif). Dalam konteks ini sebuah rasional muncul ketika kasus itutampak sebagai kasus renting dan relevan untuk menguji suatu teori yangdiletakkan sebelumnya sebagai perspektif. b. Sebuah kasus merefleksikan sesuatu yang ekstrem atau penuh keunikan sehingga menarik dan bermakna untuk ditelusuri c. Sebuah kasus yang dapat dikatakan sebagai kasus penyingkapan. Kasus semacam ini dapat ditemui seorang peneliti manakala ia berkesempatan memasuki suatu ranah sosial atau fenomena yang kurang diizinkan untuk diteliti secara alamiah. 10. Perhatian Orientasi teoritik dan pemilihan pokok studi kasus dalam penelitian kualitatif bukanlah perkara yang mudah, tetapi tanpa memperdulikan kedua hal tersebut akan
17
cukup
menyulitkan
bagi peneliti yang akan turun ke lapangan. Dengan memahami orientasi teoritik dan jenis studi yang akan dipilih maka setidak-tidaknya seorang peneliti telah akan mempersiapkan diri sebelum benar-benar terjun dalam kancah penelitian. Di dalam penyusunan desain penelitian kedua hal tersebut hendaknya sudahdapat ditentukan, meskipun masih bersifat sementana.Untuk dapat mengatasi kesulitan dalam menentukan orientasi teoritik pemilihan pokok studi, terutarna dalam studi kasus, Guba dan Lincoln (1987) memberikan saran-saran sebagai berikut: Pertama, bagi peneliti pemula hendaknya banyak membacasebanyak mungkin laporan-laporan kasus yang ada sehingga mereka dapat mempelajari bagaimana para peneliti menyusunnya. Kedua, mereka hendaknya bergabung dengan para penulis kasus yang baik untuk memahami bag aimana mereka bekerja. Ketiga,mereka harus berlatih menulis laporan kasus, dan Terakhir, mereka harus memintakritik-kritik yang positif dan para ahli.
18
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian non tes yang digunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya jawab sepihak, atau dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut.
19