TAHUN XXXVIII EDISI 387
FEBRUARI 2007
LANGKAH KONSISTEN REFORMASI KEPABEANAN PROFIL
WAWANCARA
“INGIN MENYUSUN PANDUAN TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA”
“SEKECIL APAPUN PENYELUNDUPAN, HARUS DITINDAK !”
MENUNGGU IMPLEMENTASI M. SADIATMO S.
IRMADI LUBIS
DARI REDAKSI
Tahun Baru, Undang-Undang Baru
T
idak mudah untuk membuat suatu undang-undang. Lebih tidak mudah lagi ketika harus melakukan perubahan terhadap undangundang yang telah diterapkan belasan tahun lamanya. Namun itulah perjalanan sejarah undang-undang kepabeanan di negara Indonesia ini. Baru tahun 1995 Indonesia memiliki sendiri sebuah produk peraturan dibidang kepabeanan dengan disahkannya UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Sebelas tahun kemudian, tepatnya menjelang akhir tahun 2006, disahkan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Banyak hal yang mendasari perubahan UU No. 10 tersebut. Diantaranya yang tidak bisa disangkal adalah perubahan yang sangat cepat di lingkup regional dan global dalam bidang perdagangan, teknologi informasi termasuk politik. Ada banyak hal baru yang diatur di dalam UU No. 17/2006 diantaranya soal Bea Keluar yang sempat menjadi pemberitaan hangat di berbagai media dengan segala pro dan kontranya. Selain itu soal definisi penyelundupan serta sanksi yang lebih berat kepada masyarakat usaha termasuk kepada pegawai bea cukai yang melanggar, adalah sebagian dari poin-poin penting yang terkandung di dalam UU Kepabeanan ini. Kerja keras tim penyusun dan perumus materi perubahan undangundang yang prosesnya berlangsung selama kurang lebih dua tahun akhirnya tercapai sudah. Langkah selanjutnya tentu saja sosialisasi ke berbagai daerah tidak hanya untuk pegawai termasuk juga masyarakat usaha yang berkepentingan dengan bidang kepabeanan. Laporan utama WBC edisi kali ini yang mengangkat proses terbentuknya UU No. 17/2006, merupakan bagian dari sosialisasi undang-undang, yang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani diharapkan dapat mengakomodir pesatnya perkembangan industri dan perdagangan nasional, memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha, dan dapat merespon keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kepabeanan yang lebih cepat, baik, dan murah dengan berlandaskan transparansi dan akuntabilitas pelayan publik. Dan diharapkan, melalui undang-undang ini mampu meningkatkan citra DJBC di mata masyarakat. Persoalannya adalah, sebagus apapun suatu produk undangundang, tanpa diikuti dengan pelaksanaan yang bagus di lapangan maka hasilnya pun tidak akan menjadi lebih baik. Sehingga SDM dalam hal ini aparat DJBC adalah kunci dari keberhasilan pelaksanaan UU No. 17/2006, karena SDM yang akan menjalankan aturan yang ada. Dan ini harus disadari oleh seluruh lapisan pegawai DJBC. Bagaimanapun juga, dengan disahkannya UU No. 17/2006, telah menunjukkan langkah konsisten reformasi di bidang kepabeanan oleh pemerintah. Tinggal sekarang melihat bagaimana semangat reformasi tersebut benar-benar dijalankan oleh para petugas DJBC dalam tugas keseharian di lapangan, dimulai di tahun yang baru ini. Dan setelah UU Kepabeanan, berikutnya: UU Cukai. Lucky R. Tangkulung
TERBIT SEJAK 25 APRIL 1968 MISI: Membimbing dan meningkatkan kecerdasan serta kesadaran karyawan Direktorat Jend eral Bea dan Jende Cukai terhadap tugas negara Mendekatkan Hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan Direktorat Jend eral Jende Bea dan Cukai dengan masyarakat IZIN DEPPEN: NO. 1331/SK/DIRJEN-G/SIT/72 TANGGAL, 20 JUNI 1972 ISSN.0216-2483 PELINDUNG Direktur Jenderal Bea dan Cukai: Drs. Anwar Suprijadi, MSc PENASEHAT Direktur Penerimaan & Peraturan Kepabeanan dan Cukai: Drs. M. Wahyu Purnomo, MSc Direktur Teknis Kepabeanan Drs. Teguh Indrayana, MA Direktur Fasilitas Kepabeanan Drs. Ibrahim A. Karim Direktur Cukai Drs. Frans Rupang Direktur Pencegahan & Penyidikan Drs. Erlangga Mantik, MA Direktur Verifikasi & Audit Drs. Thomas Sugijata, Ak. MM Direktur Kepabeanan Internasional Drs. Kamil Sjoeib, M.A. Direktur Informasi Kepabeanan & Cukai Dr. Heri Kristiono, SH, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai Drs. Endang Tata Inspektur Bea dan Cukai Edy Setyo KETUA DEWAN PENGARAH Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: Dr. Djunaedy Djusan WAKIL KETUA DEWAN PENGARAH/ PENANGGUNG JAWAB Kepala Bagian Umum: Sonny Subagyo, S.Sos DEWAN PENGARAH Drs. Nofrial, M.A., Drs. Patarai Pabottinggi, Dra. Cantyastuti Rahayu, Marisi Zainuddin Sihotang, SH.,M.M. Drs. Martediansyah M.P.M, J. Didit Krisnady, SH Ir. Sucipto, M.M Ir. Azis Syamsu Arifin PEMIMPIN REDAKSI Lucky R. Tangkulung REDAKTUR Aris Suryantini, Supriyadi Widjaya, Ifah Margaretta Siahaan, Zulfril Adha Putra FOTOGRAFER Andy Tria Saputra KORESPONDEN DAERAH Donny Eriyanto (Balikpapan), Bendito Menezes (Denpasar), Bambang Wicaksono (Surabaya) KOORDINATOR PRACETAK Asbial Nurdin SEKRETARIS REDAKSI Kitty Hutabarat PIMPINAN USAHA/IKLAN Piter Pasaribu TATA USAHA Mira Puspita Dewi S.Pt., M.S.M., Untung Sugiarto IKLAN Wirda Renata Pardede SIRKULASI H. Hasyim, Amung Suryana BAGIAN UMUM Rony Wijaya PERCETAKAN PT. BDL Jakarta ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jl. Jenderal A. Yani (By Pass) Jakarta Timur Telp. (021) 47865608, 47860504, 4890308 Psw. 154 - Fax. (021) 4892353 E-Mail : -
[email protected] -
[email protected] REKENING GIRO WARTA BEA CUKAI BANK BNI CABANG JATINEGARA JAKARTA Nomor Rekening : 8910841 Pengganti Ongkos Cetak Rp. 10.000,-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
1
DAFTAR ISI
5
1 3 19
Laporan Utama Setelah 50 tahun Indonesia merdeka, Indonesia baru memiliki UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Untuk mengantisipasi aturan pabean yang sesuai dengan perubahan jaman, UU Kepabeanan tersebut telah diamandemen menjadi UU No. 17 tahun 2006. Simak liputan lengkapnya dalam laporan utama. 25
16
37
Wawancara Rampungnya proses amandemen UU Kepabeanan diharapkan dapat meningkatkan citra DJBC, selain melindungi industri dalam negeri dari bahaya penyelundupan. Simak wawancara WBC dengan Irmadi Lubis.
38 44
46
29
Daerah ke Daerah Dengan potensi pelabuhan dan lokasi yang cukup dekat dengan pusat bisnis, KPBC Tipe A Merak bertekad menjadikan standar kinerja dari KPU sebagai benchmark. Simak pula upaya penggagalan penyelundupan yang dilakukan oleh petugas KPBC Tipe A Dumai serta upaya penggagalan penyelundupan situs purbakala ke luar negeri.
52 53
57
58
62
76
Profil
Ia mengaku tidak memiliki obsesi dan ambisi tertentu dalam karirnya. Ia hanya ingin melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Simak perjalanan hidup M. Sadiatmo S. dalam profil WBC kali ini.
2
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
67 68 70 72
DARI REDAKSI KARIKATUR KEPABEANAN INTERNASIONAL - Pengumuman Pemenang Lomba Karya Tulis Bahasa Indonesia dan Karikatur dalam rangka Hari Pabean Sedunia 2007 - Menyibak Kelamnya Pembajakan di Indonesia Dengan Kampanye Anti Pembajakan yang Efektif - MoC Antara DJBC dan Nothern Territory Australia KEPABEANAN Tahun 2006, Terget Bea Masuk dan Cukai Tidak Tercapai PENGAWASAN Terbukti Melakukan Multi Kasus PT. TNP Diblokir DJBC. SEPUTAR BEACUKAI SIAPA MENGAPA - Bambang Irawan - Slamet Wahyono Priadi - Togap Sihite INFO PEGAWAI - Laporan Penerimaan Hewan Qurban - Mutasi dan Promosi Eselon II di Depkeu. - Pelantikan Eselon III dan IV di DJBC. - Pegawai Pensiun Per 1 Februari 2007. INFO PERATURAN SEKRETARIAT Bea dan Cukai Terapkan Standar Pelayanan Publik. PERISTIWA Kinerja Tahun 2007, Topik Utama Dalam Rapim Pertama Depkeu. CUKAI Cara Mendapatkan Pita Cukai Hasil Tembakau. OPINI - Impor dan Impor Untuk Dipakai (IUD) - Telaah Kuantitatif Kebijakan Cukai Rokok Spesifik 2007. RUANG KESEHATAN Tangan Kidal, Kelainankah ? RENUNGAN ROHANI Berbuat Curang RUANG INTERAKSI Ibuku Tak Mencintaiku SELAK Wina, Kota Konser Musik Klasik
KARIKATUR JUARA I
LOMBA KARIKATUR DALAM RANGKA HARI PABEAN SEDUNIA KE-55 TAHUN 2007 KARYA : WIDIA ARIADI, SS, MPA NIP : 060094232 UNIT KERJA : KPBC TIPE A4 KUPANG
3
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
LAPORAN UTAMA
PERJALANAN WAKTU
UU KEPABEANAN DI INDONESIA Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, baru 50 tahun kemudian, tepatnya tahun 1995 Indonesia memiliki Undang-Undang Kepabeanan, menggantikan peraturan kepabeanan peninggalan Belanda yang dinilai rumit dan sangat kompleks.
S
ebelum berlakunya UndangUndang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU No. 10/ 1995), dalam melakukan kegiatan kepabeanan, Indonesia masih menggunakan peraturan kepabeanan peninggalan Belanda yaitu Indische Tarrief Wet (stbl 1873 No. 135) dan
WBC/ATS
Tarrief Ordonanttie (stbl 1910 No. 628). Seiring perjalanan waktu, kedua aturan tadi dinilai tidak efektif dan efisien karena begitu rumitnya proses birokrasi yang ujung-ujungnya menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Hal ini disampaikan Soenarno, Widyaiswara pada Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Bea dan Cukai yang pernah mengalami masa berlakunya peaturan kepabeanan peninggalan Belanda. Menurutnya, sebelum diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1995, dira-
4
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
sakan, proses birokrasinya sangat rumit. Dimana setiap barang yang datang dari luar negeri harus melalui pemeriksaan fisik untuk disesuaikan dengan dokumennya. Soenarno sendiri ketika itu tidak mengerti mengapa prosesnya harus begitu rumit, harus melalui 13 meja. Tentunya proses seperti ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Aturan buatan Belanda tersebut lanjut Soenarno, pada akhirnya menyebabkan Bea Cukai menjadi ‘sangat berkuasa’ di pelabuhan, dimana para pengusaha mau tidak mau harus mengikuti panjangnya jalur birokrasi yang mencapai 13 meja. Meski begitu kelebihan produk dari kolonial yang menitikberatkan pada pemeriksaan fisik barang tersebut berdampak pada kecilnya penyelundupan, namun hal ini menjadi kontra produktif karena mengakibatkan terjadinya penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan, diantaranya Pelabuhan Tanjung Priok yang ketika itu harus melalui proses pemeriksaan fisik barang. Hal senada juga diungkapkan Wirawan Sahli. Pensiunan pegawai Bea dan Cukai (terkahir menjabat Kepala KPBC Bandung) ini menceritakan kembali pengalamannya saat masih berlaku dua aturan kepabeanan peninggalan Belanda. Menurut Wirawan,
FOTO : ISTIMEWA
TIM PENYUSUN. Para anggota tim penyusun UU No.10/1995
karena proses kepabeanan yang harus dilalui sangat rumit dan berbelit-belit mengakibatkan situasi pelayanan, terutama pelayanan dokumen kepabeanan menjadi sangat hectic (padat). Bahkan ia ungkapkan, untuk mengurus satu dokumen tidak hanya cukup melalui 13 meja, melainkan sekitar 40 meja. “Sebenarnya kalau dihitung hanya 13 meja, tetapi jika importir mau menghadap ke kepala bidangnya harus menemui penjaga pintu (gate) dan dicatat dulu. Nah kalau dihitung hampir 40 meja karena hampir semua pejabat pada masa itu memiliki petugas pencatat, sebab mereka tidak mencatat sendiri per dokumennya melainkan diserahkan kepada anak buahnya,”ujar Wirawan. “Bayangkan setiap akan bertemu satu-persatu pejabat yang berwenang menandasahkan dokumen harus melalui gate yang cukup banyak dan ini sudah pasti mau tidak mau banyak keluar biaya,” ujarnya lagi. Inilah yang menimbulkan keluhan dari importir, diperparah lagi ketika itu belum ada pemisahan jalur seperti sekarang, antara jalur merah dengan jalur hijau. Sehingga antara importir yang bereputasi baik dengan importir yang nakal mendapat perlakuan yang sama. “Importir baik pun harus melalui pro-
ses yang panjang, mestinya yang harus melalui proses panjang adalah yang terkena jalur merah saja, tetapi ini, untuk barang proyek pemerintah pun harus melalui meja yang banyak dan melalui pemeriksaan fisik semua. Jadi importir bagus dan jelek perlakuannya sama. Semua itu dianggap jalur merah, importir bonafid pun dianggap sebagai jalur merah, walaupun nyatanyata barang untuk proyek pemerintah. Berbeda dengan sekarang sudah ada pemisahan antara jalur hijau dengan merah,” ujar Wirawan. Kondisi ini akhirnya menyebabkan terhambatnya arus barang, dikarenakan dokumen untuk pengeluaran barang membutuhkan waktu cukup lama dalam penyelesaiannya. Karena banyaknya tumpukan kontainer di Tanjung Priok, lanjut Soenarno, maka dibuatlah kebijakan untuk membuat tempat penimbunan kontainer di Cakung dengan manajemen yang khusus menangani hal itu. Sehingga dibentuklah Kantor Wilayah (Kanwil) Bea dan Cukai Cakung. “Ketika ada kongesti (penumpukan peti kemas) di Tanjung Priok, bukannya memperbaiki sistem dan prosedur bea cukai, melainkan dibuat kanwil Cakung,”ujar Soenarno. Akibat rumitnya birokrasi Bea dan Cukai saat itu yang berdampak pada
terjadinya kongesti dan lemahnya perekonomian Indonesia, maka pemerintah melakukan serangkaian deregulasi dan debirokratisasi untuk memangkas semua hambatan. Hal itu dilakukan pemerintah dalam upaya memacu peningkatan ekspor non migas. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menjadi salah satu lembaga yang mengalami pembenahan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 tahun 1985. Dalam inpres tersebut sebagian tugas DJBC dibekukan dan mengalihkannya pada surveyor asing yang disewa pemerintah untuk pemeriksaan barang impor Indonesia di negara asal barang.
MENUJU UU KEPABEANAN YANG MODEREN Mengenai kondisi prosedur pelayanan kepabeanan yang masih menggunakan aturan peninggalan Belanda, menurut salah seorang mantan Sekretaris DJBC era tahun 1973-1981, Drs. Kusmayadi, melihat bahwa praktek dari aturan warisan kolonial yang sangat kompleks tersebut lantas tidak membuat pemerintah berpangku tangan dengan hanya menjalankan aturan yang ada. Sejak tahun 1970-an, lanjut Kusmayadi, pimpinan DJBC telah mengajukan beberapa kali keinginan untuk menga-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
5
LAPORAN UTAMA DOK. WBC
KUSMAYADI. pimpinan DJBC telah mengajukan beberapa kali keinginan untuk mengadakan pembaharuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai
dakan pembaharuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai. Hal tersebut kemudian mendapat respon dari Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan nomor KEP. 100/MK/7/I/1975 tentang pembentukan tim persiapan penyusunan undang-undang tentang kebeacukaian beserta dengan pelaksanaannya dengan bantuan International Monetary Fund (IMF) hingga 1977. Selanjutnya, untuk lebih meningkatkan upaya tersebut, berbagai perubahan, penyempurnaan tugas dan pembentukan susunan anggota tim dilakukan. Upaya tersebut diperkuat dengan berbagai Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mulai dari tahun 1975 hingga terakhir Keputusan Menteri Keuangan tahun 1993. Upaya tersebut tampaknya masih mengalami hambatan dalam prakteknya. Hambatan tadi antara lain; susunan anggota tim yang sering berubah karena adanya mutasi, banyaknya pola pikir yang mengarah pada pemikiran bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Kepabeanan (RUU) merupakan “proyek kering” dan membosankan, kurang pedulinya para tenaga ahli Bea dan Cukai terhadap kebutuhan pembaharuan peraturan perundang-undangan kepabeanan sehingga input sangat minim. Bahkan kurangnya pakar dibidang kepabeanan pun menjadi salah satu hambatan belum terbentuknya UndangUndang Kepabeanan sebelum tahun 1995. Upaya untuk terus memperjuangkan terbentuknya Undang-Undang Kepabeanan mulai membuahkan hasil 6
WARTA BEA CUKAI
dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 827/KMK/05/1993 mengenai pembentukan tim perundang-undangan yang baru dimana Jusuf Anwar (mantan Menteri Keuangan era 2005) ketika itu diangkat sebagai ketua tim penyusun RUU Kepabeanan dan Cukai dan Soeharjo, Dirjen Bea dan Cukai ketika itu sebagai ketua tim dari DJBC dengan anggota sebanyak 27 orang. Setelah terbentuknya tim penyusun RUU, berbagai langkah dilakukan, yaitu dengan menindaklanjuti masukan dari biro hukum dan perundang-undangan Sekretariat Negara, instansi terkait dan ahli hukum guna penyempurnaan RUU Kepabeanan dan Cukai. Selanjutnya tim juga melakukan pembahasan dan penyusunan kembali dalam rangka penyempurnaan RUU Kepabeanan dan Cukai sesuai Inpres Nomor 15 tahun 1970 dan melakukan presentasi kepada Menteri Keuangan dan para pejabat eselon I dilingkungan Departemen Keuangan. Penyiapan nota prakarasa kepada Presiden dan melakukan perubahan di lingkungan inter departemen termasuk langkah yang diambil tim ketika itu. Berbagai aspek dalam penyusunan RUU Kepabeanan dan Cukai menjadi perhatian tim, seperti aspek yuridis yang sesuai dengan falsafah negara yaitu Pancasila, aspek kebijaksanaan pembangunan nasional dan kebutuhan tuntutan perkembangan atas hasil pembangunan yang telah diperoleh. Untuk membuat suatu undang-undang tentunya diperlukan juga berbagai referensi guna mendukung terbentuknya suatu undang-undang yang ideal dan sesuai dengan perkembangan zaman. Begitu juga dengan UU Nomor 10/1995, dimana pemerintah menggunakan referensi dari World Customs DOK. WBC
SOENARNO. UU No.10/1995 sudah baik, namun masih ditemukan adanya pkekurangsempurnaan
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Organization (WCO) sebagai induk organisasi pabean dunia, Kyoto Convention, Nairobi Convention, Hamonized Commodity Description and Coding System Convention dan juga Uruguay Round. Selain itu World Trade Organization, GATT Valuation Agreement, GATT Code on Dumping and Subsidies,Trade Related Aspect of Intelectual Property Right (TRIPs), Perundang-undangan Kepabeanan dari negara ASEAN dan negara lainnya diantaranya Jepang, Amerika Serikat dan India serta hasil studi banding dan kunjungan dari beberapa negara. Selain referensi dari luar, pemerintah juga mengambil referensi dari dalam negeri seperti Perundangundangan Perpajakan melalui UndangUndang Nomor 6 tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dan ditambah, Undang-Undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang nomor 21 tahun 1961 tentang Merk, RUU Pabean, RUU Tarif dan RUU Cukai hasil Tim Penyusun RUU Cempaka Putih tahun 1986, termasuk juga literatur-literatur kebeacukaian.
HAMBATAN DALAM PEMBENTUKAN UU KEPABEANAN Dalam proses pembentukannya, UU Nomor 10 tahun 1995 mengalami beberapa proses yang agak rumit. Seperti yang disampaikan Kusmayadi ketika menceritakan hambatan dalam proses pembentukkan Undang-Undang Kepabeanan. Ia mencontohkan ketika pemerintah melakukan konsultasi hukum dengan pihak akademisi dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia, belum menghasilkan suatu masukan, perubahan atau hal-hal yang berkaitan dengan RUU. Hal ini lebih dikarenakan pada padatnya program pengajaran dan hal lainnya di kampus. Disamping itu, faktor waktu yang dibutuhkan kalangan akademisi untuk melakukan konsolidasi ke dalam untuk menyusun RUU juga menjadi hambatan, disamping kesulitan dalam penyediaan literatur, dan publikasi serta kurangnya pengalaman dibidang kepabeanan, sehingga bantuan yang sifatnya akademis tidak tuntas terselesaikan. Namun hambatan serupa tidak sampai ditemui ketika pemerintah melakukan konsultasi dengan Lembaga Pembinaan Bahasa Nasional dalam rangka penterjemahan kata asing ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Diakui Kusmayadi, kesulitan memang ditemui ketika konsultasi tersebut, terutama ketika dilakukannya penterjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, namun hal tersebut dapat diselesaikan. Selain dengan pihak akademisi dan juga ahli bahasa, konsultasi juga dilaku-
DOK. WBC
kan dengan pihak lain seperti stakeholder, perwakilan negara-negara asing departemen atau instansi terkait. Konsultasi juga melibatkan partai politik di DPR yang ketika itu cukup berpengaruh.
PANDANGAN PARLEMEN TENTANG UU NOMOR 10 TAHUN 1995 Setelah melalui pembahasan dan juga perdebatan dalam penyusunannya, akhirnya Indonesia memiliki UndangUndang Kepabeanan yang baru menggantikan produk lama peninggalan kolonial, sekaligus kembalinya kewenangan Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan barang yang sebelumnya dilakukan oleh surveyor asing, termasuk tidak lagi berlakunya Inpres Nomor 4 tahun 1985. Tepatnya pada 30 Desember 1995 RUU Kepabeanan dan RUU Cukai disahkan menjadi UU No.10 dan No.11 tahun 1995 yang diundangkan di Jakarta. Dalam pandangan fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ketika itu, ada beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian dari pemerintah, diantaranya, masalah sumber daya manusia (SDM) dan profesionalisme pelaksanaan tugas menjadi tolok ukur yang diberikan kepada DJBC, mengingat dengan SDM yang berkualitas dan profesional bisa menghindari terjadinya distorsi yang dapat mengganggu perekonomian nasional. Masalah pengamanan terhadap penerimaan negara juga menjadi perhatian pemerintah. Disamping itu, yang menjadi perhatian DPR adalah pengawasan dan ketegasan mengenai definisi kepabeanan mengingat hal tersebut bisa dijadikan patokan bagi DJBC dalam menjalankan tugasnya yang notabene sangat berbeda dengan isi dari peraturan kepabeanan produk kolonial yang dianggap masih tidak tegas, terutama mengenai definisi daerah pabean yang sama sekali tidak diatur. Atas pandangan dari DPR tersebut kemudian pemerintah memberikan jawabannya. Menurut pemerintah, DJBC telah siap menjalankan UU No. 10/1995 dengan berbagai kesiapan diantaranya dengan menyiapkan SDM yang berkualitas yang telah melalui pendidikan yang diselenggarakan oleh DJBC. Salah satu hal terbaru yang diatur dalam UU No.10/1995 yang tidak terdapat dalam ordonasi bea dan UndangUndang Tarif adalah tentang adanya Lembaga Banding yang merupakan adaptasi dari Undang-Undang Pajak sebagai sarana untuk penyelesaian sengketa kepabeanan yang terjadi akibat adanya keputusan pabean yang tidak dapat diterima oleh importir atau eksportir. Dalam hal ini Keputusan Lembaga Banding dianggap final dalam tingkat administrasi. Artinya keputusan majelis tidak dapat diajukan lagi kepada institu-
WORLD CUSTOMS ORGANIZATION (WCO). Referensi WCO menjadi acuan dalam pembuatan UU No.10/1995.
si administrasi yang lebih tinggi. Namun mengingat Lembaga Banding bukan merupakan lembaga peradilan, maka keputusan masih dapat diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
PENERAPAN UU NOMOR 10 TAHUN 1995 Setelah disahkannya UU Nomor 10 tahun 1995, pelaksanaan UU Kepabeanan dalam prakteknya di lapangan mendapat tanggapan beragam, baik dari kalangan pengusaha maupun juga dari kalangan DJBC sendiri. Pada suatu kesempatan salah seorang pengusaha mengatakan bahwa aturan DJBC melalui UU No. 10/ 1995 sudah dijalankan dengan baik dan masih dapat diikuti oleh pengusaha, walaupun diakui masih ditemui adanya beberapa permainan yang melibatkan oknum perusahaan dengan oknum petugas di lapangan. Ketika ditanya mengenai permainan tersebut, pengusaha tadi enggan untuk meyampaikannya, namun secara tegas ia mengatakan bahwa aturan tersebut sudah cukup baik. Soenarno mengatakan bahwa UU No.10/1995 sudah baik, namun masih ditemukan adanya kekurangsempurnaan. Ia contohkan, adanya suatu terobosan yang sifatnya inovatif namun tidak mempunyai pijakan hukum yang cukup kuat. Misalnya mengenai adanya Jalur Prioritas. Menurutnya, Jalur Prioritas, tidak memiliki dasar hukum dalam UU No. 10/ 1995. Begitu pula dengan registrasi importir yang tidak ada di undang-tersebut, padahal hal tersebut sangat diperlukan. Begitu juga mengenai masih banyaknya penyelundupan dan isu yang melemahkan Bea dan Cukai. “Itu kayaknya
belum memuaskan pengguna jasa. Setelah dilihat ketentuannya, pasal-pasal mengenai penyelundupan tidak sempurna karena tidak diatur secara spesifik. Makanya kemudian dilakukan perubahan dalam UU baru yang sesuai dengan tuntutan masyaraka,” ujar Soenarno. Hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang petugas bea cukai yang sempat ditemui WBC. Menurutnya, UU No.10/1995 sudah baik dan sudah mencerminkan perkembangan dunia yang pesat saat ini. Petugas bea cukai ini mengatakan, bahwa peraturan perundang-undangan dimanapun pastinya tidak ada yang sempurna, hanya saja dibutuhkan kebijakan yang tegas dari atasan kepada bawahannya mengenai pelaksanaan undang-undang tersebut sehingga tidak muncul interpretasi lain dilapangan. Ketika ditanya mengenai telah diamandemennya UU No.10/1995 yang kini menjadi UU Nomor 17 tahun 2006, ia merasa cukup pesimis bahwa undang-undang baru tersebut bisa dijalankan dengan baik jika tidak disertai dengan perubahan pola pikir mulai dari tingkat atas sampai kebawah. Namun apabila pola berpikir tersebut telah berubah, sudah pasti undang-undang tersebut bisa dijalankan, mengingat banyak hal-hal baru yang secara tegas diatur, seperti mengenai sanksi yang diberikan kepada petugas dan juga stakeholder yang tidak patuh. ”Jadi sekali lagi tinggal bagaimana kita mengubah pola pikir, kalau pola pikir kita tidak berubah, percuma,”ujar petugas bea cukai tersebut. zap
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
7
LAPORAN UTAMA
UU Nomor 17/2006
KEPASTIAN HUKUM SESUAI PERKEMBANGAN JAMAN Perkembangan dunia yang pesat saat ini, menuntut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk selalu siap mengantisipasi aturan dibidang kepabeanan yang sesuai dengan perubahan zaman. DOK. WBC
SIDANG PARIPURNA. Pengesahan UU No.17/2006 yang disahkan oleh DPR melalui sidang paripurna
S
alah satu upaya mengantisipasi perubahan tersebut adalah dengan mengamandemen UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 (UU No.10/1995) tentang kepabeanan yang telah diundangkan pada tanggal 15 Nopember 2006 melalui UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 (UU No.17/2006) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang proses amandemennya telah berlangsung selama kurang lebih dua tahun. Wakil Ketua Tim RUU Kepabeanan, yang juga Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC, Ibrahim Karim mengatakan, adanya tuntutan tersebut mendorong DJBC untuk melakukan upaya maksimal dan menempuh langkah-langkah strategis guna melakukan perbaikan dan reformasi di bidang kepabeanan termasuk didalamnya melakukan pengkajian terhadap daya cakup UU No. 10/1995 tentang kepabeanan. Selain itu lanjut Karim, perkembangan politik Indonesia menuntut pula adanya persamaan perlakuan antara
8
WARTA BEA CUKAI
masyarakat usaha dan aparat DJBC sebagai lembaga penegakkan hukum dibidang kepabeanan. “Inilah yang menjadi latar belakang mengapa diperlukan amandemen UU No.10/1995,selain adanya perubahan lingkungan strategis baik di tingkat regional dan global, perkembangan teknologi informasi dan lain sebagainya,”ujar Karim menceritakan latar belakang amandemen terhadap UU. No.10/1995.
SANKSI LEBIH BERAT Dalam UU No. 17/2006 terdapat beberapa hal baru yang sebelumnya tidak terangkum dalam UU No.10/1995, begitu pula dengan kewenangan DJBC ada yang ditambahkan (lihat tabel). Salah satunya adalah mengenai pembinaan pegawai yang tercantum pada pasal 103(A) UU No.17/2006. Alasan dicantumkannya masalah pembinaan pegawai dalam undang-undang tersebut menurut Karim, karena adanya pandangan masyarakat yang menilai bahwa UU No.10.1995 belum mengatur secara tegas hak dan kewajiban aparat DJBC
EDISI 387 FEBRUARI 2007
sebagai pengemban amanat UndangUndang Kepabeanan. “Masyarakat menilai undangundang(UU No.10/1995.red) lebih banyak mengatur tentang kewajiban pengguna jasa kepabeanan sementara kewajiban aparat DJBC sendiri belum secara eksplisit diatur didalamnya,”ujar Karim kembali. Mengenai timbulnya hal tersebut Karim menjelaskan, masyarakat menghendaki agar Undang-Undang Kepabeanan mempunyai unsur keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat usaha dan hak dan kewajiban aparat DJBC. Salah satu aspek keseimbangan yang diharapkan masyarakat tersebut lanjutnya, adalah adanya ketentuan yang mengatur mengenai sanksi bagi aparat DJBC yang menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi dan golongan. “Sebenarnya ketentuan mengenai sanksi ini sudah diatur dalam produk hukum lain, namun masyarakat menghendaki hal tersebut diatur secara lebih jelas dalam undang-undang kepabeanan,”terang Karim kembali. UU No. 17/2006 lanjutnya, mengatur secara tegas bentuk reward and punishment bagi pegawai sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai. Begitu pula mengenai sanksi yang dikenakan kepada stakeholder yang diketahui bermasalah. Sebab itu Karim menghimbau kepada para pengguna jasa agar tidak mencobacoba untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum dalam memenuhi kewajiban kepabeanan, karena sanksi atas pelanggaran kepabeanan dan pidana kepabeanan sangat berat. ”Mereka (oknum pengusaha) jangan coba-coba melakukan perbuatan pidana, apalagi kalau melibatkan petugas, karena sanksi yang dikenakan kepada mereka berat, apalagi kepada para pegawai, sanksi untuk mereka (oknum pegawai) ditambah sepertiga dari sanksi untuk penyelundup,”himbau Karim. Sementara itu menurut Soenarno, Widyaiswara pada Pusdiklat Bea Cukai, dengan adanya sanksi yang berat lantas jangan dijadikan sebagai alasan untuk takut bertindak bagi petugas di lapangan.
WBC/ATS
HAL-HAL BARU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006
IBRAHIM KARIM. Langkah-langkah strategis guna melakukan perbaikan dan reformasi di bidang kepabeanan termasuk didalamnya melakukan pengkajian terhadap daya cakup UU.No10/1995 tentang kepabeanan
Selama tindakan yang diambil petugas dalam koridor yang benar, atau dilakukan dengan itikad baik, tidak ada alasan untuk takut mengambil keputusan. Karena jika dilakukan dengan itikad baik maka akan dilindungi. “Untuk itu harus ada dukungan dari berbagai pihak baik lingkungan maupun dari atasannya,”ujar Soenarno. Sanksi yang dikenakan kepada para pengusaha yang melakukan penyelundupan diantaranya tercantum pada pasal 102 UU No.17/2006 dimana pada pasal tersebut sanksi pidana penjara dikenakan paling singkat satu tahun, paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), disamping pasal-pasal lainnya WBC/ATS
A. PENGAWASAN BEA KELUAR ATAS EKSPOR BARANG DENGAN KRITERIA TERTENTU B. PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DI DALAM DAERAH PABEAN C. REGISTRASI KEPABEANAN D. PERUBAHAN DATA DALAM PEMBERITAHUAN PABEAN AKIBAT KEKHILAFAN YANG NYATA E. PENGATURAN MENGENAI DATA ELELTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH F. JANGKA WAKTU IMPOR SEMENTARA G. BEA MASUK TINDAK PENGAMANAN (SAFEGUARD TARIFF) H. PENINDAKAN OLEH PEJABAT BEA DAN CUKAI ATAS BARANG YANG DIDUGA TERKAIT DENGAN TINDAKAN TERORISME DAN /ATAU KEJAHATAN LINTAS NEGARA I. PEMERIKSAAN JABATAN J. PEMBETULAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI OLEH DIREKTUR JENDRAL K. KEBERATAN SELAIN TARIF DAN NILAI PABEAN L. KODE ETIK M. SANKSI KEPADA PEJABAT BEA DAN CUKAI APABILA PEJABAT SALAH MENGHITUNG ATAU MENETAPKAN BEA MASUK ATAU BEA KELUAR TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG INI SEHINGGA MENGAKIBATKAN BELUM TERPENUHINYA PUNGUTAN NEGARA N. KEWENANGAN DJBC UNTUK MENGAWASI BARANG DI DALAM FREE TRADE ZONE KEWENANGAN DJBC YANG DITAMBAHKAN KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DI DALAM DAERAH PABEAN l KEWENANGAN DIREKTUR JENDERAL UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN KEBERATAN SELAIN TARIF DAN/ATAU NILAI PABEAN l KEWENANGAN PEJABAT BEA CUKAI UNTUK MENEGAH BARANG YANG DIDUGA TERKAIT DENGAN TERORISME DAN KEJAHATAN LINTAS NEGARA l KEWENANGAN KHUSUS DIREKTUR JENDERAL UNTUK MELAKUKAN PEMBETULAN, PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN DENDA ADMINISTRASI DAN SURAT TAGIHAN BEA MASUK l KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN PENYEGELAN OLEH PEJABAT DALAM RANGKA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN l PEMERIKSAAN JABATAN (EX OFFICIO) BERDASARKAN DUGAAN BAHWA TELAH ATAU AKAN TERJADI SUATU PELANGGARAN KEPABEANAN. l
* Sumber wawancara dengan Ibrahim Karim
BACHTIAR. Sering terjadi diskusi menarik antara anggota tim degan peserta TOT
seperti pasal 103 hingga pasal 109. Sementara pada UU No. 10/1995, pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima Ratus Juta rupiah) Lebih lanjut Karim mengatakan, penangkalan penyelundupan yang terdapat pada UU No.10/1995 dirasa masih belum tegas. Hal ini dapat dilihat pada pasal 102 dimana pada pasal tersebut menyebutkan,”Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan.” Hal ini
yang dinilai kurang tegas karena dalam penjelasan dinyatakan bahwa pengertian “tanpa mengindahkan” adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur,”ujarnya “Berarti jika memenuhi salah satu kewajiban seperti menyerahkan pemberitahuan pabean tanpa melihat benar atau salah, tidak dapat dikategorikan sebagai penyelundupan. Karenanya pada pasal 102 UU No.17/2006 dirumuskan secara tegas tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan,”terang Ibrahim Karim kembali. Ada sanksi tentunya pula ada peng-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
9
LAPORAN UTAMA WBC/ATS
AGUS AMIWIJAYA. Hal-hal baru yang tercantum dalam UU. No17/2006 adalah hal yang menarik dalam diskusi antara peserta TOT dengan para penyaji makalah
hargaan, UU No.17/2006 juga mengatur mengenai pemberian penghargaan kepada petugas yang berhasil menangani pelanggaran kepabeanan. Pasal 113 (D) mengatur tegas mengenai hal ini, dimana orang perorangan, kelompok orang, dan /atau unit kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran kepabeanan berhak memperoleh premi, dengan jumlah premi yang diberikan paling banyak 50 persen dari sanksi administrasi berupa denda dan/ atau hasil lelang barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan. Begitu pula dengan premi yang diberikan dalam hal keberhasilan melakukan penangkapan yang merupakan barang larangan dan/atau dibatasi. Dalam hal ini, besarnya premi yang diberikan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
KEPASTIAN HUKUM SEBAGAI INDIKATOR Setelah berhasil diamandemen melalui UU No.17/2006, Karim optimis undang-undang kepabeanan tersebut bisa dijalankan dengan baik oleh stakeholder maupun para petugas di lapangan. Menurutnya, keberhasilan undangundang tersebut dapat dijalankan dengan baik atau tidak, dapat dilihat dari berbagai faktor, antara lain, meningkatnya kelancaran arus barang impor dan ekspor, tercapainya target penerimaan negara, berkurangnya penyelundupan, semakin berkurangnya pelanggaran dibidang kepabeanan dan meningkatnya investasi di dalam negeri. Namun secara umum ia mengatakan, indikator keberhasilan suatu undang-undang efektif atau tidak dalam pelaksanaannya dapat dilihat dari terciptanya kepastian hukum, dalam arti apakah tujuan dari terbentuknya 10
WARTA BEA CUKAI
undang-undang tersebut sudah tercapai atau belum dan tidak ada kendala dalam pelaksanaannya. Bagaimana pun juga Karim optimis, UU No.17/2006 akan membuat DJBC semakin baik, mengingat dalam undangundang tersebut ditambah beberapa ketentuan sebagai dasar hukum pelaksanaan pelayanan dan pegawasan yang selama ini telah dijalankan, seperti dasar hukum untuk registrasi kepabeanan, jalur prioritas dan sistem informasi kepabeanan. Disamping itu, undang-undang mengatur secara tegas bentuk reward and punishment bagi pegawai, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai. Ketika ditanya apakah akan ada evaluasi terhadap undang-undang tersebut, Karim mengatakan hal tersebut tidak ada. Namun jika masyarakat merasa bahwa suatu undang-undang tidak dapat lagi mengakomodir tuntutan masyarakat serta perubahan dan perkembangan lingkungan strategis, maka akan dilakukan perubahan atau juga penggantian undang-undang tersebut.
SIAP DISOSIALISASIKAN Hadirnya suatu ketentuan baru, tentunya memerlukan waktu untuk memahami dan mengerti akan isi ketentuan baru tersebut dan salah satu langkah yang diambil untuk itu adalah dengan melakukan sosialisasi. Mengenai sosialiasasi terhadap UU No.17/2006 kepada para petugas DJBC diseluruh Indonesia, Karim menjelaskan, bahwa hal tersebut akan dilaksanakan secara paralel dimasingmasing Kantor Wilayah (Kanwil) DJBC. Untuk itu lanjutnya, DJBC telah melakukan training of trainer (TOT) sosialisasi UU No.17/2006 pada 18 sampai 23 Desember 2006 di Kantor Pusat (KP) DJBC. Para peserta TOT merupakan pejabat yang ditunjuk dari masing-masing Kanwil DJBC dan widyaiswara dari Pusdiklat DJBC, yang kesemuanya berjumlah 123 orang. Para peserta yang telah mengikuti TOT tersebut diharapkan dapat melakukan sosialisasi undang-undang kepada para pegawai dan masyarakat usaha di masing-masing Kanwil. “Untuk lebih efektifnya, dalam beberapa sesi tim sosialisasi dari KP akan mendampingi pejabat dari Kanwil tersebut. Rencananya akan mulai kami laksanakan pada awal Januari 2007,”ujar Karim. Bachtiar, Kepala Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam yang juga anggota tim RUU Kepabeanan yang terlibat dalam pemberian materi TOT mengatakan, ia bersama dengan anggota tim menyampaikan materi mengenai ketentuan umum yang terdapat pada pasal I sampai dengan pasal 6, Bab II mengenai pengangkutan barang impor dan ekspor yang terdapat pada pasal 7(A) sampai dengan pasal 11 (A) dan Bab III mengenai tarif dan
EDISI 387 FEBRUARI 2007
nilai pabean yang diatur pada pasal 12 sampai 17 (A) dan pembahasan sampai pada pasal 23 mengenai bea masuk tindakan pengamanan. “Mengingat bab-bab awal merupakan ketentuan umum yang cukup mendasar, maka tidak dapat terlepas dengan babbab berikutnya, dalam artian keterkaitan antar pasal,” papar Bachtiar. Dalam TOT yang disampaikan bersama tim, sering terjadi diskusi menarik antara anggota tim dengan peserta TOT. Bachtiar mengatakan, ada beberapa masalah menarik yang mendapat perhatian peserta, diantaranya pengaturan mengenai pengangkutan barang tertentu di dalam daerah pabean, ruang lingkup undang-undang kepabeanan, kedatangan sarana pengangkut , Pre entry Classification dan Valuation Rulling (pasal 17A). “Yang lebih menarik lagi adalah pertanyaan peserta sudah masuk pada masalah yang belum dipaparkan seperti sanksi untuk pegawai.” Sedangkan menurut Agus Amiwijaya, Kepala Seksi Pencegahan pada Kanwil XVI DJBC Sulawesi, dengan adanya TOT, para trainer diharapkan mampu memberikan penjelasan kepada para pegawai di wilayah kerjanya mengenai implementasi UU No.17/2006, sehingga tidak harus selalu melalui KP DJBC. “Berkaitan dengan sosialiasi, jika undang-undang baru ini tersosialisasi dengan baik maka sangat diharapkan aplikasi di lapangan dapat terlaksana dengan baik,”ujarnya. Menurut Agus, petugas di lapangan termasuk dirinya harus siap menjalankan aturan baru ini, karena undang-undang sudah dibentuk dan tentunya sudah dipikirkan dengan baik isinya. Jangan sampai terjadi hambatan dalam aplikasinya karena masalah sumber daya manusia. ”Sekarang tinggal bagaimana para trainers mensosialisasikan undangundang ini kepada rekan kerja maupun juga stakeholder,”papar Agus. Ia mengatakan, hal-hal baru yang tercantum dalam UU No17/2006 adalah hal yang menarik dalam diskusi antara peserta TOT dengan para penyaji makalah, mengingat hal baru ini tidak tercantum pada UU No. 10/1995. ”Pada diskusi tersebut, suasananya sangat terbuka dan menggali sampai ke masalah yang detail, tujuannya agar para trainer di lapangan punya pemahaman yang sama tentang hal-hal baru tersebut,”ungkap Agus.
MELIBATKAN STAKEHOLDER Dalam proses pembentukkan UU. No17/2006, pemerintah melalui Menteri Keuangan membentuk tim penyusun RUU yang beranggotakan pejabat yang berasal dari DJBC, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Anggaran, Biro Hukum Departemen Keuangan, Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundangundangan, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen
Hukum dan HAM, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pembinaan Umum Pengelolaan Kekayaan Negara, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional dan Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Ekonomi Internasional, yang bertugas menyusun draft RUU tentang perubahan UU. No.10/1995. Selain itu, dalam penyusunan UU No. 17/2006, pemerintah juga meminta tanggapan dari para ahli hukum yang berkaitan dengan aspek hukum undang-undang kepabeanan. Para pakar tersebut terdiri dari Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH pakar Ilmu Hukum Fiskal Universitas Sumatera Utara, Prof. Romly Atmasasmita, SH,LLM pakar Ilmu Hukum Pidana Universitas Padjajaran Bandung dan Asril Sitompul, SH,LLM Pakar Telematika dari Pusat Informasi Hukum Indonesia. UU No.17/2006 lanjut Karim, sudah mengakomodir kepentingan berbagai pihak dalam hal ini kepentingan negara dan juga kepentingan para stakeholder. Ia mencontohkan, UU No.17/2006 mengatur ketentuan yang menjadi dasar hukum untuk menangkal penyelundupan dan mencegah pelanggaran kepabeanan. Sedangkan untuk kepentingan stakeholder, di undang-undang tersebut menambah ketentuan dasar hukum pemberian fasilitas kepabeanan dan perlindungan terhadap perdagangan dan industri dalam negeri. “Kepentingan para stakeholder yang terangkum dalam UU No.17/ 2006 bukan dilakukan tanpa melibatkan mereka (stakeholder)dalam proses penyusunannya. Pendapat mereka ditampung pada saat Kelompok Kerja Bidang Kepabeanan melakukan dengar pendapat dengan mitra kerja yang berasal dari Kadin, INSA, Asperindo, Inaca, Gafeksi, ISAA, PBMI, Pelindo II, Angkasa Pura I, APKB, GPEI, Ginsi, Depalindo dan OSRA,” lanjut Karim. Dalam penyusunan UU No.17/ 2006, stakeholder sangat berperan dalam proses penyusunannya. Dalam proses penyusunan draft, tim penyusun RUU Kepabeanan telah meminta saran dan masukkan dari asosiasi terkait. Begitu pula pada proses pembahasan di DPR, Panja Kepabeanan DPR-RI juga meminta masukkan dan tanggapan dari asosiasi terkait sebagai bahan pembuatan Daftar Isian Masalah (DIM) “RUU kepabeanan disusun oleh DJBC bersama dengan stakeholder dan instansi terkait, sehingga rumusan RUU yang disampaikan ke DPR merupakan hasil pemikiran bersama antara pemerintah dan masyarakat usaha,”terang Karim. zap
CERMINAN
UNDANG-UNDANG KEPABEANAN YANG REFORMIS Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 bukan pengganti dari Undang-Undang Nomor. 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, melainkan perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995.
B
erbagai upaya untuk menjadikan citra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjadi lebih baik terus dilakukan. Mulai dari bergulirnya reformasi dibidang kepabeanan yang menghasilkan berbagai terobosan program yang berpihak kepada stakeholder, sampai pada pembenahan dalam bidang peraturan kepabeanan, termasuk didalamnya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 (UU. No.17/2006) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. UU No.17/2006, menurut Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, telah mencerminkan Undang-Undang Kepabeanan yang reformis yang didalamnya terdapat beberapa prinsip penting yang sesuai dengan perkembangan jaman saat ini. Beberapa prinsip yang terdapat dalam undangundang tersebut yaitu prinsip keadilan (fairness) dimana hak dan kewajiban masing-masing pihak yang menjadi objek dari undang-undang tersebut dijelaskan secara rinci dan proporsional. Selanjutnya prinsip transparansi (transparent) yang menurutnya memuat ketentuan-ketentuan yang jelas dan DOK.WBC
PENGESAHAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN. Setelah disahkan oleh DPR undang-undang tersebut harus siap dilaksanakan oleh DJBC maupun masyarakat usaha. EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
11
LAPORAN UTAMA WBC/ATS
dapat dipahami dengan mudah oleh semua lapisan masyarakat. Ketentuan tersebut lanjut Anwar, bukan hanya menyangkut kepentingan pemerintah saja namun juga menyangkut hak dan kewajiban masyarakat usaha. “Semua mekanisme perdagangan internasional baik berupa ketentuan ekspor, impor, larangan maupun pembatasan harus dijabarkan dengan jelas dalam undangundang ini,”paparnya. Dengan adanya prinsip tersebut lanjut Anwar, semua pihak dapat memahami posisinya dan dapat dihindari adanya ketidakpastian hukum yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap pelaksanaan undang-undang itu sendiri seperti adanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Proses pelayanan kepabeanan yang berbasis pada data elektronik untuk meminimalisir kontak antara pengguna jasa kepabeanan dengan pejabat DJBC lanjutnya, juga menjadi perhatian pemerintah sehingga prinsip sederhana dalam proses pelayanan kepabeanan tercermin dalam undangundang tersebut. Tidak hanya sampai disitu, prinsip perlindungan masyarakat (Community Protection), dimana prinsip tersebut memberikan dasar hukum bagi aparat DJBC untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif masuknya barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean, termasuk prinsip-prinsip yang terdapat dalam UU Kepabeanan disamping juga prinsip keseimbangan hak dan kewajiban yaitu penegasan pengenaan sanksi kepabeanan yang bukan saja dikenakan kepada pengguna jasa kepabeanan yang melakukan pelanggaran, tapi juga kepada pejabat yang turut serta melakukan pelanggaran tersebut. Selanjutnya UU No17/2006 terang Anwar, telah sesuai dengan praktek kepabeanan internasional dimana undangundang ini telah mengakomodir berbagai aspek perdagangan internasional yang telah berjalan selama ini.
BUKAN PENGGANTI UU NO.10/1995 Untuk menghindari adanya kesalahpahaman terhadap posisi UU No17/2006 di masyarakat, Anwar menegaskan bahwa UU No. 17/2006 bukan pengganti dari UU No. 10/1995 tentang kepabeanan, namun merupakan perubahan dari UU No. 10/ 1995. Oleh sebab itu maka fungsi DJBC sebagai revenue collector, community protector dan trade facilitator tetap dilakukan berdasarkan UU No. 10/1995 dan semakin diperkuat dalam UU No. 17/ 2006 tentang kepabeanan. Ia pun menyadari bahwa peraturan perundang-undangan apa pun pasti mempunyai celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, oknum pegawai maupun juga oknum petugas di lapangan, termasuk terhadap UU No.17/ 2006. Untuk meredam hal tersebut 12
WARTA BEA CUKAI
rat DJBC. Salah satu aspek keseimbangan yang diharapkan masyarakat adalah adanya ketentuan yang mengatur tentang sanksi bagi aparat DJBC yang meyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan golongan maupun pribadi. Mengenai ada atau tidaknya aturan yang sifatnya bias pada undang-undang tersebut, Anwar mengatakan hal tersebut tidak ada. Namun pada pasal tersebut akan dijabarkan secara lebih jelas dan terperinci dalam aturan pelaksanaan.
OPTIMIS BISA LEBIH BAIK
ANWAR SUPRIJADI. Undang-undang kepabeanan mempunyai unsur keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat usaha dan juga hak serta kewajiban aparat DJBC
pemerintah akan membuat peraturan pelaksanaan secara jelas dan terperinci. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan Undang-Undang Kepabeanan tersebut oleh oknum pengusaha maupun oknum petugas untuk kepentingan pribadi ataupun golongan, Anwar mengingatkan kepada seluruh pegawai DJBC untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang mengingat sanksi cukup berat bagi pelaku pelanggaran kepabeanan sudah siap menjerat, baik kepada oknum pengusaha maupun juga kepada oknum petugas. Ketika ditanya mengenai pandangan masyarakat yang mengatakan adanya amandemen terhadap UU No.10/1995 karena undang-undang tersebut bermasalah, Anwar tidak sependapat dengan pandangan tersebut. Menurutnya suatu undang-undang dibuat berdasarkan harapan masyarakat yang sesuai dengan kondisi pada saat itu. Namun kondisi tersebut dapat berubah akibat perkembangan yang sangat cepat di bidang ekonomi, sistem perdagangan, teknologi informasi dan lain sebagainya. “Dengan perubahan kondisi tersebut, maka harapan masyarakat juga berubah sehingga perlu dilakukan amandemen terhadap suatu undang-undang,termasuk salah satunya amandemen terhadap UU No.10/1995,”terangnya lagi. Ia mencontohkan ketentuan mengenai pengenaan sanksi yang berat kepada oknum pengusaha maupun juga oknum petugas yang melanggar dalam UU No.17/2006. Menurutnya masyarakat menghendaki agar undang-undang kepabeanan mempunyai unsur keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat usaha dan juga hak serta kewajiban apa-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Mengenai citra DJBC yang kini kurang mendapat tempat di masyarakat, menurut Anwar secara perlahan masalah tersebut bisa menjadi lebih baik dengan adanya UU No.17/2006. Dalam undang-undang tersebut lanjutnya, ada penambahan beberapa ketentuan sebagai dasar hukum pelaksanaan pelayanan dan pengawasan yang selama ini telah dijalankan oleh DJBC seperti dasar hukum untuk registrasi kepabeanan, jalur prioritas dan sistem informasi kepabeanan. Undang-undang tersebut ujarnya, juga mengatur secara tegas bentuk reward and punishment sehingga dengan adanya hal tersebut dalam UU No. 17/ 2006 diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai DJBC dalam menjalankan tugasnya. Sebagai ukuran apakah undang-undang tersebut dapat dijalankan dengan baik atau tidak menurut Anwar dapat dilihat dari berbagai faktor seperti meningkatnya kelancaran arus barang impor dan ekspor, tercapainya target penerimaan negara, meningkatnya investasi di dalam negeri dan berkurangnya penyelundupan. Lebih lanjut ia mengatakan, tujuan umum dari diterbitkannya peraturan perundang-undangan adalah mampu memDOK. PRIBADI
WIRAWAN SAHLI. Ketentuan yang terdapat dalam UU No.17/2006 isinya sudah lebih baik dan sudah pasti.
berikan kepastian hukum, sedangkan tujuan khususnya adalah kepastian hukum untuk bidang yang diatur dalam peraturan tersebut Anwar Suprijadi pada kesempatan wawancara dengan WBC menghimbau, agar petugas DJBC yang berada di garis terdepan dapat bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengingat adanya sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang salah dalam menetapkan nilai dan tarif barang impor sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk. Selanjutnya kepada para pejabat DJBC dan penegak hukum lainnya diharapkan untuk tidak turut serta atau membantu penyelundup, karena sanksi yang dikenakan kepada oknum pejabat atau aparat hukum lainnya yang turut serta dalam melakukan penyelundupan ditambah sepertiga dari sanksi yang dikenakan kepada pelaku penyelundupan. Himbauan kepada masyarakat usaha pun juga disampaikan. Ia menghimbau agar masyarakat usaha tidak mencoba-coba melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum dan memenuhi kewajiban kepabeanan karena sanksi atas pelanggaran dan pidana kepabeanan sangat berat. Anwar menjelaskan, pada UU No.17/2006 yang telah diberlakukan pada 15 November 2006 mungkin akan ditemui beberapa ketentuan yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pelaksanaan. “Sepanjang belum ada aturan pelaksanaan yang baru, maka berlaku peraturan pelaksanaan yang lama. Jadi ketentuan yang tidak perlu pengaturan lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Keuangan, sekarang telah berlaku,”ujarnya kembali. Keyakinan akan meningkatnya citra DJBC di masyarakat juga mendapat tanggapan dari Wirawan Sahli, mantan Kepala KPBC Bandung. Menurutnya ketentuan yang terdapat dalam UU No.17/2006 isinya sudah lebih baik dan sudah pasti hal tersebut harus dibarengi dengan pelaksanaan undangundangnya yang lebih baik juga. Agar pelaksanaan di lapangan juga baik lanjutnya, sumber daya manusianya (SDM) juga harus lebih baik, karena pada akhirnya SDM yang akan menjalankan aturan tersebut, karena aturan dalam undangundang tersebut sudah sesuai dengan perkembangan zaman. “Aturan dalam undang-undang sudah sesuai dengan perkembangan zaman, itu bisa kita lihat dari hal-hal baru yang tidak diatur pada undangundang sebelumnya, saya optimis DJBC akan meningkat citranya dengan adanya aturan baru dan harus didukung oleh aparatnya,”ujar Wirawan. zap
SRI MULYANI INDRAWATI :
“...INDONESIA TELAH MEMBANGUN DASAR PEMBAHARUAN DAN REFORMASI DIBIDANG KEPABEANAN...”
M
enteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan pendapat akhir pemerintah terhadap Rancangan UndangUndang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan pada rapat paripurna DPR RI, 18 Oktober 2006 di DPR/MPR mengatakan, dirinya merasa puas dengan berhasilnya proses amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang kini telah menjadi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. “Dengan berhasilnya proses amandemen, Indonesia telah membangun dasar pembaharuan dan reformasi di bidang kepabeanan yang mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional berkaitan dengan perdagangan global,”ujar Sri Mulyani. Selanjutnya ia mengharapkan, undang-undang tersebut dapat mengakomodir pesatnya perkembangan industri dan perdagangan nasional, memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan dapat, merespon keinginan masyarakat untuk mendapat pelayanan kepabeanan yang lebih cepat, baik dan murah dengan berlandaskan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Dengan undang-undang tersebut lanjut Sri Mulyani, pemerintah turut serta mendukung masyarakat internasional dalam memerangi kegiatan terorisme sehubungan dengan ditambahkannya kewenangan kepada pejabat DJBC untuk melakukan penegahan terhadap barang yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara. Berkaitan dengan investasi dalam negeri, ia mengatakan, dalam undangundang tersebut ditambahkan kegiatankegiatan yang dapat dilakukan di tempat penimbunan berikat, memberikan pembebasan dan atau keringanan bea masuk untuk pembangunan dan pengembangan industri, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk melakukan pembayaran bea masuk secara berkala tanpa dikenakan bunga dan memberikan
WBC/ATS
kemudahan kepada masyarakat untuk mengangsur pembayaran kekuarangan bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda. UU No. 17/2006 papar Sri Mulyani, melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius akibat lonjakan barang impor baik absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Begitu pula dalam rangka mendukung peningkatan ekspor dalam negeri. Menurutnya undang-undang tersebut tidak mengatur mengenai pungutan terhadap ekspor. Namun untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional atau menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri, maka dalam undang-undang tersebut ditambahkan ketentuan mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor tertentu. Hal lain yang mendapat perhatiannya adalah upaya peningkatan kinerja dan motivasi pegawai DJBC. Dalam undang-undang tersebut lanjut Sri Mulyani,terdapat pengaturan pengenaan sanksi dan pemberian kompensasi bagi pegawai. Terhadap pegawai yang turut serta melakukan penyelundupan akan dikenai sanksi yang lebih berat sepertiga kali dari sanksi yang dikenakan terhadap importir atau eksportir yang melakukan penyelundupan. Sedangkan kepada pegawai atau masyarakat yang membantu penanggulangan pelanggaran kepabeanan akan mendapatkan kompensasi berupa premi. “Dengan adanya undangundang ini (UU No.17/2006,red) pemerintah mengharapkan DJBC dapat segera melakukan berbagai persiapan dalam rangka penerapannya terutama dalam aspek sumber daya manusia dan peraturan pelaksanaannya,”imbuh Sri Mulyani. zap
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
13
LAPORAN UTAMA
ATURAN TEGAS
HARUS DIDUKUNG
Salah satu pihak yang berhubungan langsung dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 (UU No.17/2006) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 (UU No.10/1995) tentang Kepabeanan adalah pengusaha yang terkait dengan kegiatan kepabeanan.
B
agi para pengusaha, undangundang kepabeanan merupakan suatu tahapan yang harus diikuti untuk menyelesaikan proses kepabeanan, baik ekspor maupun impor. Begitu juga bagi para petugas bea dan cukai, UU No.17/ 2006 merupakan suatu pijakan untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat usaha dan juga untuk pengawasan dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari serbuan barang-barang impor yang meresahkan masyarakat karena bisa melumpuhkan industri dalam negeri. Masyarakat usaha pada umumnya menyambut gembira dengan berlakunya UU No.17/2006, mengingat instrumen hukum kepabeanan yang telah diamandemen sudah cukup mengakomodir kepentingan masyarakat usaha terutama dalam hal penegakkan hukum, dimana sanksi berat diberikan kepada masyarakat usaha yang melakukan pelanggaran kepabeanan maupun kepada oknum petugas yang ‘ketahuan’ melakukan tindak pidana kepabeanan Sontang Ruli Siregar Wakil Ketua I Komite Tetap Kepabeanan dan Cukai Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan, dengan adanya penerapan sanksi yang dinilainya seimbang tadi bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat usaha. Namun hal itu harus didukung dengan pelaksanaan yang konsekuen di lapangan, baik oleh pengusaha maupun petugas. Menurutnya, jangan sampai ada oknum pengusaha coba-coba melakukan tindakan yang melanggar ketentuan UU No.17/2006 karena sanksinya berat dan jangan sampai pula ada petugas yang coba-coba melakukan tindakan serupa. Ketika ditanya mengenai perbedaan sanksi antara UU No.17/2006 dengan UU No.10/1995, ia mencontohkan pengenaan sanksi kepada pengusaha yang melakukan kesalahan dalam memberitahukan nilai pabean. Pada UU No.10/1995 lanjut Ruli, orang yang salah memberitahukan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan pembayaran
14
WARTA BEA CUKAI
bea masuk, dikenakan sanksi apabila ditemukan pejabat bea cukai dalam jangka waktu 30 hari semenjak tanggal Pemberitahuan Impor Barang (PIB). “Pada UU tersebut pada pasal 17, Dirjen boleh menetapkan tarif dan atau nilai pabean, serta tidak dikenakan sanksi,”ujarnya. “Sehingga bisa saja orang berbuat salah toh nanti kalau di audit tidak kena sanksi, cuma yang kurang saja yang dibayar, padahal sudah menikmati keuntungan, uangnya sudah diputar berapa kali akhirnya mereka tidak takut, itu kalau oknum pengusaha yang ‘nakal’. Kalau sekarang (UU No.17/2006) pada pasal 17 ayat empat sudah diatur, dalam tempo dua tahun masih dikenakan sanksi administrasi makanya orang jadi mikir untuk melanggar,”tandas Ruli kembali. Tanggapan positif juga disampaikan Anton Supit dari Asosiasi Persepatuan Indonesia yang dihubungi secara terpisah, menurutnya UU No.17/2006 secara umum lebih baik dari undang-undang yang WBC/ATS
SONTANG RULI SIREGAR. Pemerintah melibatkan kalangan dunia usaha dalam proses amandemen
EDISI 387 FEBRUARI 2007
sebelumnya, dimana adanya asas keseimbangan dan penegasan terhadap definisi mengenai penyelundupan. Dengan adanya penegasan mengenai definisi penyelundupan yang kini sudah lebih terperinci, sudah tentu nantinya upaya segelintir oknum pengusaha yang ingin mendapat keuntungan secara ilegal akan berpikir beberapa kali lagi karena sanksi yang dikenakan cukup berat. “Definisi tersebut (penyelundupan.red) yang terperinci tadi akan berdampak pada minimnya penyelundupan yang tentunya akan melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang-barang impor illegal. Jadi secara umum UU No.17/2006 sudah baik!,”tegas Anton.
USULAN DIPERHATIKAN Dalam penyusunan UU No.17/2006, pemerintah juga melibatkan kalangan dunia usaha. Para pengusaha yang tergabung dalam Kadin maupun asosiasi lainnya memberikan pendapat maupun usul dalam penyusunan undang-undang tersebut, sehingga bisa dikatakan cukup mengakomodir kepentingan masyarakat usaha. Usulan tersebut lanjut Ruli bukan dalam arti harus diterima secara keseluruhan, karena kepentingan dalam usulan tersebut masing-masing mempunyai bobot, dan diakuinya memang ada beberapa usulan Kadin yang diterima dan ada pula yang tidak diterima, tapi menurutnya hal tersebut bukanlah suatu permasalahan. “Kami ketika itu mempunyai usulan sebanyak 29 berkaitan dengan isi rancangan undang-undang tadi, dan 22 usulan kami terakomodir disana, ”ujarnya kembali. Kiagus A. Ridhuan, Wakil Ketua II Komite Tetap Kepabeanan dan Cukai Kadin juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya suatu aturan yang sudah baik setidaknya harus mendapat dukungan dalam bentuk pelaksanaannya yang konsekuen. Kepada para anggota Kadin, pihaknya selalu melakukan pembinaan kepada anggotanya agar dapat menerapkan aturan kepabeanan dalam pelaksanaan di lapangan. Hal serupa
akan dilakukan kepada para anggotanya dalam waktu dekat berkaitan dengan UU No.17/2006. “Kami bersama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalan waktu dekat ini akan melakukan sosialisasi kepada anggota kami mengenai UU No.17/2006,”ujar Ridhuan. Ridhuan mengatakan, dalam prakteknya ia masih mendapatkan ada anggotanya yang tidak mengikuti aturan kepabeanan terutama sebelum diamandemennya UU No.10/1995. Adanya pelanggaran bukan dilakukan untuk mencari keuntungan saja, tapi lebih dikarenakan ketidaktahuannya terhadap aturan kepabeanan. ”Mereka baru tahu kalau mereka melanggar setelah dilakukan audit, jadi mereka itu melanggar bukan karena sengaja tapi karena ketidaktahuan, ”ujarnya kembali. Ketika ditanya pendapatnya mengenai pelaksanaan UU No.10/ 1995, baik Ruli maupun Ridhuan tidak mau terlalu berkomentar, namun ia menunjuk pada beberapa kasus yang dialami oleh anggotanya maupun juga oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berkaitan dengan pelaksaaan undang-undang tadi, dimana menurutnya ada keresahan karena banyaknya barang impor ilegal yang menggangu industri dalam negeri. Baik Ruli maupun Ridhuan mengatakan bahwa dalam proses amandemen UU No. 10/1995 Kadin selalu diajak untuk memberikan masukkan. Bukan hanya pada tahap penyusunan undang-undang, tapi juga pada tahap penyusunan Peraturan Pelaksanaan (PP) undang-undang, pihaknya ikut dilibatkan. ”Disini kami diikutsertakan sehingga kami tidak hanya menjalankan aturan WBC/ATS
ANTON SUPIT.Definisi penyelundupan yang semakin rinci, bisa membuat orang berpikir dua kali untuk melakukan penyelundupan.
yang dibuat pemerintah saja tetapi kami juga dilibatkan, termasuk dalam draft penyusunan PP,”ujar Ridhuan. Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Anthon Riyanto, menurutnya dalam penyusunan peraturan UU No.17.2006, DJBC harus tetap konsisten dengan melibatkan Kadin dan pemakai jasa kepabeanan dalam menyusun peraturan pelaksanaan sampai dengan SK Menteri Keuangan dan SK lainnya. Mengenai evaluasi terhadap pelaksanaan UU No.17/2006 Ruli mengatakan bahwa pihaknya tidak dalam kewenangan melakukan evaluasi, tapi jika dalam prakteknya ada ketidakjelasan misalnya mengenai PP, maka Kadin akan memberikan masukkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
HARUS MENDAPAT DUKUNGAN Anton sepakat dengan Ruli dan Ridhuan mengenai terakomodirnya kepentingan pengusaha dalam UU No.17/ 2006. Anton lebih lanjut mengatakan undang-undang tersebut jangan dilihat kepentingan siapa yang terakomodir disana, namun harus dilihat bahwa UU No.17/2006 mengakomodir kepentingan nasional karena dalam kepentingan nasional tersebut hajat hidup seluruh rakyat bergantung pada instrumen hukum tadi. Dan sudah tentu UU tersebut harus dijalankan dengan baik oleh DJBC maupun pengusaha. Namun Anton kembali mengatakan, suatu undang-undang sifatnya dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan saat ini menuntut adanya amandemen dan amandemen tadi harus mendapat dukungan dari DJBC maupun juga pengusaha. “Jangan dilihat undang-undang tadi (UU No.17/2006.red) untuk mematikan usaha, itu tidak benar, kalau memang ada sanksi yang berat itu bukan untuk mematikan usaha tapi untuk penegakkan hukum agar masyarakat usaha mendapatkan kepastian hukum, selain itu juga masyarakat industri juga terlindungi kepentingannya karena definisi dari penyelundupan yang semakin tegas dari pada undang-undang sebelumnya,”papar Anton. Ia lebih lanjut mengatakan, tidak ada kesiapan khusus dalam rangka menjalankan UU No.17/2006, ia optimis undangundang tadi bisa memberikan perbaikan bagi sistem kepabeanan Indonesia, namun ia tidak menjamin bahwa dengan adanya undang-undang baru ini bisa menghilangkan praktek permainan yang ada, dan disini ia menekankan pada profesionalisme aparat DJBC di lapangan dalam menjalankan aturan kepabeanan yang menurutnya sudah cukup baik tadi. Bagi instansi DJBC yang menjalankan undang-undang tadi, ia menyoroti kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki DJBC, yang menurutnya harus profesional dalam menjalankan aturan tadi. Ia percaya UU No.17/2006
dapat meningkatkan citra DJBC jika petugas di lapangan yang menjadi ujung tombak DJBC professional, yang bisa menjalankan undang-undang sekaligus menyesuaikannya dengan perkembangan zaman yang pesat saat ini. Anton menilai DJBC sudah semakin meningkat, baik dari segi kinerja maupun juga dari beberapa terobosan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat usaha. Namun hal itu belum cukup dan harus mendapat dukungan SDM yang handal, dan yang lebih utama adalah penguasaan bidang teknologi informasi guna menunjang kinerja DJBC. Mengenai SDM, selain profesionalisme petugas harus ditingkatkan, tentunya berbagai terobosan dan juga keinginan Dirjen Bea dan Cukai untuk melakukan pembenahan harus mendapat dukungan dari para stafnya, baik di pusat maupun juga di daerah. “Jadi jangan cuma pimpinannya sendiri saja yang berjuang, tapi juga harus didukung oleh aparatnya, karena perilaku pimpinan akan ditiru oleh anak buahnya, kalau pimpinannya tegas dan konsekuen menjalankan aturan, sudah pasti akan berimbas pada anak buahnya,”papar Anton kembali. Berbagai tanggapan tadi bisa jadi sebagai bentuk dukungan pengusaha kepada pemerintah dalam hal ini DJBC untuk bisa menjadi lebih baik. Begitu juga dengan DJBC yang penuh semangat mencoba untuk terus bangkit. Kesemuanya itu tentu harus mendapat dukungan, bukan hanya dari pengusaha tapi juga dari seluruh jajaran DJBC. Lantas dalam perjalanannya nanti apakah UU No.17/2006 bisa berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki masyarakat? Mari kita lihat bagaimana sang aturan berjalan. zap WBC/ZAP
KIAGUS A. RIDHUAN. Suatu aturan yang sudah baik setidaknya harus mendapat dukungan dalam bentuk pelaksanaannya yang konsekuen
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
15
WAWANCARA
16
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
IRMADI LUBIS
KETUA PANSUS RUU KEPABEANAN DPR-RI
“…YANG PALING PENTING ADALAH PENEGAKKAN HUKUM,
BAIK KEPADA STAKEHOLDER MAUPUN OKNUM PETUGAS YANG MELANGGAR”
Rampungnya proses amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 (UU No.10/1995) tentang Kepabeanan yang kini menjadi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 (UU No.17/2006) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,diharapkan dapat meningkatkan citra DJBC, selain melindungi industri dalam negeri dari bahaya penyelundupan. Selain itu melalui undang-undang tadi diharapkan kerjasama lintas lembaga dapat terjalin dengan baik. Hal tersebut menjadi hal yang ditekankan oleh Ketua Pansus RUU Kepabeanan DPR-RI, Irmadi Lubis disamping pentingnya penegakkan hukum oleh aparat DJBC, baik kepada stakeholder yang melakukan pelanggaran maupun oknum petugas. Lebih lanjut mengenai pendapatnya tentang UU No.17/2006 dan harapannya kepada DJBC, ia kemukakan melalui wawancara dengan Redaktur WBC Zulfril Adha Putra. Apakah amandemen UU N0.10/1995 sudah merupakan suatu upaya maksimal untuk merubah paradigma di DJBC? Itu upaya maksimal kita. Pertama kita merubah paradigma dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006. Pada UU No. 10/1995 itu yang paling utama adalah instrumen fiskal. Artinya kalau hak dari keuangan negara telah diselesaikan, maka perkara pidana menjadi perkara nomor dua. Nah, hal ini sudah kita rubah dalam UU No.17/2006 menjadi instrumen pelayanan, pencegahan dan penindakkan. Pada undang-undang ini mensubdelegasikan aturan tersebut sampai ke Dirjen untuk bisa mencapai kecepatan dari pelayanan dan kecepatan mengantisipasi perubahan. Jadi dalam hal pelayanan tidak harus menunggu kebijakan sampai menteri dan menunggu PP (Peraturan Pelaksana). Kita langsung subdelegasikan beberapa hal yang sangat teknis kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Apa dalam undang-undang terdahulu hal tersebut memang tidak diatur? Pada undang-undang yang lama tidak mengatur mengenai hal tadi. Pada UU No.17/2006 kita merubah paradigma yang lama dimana titik beratnya dari instrumen fiskal menjadi paradigma pelayanan,pencegahan dan penindakan. Untuk pelayanan kita melakukan subdelegasi kewenangan yang sifatnya teknis sampai ke tingkat
dirjen. Untuk pencegahan ada pengawasan terhadap pergerakkan barang tertentu dalam daerah pabean. Untuk penindakan, kita membagi dua tingkatan penyelundupan dimana ada penyelundupan yang tidak sampai mengganggu sendi perekonomian yang hukumannya agak ringan dan penyelundupan yang sampai mengganggu sendi perekonomian yang dikenakan hukuman yang sangat tinggi yaitu pidana 20 tahun dan denda yang cukup tinggi. Sedangkan untuk aparatur Bea Cukai yang terlibat ditambah sepertiga.
Saya kira tidak ada. Dari pihak pemerintah sangat welcome. Kalau menurut saya pembahasan undangundang ini tidak menemui kesulitan, karena tidak ada muatan politisnya. Kemudian, visi dan misi kita sama dalam pembahasan, sehingga tidak ada kesulitan, terutama pembahasan mengenai penyelundupan. Tentunya aparat DJBC menginginkan perubahan. Begitu juga dengan materi, hampir tidak ditemui materi yang alot untuk dibahas. Karena adanya visi dan misi yang sama tadi.
Penyelundupan baik kecil maupun besar dampaknya sangat buruk buat industri dalam negeri maupun bagi pendapatan negara, kenapa sanksinya tidak disamakan baik bagi penyelundupan kecil maupun besar? Penyelundupan yang biasa saja juga harus ada tindakan hukumnya, dendanya juga minimal. Sekecil apapun penyelundupan harus ditindak. Nah UU No.17/2006 memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan reward kepada petugas yang berhasil mengungkap terjadinya penyelundupan sampai 50 persen dari hasil tangkapan penyelundupan. Kalau dulu mereka menangkap penyelundupan itu tidak dapat premi, sekarang ada 50 persen. Dengan harapan seluruh aparat termasuk di dalamnya DJBC bisa menjadi lebih baik.
Salah satu hal yang baru dalam UU No.17/2006 adalah mengenai pengawasan perdagangan antar pulau, seperti apa konsep pengawasan antar pulau dalam UU No17/2006? Konsepnya disini bukan kewenangan Bea Cukai, ini merupakan penugasan bukan kewenangan, jadi penugasannya sudah kita buat mekanismenya. Jadi instansi teknis yang membidangi suatu komoditi atau barang tertentu tidak bisa meminta langsung kepada DJBC, mereka harus ke Menteri Perdagangan dan setelah melakukan pertimbangan selanjutnya membuat surat kepada Menteri Keuangan. Kalau sebelumnya kan langsung minta kepada DJBC. Dan pengawasan antar pulau bukan kewenangan DJBC tapi penugasan kepada DJBC. Inisiatif ini muncul dari pemerintah. Saya pernah melihat modus perdagangan antar pulau padahal itu penyelundupan seperti penyelundupan kayu, pasir timah dan lain sebagainya,
Apakah ada pembahasan yang cukup alot dalam pembahasan materi UU No.17/2006?
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
17
WAWANCARA dalam arti sebenarnya ada barang yang tidak boleh diekspor dengan dalih perdagangan antar pulau padahal dia belok. Saya lihat itu waktu saya ikut patroli dengan Bea Cukai. Disana saya lihat betapa sulitnya Bea Cukai melakukan pengawasan,dia (petugas patroli.red) harus ditembaki. Pada waktu pengejaran, dalam tempo beberapa menit saja kapal penyelundup sudah masuk ke perairan internasional. Nah disini pengawasan antara pulau itu menjadi suatu kebutuhan, jadi bukan kewenangan Bea Cukai tapi penugasan. Masukkan apa yang diberikan DPR dalam proses amandemen UU No. 17/2006? Banyak sekali. Diantaranya mengenai penerapan sanksi baik denda maupun pidana. Bisa dikatakan inisiatif mengenai perubahan paradigma DJBC berasal dari DPR yang menitikberatkan pada pelayanan, pencegahan dan penindakan. Waktu itu DPR memutuskan untuk tidak terpaku pada amandemen yang diajukan pemerintah, tapi seluruh isi dari UU No. 10/1995 kita sajikan dulu. Maka, di Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang lama juga mucul. Sedangkan di dalam UU No.17/2006 tidak ada lagi. Kalau mengenai pelanggaran, ada yang berbuat salah sudah pasti dia melakukan pelanggaran, kecuali kalau dia melakukan suatu kekhilafan yang nyata, dan itu sudah diatur. Maksud Kekhilafan yang nyata seperti apa? Kekhilafan yang bisa dibuktikan, jadi tidak bisa coba-coba melakukan suatu kesalahan atas nama kekhilafan kecuali kalau bisa dibuktikan dia itu khilaf. Kalau tadi DPR juga berperan dalam penyusunan UU No.17/2006, lalu bagaimana peran stakeholder dalam proses amandemen tersebut? Usulan mereka banyak, dan ada juga usulan yang sangat kritis. Dan usulan tersebut harus dilihat sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap perbaikan sistem kepabeanan kita. Kalau upaya perbaikan melalui amandemen dalam perjalanannya tidak baik, saya kira kalau ada keinginan untuk memberlakukan semacam Inpres Nomor 4 tahun 1985 boleh saja diajukan. Tapi saya sangat tidak menginginkan inpres semacam itu muncul kembali. Namun apa boleh buat kalau itu sudah tidak bisa diperbaiki. Berarti amandemen ini adalah bentuk toleransi yang diberikan kepada DJBC untuk memperbaiki diri? Ya. Artinya begini, dalam UU No.17/ 2006 sudah diatur mengenai pemberian 18
WARTA BEA CUKAI
premi kepada petugas yang berhasil mengungkap penyeludupan sebanyak 50 persen. Jadi apalagi yang kurang. Kalau dulu premi tidak diatur dalam undang-undang, kalau habis nangkap tidak ada hasilnya, gaji rendah, hal itu sudah kita buka dengan adanya premi. Begitu juga dengan sanksi, kita tambah sepertiga kepada oknum petugas yang berbuat ‘nakal’. Tapi kalau dia berhasil mengungkap kecurangan, itu preminya sampai 50 persen.
indikator keberhasilannya. Dan disini juga kita mengharapkan agar ada sinergi antara instansi terkait dengan DJBC. Saya ambil contoh Departemen Perdagangan harus mengefektifkan mendorong direktorat barunya yaitu Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa Beredar, untuk saling berhubungan dengan DJBC. Jadi DJBC tidak bekerja sendiri di border, tapi dibantu juga dengan Departemen Perdagangan untuk di wilayah pabean.
Selain reward, ada juga sanksi ketat kepada para pegawai di lapangan, apakah ini nantinya akan membuat petugas di lapangan bertindak kurang tegas, artinya mereka selalu dihantui dengan adanya sanksi, bagaimana menurut anda? Jangan takut! Kalau takut jangan jadi pegawai DJBC. Pegawai DJBC itu lain dengan pegawai negeri yang lain, mereka itu border control. Kenapa sanksi diatur dengan tegas pada UU No. 17/2006? Karena kalau mereka melakukan kesalahan dampaknya sangat luas jika dibandingkan dengan pegawai negeri lainnya. Kalau aparat DJBC menyalahgunakan kewenangannya, maka akan timbul dua macam kerugian yaitu kerugian negara dan juga merusak perekonomian. Jadi kita harapkan ke depan kesadaran yang tinggi dari aparatur DJBC dan jangan melihat ke belakang. Di sini peran serta masyarakat juga penting, artinya saya mau lihat DJBC menggunakan UU ini untuk menindak pelanggaran penyelundupan tekstil, elektronik dan lain sebagainya.
Kalau tadi anda mengatakan ada kerjasama antar instansi, bagaimana anda melihat koordinasi selama ini? Waktu itu tidak ada ukurannya, karena perdagangan di dalam negerinya juga tidak ada yang mengawasi. Sedangkan direktorat yang menangani hal tersebut baru dibentuk. Dan disini diharapkan ada kerjasama yang baik antara DJBC dengan Direktorat baru di Departemen Perdagangan tadi.
Bagaimana menurut anda aturan mengenai penanganan penyelundupan pada UU No.17/ 2006? Kalau saya melihatnya dari pengertian mengenai penyelundupan. Pada pasal 102 yang belum diamandemen, kalau orang sudah melengkapi salah satu unsur saja itu sudah bisa dibilang bukan penyelundupan. Tapi sekarang ini (UU No. 17/2006.red) dikatakan, “setiap orang yang…” satu saja tidak lengkap itu sudah masuk kategori penyelundupan. Itu yang kita rubah pada paradigma pencegahan itu. Jadi tidak seperti dulu. Setelah UU No.17/2006 diberlakukan, apa indikator keberhasilannya? Menurut saya gampang saja, kalau kita melihat di pasaran sudah tidak ditemukan lagi orang yang menjual barang BM (Black Market-tidak resmi,red) berarti undang-undang tadi sudah cukup baik dilaksanakan. Atau kalau importir maupun produsen tidak ‘teriak-teriak’ lagi, itu menurut saya
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Lalu apa yang akan dilakukan oleh DPR dalam rangka mengawasi jalannya UU No.17/2006 di lapangan? Kita mengawasi. Kita di komisi VI yang membidangi industri perdagangan ini akan melakukan pengawasan. Dan tugas kita agak mudah karena mitra kita dari Kadin dan lain sebagainya akan ‘teriak’ kalau ada yang tidak beres. Ini salah satu yang memudahkan melakukan pengawasan. Apa himbauan anda kepada aparat DJBC maupun juga para stakeholder berkaitan dengan berlakunya UU No.17/2006? Kepada Dirjen DJBC, harus membuat semacam shock therapy dalam arti pengenaan sanksi maksimal terhadap pelaku-pelaku yang melakukan penyelundupan yang dapat mengganggu sendi-sendi perekonomian. Penegakkan hukumnya dimulai dari situ. Jangan pelan-pelan. Jadi yang paling penting penegakkan hukum, baik itu kepada stakeholder maupun juga kepada petugas yang melanggar. Saya juga mengharapkan kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan pelaksanaan yang masih diperlukan sehubungan dengan UU No.17/2006. Dan saya juga mendukung program jalur prioritas yang dibuat oleh DJBC, itu sudah sesuai dengan semangat undang-undang dalam bidang pelayanan. Jadi orang yang baik harus dilayani dengan baik, tapi jangan sampai kategori-kategori jalur prioritas tersebut diperdagangkan. Kemudian juga jadikan UU No.17/ 2006 sebagai alat untuk meningkatkan citra dan kinerja DJBC. Kepada stakeholder, jangan coba-coba melakukan penyelundupan karena sanksinya berat.
KEPABEANAN INTERNASIONAL
PENGUMUMAN Nomor : PENG-01/BC.7/2007 TENTANG PEMENANG LOMBA KARYA TULIS BAHASA INDONESIA DAN KARIKATUR DALAM RANGKA HARI PABEAN SEDUNIA KE-55
Dengan ini diumumkan kepada seluruh karyawan/karyawati DJBC bahwa :
1. Berdasarkan Keputusan Dewan Juri Lomba Karya Tulis Bahasa Indonesia Peringatan Hari Pabean Sedunia ke-55 nomor : KEP-01/PHPS/2007 tanggal 11 Januari 2007, ditetapkan pemenang lomba sebagai berikut : a. Pemenang I
:
DARMAWAN SIGIT PRANOTO (NIP 060108173) UNIT KERJA : KPBC TIPE A4 KENDARI
b. Pemenang II :
ANTON MARTIN, SE, MH (NIP 060099553) UNIT KERJA : DIREKTORAT AUDIT
c. Pemenang III :
TOUPIK KUROHMAN, SE (NIP 060104237) UNIT KERJA : KANWIL V DJBC SUMATERA BAGIAN SELATAN
2. Berdasarkan Keputusan Dewan Juri Lomba Karikatur Peringatan Hari Pabean Internasional Sedunia ke-55 nomor : KEP-02/PHPS/2007 tanggal 11 Januari 2007, ditetapkan pemenang lomba sebagai berikut : a. Pemenang I
:
WIDIA ARIADI, MPA (NIP 060094232) UNIT KERJA : KPBC TIPE A4 KUPANG
b. Pemenang II :
MOCHAMAD TAKARI, SE, MM (NIP 060072103) UNIT KERJA : KANWIL X DJBC JAWA TENGAH
c. Pemenang III :
BENEDICTUS JACKSON (NIP 060089780) UNIT KERJA : KPBC TIPE A1 SOEKARNO HATTA
3. Piagam penghargaan dan hadiah bagi pemenang I akan diserahkan pada saat peringatan Hari Pabean Sedunia ke-55 yang diselenggarakan di KP DJBC pada tanggal 26 Januari 2007.
4. Penyerahan piagam penghargaan dan hadiah bagi pemenang II dan III akan diberitahukan kemudian (mohon menghubungi Ibu Fitri Ajuning Wardhani (021) 4890308 ext. 708 pada hari dan jam kerja).
5. Panitia mengucapkan terimakasih kepada karyawan/karyawati DJBC yang berpartisipasi namun belum berhasil dalam lomba ini, kiranya dimasa akan datang agar mengikuti lomba ini kembali dengan penuh semangat.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Januari 2007 DIREKTUR
KAMIL SJOEIB NIP 060044480
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
19
KEPABEANAN INTERNASIONAL JUARA I LOMBA KARYA TULIS BAHASA INDONESIA DALAM RANGKA HARI PABEAN SEDUNIA KE-55
MENYIBAK KELAMNYA PEMBAJAKAN DI INDONESIA DENGAN KAMPANYE ANTI PEMBAJAKAN YANG EFEKTIF Oleh: Darmawan Sigit Pranoto
D
i awal milenium ketiga ini, Indonesia telah resmi memberlakukan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun ketiganya belum terasa efektif. Pembajakan, pemalsuan, beserta peredaran barangnya (selanjutnya kita sebut pembajakan), masih saja terus terjadi. Pembajakan di Indonesia telah mencapai taraf yang sangat meresahkan. Menurut International Data Corporation (IDC), Indonesia adalah negara dengan angka pembajakan software tertinggi ketiga di dunia pada tahun 2005.1 Konsumsi produk musik rekaman asli diperkirakan hanya 10%,2 dan 40% pasar elektronik kita dikuasai barang palsu dan ilegal.3 Setelah ’lumrah’ membajak perangkat lunak, keping rekaman, barang elektronik, pakaian, atau buku, kini pembajak juga merambah bidang farmasi, makanan,4 kosmetik, dan bidang-bidang lainnya.5 Menjadi lebih kelam, hasil bajakan negeri kita ternyata tidak hanya untuk konsumsi lokal, tapi juga sudah beredar ke luar negeri.6 Akibat nyata dari maraknya pembajakan ini adalah memburuknya citra kita di mata internasional. Sebagaimana kita ketahui, predikat Priority Watch List (PWL) oleh Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (USTR) telah kita sandang sejak tahun 2001.7 Negara kita pun kemudian dikenal sebagai negara pembajakan (piracy state) atau bahkan surga para pembajak (heaven of pirates). Citra buruk karena pembajakan juga merongrong eksistensi industri dalam negeri. Bagaimana industri lokal dapat bersaing di dunia internasional, ketika akses ekspor justru terancam ditutup oleh negara-negara lain?8 Belum lagi dengan banyak beredarnya merekmerek asing bajakan di pasar lokal. Maraknya pembajakan ini tentu menjadi sentimen negatif ketika kita
20
WARTA BEA CUKAI
sedang berjuang untuk dapat bersaing di era global. Label negeri pembajakan telah mencoreng wajah kita sebagai bangsa. Lebih tragisnya, pembajakan juga telah menggerogoti kita dari dalam dengan tidak berdayanya industri lokal. Ibarat rumah, fasad kita sudah melapuk, interiornya pun terancam ambruk.
MENGAPA MARAK? Penulis menilai ada dua (2) faktor penyebab yang memicu maraknya pembajakan di Indonesia. Pertama, terkait dengan perdagangan bebas dan globalisasi, yang mengantarkan kita pada pengelompokan negara maju dan negara berkembang, serta kedua, terkait dengan faktor budaya, yang mengantarkan kita pada pengelompokan budaya Barat dan non Barat. 1. Faktor perdagangan bebas dan globalisasi Jawaban atas pertanyaan akan tingginya angka pembajakan di negara berkembang dibanding negara maju adalah pada kesiapannya menghadapi perdagangan bebas dan globalisasi. Negara maju, sebagai motor dari liberalisasi perdagangan dan globalisasi, tentu lebih siap dibanding negara berkembang. Perdagangan bebas dan globalisasi sebenarnya adalah dua hal, namun tidak dapat dipisahkan.9 Perdagangan bebas berangkat dari adanya hambatan perdagangan semacam tarif, proteksi, dan lainnya, sedang globalisasi merupakan konsekuensi dari adanya kemudahan teknologi, komunikasi, dan informasi, yang dampaknya meluas ke semua bidang kehidupan.10 Perdagangan bebas menyandarkan pertumbuhan ekonomi pada mekanisme pasar, dan globalisasilah yang memungkinkan terwujudnya pasar tersebut. Kelemahan utama negara berkembang dalam menghadapi perdagangan bebas adalah
EDISI 387 FEBRUARI 2007
ketidakmampuan industri dalam negerinya untuk bersaing dengan industri negara lain (baca: maju). Sayangnya, ketidakmampuan ini salah satunya terwujud sebagai akibat dari kegagalan pemerintah negara berkembang sendiri untuk menciptakan keadilan peluang dalam berusaha bagi industri di dalam negerinya.11 Padahal kebebasan natural (laissez faire)12 sebagai aturan main perdagangan bebas, mesti diikuti oleh adanya keadilan peluang. Akibat dari ketidakadilan peluang dalam berusaha ini, terciptalah ketimpangan kemakmuran, yakni kekayaan bagi segelintir pihak saja di satu sisi, dan kemiskinan yang kemudian merajalela di sisi yang lain. Kemudian, globalisasi yang datang beriringan dengan perdagangan bebas, telah menghasilkan bias perilaku konsumtif dan sikap hidup mewah pada masyarakat.13 Dengan distribusi kekayaan yang tidak merata dan merebaknya pola konsumtif secara bersamaan, muncul satu ruang kemungkinan untuk oportunisme ekonomi,14 salah satunya adalah pembajakan. Masyarakat yang berdaya beli rendah, namun keinginan belinya tinggi (konsumtif), merupakan pasar potensial pembajakan.15 Mengingat barang-barang yang diinginkan berharga relatif mahal,16 masyarakat pun terdorong untuk mengkonsumsi bajakannya. 2. Faktor budaya Budaya merupakan faktor yang membedakan masalah pembajakan di negara-negara Barat dengan negaranegara non Barat17 seperti Indonesia. Budaya Barat lebih menghargai hak kepemilikan perorangan sehingga cenderung individualis, sedang budaya non Barat lebih mementingkan aspek kebersamaan.18 Hal ini mengingatkan kita pada konsep sosiologi tentang gessellschaft (”masyarakat”) yang banyak ditemui di Barat, dan gemeinschaft (”komunitas”) yang lebih
mudah ditemui di masyarakat non Barat.19 Dengan corak budaya yang lebih mementingkan kebersamaan, masyarakat non Barat tidak begitu mementingkan hak kepemilikan perorangan seperti hak cipta dan lainnya, sehingga banyak ditemui kekayaan intelektualnya yang justru ’diambil’ oleh orang lain,20 seperti tempe dan batik kita.21 Apalagi konsep hak atas kekayaan intelektual (HaKI) yang ada sekarang ini murni dari pemikiran Barat, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai budaya mereka.22 Konsep ini belum tentu cocok secara budaya bagi masyarakat non Barat seperti kita.23 Ketidakcocokan inilah yang memunculkan respon berupa pengabaian terhadap keberadaan HaKI, yang selanjutnya memperbesar kecenderungan permisif terhadap pembajakannya. 3. Kesimpulan permasalahan Untuk menguji dua faktor penyebab di atas, penulis mengadakan penelitian berupa survei terhadap masyarakat di kota Kendari dan Unaaha, Sulawesi Tenggara.24 Hasilnya kurang lebih mendukung. Untuk permasalahan pada faktor pertama, dari total 55 responden, 84% nya mengaku pernah membeli barang bajakan, 22% di antaranya bahkan sering melakukannya. Alasan pembelian terbanyak adalah masalah harga, yakni 69%, kemudian ketersediaan/ kemudahan untuk mendapatkannya (30%). Untuk faktor kedua, meskipun mayoritas responden (87%) mengaku mengetahui apa itu pembajakan, namun pendapat mereka tentang pembajakan cukup mengejutkan. Dari 87% tersebut, tercatat hanya 20% nya saja yang berpendapat bahwa pembajakan melanggar undang-undang, 4% saja yang menyebut pembajakan merusak citra negara, dan 4% saja yang menyebut pembajakan mengancam industri lokal. Yang meresahkan, 13% responden justru berpendapat kalau pembajakan itu wajar-wajar saja. Dalam survei ini juga dapat dilihat kecenderungan masyarakat untuk melakukan pembajakan. 33% responden mengaku telah melakukan pembajakan, dan 22% responden mengaku tertarik untuk menjual barang bajakan. Meski sampel yang diuji sangat terbatas, setidaknya survei ini merupakan gambaran riil yang terjadi di masyarakat kita. Dari sini, kita dapatkan dua poin yang harus diperhatikan untuk memahami secara utuh masalah pembajakan di Indonesia: a. pembajakan di Indonesia bukanlah semata-mata perkara kriminal, permasalahan yang melatarbelakanginya cukup kompleks dan lintas sektoral; b. cara pandang masyarakat terhadap
pembajakan (terkait dengan budaya) turut berpengaruh terhadap maraknya pembajakan itu sendiri. Dengan pemahaman seperti ini, solusi atas pembajakan di Indonesia tidaklah hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan hukum semata. Mungkin itu mengapa ketiga undang-undang tentang HaKI di negara kita, sebagaimana di awal tulisan, belum efektif.
KAMPANYE SEBAGAI UPAYA STRATEGIS Ketika peraturan perundangan belum dapat sepenuhnya ditegakkan, semestinya upaya edukasi kepada masyarakat semacam kampanye, dapat menjadi alternatif. Namun pada kenyataannya, kampanye juga seringkali mentok seiring lesunya penegakan hukum.25 Kekeliruan mendasar kekurangberhasilan kampanye pemerintah adalah pada tidak dijalankannya kampanye sebagai ’peranan lunak’ oleh pemerintah. ’Peranan lunak’ (soft roles) adalah kebijakan pemerintah yang tidak memiliki kekuatan mengikat, tetapi berpengaruh pada perilaku masyarakat.26 Sementara itu, undangundang, peraturan, dan kebijakan yang bersifat konkret,27 adalah ’peranan keras’ (hard roles) pemerintah.28 Untuk mencapai kesuksesan, pemerintah tidak cukup hanya dengan memainkan ’peranan keras’-nya ini, tapi juga perlu memainkan ’peranan lunak’nya. Kampanye yang digalakkan pemerintah, semestinya termasuk dalam soft roles tersebut. Ketika kampanye tidak diperankan pemerintah sebagai soft role, kemungkinan besar yang akan terjadi adalah kegagalan. Menjadikan kampanye sebagai soft role berarti bagaimana memposisikan kampanye menjadi kebijakan yang mampu mempengaruhi perilaku masyarakat. Atau dengan kata lain, menjadikan kampanye sebagai soft role merupakan positioning kampanye sebagai upaya strategis. Positioning memang sangat terkait
dengan strategi. Strategi, menurut Webster’s New World Dictionary, adalah bagaimana menggerakkan pasukan ke posisi paling menguntungkan sebelum pertempuran aktual dengan musuh.29 Meraih ”posisi paling menguntungkan” inilah yang disebut positioning. Dalam dunia pemasaran, ketika kita ingin mendapatkan ”posisi paling menguntungkan” ini, kita harus terlebih dahulu mempelajari, memahami, dan melakukan manuver di medan pertempuran (konsumen dan prospek).30 Merujuk pada hal tersebut, posisi paling menguntungkan dalam positioning kampanye adalah menempatkan sebesar-besarnya pengaruh kampanye di kepala masyarakat. Kepala masyarakat di sini adalah ’medan pertempuran’-nya. Proses mempelajari dan memahami adalah proses menyimpulkan permasalahan seperti yang sudah dilakukan di atas. Sedang manuver yang harus dilakukan adalah bagaimana memformulasikan kampanye yang efektif dan kemudian melaksanakannya.
FORMULASI KAMPANYE YANG EFEKTIF Formulasi kampanye adalah proses perumusan pesan yang hendak disampaikan, pengkomunikasian, hingga terciptanya nilai/ pengaruh dari pesan yang disampaikan tersebut di masyarakat (lihat bagan). Perumusan pesan terkait dengan penyusunan isi pesan, pemetaan objek kampanye (masyarakat), serta analisis motivasi dan kebutuhan objek.31 Kemudian pesan tersebut dikomunikasikan dengan menggunakan alat kampanye yang ada, dan melalui sarana-sarana komunikasi yang dipilih. Hasilnya adalah tingkat relevansi pesan yang disampaikan dengan kondisi aktual objek/ masyarakat. Semakin besar relevansi pesan dengan kondisi aktual objek, semakin besar pula nilai/ pengaruh kampanye yang tertanam di benak objek.
BAGAN FORMULASI KAMPANYE
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
21
KEPABEANAN INTERNASIONAL Untuk mencapai tingkat relevansi optimum, formulasi kampanye yang disiapkan haruslah memenuhi kriteria kampanye yang efektif. Adapun mengenai kriteria yang dimaksud, penulis menggariskan 5 kriteria sebagai berikut. 1. Mempertimbangkan segmentasi psikografis masyarakat Segmentasi psikografis adalah penggolongan tipikal masyarakat berdasarkan latar belakang perilaku mereka. Penggolongan ini jamak dilakukan melalui survei psikografis. Survei ini mencoba meneropong, terutama, pada aktivitas, kepentingan, dan opini masyarakat, 32 untuk mengetahui cara pandang dan faktor lain yang melatarbelakangi perilaku mereka. Hasilnya akan tersegmentasi pada kelompokkelompok dengan kecenderungan psikologis tertentu. Di sini kita dapat membedakannya dengan segmentasi demografis yang menggolongkan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi, dan kriteria kasar lainnya. 33 Oleh karena kampanye yang efektif adalah kampanye yang mampu merubah cara pandang masyarakat, maka segmentasi psikografis seperti ini dibutuhkan. 2. Bukan sekedar iklan Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian nilai yang diharapkan berpengaruh kepada masyarakat. Untuk menyampaikan nilai tersebut, digunakanlah alat-alat kampanye (campaign tools), yang terdiri dari pengiklanan (advertising) dan kehumasan (public relation). Namun kebanyakan kampanye hanya menggunakan pengiklanan saja, sehingga tidak efektif. Kegemaran hanya menggunakan pengiklanan ini, bahkan telah mampu mengikis arti kampanye yang sesungguhnya. Yang kita tahu sekarang, kampanye adalah even-even massal, iklan di media massa, pemasangan atribut, bendera, poster, spanduk, pamflet, dan bentuk pengiklanan lainnya saja. Kehumasan sebagai alat kampanye sering diabaikan. Padahal kegiatan seperti manajemen isu/ pembentukan opini, pemberitaan, media gathering, atau konferensi pers, memiliki pengaruh yang besar terhadap kesuksesan kampanye. Visualisasi pengiklanan akan lebih cepat berpengaruh kepada masyarakat dengan adanya kegiatan kehumasan semacam ini. 3. Isi pesan sesuai Akan menjadi sebuah kesia-siaan ketika isi materi kampanye (pesan) yang kita sampaikan tidak sesuai dengan tujuan kampanye itu sendiri. 22
WARTA BEA CUKAI
Agar sesuai, konten pesan kita pilih berdasarkan fokus-fokus yang berangkat dari pokok permasalahan. Isi pesan tersebut disusun berlandaskan hasil penelitian tentang kebutuhan masyarakat akan informasi, atau kandungan informasi yang diharapkan oleh masyarakat, atau juga tentang cara yang paling efektif untuk membujuk masyarakat agar mengubah sikap dan perilakunya.34 4. Menyentuh aspek rasional dan emosional Kampanye yang efektif adalah kampanye yang dapat mempengaruhi masyarakat secara rasional sekaligus emosional. Aspek rasional berkenaan dengan pemahaman, sedang aspek emosional terkait dengan keterikatan perasaan dan elemen psikologis masyarakat terhadap apa yang dikampanyekan. Jadi yang diharapkan adalah masyarakat menjadi tahu sekaligus mau (sadar) untuk mengikuti pesan kampanye. 5. Strategi komunikasinya tepat Strategi komunikasi berkaitan erat dengan pemakaian sarana komunikasi untuk mempermudah pencapaian tujuan. Disebut tepat ketika sarana yang dipakai akan mempercepat pengaruh kampanye sampai di masyarakat. Sarana komunikasi kampanye yang utama adalah media, termasuk media massa dan media yang lain, serta jaringan. Jaringan sendiri terdiri dari jalan-jalan pintas menuju simpul massa atau wilayah.
KAMPANYE ANTI PEMBAJAKAN YANG EFEKTIF Berdasarkan penjelasan di atas, maka kampanye anti pembajakan yang efektif adalah kampanye anti pembajakan yang dijalankan sebagai soft role oleh pemerintah, diformulasikan dengan benar, dan memenuhi lima kriteria di atas. Untuk materi kampanye, dapat difokuskan pada aspek pentingnya HaKI, konsekuensi negatif pembajakan, dan keuntungan yang dapat diraih ketika pembajakan berkurang. Sebagai salah satu alternatif solusi, kampanye anti pembajakan ini haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya komprehensif dan simultan pemerintah untuk memberantas pembajakan di Indonesia. Mengingat kelamnya masalah pembajakan ini, kontribusi semua institusi yang bertanggung jawab, termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menjadi sangat penting. 1
Lihat ”Penegakan HaKI di Indonesia, Lambat tapi Pasti”, Kompas Cyber Media 10 November 2006.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12 13
14
15 16
17 18 19
20
21
22
23
24
25
Lihat “Pembajakan Merusak Semangat Berkreasi”, Media Indonesia Online 11 Desember 2006. Lihat ”Elektronik Ilegal Kuasai 40 Persen”, Kompas 12 Desember 2006 hal 17. Lihat ”Penegakan HaKI di Indonesia..”, Kompas Cyber Media. Beragam pemalsuan ini kerap ditayangkan dalam acara Reportase Investigasi di stasiun Trans TV sepanjang tahun 2006 ini. Lihat ”Ekspor Barang Bajakan Berdampak pada Negara”, Warta Bea Cukai edisi 356, hal 47. Meskipun setelah dikaji ulang pada tahun 2006, peringkat Indonesia sekarang menjadi Watch List (WL) saja. Lihat op. cit. Op. cit. Lihat Prof. K.H. Ali Yafie, dkk. Fiqih Perdagangan Bebas hal 73. Ibid. Ketidakadilan yang dimaksud adalah seperti kemudahan akses dari pemerintah kepada pengusaha tertentu saja, yang kemudian bersimbiosis dengan korupsi, kolusi, beserta segala variannya. Sementara bagi kalangan usaha kecil dan menengah, kebijakan dan akses usaha dari pemerintah justru dirasakan mempersulit. Ketidakadilan ini terkait dengan sistem politik negara berkembang yang masih rapuh dan belum mapan. Lebih lanjut lihat Hendra Nurtjahjo. Filsafat Demokrasi hal 98. Kebebasan natural adalah konsep yang dikumandangkan oleh Adam Smith. Lihat op. cit. Lihat Faisal H. Basri. ”Krisis Ekonomi Indonesia:..” dalam Menuju Indonesia Baru hal 58. Ada pula kaitannya dengan arus besar universalisasi di level global, lihat Hermawan Kertajaya, dkk. Markplus on Strategy hal 279. Merujuk pada istilah oportunisme politik, yakni pemanfaatan keadaan tertentu untuk kepentingan (politik) dirinya, yang biasanya selalu memperburuk keadaan tertentu tersebut. Apalagi Indonesia, yang penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa. Disparitas harga memang menjadi salah satu faktor pemicu larisnya barang bajakan. Lihat ”Pembajakan Software di Indonesia Mencapai 87%”, SDA Asia Online Indonesia, 20 November 2006. Lihat A. Graham Peace. An Exploratory Study of Software Piracy in Jordan. Ibid. “Masyarakat” di sini berarti hubungan warga yang diikat oleh peraturan atau kontrak, coraknya resmi, dan tanpa melibatkan perasaan, sedang “komunitas” berarti hubungan antar warga yang didasarkan pada perasaan pribadi dan semangat kekeluargaan. Konsep ini ditelurkan oleh Ferdinand Tonnies. Lebih lanjut lihat Francis Fukuyama. Guncangan Besar hal 10. Seperti kita ketahui, betapa banyak produk budaya kita yang dijarah penjajah di zaman kolonial dulu, sehingga ketika kita ingin mengetahui budaya bangsa kita pun, harus bertanya ke mereka. Lihat Radhar Panca Dahana. ”Pencuri Hak Intelektual”, Kompas 27 Juni 2005 dalam lipi.haki.go.id. Tempe telah dipatenkan Jepang, dan batik oleh Malaysia-meski keduanya juga bangsa non Barat. Lihat ”Alot, Pengakuan Hak Kekayaan Tradisi Budaya”, Kompas 7 Desember 2006 hal 12. Rahardi Ramelan mengatakan bahwa haki ala Barat hanya melihat kemampuan individual atas penemuan sesuatu saja, kemudian memberikan hak monopoli untuk manfaat ekonomi atasnya, sedang hak monopoli sering bertentangan dengan kepentingan publik. Lihat ”Tidak Ada Perlindungan Pengetahuan Tradisional”, ibid 13 Desember hal 13. Banyak kearifan tradisional dan kekayaan intelektual bangsa kita yang berorientasi kepada komunitas, bukan individu. Ibid. Survei penulis lakukan pada 16-20 Desember 2006 dengan menyebarkan 100 lembar kuesioner, namun yang sah dan kembali sebanyak 55 lembar. Responden terdiri dari pelajar, mahasiswa, pegawai negeri, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan pengangguran, dengan umur 15 hingga 52 tahun. Sebagai contoh kampanye pencegahan HIV/ AIDS di Indonesia. Meskipun kampanye sudah gencar dilakukan, sejak pasien pertama ditemukan pada 1987, jumlah pasien HIV/ AIDS malah membengkak menjadi 11.604 jiwa pada 2006 ini. Lihat “Keep Your Promise”, Reader’s Digest Indonesia Desember 2006 hal 61. Atau kampanye anti pembajakan yang selama ini dilakukan kalangan industri musik, yang juga
WBC/ATS
26 27 28 29 30 31
32 33 34
belum efektif. Lihat ”Pembajakan Sudah Sangat Membahayakan”, Kompas 13 Desember 2006 hal 13. Lihat Bob Widyahartono. Belajar dari Jepang hal 11. Contoh kebijakan pemerintah yang konkret adalah pajak, cukai, subsidi, dan yang lainnya. Op. cit. Lihat Jack Trout. Trout on Strategy hal 14. Ibid. Motivasi dan kebutuhan objek dalam hal ini adalah prediksi mengenai kondisi psikologis objek, terkait dengan apa yang akan kita sampaikan. Lihat “Menyibak Perilaku Konsumen Indonesia”, SWA 06/XXI hal 29. Untuk mengetahui peta latar belakang perilaku masyarakat, segmentasi demografis saja tidaklah cukup. Lihat Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba hal 99.
Daftar Pustaka Badan Narkotika Nasional. 2004. Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN RI Basri, Faisal H. 1998. ”Krisis Ekonomi Indonesia: Antara Gelombang Globalisasi dan Tuntutan Reformasi Total” dalam Menuju Indonesia Baru: Menggagas Reformasi Total. Bandung: Pustaka Hidayah Dahana, Radhar Panca. ”Pencuri Hak Intelektual”, Kompas 27 Juni 2005 dalam lipi.haki.go.id Fukuyama, Francis. 2005. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru, alih bahasa Masri Maris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gerungan, WA. DR., Dipl. Psych. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama Kertajaya, Hermawan, dkk. 2005. Markplus on Strategy: 12 Tahun Perjalanan Markplus&Co Membangun Strategi Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kurnia, Kafi. 2006. Anti Marketing: Jurus Ampuh Menumpas Persaingan!. Jakarta: Akoer Nurtjahjo, Hendra. SH., M.Hum. 2006. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara Ohmae, Kenichi. 1991. Dunia Tanpa Batas, alih bahasa F.X. Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara Peace, A. Graham. ”An Exploratory Study of Software Piracy in Jordan” dalam bebas.vlsm.org Trout, Jack. 2004. Trout on Strategy: Menguasai Benak Konsumen, Menaklukan Pasar, alih bahasa Emil Salim. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Widyahartono, Bob. 2003. Belajar dari Jepang: Keberhasilan sebagai Negara Industri Maju Asia. Jakarta: Salemba Empat
PENANDATANGANAN. Djuneidy Djusan, Sekretaris Direktorat Jenderal mewakili DJBC melakukan penandatanganan MoC dengan pihak Nothern Territory of Australia yang diwakili oleh Brian O’ Gallagher.
MoC
ANTARA DJBC DAN NOTHERN TERRITORY AUSTRALIA
Dengan adanya Indonesian Customs pre-inspection facility di Darwin Business Park, Australia, pengusaha Australia dapat menghemat waktu dan biaya. WBC/ATS
Yafie, K.H. Ali. Prof., dkk. 2003. Fiqih Perdagangan Bebas. Jakarta: Teraju GATRA No. 01 Tahun XII, 19 November 2005 Kompas Kamis, 7 Desember 2006 Kompas Selasa, 12 Desember 2006 Kompas Rabu, 13 Desember 2006 Reader’s Digest Indonesia Desember 2006 SWA No. 06/XXI/ 17-30 Maret 2005 Warta Bea Cukai No. 295, Juni 1999 Warta Bea Cukai Edisi 356, Juni 2004 Kompas Cyber Media, www.kompas.com Media Indonesia Online, www.mediaindo.co.id SDA Asia Online Indonesia, www.sda-indo. com
BIODATA PENULIS Nama lengkap : Darmawan Sigit Pranoto NIP : 060108173 Unit kerja : KPBC Tipe A4 Kendari
BRIAN O’ GALLAGHER. Hingga Juni 2009, petugas bea cukai Indonesia akan bertugas di Darwin, Australia, untuk mengoperasikan customs pre-inspection facility.
P
ada 22 Desember 2006, bertempat di ruang Loka Utama, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), digelar acara penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) antara DJBC dan Departement of the Chief Minister of the Nothern Territory of Australia mengenai customs pre-inspection facility di Darwin, Australia. Sekretaris Direktorat Jenderal, Djuneidy Djusan, mewakili DJBC saat melakukan penandatangan MoC tersebut. Sementara dari Nothern Territory of Australia diwakili oleh Brian O’ Gallagher, Executive Director for Major Projects, Asian Relations and Trade Division of the Nothern Territory Government. Acara tersebut juga dihadiri oleh para pejabat eselon II dan beberapa pejabat eselon III dan IV dilingkungan DJBC. Usai melakukan penandatangan MoC, Djuneidy Djusan dan Brian O’ Gallagher saling bertukar cenderamata. Dalam sambutannya, Djuneidy
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
23
KEPABEANAN INTERNASIONAL WBC/ATS
FOTO BERSAMA. Usai penandatanganan MoC, Brian O’ Gallagher berserta staf berpose bersama dengan para pejabat DJBC.
Djusan mengatakan, fasilitas pra pemeriksaan pabean Indonesia yang berada di Darwin, Australia, bukanlah merupakan pelayanan yang baru. Pasalnya, kerjasama dengan Nothern Territory of Australia ini telah dimulai sejak akhir tahun 1990-an dan untuk menindaklanjuti hubungan bilateral tersebut, selama ini beberapa orang personil bea cukai Indonesia telah bertugas di Darwin untuk menjalankan fasilitas pra pemeriksaan pabean ini. Adanya penugasan tersebut memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi personil bea cukai Indonesia karena tidak hanya berhubungan dengan para eksportir Australia, tapi juga menjelaskan kebijakan peraturan dan prosedur kepabeanan dan cukai Indonesia pada masyarakat Australia. “Sehingga mereka (pegawai DJBC-red) juga berkesempatan untuk menunjukan citra DJBC di masyarakat internasional,” imbuh Djuneidy. Kepada WBC Djuneidy mengungkapkan harapannya agar kerjasama ini dapat menguntungkan kedua belah pihak dan dapat memberi kontribusi positif yang dibutuhkan terhadap keberhasilan tujuan bersama, yaitu mengembangkan kawasan timur 24
WARTA BEA CUKAI
Indonesia dan Nothern Territory of Australia. Ia juga berharap agar pengalaman para personil bea cukai Indonesia yang telah menyelesaikan tugasnya di Australia dapat bermanfaat bagi pegawai itu sendiri sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik lagi. Pendirian fasilitas pra pemeriksaan itu sendiri merupakan bagian dari tujuan MoC antara pemerintah Indonesia dan Nothern Territory of Australia dalam hal kerjasama pembangunan ekonomi. Yaitu untuk mendukung dan mempercepat kerjasama, membangun ekonomi yang berkelanjutan antara kawasan timur Indonesia dan Nothern Territory of Australia. Saat diwawancara WBC, Brian O’ Gallagher mengatakan bahwa tujuan dari MoC ini adalah untuk melanjutkan hubungan khusus antara Nothern Territory Government of Australia dengan Indonesia khususnya kerjasama dalam hal fasilitas pra pemeriksaan pabean Indonesia atau Indonesian Customs pre-inspection facility yang berada di Darwin, Australia. Dari MoC ini, Gallagher berharap agar hubungan antara Indonesia dan Australia dapat lebih dipererat. Sehingga kedua belah pihak dapat lebih saling
EDISI 387 FEBRUARI 2007
mengerti satu sama lain dan saling menghargai nilai masing-masing. Saat ditanya mengenai isi dari MoC tersebut, Gallagher mengungkapkan bahwa isinya adalah kesempatan bagi petugas bea cukai Indonesia untuk datang ke Darwin dan mengoperasikan Indonesian Customs pre-inspection facility. “Jadi, petugas bea cukai Indonesia bekerja di Nothern Territory of Australia untuk membantu kegiatan ekspor ke kawasan timur Indonesia,” tambah Gallagher. Ada 2 orang petugas bea cukai yang akan ditugaskan di Darwin. Keduanya akan bertugas selama enam bulan, dimulai pada Januari 2007. Secara periodik (tiap 6 bulan-red) kedua orang petugas tadi akan digantikan dengan dua orang petugas lainnya yang baru. Begitu seterusnya hingga Juni 2009. Gallagher menambahkan, sebenarnya MoC ini merupakan perpanjangan kontrak kerjasama karena sebelumnya sudah ada beberapa petugas bea cukai Indonesia yang bertugas di Darwin. “Setelah Juni 2009, kita akan melihat lagi, kita akan evaluasi dan kita bisa memutuskan apakah akan kita lanjutkan lagi atau bagaimana,” kata Gallagher. ifa
KEPABEANAN
TAHUN 2006
TARGET BEA MASUK DAN CUKAI TIDAK TERCAPAI Kendati target bea masuk dan cukai tahun 2006 tidak tercapai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang juga ditugasi memungut pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terdiri dari PPN, PPnBM, PPH, dan PPN HT, berhasil mencapai jumlah yang cukup besar Rp.64 triliun.
P
ertumbuhan ekonomi di negara ini sepanjang tahun 2006 ternyata belum menggembirakan, hal ini terbukti dengan masih rendahnya daya beli masyarakat, yang mengakibatkan geliat pasar perekonomian tidak berjalan dengan baik. Selain itu dari kantung-kantung penerimaan negara yang masing-masing telah ditetapkan target penerimaannya juga mengalami kesulitan, sehingga hampir semua target yang telah ditetapkan untuk penerimaan negara tidak tercapai. Namun demikian pemerintah juga telah berupaya semaksimal mungkin. Upaya ini dibuktikan dengan gencarnya pemerintah dalam mengefisienkan pengeluaran-pengeluaran belanja negara dan memproritaskan alokasi dana yang ada, untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga diharapkan daya beli masyarakat juga akan meningkat.
IMPORTASI MENURUN, TARGET TIDAK TERCAPAI Terkait dengan penerimaan negara, khusus untuk penerimaan negara dari WBC/ATS
WAHYU PURNOMO. Dari 20 komoditi unggulan di tahun 2006, seluruhnya mengalami penurunan jumlah importasinya.
bea masuk importasi barang dan cukai hasil tembakau maupun minuman mengandung etil alkohol yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), di tahun 2006 seluruhnya tidak tercapai. Untuk bea masuk, APBN tahun 2006 menargetkan penerimaan sebesar Rp.15 triliun dan dari cukai Rp.36 triliun. Namun terjadi perombakan pada APBN-P tahun 2006 dimana DJBC diharuskan memungut penerimaan bea masuk dan cukai sebesar Rp. 52,105,900 triliun, dengan rincian, bea masuk sebesar Rp. 13,583,300 triliun atau turun sekitar Rp.2 triliun dan cukai sebesar Rp. 38,522,600 triliun atau naik sekitar Rp.2 triliun. Hingga 31 Desember 2006, ternyata realisasi target-target tersebut hanya mencapai 95.79 persen dengan rincian bea masuk hanya tercapai sebesar Rp. 12,141,702.85 triliun atau 89.39 persen dari target, sementara untuk cukai hanya tercapai sebesar Rp. 37,772,104.89 triliun atau 98.05 persen dari target (lihat tabel-I). Menurut Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC), Wahyu Purnomo, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa bea masuk tidak dapat tercapai. Faktor tersebut diantaranya, adanya penurunan tarif atas kebijakan internasional, dan selama tahun 2006 volume impor jauh menurun dibandingkan dengan tahun 2005. “Adanya penurunan tarif terkait dengan perjanjian antara Asean-Cina, pengaruhnya juga sangat signifikan bagi bea masuk karena menjadi nol persen, selain itu untuk gula dan beras ditahun 2006 tidak ada yang masuk, untuk beras ada yang masuk tapi volumenya sangat kecil sekali, selain itu untuk bahan baku elektronik yang di tahun 2005 menjadi andalan, untuk tahun 2006 justru juga mengalami penurunan, ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan bea masuk kita tidak dapat tercapai,” jelas Wahyu Purnomo. Untuk bea masuk sebenarnya DJBC memiliki 20 komoditi unggulan
yang diharapkan dapat menyumbang penerimaan negara, seperti kendaraan bermotor, gula, beras, bahan baku elektronik, radio telepon, sparepart kendaraan bermotor, dan lain-lain. Namun demikian komoditi yang pada tahun 2005 menjadi andalan tersebut, di tahun 2006 mengalami penuruan. Secara teknis memang tarif komoditi tersebut tidak turun namun volume impor mereka yang mengalami penurunan. “Di bulan Desember yang umumnya terjadi lonjakan impor, pada tahun 2006 bea masuk yang diterima itu hanya Rp.1,186 triliun, sedangkan pada November kita bisa mencapai Rp.1,218 triliun, nah ini sebenarnya sudah cukup tinggi, tapi kembali lagi karena terjadinya penurunan volume impor, maka untuk bea masuk kita tidak bisa tercapai,” kata Wahyu Purnomo. Lebih lanjut dijelaskan oleh Wahyu Purnomo, kendati bea masuk dan cukai tidak tercapai, namun ada beberapa Kantor Wilayah yang beban targetnya WBC/ATS
FRANS RUPANG. Dengan adanya kebijakan baru dibidang cukai hasil tembakau, diharapkan angka Rp. 42 triliun dapat tercapai.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
25
KEPABEANAN TABEL - I
MONITORING PENCAPAIAN BEA MASUK DAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2006 PER 31 DESEMBER 2006 - JUTA RUPIAH NO
URAIAN TARGET APBN-P 3
PER 31 DESEMBER 2006 TARGET
REALISASI
4
LEBIH KURANG
5
% PENCAPAIAN TAHUNAN SISA TARGET REALI- SEHARUS- LEBIH/ S.D. AKHIR SASI NYA KURANG TAHUN
1
2
6 (5-4)
7 (5/3)
8 (4/3)
9 (7-8)
10 (5-3)
1
BEA MASUK
13,583,300.00 13,583,300.00 12,141,702.85 -1,441,597.15
89.39%
100.00%
-10.61%
-1,441,597.15
2
CUKAI
38,522,600.00 38,522,600.00 37,772,104.89 -750,495.115
98.05%
100.00%
-1.95%
-750,495.12
TOTAL
52,105,900.00 52,105,900.00 49,913,807.74 -2,192,092.27
95.79%
100.00%
-4.21%
-2,192,092.27
Ket : 1. Data termasuk bunga dan denda sudah dikurangi restitusi 2. Sumber Data : Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
bisa tercapai, seperti Kanwil Medan, dan Semarang. Sementara itu untuk Makassar, Ambon, dan Banda Aceh, juga tercapai namun targetnya sangat
kecil, sehingga tidak mempengaruhi beban target secara keseluruhan. Sementara itu untuk Kanwil andalan seperti Jakarta, Bandung,
TABEL-II
REALISASI PENERIMAAN BEA MASUK TAHUN ANGGARAN 2006 (JUTA RUPIAH) KANTOR WILAYAH I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII
TARGET APBN-P
TOTAL
% Pencapaian Target Tahunan
MEDAN TB. KARIMUN PALEMBANG JAKARTA BANDUNG SEMARANG SURABAYA DENPASAR PONTIANAK BALIKPAPAN MAKASAR AMBON BANDA ACEH
374,249.23 247,223.76 309,490.61 7,999,458.07 2,041,180.85 380,841.79 1,698,031.39 52,319.49 41,563.32 282,151.89 78,139.86 60,661.94 17,987.80
400,729.92 164,835.22 296,960.67 7,114,379.03 1,874,881.80 393,431.74 1,384,998.13 46,412.13 37,722.01 258,451.97 46,561.33 76,695.23 20,320.41
107.08% 66.67% 95.95% 88.94% 91.85% 103.31% 81.56% 88.71% 90.76% 91.60% 59.59% 126.43% 112.97%
JUMLAH
13,583,300.00
12,116,379.59
89.20%
Sumber : Dit PPKC
REALISASI PENERIMAAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2006 (JUTA RUPIAH) KANTOR WILAYAH I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII
MEDAN TG. B. KARIMUN PALEMBANG JAKARTA BANDUNG SEMARANG SURABAYA DENPASAR PONTIANAK BALIKPAPAN MAKASAR AMBON BANDA ACEH JUMLAH
TARGET APBN-P 291,759.86 11,414.37 5,210.63 168,204.67 1,122,463.88 9,641,632.45 27,280,046.01 652.36 0.00 46.95 1,167.56 1.27 0.00 38,522,600.00
Sumber : Dit PPKC
26
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
TOTAL 257,145.75 2,165.52 381.95 143,800.40 1,291,710.23 9,757,587.01 26,257,934.33 1,122.10 0.00 45.39 855.12 0.00 0.00 37,712,747.77
% Pencapaian Target Tahunan 88.14% 18.97% 7.33% 85.49% 115.08% 101.20% 96.25% 172.01% 96.68% 73.24% 0.00% 97.90%
dan Surabaya sangat disayangkan sekali karena beban target yang diterimanya tidak dapat tercapai, bahkan untuk Jakarta hanya tercapai 89 persen, Bandung hanya 92 persen, dan Surabaya hanya 82 persen dari target yang dibebankan (lihat tabel-II). Namun, kendati target bea masuk dan cukai tahun 2006 tidak tercapai, DJBC yang juga ditugasi memungut pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN), pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh), dan juga memungut pajak pertambahan nilai hasil cukai (PPN HT), berhasil mencapai jumlah yang cukup besar, sebesar Rp. 64 triliun (lihat tabel-III).
TARGET 2007 Ditahun 2007, beban target DJBC kembali meningkat menjadi sebesar Rp. 56,452,300 triliun. Peningkatan yang signifikan tersebut hanya pada target cukai, sedangkan untuk target bea masuk juga mengalami kenaikan namun hanya berkisar Rp. 1 triliun. Adapun rincian beban target penerimaan bea masuk dan cukai tahun 2007 adalah, untuk bea masuk dibebankan sebesar Rp. 14, 417, 600 triliun, sedangkan untuk cukai dibebankan sebesar Rp. 42,034,700 triliun atau naik sebesar Rp. 4 triliun (lihat tabel-IV). Menurut Wahyu Purnomo, pembagian beban target pada tiap-tiap Kanwil masih akan menggunakan metode lama, yaitu melihat lima tahun kebelakang dari penerimaan yang dihasilkan oleh tiap-tiap Kanwil, hal ini sudah menjadi kebijakan pemerintah sehingga apa yang dibebankan sebenarnya sudah dapat diprediksikan sebelumnya. “Kendala tahun 2007 masih seperti tahun 2006 lalu, dimana penyesuaian tarif masih akan mewarnai pencapaian target. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang baik tentunya juga akan
mempengaruhi target, karena dengan daya beli masyarakat yang tinggi, tentunya volume impor juga akan tinggi,” tutur Wahyu Purnomo. Satu hal yang perlu dicatat dalam pencapaian target penerimaan, khususnya untuk cukai, sejak tahun 2006 sudah tidak mengenal lagi sistem ‘ijon’. Selama ini pemesanan pita cukai untuk bulan Januari ditarik ke bulan Desember sehingga target tercapai, sejak tahun 2006 dan seterusnya tidak akan menggunakan sistem itu lagi.
KEBIJAKAN BARU BANTU PENCAPAIAN TARGET Terkait dengan sistem ‘ijon’ tersebut, menurut Direktur Cukai, Frans Rupang, untuk tahun 2006 dan seterusnya Menteri Keuangan telah mengeluarkan kebijakan untuk tidak menggunakan sistem itu lagi, hal ini dikarenakan timbulnya persepsi yang salah selama ini yang menyatakan berapapun beban cukai yang ditargetkan pasti akan tercapai. Ini tentunya akan mempengaruhi perhitungan dalam penentuan kebijakan, untuk itulah maka sisitem tersebut untuk selanjutnya tidak digunakan kembali. “Untuk beban target cukai sebelum APBN sebesar Rp. 36,5 triliun kita sudah tercapai, namun dengan adanya
TABEL-III
PENERIMAAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR DAN PPNHT 2006 (JUTA RUPIAH) KANTOR WILAYAH
TOTAL PPN
PPnBM
PPh
PPN HT
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII
MEDAN TB. KARIMUN PALEMBANG JAKARTA BANDUNG SEMARANG SURABAYA DENPASAR PONTIANAK BALIKPAPAN MAKASAR AMBON BANDA ACEH
1,176,395.55 1,669,780.87 3,569,671.12 18,669,635.69 8,661,020.67 1,055,281.63 6,412,113.98 293,193.63 70,420.21 634,781.39 44,142.50 107,661.81 574,503.52
2,784.85 10,841.16 1,898.12 1,544,231.89 109,339.74 3,172.83 48,362.20 980.21 317.54 17,836.83 296.92 4,878.52 2,614.02
297,244.07 373,938.44 878,669.43 4,816,451.93 1,915,408.43 1,538,078.02 1,823,811.95 139,216.30 17,764.55 853,767.60 15,881.33 194,013.22 146,143.04
36,231.55 0.00 0.00 0.00 293,768.34 2,570,139.14 5,651,057.97 84.98 0.00 6,841.90 0.00 0.00 0.00
JUMLAH
42,938,602.55
1,747,554.83
13,010,388.30
8,558,123.87
* Sumber Ket : PPN PPnBM PPH PPN HT
Dit PPKC DJBC : : : :
Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah Pajak Penghasilan Pajak Penerimaan Hasil Tembakau
APBN-P yang merubah beban target cukai menjadi Rp.38,5 triliun dan kita tidak menggunakan sistem ‘ijon’ maka kita tidak dapat mencapainya. Tapi ketidakcapaiannya itu juga tidak terlalu
PRODUKSI MENURUN. Daya beli masyarakat yang menurun berakibat pada penurunan jumlah produksi.
jauh, artinya kita hanya kurang Rp. 800 milyar dari beban target yang ditetapkan atau kita bisa mencapai 98, 05 persen,” kata Frans Rupang. Lebih lanjut dijelaskan oleh Frans Rupang, pencapaian FOTO : ISTIMEWA target tersebut juga cukup terbantu dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang kenaikan HJE minuman mengandung alkohol dan etil alkohol. Untuk etil alkohol, tahun 2005 hanya menyumbang sebesar Rp. 97,8 milyar, namun di tahun 2006 dengan adanya kebijakan yang efektif di bulan Nopember 2006, bisa mencapai 136 milyar. Dari MMEA di tahun 2005 hanya menyumbang sebesar Rp. 500 milyar, namun di tahun 2006 bisa mencapai Rp. 568 milyar. “Sebenarnya ada tiga faktor mengapa beban target cukai maupun bea masuk tidak tercapai, faktor tersebut adalah, jumlah produksi yang tidak tercapai, laju inflasi, dan elastisitas produksi yang menurun. Hal ini tentunya menyebabkan daya beli masyarakat berkurang dan satu hal yang tidak dapat dipungkiri
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
27
KEPABEANAN TABEL-IV
TARGET PENERIMAAN BEA MASUK DAN CUKAI TIAP KANTOR WILAYAH DJBC TAHUN ANGGARAN 2007 KANTOR WILAYAH
TARGET PENERIMAAN BEA MASUK TARGET
I.
%
CUKAI TARGET
BEA MASUK + CUKAI %
TARGET
%
MEDAN
418,992
2.91%
303,316
0.72%
722,308
1.28%
II. TG. BALAI K.
227,324
1.58%
4,395
0.01%
231,719
0.41%
691
III. PALEMBANG
424,629
2.95%
0.00%
425,320
0.75%
IV. JAKARTA
8,373,602
58.08% 168,008
0.40%
8,541,610
15.13%
V. BANDUNG
2,206,637
15.31% 1,271,747
3.03%
3,478,384
6.16%
VI. SEMARANG
427,663
2.97%
10,635,922 25.30% 11,063,584
19.60%
VII. SURABAYA
1,755,261
12.17% 29,649,091 70.53% 31,404,352
55.63%
VIII. DENPASAR
63,020
0.44%
601
0.00%
63,621
0.11%
IX. PONTIANAK
42,948
0.30%
0
0.00%
42,948
0.08%
X.
301,898
2.09%
47
0.00%
301,945
0.53%
XI. MAKASSAR
BALIKPAPAN
77,338
0.54%
880
0.00%
78,218
0.14%
XII. AMBON
77,087
0.53%
1
0.00%
77,088
0.14%
XIII. BANDA ACEH 21,203
0.15%
0
0.00%
21,203
0.04%
JUMLAH
14,417,600 100.00% 42,034,700 100.00% 56,452,300
saat ini adalah masih adanya rokok ilegal dipasaran,” jelas Frans Rupang Terkait dengan rokok ilegal, di tahun 2006 DJBC juga telah melaksanakan operasi pasar, namun hal tersebut belum dapat mematikan produk rokok ilegal. Memang dari operasi itu tentunya memiliki efek yang cukup baik terhadap pengurangan rokok ilegal, namun kembali lagi kondisi perekonomian dan faktor lainnya masih
100.00%
menjadi kendala dalam operasi tersebut. Kembali kepada target yang dibebankan, khusus untuk cukai yang mencapai angka Rp.42 triliun memang sangat mengejutkan sekali, padahal dari hitung-hitungan yang dilakukan oleh DJBC, kisaran beban cukai yang pantas untuk dinaikan adalah sebesar Rp. 40 triliun atau angka yang wajar untuk tiap kenaikannya adalah Rp. 2 triliun. FOTO : ISTIMEWA
LAJU INFLASI. Perekonomian yang masih kurang bergairah, menyebabkan laju inflasi tidak mencapai angka yang diharapkan.
28
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Namun dengan hitungan pemerintah yang mengkaitkan dengan berbagai faktor, maka angka 42 tetap dibebankan kepada DJBC untuk dapat dicapai. “Memang pada awalnya kita pesimis target akan tercapai diangka 42, namun dengan dibantu oleh kebijakan pemerintah dibidang cukai, tentang kenaikan HJE di bulan Maret dan cukai spesifik di bulan Juli, saya optimis dapat tercapai, walaupun kenaikan itu cukup kecil juga. Namun jika nanti di APBN-P target cukai kembali dinaikan ya saya tidak tahu lagi, karena seperti saya bilang kisaran kenaikan yang wajar adalah Rp.2 triliun diluar itu ya harus dibantu lagi dengan kebijakan,” kata Frans Rupang.
OPTIMALISASI DENGAN PEMEKARAN WILAYAH Target tahun 2007 khususnya untuk cukai memang terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dan peningkatan beban target ini tentunya tiap tahun akan bertambah terus. Untuk itu DJBC dituntut agar dapat berupaya seoptimal mungkin dalam mencapai target tersebut. Salah satu upaya yang dijalankan adalah dengan pemekaran Kantor Wilayah yang saat ini telah dibagi menjadi 17 Kantor Wilayah dari sebelumnya 13 Kantor Wilayah. Akan pemekaran ini, baik Wahyu Purnomo maupun Frans Rupang, berharap pencapaian target dapat lebih optimal lagi. Khusus untuk target cukai, saat ini telah ada Kantor Wilayah yang mengkhususkan pada penerimaan cukai, seperti di Jawa Timur II, dengan adanya pengkhususan ini maka apa yang diharapkan untuk pemenuhan target cukai dapat terealisir dengan baik. “Untuk kantor-kantor yang menjadi kantung-kantung penerimaan cukai, maupun kantor-kantor yang mengawasi peredaran barang kena cukai, saya berpesan agar selalu waspada dan jeli dalam melakukan pengawasan terhadap cukai hasil tembakau, karena saat ini tren yang ada adalah, dengan menyatakan kalau rokok tersebut adalah jenis sigaret kretek tangan (SKT) namun dalam kenyataan pembuatannya menjadi sigaret kretek mesin (SKM). Ini yang perlu diwaspadai oleh seluruh jajaran bea cukai,” pasan Frans Rupang. Dengan angka Rp.56 triliun, tentunya tahun 2007 ini DJBC mendapatkan tantangan yang lebih besar. Segala upaya yang maksimal di tahun lalu tentunya juga harus lebih dimaksimalkan kembali di tahun 2007. Dengan adanya pemekaran Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Utama (KPU) yang akan dijalani di tahun 2007 ini, diharapkan dapat menambah optimisme seluruh jajaran DJBC dalam mencapai target yang telah dibebankan. Bagaimanakah hasil tahun 2007 ini, hal ini akan dapat dilihat dari evaluasi semester I nanti di bulan Juli tahun 2007. adi
DAERAH KE DAERAH WBC/ATS
KPBC TIPE A MERAK
BEKERJA DENGAN HATI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DAN MENGHILANGKAN STIGMA Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Tipe A Merak, kini tidak lagi memiliki stigma masih buruk dalam memberikan pelayanan kepabeanan dan cukai. Dengan potensi pelabuhan dan lokasi yang cukup dekat dengan pusat bisnis, KPBC Merak pun bertekat menjadikan standar kinerja dari Kantor Pelayanan Utama (KPU) sebagai benchmark.
D
i ujung barat Pulau Jawa atau tepatnya di propinsi Banten, sejak dulu telah memiliki beberapa industri raksasa yang produksinya telah tersebar ke seluruh penjuru dunia, diantaranya Krakatau Steel, Candra Asri dan lain-lain. Keberadaan industriindustri raksasa tersebut memang sangat membantu sekali dari sisi pendapatan daerah dan tenaga kerja di wilayah propinsi Banten. Dengan jumlah importasi yang mencapai ribuan kontainer dalam satu bulannya (rata-rata per bulan 13,712 atau dalam satu tahun 1142.667 teus) tentunya propinsi Banten memiliki aset penerimaan yang sangat besar untuk membangun daerah tersebut. Namun demikin, perkembangan propinsi Banten yang saat ini terkesan lambat, lebih dikarenakan belum dimanfaatkannya secara penuh segala fasilitas bisnis yang dimiliki oleh propinsi ini. Sebagai contoh, dari seluruh daerah di Indonesia, hanya propinsi Banten
yang memiliki tiga pelabuhan besar (Cigading, Ciwandan, dan Merak Mas). Namun dari ketiga pelabuhan tersebut, baru sebagian saja yang dimanfaatkan untuk jalur ekspor impor. Kenyataan ini memang harus segera diperbaiki sehingga pemanfaatan ketiga pelabuhan tersebut dapat benar-benar terwujud.
EKSPOR IMPOR MELALUI TANJUNG PRIOK Terkait dengan kegiatan ekspor impor yang ada di propinsi Banten dan masuk ke dalam wilayah kerja dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Tipe A Merak, khusus untuk tahun 2006 lalu telah diupayakan agar kegiatan ekspor dan impor ini dapat secara penuh dilayani melalui ketiga pelabuhan yang ada di propinsi Banten. Menurut Kepala KPBC Tipe A Merak, Agus Sudarmadi, luas wilayah pengawasan dari KPBC Merak, meliputi kabupaten Serang, Lebak, Pandeglang, dan kota Cilegon (minus kabupaten dan
kota Tangerang) atau +/- 7.347,71 Km2. Sedangkan industri yang ada di wilayah Banten hampir seluruhnya merupakan industri raksasa dengan jumlah importasi yang cukup besar dan eksportasi yang juga tidak kalah besarnya. “Dari potensi ini kami melihat kalau industri yang ada disini belum memanfaatkan fasilitas pelabuhan yang ada. Memang beberapa industri raksasa tersebut memiliki fasilitas pelabuhan tersendiri, namun tidak berjalan secara efektif dan efisien,” jelas Agus Sudarmadi. Lebih lanjut dijelaskan oleh Agus Sudarmadi, dengan permasalahan itulah maka KPBC Merak mengupayakan agar seluruh industri yang ada di wilayah pengawasan KPBC Merak dapat sepenuhnya menggunakan fasilitas pelabuhan yang ada dan tidak menggantungkan kepada pelabuhan Tanjung Priok. Diakui juga kalau selama ini hampir sebagian besar importasi dan eksporta-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
29
DAERAH KE DAERAH WBC/ATS
ga untuk proses pengeluaran barang rata-rata terhambat antara 1 hingga 2 hari hanya karena stakeholder harus kembali ke Serang untuk membayar pajak-pajak yang telah ditentukan. “Sebenarnya bank persepsi tersebut sudah ada, namun lokasinya masih jauh. Untuk itu, kedepan ini kami berharap akan ada bank persepsi yang dekat dengan lokasi kantor pelayanan, sehingga segala keperluan adminstrasi ekspor impor dapat dilakukan dengan cepat tanpa harus bolak-balik, dan tentunya proses pengeluaran dapat lebih cepat lagi,” harap Agus Sudarmadi. KPBC Tipe A Merak memang lebih terfokuskan pada fasilitasi perdagangan, hal tersebut karena hampir seluruh industri yang ada telah memanfaatkan fasilitas yang diberikan DJBC. Untuk itu, dengan telah lengkapnya sarana ekspor impor yang ada di KPBC Merak, diharapkan kelancaran arus barang dapat lebih cepat dan efisien. “Satu hal juga yang kami minta keAGUS SUDARMADI. Kalau pengguna jasa telah pada Kantor Pusat untuk KPBC Merak memanfaatkan pelabuhan yang ada, maka industri di wilayah Banten akan berjalan dengan ini, untuk segera dielektronikan, sehingefektif dan efisien. ga bagi pengguna jasa yang berada di wilayah yang dekat dengan Jakarta tidak perlu jauh-jauh datang, hanya tidak perlu lagi tergantung kepada tinggal mengirimkan datanya melalui pelabuhan Tanjung Priok. EDI. Untuk itu pelaksanaan inward dan outward manifes yang telah berjalan ini BELUM ELEKTRONIK diharapkan juga dilengkapi dengan Selain hal tersebut, ada kendala lain dielektronikannya KPBC Merak,” kata yang juga dirasakan oleh KPBC Merak Agus Sudarmadi. cukup mengganggu jalannya kelancarIndustri yang ada di wilayah pengaan arus barang. Kendala tersebut wasan KPBC Merak terbilang cukup baadalah belum adanya fasilitas bank pernyak, selain dari industri raksasa yang sepsi yang dekat atau berada di kantor telah dulu berdiri. Industri lain yang ada pelayanan untuk melayani kegiatan di wilayah ini yaitu 23 tempat penimbunekspor impor di wilayah Merak, sehingan sementara (TPS), WBC/ATS 26 pengusaha kawasan berikat, 27 pengusaha gudang berikat, dan 31 perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE). Selain industri tersebut, ada juga beberapa industri minuman mengandung alkohol dan beberapa pabrik rokok golongan IIIB. Dengan jumlah stakeholder yang kurang lebih mencapai 200, sementara jumlah pegawai yang ada di KPBC Merak sebanyak 116 pegawai, tentunya tidak mudah dalam melaksanakan tugas pengawasan. Untuk itu dengan risk manajemen yang ada, maka pengawasan pun dapat diupayakan seopti-mal mungkin sehingga apa yang menDISKUSI BERSAMA. Dirjen Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi yang didampingi Kakanwil V Bandung dan Kepala KPBC Merak, saat jadi tugas dan fungsi menyampaikan paparannya mengenai peran KPBC Merak dalam menunjang kegiatan industri di profinsi Banten.
si yang ada dan untuk wilayah Banten, dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Priok, padahal dengan jarak yang lebih dekat dengan pelabuhan yang dimiliki oleh propinsi Banten, tentunya akan lebih efisien baik dari sisi biaya maupun dari sisi waktu. Ketergantungan industri yang ada di propinsi Banten kepada pelabuhan Tanjung Priok memang tidak dapat disalahkan juga, karena hanya beberapa kapal saja yang mau singgah di seluruh pelabuhan yang ada di propinsi Banten, dan dengan waktu yang tidak kontinyu. Selain itu, hingga saat ini di wilayah Banten belum ada depo kontainer yang dengan cepat dapat mengangkut barang ekspor impor. Itu sebabnya para pengusaha lebih memilih jalur Tanjung Priok sebagai pelabuhannya. “Itu merupakan salah satu kendala yang saat ini kami hadapi, namun demikian kami tetap berupaya dengan berbagai cara agar proses ekspor impor dapat sepenuhnya kami layani, dan tentunya dengan fasilitas beberapa pelabuhan yang kami miliki,” papar Agus Sudarmadi. Untuk pelabuhan yang ada saat ini, ada satu pelabuhan yang jaraknya cukup dekat dengan kantor pelayanan, yaitu pelabuhan Merak Mas. Pelabuhan ini sebenarnya juga sudah cukup lama berdiri, dan pada awalnya hanya digunakan oleh salah satu perusahaan raksasa di Merak. Namun, kini pelabuhan tersebut dapat digunakan untuk umum, sehingga industri-industri yang ada di wilayah pengawasan KPBC Merak dapat memanfaatkannya dan
30
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WBC/ATS
PELABUHAN MERAK MAS. Dengan telah dibukanya untuk umum dan lokasi yang dekat dengan kantor pelayanan, maka pengguna jasa pun dapat memanfaatkannya untuk kegiatan ekspor impor.
dari DJBC dapat benar-benar terwujud. Salah satu contoh risk manajemen yang dijalankan saat ini adalah, KPBC Merak menerapkan zero tolerance terhadap barang larangan dan pembatasan, memeriksa secara penuh atau 100 persen setiap barang yang terkena jalur merah, dan menempatkan beberapa pegawai pada industri-indus-
tri yang dianggap rawan dalam melakukan penyimpangan.
upaya pembinaan pegawai, juga menjalin hubungan baik dengan seluruh stakeholder dan instansi terkait lainnya, diantaranya melalui kegiatan olah raga JALIN HUBUNGAN BAIK DENGAN bersama. Selain itu, melakukan kunSTAKEHOLDER jungan ke beberapa industri yang ada, Untuk dapat meningkatkan kinerja diharapkan dapat memecahkan segala sehingga dapat lebih opimal lagi dan persoalan yang dihadapi selama ini. sesuai dengan harapan yang diingin“Sewaktu seluruh pegawai memerikkan, KPBC Merak selain melakukan sakan kondisi WBC/ATS kesehatannya, hampir 90 persen pegawai menderita asam urat dan kolesterol. Kalau pegawai memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik tentunya untuk bekerja pun menjadi kurang optimal. Untuk itulah kami melakukan kegiatan olah raga bersama antara pegawai dan instansi terkait, terutama olah raga mahatma atau olah raga pernafasan yang terbukti dapat meningkatkan kesehatan para pegawai,” ujar Agus Sudarmadi. MENAMBAH KENYAMANAN. Kepala kantor dan beberapa Kepala Seksi berfoto bersama di ruang tunggu yang mirip dengan lobby Dengan kehotel, yang dimaksudkan untuk menambah kenyamanan para penggguna jasa dalam mengurus dokumen. EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
31
DAERAH KE DAERAH WBC/ATS
DAPAT MENGAKSES LANGSUNG. Dengan sarana yang nyaman kini pengguna jasa pun dapat mengakses langsung dokumen yang sedang diurusnya.
giatan bersama tersebut, kini baik pegawai, stakeholder, maupun instansi terkait lainnya dapat terjalin suatu hubungan yang baik, bahkan untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi oleh pengguna jasa pun kini sudah tidak sungkan lagi untuk diungkapkan. Selain menjalin hubungan kerja yang baik dengan para stakeholder, secara intern pun KPBC Merak telah berbenah diri baik terhadap sarana maupun prasarana yang ada. Hal ini dapat dilihat dari ruang tunggu pelayanan layaknya lobby hotel, yang diharapkan dapat menambah kenyamanan pengguna jasa dalam mengurus segala dokumen ekspor impor. Selain itu penempatan petugas yang langsung berhadapan dengan pengguna jasa, juga dapat mempermudah penyampaian segala informasi kepada pengguna jasa. “Kalau dulu mungkin pengguna jasa datang hanya berhadapan dengan kaca atau melongok melalui celah, tapi sekarang kami ubah agar penguna jasa yang memerlukan informasi kepabeanan dan cukai, dapat dengan leluasa menanyakan kepada petugas dihadapannya. Namun ini bukan bertujuan agar terjadi kontak person petugas dan pengguna jasa yang menyimpang, kontak person disini hanya sebatas penyampaian informasi dan pelayanan dokumen yang dapat dipantau langsung oleh pengguna jasa,” tutur Agus Sudarmadi. Dengan segala bentuk upaya yang dilakukan tersebut, maka untuk lebih mempererat lagi jalinan hubungan kerja yang baik, pada 20 Desember 2006 lalu, KPBC Tipe A Merak pun mengundang seluruh stakeholder yang berada di wilayah kerjanya dan instansi terkait lain, untuk memaparkan segala 32
WARTA BEA CUKAI
permasalahan yang ada dalam suatu diskusi yang bertemakan “Peran KPBC Merak Dalam Menunjang Pertumbuhan Industri dan Perdagangan Internasional”. Dalam diskusi yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi, dan Kakanwil V DJBC Bandung, Jodi Koesmindro, dijelaskan oleh Agus Sudarmadi, bahwa kondisi wilayah kerja KPBC Merak yang memerlukan dukungan penuh dari pengguna jasa agar memanfaatkan segala fasilitas yang ada, termasuk pelabuhan Merak Mas yang dirasakan cukup membantu proses kelancaran arus barang ekspor impor. Sementara itu Dirjen Bea dan Cukai dalam kata sambutanya menjelaskan, saat ini DJBC memang sedang mengalami masalah besar seperti ekonomi biaya tinggi dan menekan semaksimal mungkin upaya penyelundupan. Untuk ekonomi biaya tinggi, kini telah dibangun suatu sistem administrasi, seperti sistem aplikasi pelayanan inward dan outward manifes, dengan harapan segala urusan dokumen ekspor impor dapat diselesaikan sesegera mungkin, dan untuk KPBC Merak ini juga diharapkan pada tahun 2007 telah dapat menerapkan sistem aplikasi tersebut secara elektronik, sehingga segala kendala yang dihadapi saat ini dapat terselesaikan dengan baik.
TARGET 2006 BELUM TERCAPAI Jika semua yang diharapkan telah dapat dijalankan dengan baik, tentunya apa yang dicita-citakan oleh KPBC Merak pun akan segera terwujud, bahkan untuk target penerimaan pun tentunya KPBC ini dapat memenuhinya. Berbicara soal target penerimaan, untuk tahun 2006 lalu KPBC Tipe A
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Merak dibebani target bea masuk sebesar Rp. 551.281.836.000 dan target cukai sebesar Rp. 130.515.000. Dari beban target tersebut, untuk bea masuk hanya mencapai Rp. 431.421.050.105 atau 84,38 persen. Dan untuk cukai hanya tercapai Rp. 123.494.400 atau 94,62 persen. “Untuk target penerimaan baik bea masuk dan cukai tahun 2006, memang kita tidak tercapai, padahal ada 19 komoditi penyumbang bea masuk terbesar. Adapun kendala dari ketidakcapaian tersebut lebih karena masih belum dimanfaatkannya fasilitas pelabuhan yang ada di Merak ini, dan importasi beras yang tidak jadi masuk melalui KPBC Merak ini,” jelas Agus Sudarmadi. Lebih lanjut Agus Sudarmadi menjelaskan, untuk tahun 2007 ini, KPBC Tipe A Merak mendapatkan beban target penerimaan yang sedikit sekali mengalami kenaikan, yaitu untuk bea masuk sebesar Rp. 551.739.667.000, sementara untuk cukai mengalami sedikit penurunan dari target tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 117 150.000. Dengan apa yang telah dijalankan oleh KPBC Tipe A Merak saat ini, Agus Sudarmadi pun optimis target penerimaan di tahun 2007 dapat tercapai, namun dengan catatan apa yang diharapkan kepada pengguna jasa dapat benar-benar berjalan dengan baik. “KPBC Tipe A Merak mempunyai motto “Bekerja Dengan Hati”, dengan motto tersebut kami seluruh pegawai ingin agar kinerja yang telah berjalan baik dimasa lalu, dapat ditingkatkan dan tentunya juga menjadi lebih baik. Bahkan kami menjadikan kinerja dari kantor pelayanan utama (KPU) sebagai benchmark,” kata Agus Sudarmadi. Namun, ada satu hal yang hingga kini masih menjadi stigma di KPBC Merak, yaitu pelayanan kepabeanan dan cukai yang diberikan masih kurang baik. Stigma ini hingga kini masih ada, padahal sejak dulu juga KPBC Merak selalu meningkatkan kinerjanya baik dibidang pengawasan maupun pelayanan cukai. Terkait hal itu, Agus Sudarmadi mengatakan telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengikis stigma tersebut, adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja para pegawai dan menjalin hubungan kerja yang lebih baik lagi baik kepada para stakeholder maupun kepada seluruh instansi terkait yang ada di pelabuhan. “Jadi kalau masih ada stigma Merak masih kurang baik dalam memberikan pelayanan kepabeanan dan cukai, kini dapat dibuktikan kalau hal itu tidaklah benar, dan seluruh pihak dapat melihatnya langsung kelapangan, apakah masih ada pelayanan yang diberikan tersebut kurang baik.” tandas Agus Sudarmadi. adi
UPAYA PENGGAGALAN PENYELUNDUPAN OLEH PETUGAS KPBC TIPE A DUMAI
KPBC Tipe A Dumai, merupakan salah satu kantor pelayanan yang berada dalam lingkup Kantor Wilayah II DJBC Tanjung Balai Karimun, yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera.
K
antor ini lebih banyak dikenal orang karena pelayanan ekspor minyak, baik minyak sawit maupun minyak bumi, sebab di kawasan sekitar Dumai dikenal dengan kawasan ‘atas bawah minyak’, dimana permukaan bawah tanah sekitar Dumai menghasilkan minyak bumi sedangkan permukaan atas tanah di sekitar Dumai tumbuh subur tanaman sawit, yang hasil akhirnya adalah minyak sawit beserta turunannya. Dumai sendiri merupakan salah satu kotamadya yang berada dalam daerah Provinsi Riau. Dipimpin oleh Kepala Kantor dijabat oleh Ariohadi, SH, MA (ketika itu) serta dibantu oleh Kepala Seksi P2, Aris Murdiyanto SH,MM, KPBC Dumai beserta segenap jajarannya mencoba untuk meningkatkan kinerja dalam menjalankan tugas fungsi pelayanan dan pengawasan sebagai bagian dari tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Diawali pembinaan sumber daya manusia, pembenahan sarana dan prasarana kerja, pembenahan sistem pelayanan dan pengawasan dan pada akhirnya secara rutin menyelenggarakan evaluasi, KPBC Dumai mencoba untuk ikut berperan dalam melakukan pelayanan dan memberantas penyelundupan. KPBC Dumai dari tahun ke tahun mencoba untuk berbenah diri walaupun dengan proses yang tidak bisa berjalan secara cepat dan serta merta, namun berdasarkan data penerimaan, data dokumen yang diajukan, maupun sejumlah penegahan barang yang akan coba untuk diselundupkan masuk maupun ke luar daerah pabean di wilayah pengawasan KPBC Dumai. Dumai, sebagai daerah di pesisir timur Sumatera yang lautnya menjadi satu dengan Selat Malaka yang tidak jauh berseberangan dengan negara tetangga Malaysia, merupakan daerah yang mudah dijangkau dengan kapal laut dari negara tetangga Malaysia. Pesisir timur Sumatera, disamping banyak dikelilingi pulau juga banyak terdapat muara-muara sungai dengan kedalaman yang bisa dimasuki kapal-kapal tradisional dengan bobot 100-300 ton. Dengan kondisi geografis sedemikian rupa, ditambah kurangnya industri barang-barang produksi maupun barangbarang konsumsi, dengan budaya perda-
gangan lintas batas (smokel) yang sudah berkembang secara turun temurun semenjak jaman penjajahan Belanda, menjadikan Dumai sebagai titik rawan penyelundupan.
PENGGAGALAN PENYELUNDUPAN Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Seksi Pencegahan dan Penyidikan (sekarang Penindakan dan Penyidikan) KPBC Tipe A Dumai, didukung oleh kurang lebih 30 personel termasuk Kepala Seksi, Korlak Intelijen, Korlak Patroli dan operasi, serta Korlak Administrasi dan Barang Bukti dengan dilengkapi kapal patroli, mobil patroli, persenjataan, serta surat perintah, mencoba untuk sekuat tenaga memastikan kepatuhan pengguna jasa kepabeanan terhadap peraturan perundang-undangan kepabeanan. Siklus kegiatan pengawasan yang diterapkan Seksi Pencegahan dan Penyi-
dikan diawali dari siklus intelijen dan analisa dokumen (RKSP dan Manifes), dilanjutkan dengan distribusi informasi maupun tindak lanjut informasi baik yang merupakan hasil pengolahan internal, maupun informasi instan eksternal dengan tingkat akurasi yang tinggi. Berdasarkan hasil informasi yang didapat, maka distribusi informasi dilakukan pada tim analis, tim patroli laut maupun patroli darat, untuk melakukan tindak lanjut sesuai surat perintah dan lokasi tugas yang diemban oleh masing-masing tim. Tim analis intelijen melakukan pengumpulan informasi, baik berasal dari sumber internal (dokumen) maupun sumber eksternal, informan yang dipasang pada lokasi-lokasi rawan pelanggaran, yang selanjutnya dianalisa secepat dan tepat mungkin tentang akurasi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Selanjutnya, tim patroli laut, melakuFOTO : TERY
TIM PATROLI LAUT KPBC Tipe A Dumai setelah menangkap kapal dan memerintahkan untuk menepikan kapal ke Dermaga Dumai, untuk dilakukan proses pemeriksaan dan penyidikan lebih lanjut. EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
33
DAERAH KE DAERAH FOTO : TERY
KAPAL PENGANGKUT kayu illegal yang kini diamankan petugas bea cukai KPBC Tipe A Dumai.
kan ‘random patrol’ atau patroli secara acak di lokasi perairan pelabuhan dan Sungai Dumai, untuk menghindari deteksi dari pihak yang mencoba melakukan pelanggaran atau penyelundupan. Disamping itu, tim patroli laut, yang terdiri dari dua armada (BC 1509 dan BC 80118/ lokal KPBC Dumai), juga bekerja berdasarkan informasi yang didapatkan dari tim analis intelijen untuk menindaklanjuti informasi untuk melakukan patroli pencarian target informasi. Dan apabila target informasi berhasil ditangkap maka selanjutnya penanganan tersangka dan barang bukti diserahkan prosesnya pada tim penyidik dan administrasi barang bukti. Tim penydidik dan barang bukti selanjutnya melakukan proses pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan hingga cukup bukti fakta untuk dilimpahkan pada proses penuntutan sesuai dengan Undang-undang Kepabeanan dan KUHAP. Kasus-kasus yang ditangani oleh Tim Penyidik tidak hanya dari KPBC Dumai, melainkan juga dari hasil tangkapan Kantor Pusat DJBC maupun Kanwil II DJBC Tanjung Balai Karimun. Sebagai contoh, siklus kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Seksi Pencegahan dan Penyidikan KPBC Tipe A Dumai, adalah proses penangkapan kayu meranti yang akan dicoba untuk diselundupkan ke Malaysia melalui perairan Selat Malaka dari pesisir timur Sumatera di kawasan Dumai. Suatu hari menjelang sore, pada 28 Desember 2006, saat aktivitas kantor sudah mulai surut, terbangunlah komunikasi dengan analisis intelijen bahwa didapatkan informasi yang akurat dari informan luar bahwa ada usaha untuk menyelundupkan kayu balok/ asalan tanpa dilengkapi dokumen yang sah dari instansi terkait, di sekitar Pesisir dan Perairan Dumai yang berjarak 1 jam perjalanan dari Dermaga Dumai di sekitar Perairan Bulu Hala setelah melalui Pulau Ketam. Dan kapal yang mengangkut kayu 34
WARTA BEA CUKAI
FOTO : TERY
KAYU ILLEGAL, yang akan diselundupkan ke Port Klang Malaysia berhasil diamankan aparat bea cukai KPBC Dumai.
akan bergerak ke luar pada saat matahari terbenam, dengan jumlah muatan sekitar 40 ton. Berdasarkan informasi yang diolah tersebut, Kasi P2 mengumpulkan anggota tim patroli laut untuk melakukan briefing pra-operasi, selesai briefing maka bergeraklah tim patroli laut dengan dilengkapi senjata dengan menggunakan 2 armada kapal patroli BC 1509 dan BC 80118 menuju sasaran informasi. Kurang lebih 2 jam setelah keberangkatan, berdasarkan koordinat yang dituju oleh nakhoda serta pengamatan dengan menggunakan binocular oleh ABK kapal patroli, maka nampaklah target informasi tersebut, sebuah kapal yang diduga memuat kayu ilegal, maka kopat (komandan patroli) memerintahkan seluruh crew kapal patroli untuk mengarahkan sasaran dan kapal patroli ke arah target. Duapuluh menit kemudian, kapal patroli mulai merapatkan badannya ke kapal yang diduga memuat kayu tersebut. Berdasarkan pemeriksaan sementara, maka dipastikan bahwa kapal tersebut memuat kayu asalan/ balak tim. Berdasarkan temuan sementara tersebut maka mulai dilakukan pemeriksaan sementara kapal, dokumen dan awak kapal tersebut di tengah laut. Kemudian setelah didapatkan bukti permulaan yang cukup, maka kapal bermuatan kayu beserta awak kapalnya ditangkap dan diarahkan untuk menepi di Dermaga Dumai, untuk dilakukan proses pemeriksaan dan penyidikan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan diketahui kapal motor yang tanpa nama itu berasal dari Bulu Ala, Dumai menuju Port Klang, Malaysia. Jenis barang yang coba diselundupkan ke luar wilayah Indonesia ini adalah kayu balak dengan jumlah sebanyak 226 batang tanpa dilindungi dokumen. Sampai dengan saat ini kasusnya masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus ini, beberapa aspek
EDISI 387 FEBRUARI 2007
ketentuan yangn tidak diindahkan oleh pelaku penyelundupan kayu adalah aspek kepabeanan dan aspek ketentuan dari instansi terkait, dalam hal ini, Departemen Kehutanan. Dari aspek kepabeanan, pemuatan kayu untuk tujuan ekspor sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan bahwa ekspor harus dilengkapi dengan dokumen kepabeanan yang selanjutnya diatur dalam Kep-151/BC/2003 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang ekspor. Sedangkan dari aspek instansi terkait, ekspor kayu disamping harus menggunakan PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) juga harus memenuhi ketentuan Menteri Kehutanan No. 32/ MPP/Kep/1/2003, bahwa ekspor kayu tidak dilarang sepanjang telah dikerjakan pada kedua atau keempat sisinya, dilengkapi dengan SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan). Outward Manifes. Apabila proses ekspor dilakukan tanpa mengindahkan ketentuan kepabeanan maka dapat dijerat dengan pasal 102 Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan. Demikian ilustrasi kerja pengawasan yang dilakukan oleh Seksi Pencegahan dan Penyidikan dibawah kendali Kepala KPBC Tipe A Dumai, secara sinergi bersama jajaran anggotanya dengan berbagai keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki, namun KPBC Dumai tetap mencoba untuk mendukung penuh upaya DJBC untuk menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
HASIL PENGAWASAN Di samping penangkapan ekspor kayu illegal, dalam dua tahun terakhir KPBC Dumai juga berhasil menegah penyelundupan gula dari Malaysia, daging dari India melalui Malaysia, obat-obatan illegal melalui kapal feri dari Malaysia, Ballpress (tekstil bekas), barang-barang bekas eks Malaysia (ban, kasur, monitor bekas), seperti pada data berikut ini :
Tery Zakiar/ KPBC Tipe A Dumai EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
35
DAERAH KE DAERAH
BEA CUKAI TANJUNG PERAK
GAGALKAN UPAYA PENYELUNDUPAN SITUS PURBAKALA KE LUAR NEGERI Ekspor secara konsolidasi sangat rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
A
DOK. KPBC TANJUNG PERAK
parat Bea dan Cukai Tanjung Perak Surabaya, berhasil menegah barang purbakala atau cagar budaya, berupa satu buah Patung (Arca) Kepala Budha ke luar negeri. Pelaku menggunakan modus operandi dengan tidak memberitahukan jenis barang yang akan diekspor dalam Pemberitahuan Pabean dan barang diselipkan diantara barang-barang yang akan diekspor. Kasus itu terungkap sekitar pertengahan bulan Oktober 2006, ketika dilakukan ekspor melalui Konsolidator Barang Ekspor dengan menggunakan kontainer nomor ILSU4003776/40’. Di dalam satu Kontainer tersebut berisi sejumlah barang ekspor milik 10 eksportir dan diberitahukan dalam 11 (sebelas) PEB, yaitu :
No. Nomor Tgl PEB PEB PEB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis
154803 13-10-2006 Fasilitas KITE 157988 17-10-2006 Umum 157999 17-10-2006 Umum 158052 17-10-2006 Umum 158053 17-10-2006 Umum 158054 17-10-2006 Umum 158055 17-10-2006 Umum 158056 17-10-2006 Umum 158140 18-10-2006 Fasilitas KITE 158440 18-10-2006 Umum 158673 18-10-2006 Umum
Eksportir PT. PKTK CV. BDE CV. MA PT. PAP PT. TD PT. BW PT. CPM PT. NB PT. IAI CV. AL CV. AL
Dari data tersebut selanjutnya dilakukan kegiatan intelijen. Dan atas kegiatan intelijen, diperoleh informasi bahwa pada kontainer tersebut juga berisi barang-barang lain yang diberitahukan dengan tidak benar/sama sekali tidak diberitahukan dalam PEB atau berupaya untuk diselundupkan. Dari informasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pengecekan isi kontainer melalui Hi-Co Scan X-Ray dengan hasil diketahui bahwa kontainer memang dicurigai berisi barang lain yaitu berupa patung. Guna memastikan kecurigaan maka pada tanggal 30-10-2006, PEB Nomor 158673 tanggal 18 Oktober 2006 diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) sehingga harus dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pada 1 Nopember 2006, pejabat bea cukai melakukan pemeriksaan fisik atas kontainer ILSU4003776/40’ dan kedapatan beberapa barang ekspor tidak diberitahukan, diantaranya adalah patung/ 36
WARTA BEA CUKAI
arca kepala Budha yang diperkirakan memiliki nilai budaya tinggi dan termasuk dalam benda cagar budaya. Terhadap barang-barang yang tidak diberitahukan kemudian dilakukan penyegelan untuk penelitian lebih lanjut. Pada tanggal 10 Nopember 2006, perwakilan pegawai pada Museum Mpu Tantular, Sidoarjo telah melakukan pemeriksaan atas 1 (satu) buah patung/ arca kepala Budha dan hasil sementara dinyatakan bahwa patung/arca kepala Budha tersebut merupakan benda cagar budaya. Asal-usul dari patung tersebut diperkirakan dari daerah Jawa Tengah. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh PPNS KPBC Tanjung Perak yang bekerja sama dengan PPNS dari Museum Benda Purbakala Wilayah Jawa Timur. Menurut Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Tanjung Perak Drs. Dwi Tjahjono Sukarso, proses ekspor secara konsolidasi ini memang amat rawan disalahgunakan oleh pihakpihak yang tidak bertanggungjawab. Dan perbuatan tersebut melanggar Pasal 102 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. “Sebagai evaluasi, untuk ke depan kami akan melakukan penertiban terhadap para konsolidator guna mempermudah pengawasan. Masyarakat juga diminta agar turut berperan serta membantu bea cukai dalam hal penyampaian
PATUNG KEPALA BUDHA yang akan diselundupkan ke Belgia yang berhasil yang diamankan aparat KPBC Tanjung Perak.
informasi guna mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa serupa di kemudian hari,” ujar Dwi Tjahjono S. Sementara itu menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Penyidikan Agus Purnady, langkah pertama yang akan dilakukan adalah pemeriksaan terhadap perusahaan konsolidator ekspor PT. SA Surabaya untuk memastikan siapa pengirim sesungguhnya dari barang purbakala tersebut. Selanjutnya melakukan koordinasi dengan pihak Museum Benda Cagar Budaya Wilayah Jawa Timur untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana tersebut. sby DOK. KPBC TANJUNG PERAK
KEPALA KPBC TANJUNG PERAK, Drs. Dwi Tjahjono Sukarso saat melakukan release barang tangkapan.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
PENGAWASAN
TERBUKTI MELAKUKAN MULTI KASUS
PT.TNP DIBLOKIR DJBC Ada empat pelanggaran sekaligus yang dilakukan oleh PT. TNP. Dengan multi kasus yang dilakukannya ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp. 31,05 milyar, dan kasusnya kini tengah disidik oleh PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
S
ebagai trade facilitator, tugas DJBC adalah memberikan segala bentuk fasilitas perdagangan yang bertujuan untuk dapat memperlancar kegiatan ekspor impor sehingga semua investasi dalam bentuk industri dapat meningkatkan produksinya. Salah satu bentuk fasilitas yang diberikan adalah kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dimana industriindustri tersebut diberikan pembebasan bea masuk untuk bahan baku, dan pajak pertambahan nilai (PPN) dapat dikembalikan setelah barang tersebut terealisasi ekspornya. Lalu bagaimana jika fasilitas KITE ini disalahgunakan? Tentunya selain menimbulkan kerugian negara dari restitusi pajak ekspor, juga dari pajak lainnya negara akan dirugikan. Hal inilah yang dilakukan oleh PT.TNP yang beralamat di Jl. Raya Narogong, Bekasi. Pelanggaran yang dilakukan oleh PT.TNP ini bukan hanya penyalahgunaan fasilitas KITE saja, tapi ada empat kasus sekaligus yang dimanipulasinya sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp. 31,05 milyar. Keempat kasus pelanggaran yang dilakukannya ini pertama, dugaan penyerahan dokumen PIB/PEB beserta lampirannya yang palsu dan/atau dipalsukan, serta adanya upaya memberikan keterangan lisan/tulisan yang palsu dan/ atau dipalsukan guna memenuhi kewajiban kepabeanan. Kedua, dugaan penyalahgunaan terhadap ketentuan fasilitas kepabeanan di bidang ekspor impor (fasilitas KITE). Ketiga, dugaan eskpor fiktif untuk penarikan jaminan fasilitas KITE (customs bond) dan untuk penyalahgunaan ketentuan pemberian restitusi PPN. Dan keempat, dugaan penyalahgunaan ketentuan pengenaan bea masuk anti dumping. Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi, dalam acara press release pada 16 januari 2006 lalu, berdasarkan analisa intelijen dan penelitian terhadap dokumen ekspor impor yang dilakukan PT.TNP selama tahun 2005 dan 2006, diketahui adanya kegiatan impor yang sangat mencolok, yaitu sebanyak 88 PIB yang meliputi 1.263 kontainer. “Dari data itu kita melihat ada kegiatan ekspor yang tidak sebanding dengan kegiatan impor, dimana jumlah ekspornya walaupun sebanyak 443 PEB namun hanya meliputi 786 kontainer. Berdasarkan jumlah kontainer atas barang ekspor dan impor tersebut, maka terdapat
WBC/ATS
MULTI KASUS. Dirjen Bea Cukai yang didampingi Direktur P2 dan Kasubdit Intelijen, saat memperlihatkan barang bukti dari pelanggaran multi kasus yang dilakukan oleh PT.TNP.
selisih 447 kontainer yang belum diketahui realisasi ekspornya,” jelas Dirjen. Sementara itu, menurut Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2), Erlangga Mantik, dari hasil controll delivery terhadap 25 kontainer pada awal Januari 2007, diketahui kalau barang tersebut tidak ditimbun di gudang milik perusahaan, namun barang yang seluruhnya adalah bahan baku produksi (kertas dalam bentuk golongan/roll) dibongkar dan dimuat ke dalam truk yang telah disediakan. “Dari hasil penelitian lebih lanjut, 25 kontainer tersebut ternyata merupakan bagian dari 53 kontainer yang diimpor dengan mendapatkan fasilitas KITE eks. PIB yang diajukan pada akhir Desember 2006. Adapun bahan baku kertas yang diimpor dari Sabah-Malaysia, dimana sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap bahan baku kertas tersebut seharusnya dikenakan bea masuk anti dumping,” ujar Erlangga Mantik. Lebih lanjut Erlangga Mantik menjelaskan, setelah dilakukan konfirmasi terhadap pihak pelayaran, maka diperoleh kesimpulan awal bahwa dari 27 dokumen PEB atas kegiatan ekspor yang dilakukan PT.TNP selama ini diduga fiktif, karena kontainer yang disebutkan pada dokumen ekspor tersebut tidak pernah dimuat ke sarana pengangkut. Terkait hal tersebut, Kasubdit Intelijen, Nasar Salim menjelaskan, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, diketahui juga bahwa PT.TNP telah melaporkan
realisasi ekspor atas 27 dokumen PEB kepada DJBC, dalam hal ini Kantor Wilayah IV DJBC Jakarta. Dan berdasarkan hasil penelitian itu juga, diketahui kalau PT.TNP telah sering melakukan penjualan bahan baku produksi yang menggunakan fasilitas KITE kepada pihak lain atau menjualnya ke daerah pabean Indonesia lainnya. “Dari pelanggaran tindak pidana ini, kasusnya sudah memasuki proses penyidikan oleh PPNS Kantor Pusat DJBC dengan melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan terhadap tersangka SC, PB, dan DV dari PT.TNP serta pihakpihak lainnya yang diduga terut serta melakukan pelanggaran tindak pidana kepabeanan, yaitu EMKL/kurir pengurus dokumen ekspor,” kata Nasar Salim. Akan tindak pidana kepabeanan ini, selain pemblokiran terhadap PT.TNP oleh DJBC, para tersangka juga dinyatakan telah melanggar pasal 103 huruf a dan/ atau pasal 103 huruf c Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Selain itu juga terhadap pelanggaran pemberian fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana pasal 26 ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006. Dan pelanggaran terhadap keputusan Menteri keuangan nomor 551/ KMK.01/2004, terkait dengan upaya menghindari dari pengenaan bea masuk anti dumping atas impor uncoated writing and printing paper. adi
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
37
SEPUTAR BEACUKAI WBC/ATS
JAKARTA. Karena kondisi hujan, sholat Idul Adha 1427 pada 31 Desember 2006 diselenggarakan oleh Panitia Idul Adha/pengurus masjid di Masjid Baitut Taqwa KP-DJBC (gambar kiri). Sholat Ied dihadiri pegawai dan masyarakat sekitar lingkungan KP-DJBC dengan menghadirkan penceramah Ustazd H. M. Martri Agoeng dari Pesantren Iqro Bekasi. Idul Adha bertemakan “Menuju Masyarakat Profesional DJBC Yang bertaqwa dan Peduli Terhadap Umat”, dihadiri Dirjen Anwar Suprijadi, Direktur Teknis Kepabeanan Teguh Indrayana dan beberapa pejabat eselon III, IV. Usai ceramah Idul Adha, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan pejabat lainnya menuju tempat pemotongan hewan kurban yang berada di belakang kantor. Tahun ini hewan yang di kurban sebanyak 8 ekor sapi dan 43 ekor kambing. Selain itu dibagikan kupon pemberian daging qurban kepada warga yang kurang mampu sebanyak 1700 kupon. Gambar kanan, Ketua Panitia Idul Qurban Dwiyanto Wahyudi didampingi Wakil Ketua Widhi Hartono, menerima sapi untuk dipotong yang diserahkan oleh Dirjen Bea dan Cukai. FOTO : KIRIMAN
JAKARTA. Salah satu program kerja DJBC membentuk suatu Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai yakni kantor pelayanan yang memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasa kepabeanan dan cukai dengan mengimplementasikan cara kerja yang cepat, efisien, transparan dan responsif terhadap pengguna jasa. KPU ini akan ditangani oleh pegawai yang berintegritas dan berdedikasi tinggi. Kantor itu akan memiliki yang khusus dan untuk bisa masuk didalamnya harus telah melalui tes seleksi yang dibuat secara obyektif dan transparan dengan melibatkan lembaga independen yakni Pusat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (P3M) UI. Tes kompetensi ini telah dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah tes dan diikuti oleh pejabat eselon III, IV, V serta Pelaksana pada pertengahan hingga akhir Nopember yang lalu. Tampak pada gambar, peserta dengan tenang mengikuti mengikuti tes kompetensi yang diselenggarakan di KWBC III Palembang (sekarang Kanwil V DJBC Sumatera Bagian Selatan) pada 22 Nopember 2006. FOTO : DONNY ERIYANTO
BALIKPAPAN. Sebagai tindak lanjut akan diberlakukannya penggunaan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 2007, pada tanggal 21 Desember 2006 diadakan Sosialisasi BTBMI 2007. Acara yang berlangsung di Aula Kanwil X Balikpapan (sekarang Kanwil XV DJBC Kalimantan Bagian Timur) tersebut dibuka langsung oleh Kakanwil X Balikpapan, Ismartono. Kegiatan tersebut diikuti oleh para pejabat eselon III dan IV serta pelaksana dilingkungan Kanwil X Balikpapan. Narasumber dalam sosialisasi ini adalah Direktur Kepabeanan Internasional, Kamil Sjoeib dan Kasubdit Kerjasama Internasional, Agung Kuswandono (Sekarang sebagai Kepala KPBC Soekarno-Hatta). Tampak dalam gambar, Agung tengah mensosilisasikannya di hadapan para peserta. Don’s, Balikpapan
38
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
FOTO : DONNY ERIYANTO
BALIKPAPAN. Bertempat di Aula Kanwil X DJBC Balikpapan (sekarang Kanwil XV DJBC Kalimantan Bagian Timur), pada tanggal 20 Desember 2006 diadakan sosialisasi PDE Outward Manifes. Acara yang dibuka oleh Arzul Akbar mewakili Kakanwil X Balikpapan, Ismartono tersebut dihadiri oleh para pengguna jasa diantaranya dari perusahaan pelayaran dan para eksportir. Tampil sebagai pembicara dalam acara ini adalah Fakhrudin, Kasi Ekspor Direktorat Teknis Kepabeanan. Tampak dalam gambar, para peserta tampak antusias mengikuti acara. Don’s, Balikpapan FOTO : DONNY ERIYANTO
BALIKPAPAN. Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi PDE Outward Manifest yang telah diadakan sebelumnya, maka bertempat di Aula KPBC Tipe A Balikpapan, pada tanggal 21 Desember 2006 diadakan pelatihan PDE Outward Manifes. Acara yang dibuka oleh Winarko mewakili Kepala KPBC Tipe A Balikpapan, Muqoddam tersebut diikuti oleh para pengguna jasa diantaranya dari perusahaan pelayaran dan eksportir. Tampak dalam gambar, para peserta tampak antusias mengikuti pelatihan tersebut. Don’s, Balikpapan
FOTO : BAMBANG WICAKSONO
SURABAYA. Sosialisasi BTBMI 2007 19 Desember 2006 di Aula Kanwil VII DJBC Surabaya (sekarang Kanwil XI DJBC Jawa Timur I), sesi satu dihadiri pejabat dan pegawai di lingkungan Kanwil VII DJBC Surabaya, sedangkan sesi kedua dihadiri oleh stakeholder. Sosialisasi dipresentasikan oleh Direktur Kepabeanan (KI) Internasional Kamil Sjoeib dan Kasubdit Kerjasama Internasional II Dit. KI, Agung Kuswandono (Sekarang Kepala KPBC Soekarno-Hatta). Bambang Wicaksono, Surabaya
FOTO : BAMBANG WICAKSONO
SURABAYA. Sosialisasi Outward Manifest pada 21 Desember 2006 di aula Kanwil VII DJBC Surabaya (sekarang Kanwil XI DJBC Jawa Timur I) dihadairi pejabat, pegawai dan stakeholder di lingkungan kerja KWBC VII Surabaya. Sosialisasi dibawakan oleh Kasubdit Otomasi Sistem dan Prosedur KP-DJBC Susiwiyono dan Kasi Intelejen I Dit P2, Imik Eko P. Bambang Wicaksono, Surabaya FOTO : KIRIMAN
PURWAKARTA. Di Aula Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Purwakarta pada 27 Desember 2006 dilakukan Sosialisasi Undang-Undang No. 17 Tahun 2006, PMK No. 99./PMK.06/ 2006, dan tariff baru BTBMI 2007. Sosialisasi ini dipimpin langsung oleh Kepala KPBC Purwakarta, Iskandar, SE, MBA, didampingi oleh Kepala Seksi Perbendaharaan Lies Palupi N, SH, Kepala Seksi Kepabeanan IV, Muladi Seno dan Pj, Kepala Seksi Pencegahan dan Penyidikan Ir. Alfian Chaniago, MBA. Dan tampak pada gambar kanan Kepala Seksi Kepabeanan IV Muladi Seno, sedang memberikan penjelasan BTBMI 2007, yang dihadiri oleh para pengguna jasa di wilayah kerja KPBC Purwakarta. Dalam sosialisasi ini diadakan sesi tanya jawab berkaitan dengan berlakunya BTBMI 2007 dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2007. Kiriman KPBC Purwakarta FOTO : KIRIMAN
BANDA ACEH. Kepala Kantor Wilayah XIII DJBC Banda Aceh (sekarang Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam) Bachtiar, MSi didampingi para pejabat dilingkungan Kanwil XIII DJBC Banda Aceh melakukan kunjungan perdana keluar wilayah Banda Aceh yaitu KPBC Sabang pada 14 Desember 2006. Dalam kunjungan ini Kakanwil memberikan pengarahan yang isinya meminta kepada seluruh pegawai KPBC Sabang memiliki integritas tinggi walau bertugas dikawasan bebas yang belum memiliki ketentuan pelaksanaan yang jelas, dan diharapkan semangat tersebut dapat ditingkatkan untuk semakin meningkatkan eksistensi DJBC dikawasan tersebut. Selanjutnya Kakanwil menyempatkan diri mengunjungi Tugu KM 0, meninjau gudang penumpukan mobil bukan baru. Kiriman P2 DJBC Sabang
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
39
SEPUTAR BEACUKAI WBC/ATS
JAKARTA. Dalam rangka Hari Pabean Internasional ke-55 tim sepak bola Bea dan Cukai (BC) yang dilatih oleh Arie V. Rotinsulu menyelenggarakan pertandingan persahabatan dengan tim Siwo Jaya pada 13 Januari 2006 di Stadion sepak bola Bea dan Cukai Rawamangun Jakarta. Pertandingan selama 2 X 40 menit ini dimenangkan oleh tim Bea dan Cukai dengan skor 2 – 1. Gol-gol untuk tim BC diciptakan oleh Budi Irawan dan Wiwied. Tampak pada gambar kiri, sebelum melakukan pertandingan kapten kesebelasan Marlon Wongkar (kanan) menyerahkan plakat sebagai cindera mata kepada kapten kesebelasan Siwo Jaya, Yusuf Kurniawan (kiri) dan gambar kanan tim BC foto bersama dengan pelatih (bediri no 5 dari kiri). FOTO : KIRIMAN
BANDA ACEH. Pada tanggal 26 Desember 2006, bertepatan dengan acara peringatan 2 tahun bencana nasional tsunami di Aceh, Kantor Wilayah XIII DJBC Banda Aceh (sekarang Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam) mengadakan acara doa bersama dan tabur bunga di lokasi bekas Kantor Wilayah XIII dan KPBC Ulee Lheue yang terletak di area Pelabuhan Ulee Lheue. Acara yang diadakan secara spontan tersebut dipimpin oleh Kakanwil XIII DJBC Banda Aceh, Drs. Bachtiar, MSi. dan dihadiri oleh pegawai dilingkungan DJBC Banda Aceh. Tampak dalam gambar, Drs. Bachtiar MSi, melakukan tabur bunga di lokasi bekas Kantor Wilayah XIII DJBC Banda Aceh yang tinggal puing dinding Mushola bergambar Ka’bah. Kakanwil dan pejabat serta pegawai foto bersama setelah doa dan tabur bunga. Kiriman Handoko Wardono Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam FOTO : KIRIMAN
BANDA ACEH. Pada tanggal 19 Desember 2006, bertempat di aula KPBC tipe C Ulee Lheu, Jl. P. Nyak Makam 7 Banda Aceh berlangsung acara sosialisasi pengawasan cukai hasil tembakau dan MMEA bagi pengusaha eceran dan pengusaha hotel/restoran. Acara dibuka oleh Pj. Kabag Umum merangkap Pjs. Kabid Kepabeanan dan Cukai Kanwil XIII K. Iwanto Saksono dan materi disampaikan oleh Syaiful Alison Hakim (Pjs. Kasi Ekspor dan Cukai) serta Abdul Latif (Kasi Intelijen). Tampak dalam gambar, pemberian materi cukai oleh Syaiful Alison Hakim kepada peserta sosialisasi. Pemberian piagam kepada peserta oleh K. Iwanto Saksono kepada perwakilan peserta dari Swiss Bell Hotel Banda Aceh. Kiriman Handoko Wardono Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam
40
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
FOTO : KIRIMAN KPBC BEKASI
BEKASI. Pada 22 Desember 2006 Kepala KPBC Bekasi Istyastuti Wuwuh Asri menerima penghargaan “Citra Pelayanan Prima 2006” dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara dan menerima ucapan “Selamat “ dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufik Effendi. Pada saat yang sama juga dilakukan penyerahan penghargaan “ Citra Bhakti Abdi Negara 2006 “ kepada Kepala Daerah Tk. I (Gubernur) dan Kepala Pemerintahan Kota Kabupaten yang dinilai berhasil. Kiriman KPBC Bekasi
FOTO : BENDITO
DENPASAR. Dalam kunjungan kerjanya yang pertama ke KPBC Benoa, pada hari selasa 5 Desember 2006, Kakanwil VIII DJBC Denpasar (sekarang Kanwil XIII DJBCBali, NTB dan NTT) Faried Syibli Barchia meresmikan penggunaan Kapal Patroli BC 10007. tampak dalam gambar ketika Kakanwil sedang berada diatas Kapal Patroli dan Kabid P2 sedang memecahkan kendi sebagai tanda mulai dioperasikannya Kapal Patroli tersebut. Adito, Denpasar
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
41
SEPUTAR BEACUKAI FOTO : KIRIMAN
BOGOR. Dalam rangka Idul Fitri 1427 H Keluarga Besar KPBC Bogor pada 4 November 2006 menyelenggarakan acara Halal Bihalal di Aula KPBC Bogor. Acara yang diselenggarakan secara sederhana ini mengudang penceramah kakak kandung dari Ustazd Jefri (Uje) yakni Ustazd H. Aswan yang memberikan bimbingan rohani bertemakan “Meningkatkan Ketaqwaan dengan keteladanan, tidak hanya dilaksanakan pada bulan suci tapi juga pada bulan-bulan yang lainnya”. Halal bihalal ini dihadiri oleh Kepala KPBC Bogor Sonny Subagyo (sekarang menjabat Kepala Bagian Umum KP-DJBC) dan seluruh pejabat dilingkungan KPBC Bogor. Tampak pada gambar kiri, suasana ramah tamah keluarga besar KPBC Bogor dan gambar kanan panitia penyelenggara diusai acara foto bersama dengan Kepala KPBC (no 7 dari kiri) dan Ustazd H. Aswan (no. 8 dari kiri). WBC/ADI
BANDUNG. Customs Cycling Club (CCC) kembali mengadakan acara sepeda bersama. Acara yang digelar pada 23 Desember 2006 lalu di Bandung, diikuti oleh pegawai DJBC dari berbagai daerah. Untuk rute kali ini memang agak sedikit berbeda dengan yang lainnya, karena selain melewati rute on road yang penuh dengan tanjakan-tanjakan curamnya, peserta pun harus melalui rute off road yang cukup menantang dengan pemandangan yang indah. Dengan menempuh jarak kurang lebih 36 Km, acara dimulai dengan start di kampus politeknik Bandung menuju daerah Lembang untuk pos I, dan dilanjutkan menuju finish di kota Bandung melalui jalur Ledeng.
FOTO : BENDITO
DENPASAR. Tanggal 22 Nopember 2006 bertempat diaula Kanwil XX DJP Denpasar, diselenggarakan acara pisah sambut antara Kakanwil VIII DJBC Denpasar (sekarang Kanwil XIII DJBC Bali, NTB dan NTT) yang lama Heryanto Budi Santoso dengan pejabat baru Farid Syibly Barchia. Tampak dalam gambar, Kepala KPBC Ngurah Rai menyerahkan cindera mata kepada Bapak Heryanto dan Ibu serta penyerahan naskah serah terima jabatan dari Ketua Dharma Wanita lama kepada ketua dharma wanita yang baru. Adito, Denpasar
42
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
FOTO : BENDITO
DENPASAR. Pada 17 Desember 2006, bertempat diaula KPBC Ngurah Rai, diadakan acara peresmian Airport Interdiction Outstation yang terletak di Bandara Polonia Medan, Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Bandara Juanda Surabaya, dan Polda Metro Jaya. Acara ini dihadiri oleh Kalakhar BNN Komjen Pol. Made Mangku Pastika, dan Kepala JITFW (Joint Interagency Task Force West ) Admiral Paul Sukun. Tampak dalam gambar Made Mangku dan Paul Sukun didampingi Kapolda Bali sedang memotong pita sebagai tanda mulai dioperasikannya Outstation dan dilanjutkan dengan foto bersama. Adito, Denpasar
WBC/ADI
BEKASI. Atlet-atlet Indonesia Karate-Do (Inkado) dojo Garuda Sakti Pondok Gede, pimpinan Agustinus Djoko Pinandojo yang juga merupakan Kepala Seksi Tempat Penimbunan KPBC Tipe A Belawan, berhasil keluar sebagai juara umum dalam kejuaraan karate wilayah Jawa Barat. Inkado yang mewakili Forki kota Bekasi, berhasil meraih 3 emas, 5 perak, dan 4 perunggu. Atas hasil ini, maka Inkado berhak atas gelar juara umum, dan akan mewakili Inkado dalam kejuaraan karate yang memperebutkan piala Pangdam Siliwang atau Siliwangi Cup, pada 26 hingga 28 Janurai 2007 di Bandung. FOTO : KIRIMAN
BANDA ACEH. Pada 8 Januari 2006, di Banda Aceh berlangsung upacara sederhana berupa peletakan batu pertama pembangunan gedung Kantor Wilayah XIII DJBC Banda Aceh (sekarang Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam) yang baru sebagai pengganti gedung kantor yang terkena tsunami pada 26 Desember 2006. Pembangunan Kantor di areal tanah seluas 4497 meter persegi yang terletak di Jalan Tengku Imuen- Lueng Bata, Banda Aceh dengan proyek pembangunan gedung kantor seluas 1896 meter persegi dan berlangsung selama 270 hari kerja mulai tanggal 8 Desember 2006 sampai dengan tanggal 3 September 2007. Proyek sebesar Rp 6.251.222.000 ini dikerjakan oleh PT. Rahmad Nauli dengan diikuti secara simbolis penandatanganan prasasti peletakan batu pertama dan penandatangan prasasti oleh. Drs. Bachtiar, MSi, dan dilanjutkan dengan penyerahan prasasti oleh Drs. Bachtiar, MSi kepada Nursidik Istiawan, SE selaku pejabat pembuat komitmen Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam dan sekretaris proyek pembangunan. Kiriman Handoko Wardono Kanwil I DJBC Nanggroe Aceh Darusalam
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
43
44
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
SIAPA MENGAPA
BAMBANG IRAWAN, SH. Pegawai yang satu ini adalah sosok yang murah senyum dan ramah ketika ditemui di ruang kerjanya saat WBC berkunjung ke KPBC Madiun. Pengabdiannya di DJBC telah mencapai 24 tahun, sekarang ia menjabat sebagai Kepala Kantor KPBC Tipe C Madiun dan berpangkat penata muda Tk I. Bambang demikian ia dipanggil, mulai meniti karir di Bea Cukai sejak tahun 1982 .Menjadi pegawai negeri sipil bukan merupakan cita-citanya, sejak kecil sebenarnya ia ingin menjadi insinyur sipil. Jalan hidup memang tidak bisa ditebak ketika ia diterima di Fakultas Hukum Universitar Brawijaya Malang tetapi tidak diambilnya bahkan memilih menjadi pegawai Bea dan Cukai. Penempatan pertama dilalui di KPBC Madiun hingga tahun 1994, kemudian ia dipindahtugaskan ke KPBC Tanjung Perak Surabaya sampai tahun 2003. Setelah itu ia dipromosikan menjadi Kasi Pabean dan Cukai I di KPBC Ternate hingga tahun 2006. Penempatannya pada saat ini sebagai Kepala KPBC Madiun merupakan kesempatan berharga bagi Bambang untuk berkarya di tempat di mana dia dibesarkan. “Menciptakan disiplin di lingkungan kerja pegawai dan koordinasi dengan pihak luar antara lain kepolisian, kejaksaan, dan pemerintah daerah yang baik merupakan faktor pendukung dalam menciptakan pelayanan prima,”kata Bambang Irawan ketika ditanya mengenai kiat-kiatnya memipin KPBC Madiun. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan sosial di masyarakat terutama kalangan calon pengusaha pabrik yang mengeluhkan adanya kabar bahwa betapa rumit dan susahnya serta biaya yang mahal untuk mendapatkan sebuah NPPBKC, maka atas hal tersebut menjadi pemikirannya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. “Saya dan rekan-rekan selalu berupaya melakukan sosialisasi peraturan cukai ke daerah-daerah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. Selain itu juga memberikan penyuluhan melalui media cetak dan radio. Hasil dari sosialisasi peraturan tersebut sejak Januari sampai dengan November 2006 telah terealisasi 38 NPPBKC baru,” kata pria kelahiran Gresik 14 Mei 1962 ini. SLAMET WAHYONO PRIADI Jalan hidup seseorang memang banyak misteri dan penuh tanda tanya. Slamet Wahyono Priadi atau yang sering dipanggil Yoyon kini menjadi seorang pegawai Bea dan Cukai. “ Saya dulu bekerja sebagai freellance di perusahaan bongkar muat PT Gama Surabaya membantu menghitung jumlah barang yang bongkar muat dari kapal. Pekerjaan tersebut saya lalui dari tahun 2000 selepas lulus SMK sampai 2002,” tutur pria yang murah senyum ini mengawali ceritanya. “Selanjutnya pada suatu saat saya diajak kakak yang juga seorang Bea Cukai di Kanwil VII Surabaya untuk menjadi tenaga cleaning service di bawah CV Delima. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan senang hati hingga tahun 2003, “ kenang pria yang hobby sepak bola dan fotografi ini. Pada tanggal 29 Desember 2003 Yoyon membaca di surat kabar bahwa ada penerimaan calon pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kesempatan tersebut tidak ia sia-siakan kebetulan tenaga yang dibutuhkan adalah calon pegawai yang berijasah sekolah kejuruan setingkat SMA. Dengan bekal ijazah SMK Akuntansi yang dimiliki dan tekad yang bulat akhirnya mencoba memasukkan lamaran dan mengikuti tes. Tes tersebut diikuti oleh kurang lebih lima ratus orang. Tahap pertama lulus 65 orang kemudian disaring lagi tes tahap kedua dan hanya tinggal 33 orang. Akhirnya Yoyon merupakan salah satu dari 33 orang yang lulus tersebut. Cita-cita yang selama ini ia angan-angankan dapat terwujud, cita-cita itu diilhami dari almarhum ayahnya yang juga seorang pegawai Bea dan Cukai. Penempatan pertama dilalui di Bagian Keuangan Kanwil VII DJBC T O G A P S I H I T E Sewaktu diterima di dua tempat sekaligus, Diploma III Sipil UI dan STAN Prodip III, Togap yang lahir 14 Juli 1976 harus membuat keputusan. Setelah berpikir dengan matang dan menerima masukan-masukan dari keluarganya, Togap pun memilih STAN Prodip III lantaran setelah lulus ia bisa langsung bekerja. Setelah lulus dari STAN prodip tahun 1998, ia langsung bekerja. Penempatan pertamanya di Direktorat Fasilitas sebagai Pelaksana. Pada 1999, ia memperoleh kesempatan untuk mengikuti Diklat Verifikasi. Selanjutnya, ia dimutasi ke Kanwil V DJBC Bandung (sekarang Kanwil IX DJBC Jawa Barat-red) selama tiga tahun di bagian verifikasi. Sejak 2002 hingga saat ini, ia ditempatkan di KPBC Merak sebagai Pemeriksa Barang dan merangkap mejalankan tugas pengadministrasian PNBP. Saat bertugas di KPBC Merak, ia juga pernah di ditempatkan di bagian P2. Tiga kali merasakan mutasi, dimana ketiga tempat tersebut berada di tengahtengah jalur perdagangan, membuatnya sangat matang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pergaulannya semakin luas, wawasannya menjadi bertambah dan membuatnya lebih bertanggungjawab. Walaupun sibuk di kantor, Togap masih menyempatkan diri menambah ilmunya dengan mengikuti berbagai kursus. Ia juga aktif dalam paduan suara di gereja dan mengikuti beberapa kegiatan olahraga, seperti Mahatma (olah pernapasan), catur dan bola. Untuk olahraga catur, ia pernah ikut serta dalam kejuaraan catur junior saat duduk di bangku SMA. Saat ditanya mengenai pendapatnya tentang institusi Bea dan Cukai saat ini, Togap mengungkapkan bahwa saat ini Bea dan Cukai sangat berbeda dengan yang dahulu. Kini, para pegawai dituntut untuk lebih melayani masyarakat dan lebih transparan. “Kita juga dituntut harus lebih banyak belajar dan rajin membaca semua peraturan Bea dan Cukai dan juga peraturan dari instansi lain,” imbuhnya.
Selama masa bertugas, ia punya kisah menarik yaitu ketika di KPBC Ternate pada 2005. “ Waktu itu saya merangkap menjadi Pjs. Kasi P2 ikut serta dalam boatzooking malam hari dan dalam perjalanan mesin speedboat mati, saat itu suasana sangat tegang karena berada di tengah lautan yang luas.Untung akhirnya speedboat kami dibawa ombak dan sampai tujuan, “kenang bapak dua orang anak ini. Selain kenyang dengan pengalaman tugas yang berpindah-pindah, ia juga mengenyam berbagai pendidikan dan latihan di lingkungan kerja antara lain : Prajab 1984, DPT I 1985, DPT II tahun 1992,Diklat SGS 1994, Diklat Intelejen 1999 Selanjutnya waktu penugasan di Surabaya Bambang tidak pernah menyianyiakan kesempatan untuk menimba ilmu bidang Hukum di Universitas Yos Sudarso dan berhasil meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1999. Ketika ditanya mengenai prinsip hidup ia mengatakan bahwasanya segala sesuatu yang dilakukan harus berdasarkan pengalaman masa yang lalu supaya tidak terjadi suatu kesalahan yang terulang. Hal tersebut sesuai dengan pribahasa pengalaman adalah guru yang terbaik. Di akhir perbincangan ,Bambang memiliki suatu harapan kepada institusi DJBC yang sangat ia cintai ini di masa yang akan datang.” Bea Cukai harus menjadi organisasi yang lebih baik di mata masyarakat, hal itu dapat diciptakan dengan disiplin dalam bekerja dari diri masing-masing pegawai ,” harap pria yang hobby jogging ini. bambang wicaksono, sby
Surabaya sesuai dengan jurusan waktu sekolah yaitu akuntansi dari 2004 sampai dengan 2005. Setelah itu Yoyon dipindahtugaskan di Bagian Rumah Tangga di Kanwil yang sama. Ketika ditanya mengenai suka duka berdinas di Bea dan Cukai, Yoyon mengatakan, “Ketika berdinas di Bagian Rumah Tangga saya pernah beselisih paham dengan pihak luar yang mengirim surat untuk Kanwil. Pihak luar sempat menegur saya karena surat yang dikirim belum diterima oleh yang bersangkutan. Padahal surat tersebut memang harus diadministrasikan dulu di buku surat masuk, kemudian dipilah-pilah untuk didistribusikan ke semua bidang di Kanwil tempat tujuan surat tersebut.” Di usia yang menginjak 24 tahun ini Yoyon merasa bersyukur menjadi pegawai DJBC karena sudah memiliki masa depan yang jelas dan akan selalu berpikir dan berbuat yang terbaik bagi institusi yang dicintainya.Sekarang pun ia sedang melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Widya Putra Surabaya Yoyon memiliki suatu harapan kepada organisasi DJBC,”Saya harap Bea dan Cukai memiliki pola mutasi yang lebih baik. Sehingga tidak terjadi kejenuhan apabila tugas di suatu tempat terlalu lama ,” harap pria kelahiran Sumenep 8 Juni 1982. bambang wicaksono, sby
Tak hanya itu, para pegawai juga harus banyak bertanya, banyak berdiskusi dengan teman atau pimpinan, juga harus lebih kreatif dalam mengembangkan ide-ide, agar institusi Bea dan Cukai lebih eksis dimasa mendatang dan dipercaya oleh masyarakat. Untuk menyikapi hal itu, Togap menyarankan agar pegawai mengimbanginya dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat dengan makan teratur dan berolahraga secara rutin. Ia sendiri mengaku selama ini ide-idenya, yang telah dipertanggungjawabkan melalui diskusi dengan teman dan pimpinan, dituangkannya dalam suatu tulisan (tulisannya telah dua kali dimuat di WBC-red). Diakhir wawancaranya dengan WBC Togap mengatakan, para pegawai bea cukai harus berani menanggapi sorotan masyarakat terhadap institusi Bea dan Cukai dan merubah paradigma yang telah lama menggerogotinya. “Salah satu caranya adalah melihat kirakira apa yang menjadi sorotan masyarakat terhadap Bea dan Cukai. Setelah itu, kita mengcounter sorotan itu,” katanya yang berniat tulisannya dikirim ke media umum. Ia mencontohkan, jika terdapat sorotan masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi di Bea dan Cukai, maka pegawai harus melihat dan menyelidiki apakah hal itu merupakan kesalahan murni hasil penyelidikan atau karena salah pemberitahuan. “Seandainya memang benar kesalahan kita (oknum pegawai-red), kita harus menerimanya dan siap dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,” tandasnya. ats
info buku BILA ANDA BERMINAT,
MAJALAH WARTA BEA CUKAI MENYEDIAKAN BUKU SEBAGAI BERIKUT:
BUNDEL WBC 2005 Bundel Majalah Warta Bea Cukai Tahun 2005 (Edisi Januari - Desember)
Rp. 120.000
CATATAN: Ongkos kirim buku wilayah Jabotabek Rp. 25.000 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
LANGGANAN MAJALAH WARTA BEA CUKAI
No Lama Berlangganan 1 3 Bulan (3 edisi) 2 6 Bulan (6 edisi) 3 1 Tahun (12 edisi)
Diskon Harga Jabotabek Rp. 40 0% 40..500 Rp. 78 0 5% 78..00 000 Rp. 1150 50 .000 10% 50.000
Harga luar Jabotabek Rp. 43 43..500 Rp. 84 0 84..00 000 Rp. 1162 62 .000 62.000
Sudah Termasuk Ongkos Kirim
MAJALAH WARTA BEA CUKAI
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jl. A. Yani (By Pass) Jakarta Timur 13230 Telp. (021) 47860504, 4890308 ex. 154 Fax. (021) 4892353 / E-mail: wbc.cbn.net.id dengan Hasim / Kitty EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
45
INFO PEGAWAI WBC/ATS
PELANTIKAN. Walaupun sempat tertunda, pelantikan eselon II di lingkungan DJBC akhirnya bisa berlangsung dengan hikmat.
MUTASI DAN PROMOSI ESELON II DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN Sebanyak 8 orang pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipromosi menjadi eselon II.
A
khir tahun 2006 menjadi suatu awal tantangan yang besar bagi para pejabat khususnya di lingkungan DJBC. Pasalnya, pada 29 Desember 2006, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, melantik 81 orang pejabat eselon II di lingkungan Departemen Keuangan. Sejumlah 9 orang pejabat di lingkungan DJBC dilantik menjadi eselon II. Delapan diantaranya merupakan pejabat yang dipromosi menjadi pejabat eselon II. Para pejabat yang memperoleh promosi tersebut menempati posisi baru, sesuai dengan struktur re-organisasi DJBC yang baru (lihat tabel). Pelantikan yang berlangsung di ruang Graha Sawala, Departemen Keuangan itu pada mulanya direncanakan pukul 09.30 WIB tetapi nyatanya molor menjadi pukul 13.30 WIB karena Menkeu secara tiba-tiba dipanggil oleh Presiden SBY untuk menghadiri suatu pertemuan. Walaupun sempat mengalami penundaan, pelantikan tersebut tetap berjalan dengan hikmat. 46
WARTA BEA CUKAI
Hadir pada acara tersebut para pejabat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan dan para undangan lainnya. Bertindak sebagai saksi pejabat adalah Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak dan Muliana P. Nasution, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Dalam sambutannya, Sri Mulyani mengatakan agar para pejabat yang dilantik dapat mempersiapkan diri baik secara mental maupun fisik untuk bisa menjalankan amanah dan tanggung jawab yang kini dipikul. Pasalnya, sikap tersebut diperlukan karena tugas-tugas yang kini diemban sangat penting mengingat Departemen Keuangan (Depkeu) tidak dalam posisi yang mudah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawabnya. Pelantikan kali ini juga merupakan lanjutan dari adanya perubahan struktur organisasi Depkeu dan reformasi yang kini sedang dijalankan. Dengan demikian, tindak lanjut tersebut, baik dari segi perubahan organisasi maupun
EDISI 387 FEBRUARI 2007
perubahan nomenclatur, pada akhirnya juga merupakan perubahan dari beberapa posisi jabatan. “Dimana pada akhirnya kita ingin mendapatkan suatu Departemen Keuangan yang lebih baik, bisa dipercaya oleh masyarakat,” imbuh Ani. Reformasi dan perubahan organisasi Depkeu itu sendiri dilakukan untuk mengantisipasi lingkungan dan tanggung jawab yang sangat berat yang harus dilaksanakan oleh Depkeu. Untuk itu, reformasi ini dilakukan dengan berpedoman pada prinsip meningkatkan profesionalitas, akuntabilitas, transparansi. “Kita patut bersyukur, beberapa indikator terlihat membaik dalam perekonomian kita. Namun, masih banyak tugas kita dalam konteks pengelolaan APBN maupun didalam pembenahan institusi. Diantaranya, konsolidasi kebijakan fiskal, struktur APBN yang lebih baik, strategi dalam pengelolaan baik dari segi penerimaan negara, pembelanjaan
negara dan pembiyaan dari APBN, harus dan masih bisa dioptimalkan,” tandas Ani. Ani melanjutkan, tugas-tugas yang sangat berat tersebut harus ditopang dengan institusi yang makin siap. Untuk itu, membangun institusi merupakan tugas yang sangat penting. Oleh sebab itu ia berharap agar para pejabat yang dilantik dapat menjalankan amanah dengan dedikasi, kerja keras dan terus menjaga integritas dari sikap pribadi maupun sikap dalam menjalankan tugas dan keinginan untuk melayani masyarakat. Saat ditemui WBC usai pelantikan, Nasar Salim yang dilantik menjadi Pj. Kepala Kantor Wilayah XII DJBC Jawa Timur II (sebelumnya Kasubdit Intelijen, Dit. Penindakan dan Penyidikan-red) mengatakan bahwa program baru yang akan dilakukannya antara lain adalah penertiban masalah cukai dan bagaimana meningkatkan penerimaan. Penertiban masalah cukai tersebut diantaranya menertibkan pita cukai palsu, pemakaian pita cukai yang tidak sesuai dengan haknya (personalisasi) dan rokok tanpa pita cukai. “Kita akan meminta pabrikan untuk melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Misalnya saja, kalau ada pabrikan yang tidak memakai pita, tentunya kita akan melakukan penindakan. Penindakan itu sendiri merupakan bagian dalam rangka penertiban halhal yang tidak sesuai dengan ketentuan,” imbuhnya. Untuk itu ia berharap agar adanya komitmen dari seluruh pegawai yang ada di Kanwil XII DJBC khususnya, maupun yang ada di DJBC secara keseluruhan, untuk melakukan penegakan hukum dan ketentuan yang sudah ada. Sementara itu, Iswan Ramdana yang dilantik menjadi Pj. Kepala Kantor Wilayah VI DJBC Banten (sebelumnya Kasubdit Nilai Pabean, Dit. Teknis Kepabeanan-red) mengatakan pada WBC bahwa Banten merupakan Kanwil baru yang merupakan perpecahan dari Kanwil V DJBC Bandung (sekarang Kanwil IX DJBC Jawa Barat-red). Wilayah kerjanya sendiri mencakup Cengkareng dan Tangerang. Ia sendiri belum mengetahui secara persis lokasi kantor Kanwil Banten. Tetapi, menurut arahan Dirjen Bea dan Cukai, untuk sementara lokasi kantor bertempat di Cengkareng (KPBC Soekarno Hatta-red), sambil tetap melihat lokasi lain yang lebih efisien dan efektif yang mampu menampung kegiatan dan melakukan kontrol. Kalau melihat prospek kedepannya, tambah Iswan, Banten bisa
menjadi alternatif penampungan dari kegiatan ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok karena daya tampungnya masih cukup besar. Kegiatan ekspor di wilayah Banten juga cukup potensial walaupun untuk kegiatan impor masih belum tinggi. Namun demikian, Iswan sendiri belum bisa memberitahukan program kedepan yang akan dilakukannya. “Saya belum bisa bicara banyak karena saya belum meninjau kesana. Saya melihat Banten masih sepintas saja karena beberapa waktu lalu saya mengunjungi Merak bersama Dirjen Bea dan Cukai. Yang jelas, program saya harus sesuai dengan misi dari Dirjen Bea dan Cukai,” tandasnya. Diakhir wawancara ia berharap agar tugas yang dijalankan nanti
dapat berjalan sesuai dengan misi dan dapat meningkatkan public service sehingga bisa mengangkat citra Bea dan Cukai. Tak hanya itu, ia juga berharap agar pengawasan dan integritas pegawai dapat lebih baik. Sementara itu, Sutardi yang dilantik sebagai Pj. Inspektur Bidang VII, Inspektorat Jenderal (sebelumnya Kasubdit Kemudahan Ekspor dan Tempat Penimbunan, Dit. Fasilitas Kepabeanan-red) mengatakan pada WBC, sebagai Inspektur Bidang VII, ia bertugas membidangi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang. Namun ia mengaku belum bisa berbicara banyak mengenai tugas barunya karena belum mempelajari lebih lanjut mengenai bidang tugasnya. ifa
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
47
INFO PEGAWAI WBC/ATS
SAAT PELANTIKAN para pejabat eselon III dan IV di lingkungan DJBC.
PELANTIKAN ESELON III DAN IV DI LINGKUNGAN DJBC Sebanyak 50 orang pejabat eselon III dan 183 eselon IV di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilantik dan diambil sumpahnya.
P
ada 22 Desember 2006, sekitar pkl. 16.00 WIB, bertempat di auditorium Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), diselenggarakan acara pelantikan eselon III dan IV di lingkungan DJBC yang dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi. Sebanyak 50 orang pejabat eselon III di lingkungan DJBC dimutasi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KM.1/ UP.11/2006 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III di Lingkungan Departemen Keuangan. Sedangkan sejumlah 183 orang eselon IV dimutasi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. 349/BC/UP.9/2006 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan DJBC. Wahyu Purnomo, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai serta Teguh Indrayana, Direktur Teknis Kepabeanan, bertindak sebagai saksi
48
WARTA BEA CUKAI
pejabat pada pelantikan tersebut. Acara yang berlangsung dengan hikmat itu juga dihadiri oleh para pejabat eselon II di lingkungan DJBC. Usai pelantikan, dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Dalam sambutannya, Dirjen Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi mengatakan, dirinya percaya bahwa para pegawai yang dilantik telah melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diemban, yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia berharap dengan jabatan baru tersebut, para pegawai dapat memberikan peningkatan pelayanan pada para stakeholder. “Apalagi saat ini anggapan masyarakat terhadap Bea dan Cukai cenderung negatif, yang membuat kita harus selalu mawas diri dan tetap menjaga dan meningkatkan integritas kita. Sehingga suatu saat nanti DJBC bisa disejajarkan bahkan bisa mengungguli institusi-institusi lain di dalam maupun di luar negeri,” katanya.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Ditemui WBC usai pelantikan, Agung Kuswandono yang dilantik menjadi Kepala KPBC Soekarno Hatta (sebelumnya Kasubdit Kerjasama Internasional II, Dit. Kepabeanan Internasional-red) mengatakan pada WBC, dirinya mohon doa restu sebab ia kini memimpin kantor yang sangat besar dibanding sebelumnya. “Sehingga, tantangannya besar dan berbeda dengan scope yang sebelumnya saya kerjakan. Untuk itu saya harus mulai dari awal, semoga didukung oleh semua pihak,” harapnya. Ia mengaku sudah menyiapkan program jangka pendek dan jangka panjang mengenai apa yang akan dilakukannya nanti. Namun ia tidak bersedia mengungkapkan programnya tersebut. Walaupun begitu, hal pertama yang akan dilakukannya adalah konsolidasi, mengidentifikasi masalah yang ada dan merencanakan program kedepannya. ifa
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
49
INFO PEGAWAI
50
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
D
LAPORAN PENERIMAAN HEWAN QURBAN
alam rangka perayaan Idul Adha 1427 H, salah satu kegiatan yang dilakukan oleh panitia Masjid Baitut Taqwa adalah penerimaan hewan qurban, yang selanjutnya dilakukan pemotongan hewan qurban yang berlangsung pada 31 Desember 2006. Berikut ini Laporan Penerimaan Hewan Qurban 1427 H sebagai bentuk tanggung jawab panitia atas kepercayaan para jamaah Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan pegawai DJBC untuk menyerahkan hewan qurban kepada Masjid Baitut Taqwa KP-DJBC.
DAFTAR NAMA PEMESAN DAN PEQURBAN HEWAN QURBAN SAPI DAN KAMBING.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
51
INFO PEGAWAI
PEGAWAI PENSIUN
T.M.T 01 PEBRUARI 2007 NO NAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Drs. Sjamsul Bahri Mirsjafri Subowo Said Attamimi Maman Kardata Sujatno Tukiman Nyono Sugiantoro Ridwan Erwin Januarto, SH Musniharti Djanuri Moh. Hosen Paulina Junus Taruk Sadijo Rebo Jesaja Marjen
NIP
GOL JABATAN
060044390 060034177 060035064 060035402 060033012 060035374 060040569 060044070 060052783 060052391 060052538 060052534 060040052 060057631 060045829 060056191 060058282 060030613
IV/c IV/b IV/a IV/a IV/a III/d III/b III/b III/a III/a III/a III/a II/d II/d II/d II/b II/b II/b
KEDUDUKAN
Kepala Bagian Umum Kepala Seksi Fasilitas Aneka Tambang Kepala Seksi Perbendaharaan Kepala Seksi Kepabeanan I Kepala Subbagian Kepegawaian Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai III Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana
Kanwil III DJBC Palembang Direktorat Fasilitas Kepabeanan KPBC Tipe A Khusus Soekarno-Hatta KPBC Tipe A Tanjung Emas Kanwil IV DJBC Jakarta KPBC Tipe B Yogyakarta KPBC Tipe B Bogor KPBC Tipe A Khusus Tanjung Priok II KPBC Tipe A Bekasi KPBC Tipe A Khusus Tanjung Priok II KPBC Tipe A Khusus Tanjung Priok I KPBC Tipe A Khusus Tanjung Priok I KPBC Tipe A Jakarta KPBC Tipe C Benoa Kanwil X DJBC Balikpapan KPBC Tipe A Merak Kanwil VI DJBC Semarang KPBC Tipe A Sorong
BERITA DUKA CITA Telah meninggal dunia, SIKIS AL KISWANDI (75), pensiunan Bea Cukai, pada hari Kamis, 28 Desember 2006 di rumah, desa Rabak, Kecamatan Kalimanah Purbalingga. Segenap jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan duka yang sedalam-dalamnya. Bagi keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan dan kekuatan oleh Tuhan Yang maha Esa ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
INFO PERATURAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN PER JANUARI 2007 No.
PERATURAN Nomor Tanggal
1. 2.
925/KMK.04/2006 124/PMK.02/2006
23-11-06 12-12-06
3.
145/PMK.04/2006
29-11-06
P
E
R
I
H
A
L
Pengadaan Pita Cukai Tata Cara, Pencairan Dan Pertanggungjawaban Dana Pengadaan Cadangan Beras Pemerintah Tahun Anggaran 2006 Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Pembayaran Dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor Dan Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI PER JANUARI 2007 No.
PERATURAN Nomor Tanggal
1.
P-21/BC/2006
12-12-06
2.
P-22/BC/2006
26-12-06
3. 4.
P-23/BC/2006 P-24/BC/2006
26-12-06 26-12-06
52
WARTA BEA CUKAI
P
E
R
I
H
A
L
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.010/2006 Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Penyediaan Dan Tata Cara Pemesanan Pita Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol Asal Impor. Desain Dan Warna Pita Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol Asal Impor. Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 07/BC/ 2006 tentang Tata Cara Penetapan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
SEKRETARIAT
BEA DAN CUKAI TERAPKAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK Penerapan Standar Pelayanan Publik sebagai upaya strategis, sistematis, dan terukur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, mengoptimalkan pembinaan kepada pegawai dan melibatkan masyarakat dalam pengawasannya.
U
ntuk memberikan jaminan dan kepastian penyelenggaraan pelayanan publik sesuai ketentuan yang telah ditetapkan, diperlukan suatu standar pelayanan. Karena itu, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) melalui Peraturan Menpan Nomor : Per/20/M.PAN/04/ 2006 telah menetapkan Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Hal ini dilatarbelakangi dengan masih banyaknya penyelenggara pelayanan publik yang dalam beberapa hal masih dinilai belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terlihat dari masih adanya keluhan dan pengaduan masyarakat, baik disampaikan langsung kepada pemberi pelayanan maupun melalui media massa. Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan komitmen tegas dan jelas dari pimpinan unit pelayanan publik. Sehubungan dengan hal tersebut Kementerian Negara PAN telah menetapkan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/ 7/2003. Pedoman ini merupakan acuan bagi instansi pemerintah termasuk BUMN/ BUMD dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan publik, sesuai dengan kewenangannya. Sebelumnya pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan kualitas pelayanan publik yang ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan antara lain kepada Menteri Negara PAN untuk menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Salah satu upaya untuk mengefektifkan peningkatan kualitas pelayanan publik adalah melalui penyusunan standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik tersebut wajib dimiliki oleh setiap unit pelayanan untuk digunakan sebagai pedoman, baik bagi pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan.
lingkungan DJBC. Dimana salah satu policy-nya tidak sekedar menerapkan standar pelayanan publik, tetapi juga menerapkan standar pelayanan publik secara komprehensif sehingga kinerja pelayanan, pembinaan pegawai, dan upaya percepatan pemberantasan korupsi bisa berjalan. “Saya melihatnya justru dari situ. Kita selama ini buat reorganisasi, penempatan pegawai dan segala macam, kalau kita tidak punya standar, maka akan menimbulkan dampak bagi masyarakat, mereka tidak pernah tahu persis seperti apa standar pelayanan kita ? Apakah standarnya sudah bagus atau belum ? Karena tidak ada tolok ukur. Dengan adanya standar pelayanan publik, masyarakat tahu benar bahwa kita telah perform terhadap apa yang kita lakukan,” tegas Nofrial. Dengan diterapkannya standar pelayanan publik, maka tidak ada lagi isuisu tentang waktu pelayanan yang lama dan segala macam keluhan, termasuk segala bentuk pungutan liar (pungli). Karena komponen utama standar pelayanan publik terdiri dari penetapan standar pelayanan dan mekanisme pengaduan bagi yang tidak perform dalam melaksanakan standar pelayanan publik. “Jadi, dua komponen ini sangat penting, tidak sekedar dipasang-pasang. Jangan sampai masyarakat takut kalau DOK. WBC
STANDAR PELAYANAN PUBLIK DI DJBC Terhadap penerapan Standar Pelayanan Publik di DJBC, Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat DJBC, Drs. Nofrial MA, melihatnya sebagai satu kebijakan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, terkait dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Nomor 36 tahun 2006 tentang penyusunan, sosialisasi dan penerapan standar pelayanan publik di
Drs NOFRIAL MA. Kalau kita berbicara mengenai pelayanan, tidak hanya biaya dan waktu yang jadi masalah, tetapi ketidakpastian sering dihadapi masyarakat pengguna jasa.
mereka mengadu dan berurusan dengan pejabat bisa disusahin. Makanya diatur mekanismenya. Jadi standar pelayanan publik merupakan kelengkapan dari SOP (Standar Operasional Prosedur), termasuk mekanisme pengaduannya,” jelasnya. Mekanisme pengaduan, lanjut Nofrial, dibuat bukan sekedar sebagai kotak pengaduan atau semata-mata sebagai information desk, tetapi merupakan mekanisme pekerjaan rutin, bukan sekedar benda mati. Melalui SE 36 yang dikeluarkan Dirjen Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi, sangat terlihat bahwa dirjen bersungguh-sungguh ingin mengoptimalkan kinerja pegawainya. Seperti yang terlihat dalam SE 36 dinyatakan, jika pegawai tidak perform maka akan ditindak. Artinya pegawai bea cukai saat ini di unit-unit pelayanan harus mempunyai komitmen pekerjaan. “Misalnya, pelayanan akan saya lakukan selama satu jam, mereka yang menentukan, kita (Kantor Pusat) hanya asistensi. Misalnya, Tanjung Priok mengeluarkan ijin impor sementara, katakanlah 3 jam, oke tulis 3 jam di standar pelayanan publik. Kalau Dumai atau Pekan Baru belum tentu karena beban kerjanya tidak tinggi mungkin bisa lebih cepat. Dalam hal ini Kepala Kantornya yang menulis di standar pelayanan publik,” ujarnya. Standar pelayanan publik disusun bertujuan untuk mendorong tersusunnya standar pelayanan pada setiap unit pelayanan agar penyelenggaraan pelayanan dapat berjalan lebih baik. Maka itu menurut Nofrial, yang terpenting dalam penyusunan standar pelayanan publik adalah konsensus, sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau, dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai batas waktu pencapaian dan berkesinambungan. Penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan sebagai ukuran yang dibakukan dan wajib ditaati oleh penyelenggara pelayanan maupun penerima pelayanan. Komponen standar pelayanan publik sekurangkurangnya meliputi; l Jenis pelayanan (pelayanan yang dihasilkan oleh unit penyelenggara pelayanan maupun penerima pelayanan) l Dasar hukum pelayanan (peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan) l Persyaratan pelayanan (syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan sesuatu jenis pelayanan,
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
53
SEKRETARIAT DOK. WBC
MEKANISME PENGADUAN dibuat bukan sekedar sebagai kotak pengaduan atau semata-mata sebagai information desk, tetapi merupakan mekanisme pekerjaan rutin, bukan sekedar benda mati.
l
l
l
l
l
l
baik persyaratan teknis maupun administratif) Prosedur pelayanan (tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan) Waktu penyelesaian pelayanan, yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan Biaya pelayanan, yaitu besaran biaya/ tarif pelayanan yang harus dibayarkan oleh penerima pelayanan. Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Sarana dan prasarana, yaitu fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk fasilitas pelayanan bagi penyandang cacat Mekanisme penanganan pengaduan, yaitu tata cara pelaksanaan penanganan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Jadi di standar pelayanan publik, yang terpenting adalah prosedur dan persyaratan formal yang harus dipenuhi , lamanya waktu penyelesaian dan besarnya biayanya. Ini yang paling penting. Intinya, kita harus transparan kepada masyarakat, tujuannya untuk meyakinkan masyarakat. Kita harus komit, karena sebenarnya itu merupakan janji kita kepada masyarakat,” ungkap Nofrial. Selain komponen diatas, dalam penyusunan standar pelayanan perlu memperhatikan faktor pendukung, antara lain: l Kompetensi petugas pemberi pelayanan, yaitu kemampuan yang 54
WARTA BEA CUKAI
l
harus dimiliki oleh petugas, meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku Mekanisme pengawasan, yaitu tata cara pelaksanaan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LANGKAH STRATEGIS OPTIMALKAN KINERJA PELAYANAN Dua hal penting yang harus dilakukan dalam penerapan standar pelayanan publik adalah melakukan sosialisasi secara komprehensif kepada pegawai dan sosialiasi kepada masyarakat. Sosialisasi pada pegawai
bertujuan agar pegawai mengerti dan bisa memberikan performa-performa terbaiknya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini standar pelayanan publik merupakan salah satu aspek pengembangan pegawai. Selanjutnya, sosialisasi kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengerti betul akan hak-haknya. “Disinilah kita kedepankan aspek transparansi. Masyarakat pengguna jasa di Tanjung Priok harus mengetahui bahwa di Tanjung Priok pemeriksaan fisiknya selesai paling lama 3 jam, misalnya. Masyarakat harus tahu itu, nah ini menjadi tugas para kepala unit, Kepala-kepala kantor dan Kepala Kanwil untuk mensosialisasikan secara internal dan eksternal yang caranya bisa bermacam-macam,” ujar Nofrial. “Kita berharap ini dipahami secara penuh oleh kawan-kawan di unit-unit pelayanan. Jangan hanya melihatnya sebagai retorika belaka, tetapi kini saatnya kita memperbaiki kinerja, saatnya juga tidak lagi mudah menjadi kambing hitam. Misalnya aparat kita dituding pungli dan sebagainya. Pungli yang mana ? Di bagian mana? Oh dibagian ini ? Ini lho ada standarnya, ada tempat pengaduannya, kok gak ngadu ke sini? Kita bisa mengatakan itu karena kita ada niat untuk memperbaiki itu,” tambah Nofrial. Lebih lanjut disampaikan Nofrial, jika ternyata ditemukan aparat bea cukai tidak perform, ada wadahnya, yaitu bagian pengaduan. Dari pengaduan yang datang kemudian diadministrasikan dan diolah ke Kanwil yang dikoordinasikan oleh Kepala Bagian Umum Kanwil untuk diambil langkah selanjutnya, yaitu menyelesaikan DOK. WBC
KETIKA SOSIALISASI DENGAN MASYARAKAT, harus disampaikan bahwa pegawai yang tidak perform akan ditindak dan masyarakat tidak usah takut atas pengaduan yang disampaikan.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
DOK. WBC
pengaduan yang ada. Bila keluhannya adalah keterlambatan waktu penyelesaian dokumen lantas dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya, kemudian memproses pegawai yang melakukan keterlambatan untuk mengetahui alasan dan tanggapan secara jelas mengenai keterlambatan yang telah dilakukannya. Jika alasannya terkesan dibuat-buat maka harus dilakukan tindakan. Di dalam SE 36 disebutkan bahwa implementasi penerapan standar pelayanan publik selambat-lambatnya mulai 11 Desember 2006 yang lalu, namun dari hasil peninjauan ke beberapa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) baru beberapa unit pelayanan yang telah mengimplementasikannya, misalnya KPBC di wilayah Tanjung Priok, Soekarno Hatta, Medan dan kantor jajarannya. Sedangkan untuk wilayah Surabaya akan dimulai pada 15 Januari 2007. Diakui Nofrial, memang belum ada batas akhir penerapan standar pelayanan publik. Hal ini disadari bahwa standar pelayanan publik merupakan masalah yang serius, tentu saja dalam hal ini dirjen memberikan toleransi yang terbatas dan dilakukan secara bertahap. Standar pelayanan publik dibuat untuk seluruh jenis pelayanan dan sementara ini difokuskan atau diutamakan penerapannya pada unit pelayanan yang cukup banyak kegiatannya. “Kalau melihat SE Dirjen pastinya sudah banyak yang ditindak, karena mulai berlaku 11 Desember 2006, namun kita lakukan secara bertahap. Kita lakukan asistensi kemudian meminta mereka (kepala unit pelayanan) membuat komitmen kepada pimpinan (dirjen) untuk menetapkan waktu penerapan standar pelayan publik di unitnya disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan dan wilayah unit pelayanan yang dipimpinnya. “Bukan berarti standar harus sama. Kalau kita lihat prosedur dan persyaratan administrasi sudah standar formal artinya di seluruh Indonesia sama dan masalah biaya juga sama karena kita pakai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), yang tidak sama di seluruh Indonesia adalah waktu penyelesaian yang sangat tergantung beban kerja dan karakteristik lainnya,” demikian Nofrial. Karakteristik lain yang ia maksud, misalnya, beban kerja di Tanjung Priok untuk 10 dokumen pemeriksaan fisik, berbeda dengan 10 dokumen pemeriksaan fisik di Surabaya, karena di Priok lokasi tempat pemeriksaannya cukup dekat, sedangkan di Surabaya tempat pemeriksaannya antara kantor pelayanan dengan gudangnya cukup jauh. Maka itu, Nofrial menamakannya karakteristik wilayah . Jadi walau beban kerja sama, belum tentu waktu penyelesaiannya sama. Kepada KPBC yang belum menerapkan standar pelayanan publik, Nofrial menyarankan untuk segera menerapkannya, karena konsep
SEJAK 11 DESEMBER 2006. DJBC telah menerapkan standar pelayanan publik pada masingmasing unit kerja.
standar pelayanan publik merupakan upaya dan gagasan strategis dirjen untuk mengoptimalkan kinerja. “Kita akui kinerja kita sudah lebih baik, hanya saja Dirjen ingin jauh lebih baik, mungkin dirasakan belum memenuhi standar yang Dirjen inginkan.”
KEPASTIAN BAGI MASYARAKAT Prinsip-prinsip yang digunakan untuk menyusun standar pelayanan publik mengikuti ketentuan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan). Dalam hal ini kepala unit pelayanan yaitu kepala kantor yang berhak menentukan standar pelayanan publiknya. Dengan adanya standar pelayanan publik, dapat memberikan dampak bagi petugas pelayanan untuk terpacu bisa mencapai standar, sekaligus dapat membuat masyarakat terlepas dari hal-hal yang tidak pasti. “Kalau kita berbicara mengenai pelayanan, tidak hanya biaya dan waktu yang jadi masalah, tetapi ketidakpastian sering dihadapi masyarakat pengguna jasa. Sudah biaya dan waktu yang tidak pasti, selesainya juga tidak tahu kapan ? Nah ini yang jadi titik rawan, makanya waktu dirjen menitikberatkan salah satu kebijakan strategisnya mengenai standar pelayanan publik, ini sangat bagus karena lebih memberikan kepastian kepada masyarakat. Dari sisi bea cukainya, pelayanan lebih bagus, pembinaan pegawai jadi lebih baik dan kita juga punya bukti empiris untuk menangkis segala serangan yang tidak jelas,” tegas Nofrial Dengan adanya kepastian, masyara-
kat akan menjadi lebih pasti, masyarakat akan tahu kemana ia akan melangkah dan dokumen apa saja yang harus dipersiapkan dan mengetahui akan kemana harus mengadu. Maka itu, DJBC harus punya satu mekanisme khusus yang benar-benar menjamin hak-hak masyarakat di bidang pelayanan. Permasalahan utama yang terlihat di dalam kinerja atau implementasi pelayanan di lapangan, menurut Nofrial, umumnya masih banyak aparat tidak mempunyai sense of economic yang cukup. “Artinya begini, dia bisa mengatakan ah nanti dulu deh ditunda, dia tidak tahu efeknya pada ekonomi sangat banyak. Orang dirugikan waktunya, costnya, pabriknya enggak jalan. Pengalaman ini salah satunya saya dengar sendiri dari forum para anggota Soekarno Hatta Trade Facilitation Committee (STFC) yang mengeluhkan masalah kinerja kita. Ada yang seharusnya selesai 2-3 hari jadi berbulan-bulan, ketika saya tanyakan ke petugas mereka jawab, habis dia belum lengkapi persyaratan. Ternyata persyaratan yang diminta tidak jelas. Hal-hal seperti ini mengapa masih terjadi ? Kenapa masyarakat menjadi sulit, apakah kita tidak berpikir bahwa kesulitan masyarakat yang kita timbulkan di bidang ekonomi, multi player effect-nya besar, nah dimana sense of economic-nya ?,” ujar Nofrial yang juga sebagai Ketua STFC. Persoalan ini menurutnya bukan saja berhubungan dengan integritas, tetapi juga berhubungan dengan komitmen harus memberikan yang terbaik, karena kalau tidak demikian negara ini akan ber-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
55
SEKRETARIAT masalah pada akhirnya. “Cobalah kalau 1000 importasi dibuat begitu, berapa pabrik yang terlambat, berapa banyak tenaga kerja terlantar? Apalagi konsep di industri yang zero inventory, terlambat satu jam saja sudah masalah besar.” Maka itu melalui penerapan standar pelayanan publik diharapkan tidak ada lagi alasan menunda sehingga kepastian bagi masyarakat dan upaya pro aktif dari pegawai untuk bisa mengambil suatu keputusan yang sifatnya untuk memperlancar semakin bisa ditingkatkan dan perlu dihindari yang sebaliknya, jangan sampai ada masalah sedikit langsung tertahan dan terhambat. Ditegaskannya, yang paling penting bahwa saat ini standar pelayanan publik ada dan tersosialisasi secara baik. Mekanisme pengaduannya juga tersedia dan secara transparan mudah dilihat dan mudah diakses, sehingga jangan sampai masyarakat merasa takut atau enggan melakukan pengaduan. Kegiatan ini memang betul-betul ada dan menjadi pekerjaan rutin. Setiap pengaduan harus diadministrasikan dan diproses secara baik. Dalam hal ini tim evaluasi dari Kantor Pusat akan melakukan pengecekan secara berkala. “Ketika sosialisasi dengan masyarakat, harus disampaikan bahwa pegawai yang tidak perform akan ditindak dan masyarakat tidak usah takut. Pengaduan yang disampaikan harus tertulis dan lengkap karena akan diadministrasikan untuk diproses lebih lanjut,” tegas Nofrial. Terhadap penerapan standar pelayanan publik di DJBC, Nofrial berharap agar semua pejabat ataupun pegawai DJBC
menyadari bahwa standar pelayanan publik betul-betul sangat dibutuhkan untuk optimalisasi kinerja organisasi ke depan. Jangan memandang sebagai sesuatu kewajiban baru yang membuat atau menambah-nambah pekerjaan yang tidak akan mungkin dilakukan. Jika berpikiran seperti itu kelak nantinya akan kecewa, karena Dirjen dalam hal ini tidak main-main. Dan masyarakat sebenarnya sudah menunggu kondisi yang seperti ini. Masyarakat sudah bosan dengan sesuatu yang tidak pasti, sebab bukan masalah cepat atau lambat, tetapi masalah ketidakpastian. Dengan adanya kepastian, masyarakat pengguna jasa dapat mengatur dan menyiapkan rencana kegiatan ekonominya. “Jadi kesimpulan saya, konsep standar pelayanan publik adalah suatu konsep pelayanan yang disiapkan untuk tiga hal itu tadi, yaitu, mengoptimalkan pelayanan terhadap legal trading, meningkatkan pembinaan kepada pegawai, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut mengontrol Bea dan Cukai sekaligus meningkatkan transparansi,”tandas Nofrial.
SURAT EDARAN DIRJEN Sehubungan dengan penerapan standar pelayanan publik yang tujuannya untuk mengoptimalkan kinerja pelayanan dibidang kepabeanan dan cukai, melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE 36/BC/2006 telah menginstruksikan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal, para Direktur, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Pelayanan Bea dan Cukai untuk melaksanakan hal sebagai berikut : DOK. WBC
STANDAR PELAYANAN PUBLIK. Upaya strategis optimalkan kinerja pelayanan.
56
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Pertama, menyusun, mensosialisasikan dan mengimplementasikan standar pelayanan publik unit kerja yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dibawah pengawasan masing-masing sesuai petunjuk yang diatur dalam Peraturan Menteri PAN Nomor Per/20/ M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Kedua, penyusunan standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud dilakukan untuk setiap jenis pelayanan dan dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan beban kerja masing-masing unit. Ketiga, standar pelayanan publik disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti, diikuti serta dipantau oleh masyarakat pengguna jasa. Keempat, standar pelayanan publik dilengkapi dengan mekanisme pengaduan yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat pengguna jasa. Kelima, guna mengoptimalkan efektifitas pelaksanaan, standar pelayanan publik disosialisasikan kepada seluruh pejabat dan pegawai terkait serta masyarakat pengguna jasa dengan cara sebagai berikut : l Sosialisasi kepada seluruh pejabat dan pegawai dilakukan secara intensif dan komprehensif melalui briefing yang dilakukan secara terus menerus oleh Kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap pelaksanaan standar pelayanan publik. l Sosialisasi kepada masyarakat pengguna jasa dilakukan dengan cara: - Menempelkan pada papan pengumuman di depan ruang kerja unit yang memberikan pelayanan. - Menempelkan pada papan pengumuman yang terdapat pada Customs Desk - Mempublikasikan standar pelayanan publik pada pertemuan dengan masyarakat usaha. l Para Direktur, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan sesuai bidang tugas dan wilayah kerja, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan sesuai standar pelayanan publik yang ditetapkan. l Sekretaris Direktorat Jenderal bertanggung jawab terhadap pemantauan, evaluasi dan penindakan pegawai dalam rangka pelaksanaan standar pelayanan publik. l Pejabat dan pegawai yang tidak melaksanakan pelayanan publik sesuai ketentuan dan standar pelayanan yang ditetapkan dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan yang belaku l Penerapan standar pelayanan publik pada masing-masing unit kerja telah diberlakukan selambat-lambatnya tanggal 11 Desember 2006. ris
PERISTIWA WBC/ATS
RAPIM. Pada rapat pimpinan Departemen Keuangan yang pertama, Menteri Keuangan mengharapkan dukungan kerja yang lebih solid untuk menghadapi tahun 2009.
KINERJA TAHUN 2007
TOPIK UTAMA DALAM RAPIM PERTAMA DEPKEU Pada rapim kali ini ada dua hal yang menjadi agenda utama pembahasan, yaitu reformasi birokrasi dan pemantauan dini perekonomian Indonesia tahun 2007 dan evaluasi tahun 2006.
D
alam rapat kabinet pertama tahun 2007 kepada Departemen Keuangan (Depkeu), Presiden berpesan, situasinya saat ini harus di-manage secara administratif, karena Depkeu dihadapkan pada pekerjaan dan tanggung jawab untuk mengelola keuangan negara, untuk itu segala sesuatunya harus berdasarkan aturan. Pesan Presiden tersebut kembali disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam rapat pimpinan (rapim) pertama tahun 2007 Depkeu yang bertempat di Auditorium Gedung B Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 10 januari 2007. Hadir dalam rapat tersebut seluruh jajaran eselon I dan II Depkeu, termasuk staf inti dari DJBC. Terkait dengan pesan Presiden tersebut, Menkeu menyatakan saat ini harus ada bisnis aktualnya dalam arti, kapasitas dari sisi peraturan yang harus dijalankan oleh Depkeu harus tepat, karena jika semuanya bersifat target-target yang sifatnya instan maka akan merusak pada seluruh kepastian, pada sisi regulasi dan berbagai masalah. Artinya kesulitan Depkeu akan menjadi dua, disatu sisi harus menjaga berbagai aturan, compliance dan lain-lain, dan disisi lain harus lebih cepat dan responsif terhadap berbagai macam demand dan kebutuhan yang muncul. “2007 ini adalah warming up yang sebetulnya sudah lebih terlambat karena tahun 2006 kemarin sudah agak menghangat pada paruh kedua, tapi 2007 itu benar-benar warming up, untuk keseluruh-
annya mulai melakukan general politik. Saya tidak ingin kita hanya dijadikan alat, karena Depkeu memiliki fungsi yang luar biasa penting menjaga institusi ini tetap berjalan untuk menjaga seluruh kepentingan negara, tapi disisi lain kita tidak suka dan tidak akan ingin dari sisi politik, karena semakin mendekati 2009,” kata Menkeu Selain menyampaikan pesan Presiden untuk seluruh jajaran Depkeu, pada rapim kali ini ada dua hal yang menjadi agenda utama pembahasan, yaitu pemantauan dini perekonomian Indonesia tahun 2007 dan evaluasi tahun 2006, yang disampaikan oleh Kepala Bappeki, Anggito Abimanyu. Dan reformasi birokrasi yang disampaikan oleh Sekjen Depkeu Mulya Nasution.
INVESTASI DATABASE DJBC Pada evaluasi tahun 2006 dan pemantauan dini perekonomian Indonesia tahun 2007, dijabarkan data-data mengenai segala perkembangan maupun penurunan yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Selain hal tersebut turut dijabarkan juga mengenai peningkatan penerimaan negara dari berbagai pajak dan tren investasi yang terjadi maupun yang akan terjadi. “Untuk DJBC agar menginvestasikan database-nya, sehingga orang-orang yang memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana statistik itu akan disetujui oleh BPS, sehingga mereka bisa meng-handle dan mengolah data nilai ekspor impor
berdasarkan dokumen menjadi data yang nantinya memang disetujui oleh BPS. Selama ini bea cukai memberikan data melalui disket, lalu oleh BPS diolah lagi, oleh BI diolah lagi, tapi kita sendiri tidak memiliki data, tapi orang lain bisa bicara ekspor impor padahal sumbernya ada di kita,” kata Menkeu. Lebih lanjut Menkeu menyatakan, data tersebut sebenarnya dapat dijadikan tool oleh DJBC dalam memetakan perkembangan yang terjadi, dan untuk memulai dari bagian pelabuhan mana dan komoditasnya apa. Sedangkan pada pembahasan reformasi birokrasi, Menkeu mengharapkan untuk tetap berjalan dan kepada seluruh jajaran eselon I agar tidak menyimpannya di laci kiri dan tidak pernah dibukanya. ”Akhir tahun lalu saya sudah mengeluarkan PMK untuk job analisis SOP dan analisa beban kerja. Jadi para eselon I yang memiliki struktur tidak bisa meminta tunjangan tambahan kegiatan tanpa melakukan analisa kerja, beban kerja dan menyusun SOP, jadi seluruh eselon I untuk meminta Sekditjennya menjalankan itu secara serius,” ujar Menkeu. Diakhir rapim, Menkeu mengharapkan apa yang telah menjadi bahasan rapim dapat dijalankan dengan baik dan benar oleh masingmasing direktorat. Sehingga apa yang menjadi kendala khususnya dalam menghadapi tahun 2009, seluruh jajaran Depkeu dapat mengantisipasinya sejak dini. adi
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
57
CUKAI
CARA MENDAPATKAN
PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU Bagian I
Oleh: Tedy Himawan Begitu menjanjikannya berusaha di bidang hasil tembakau, membuat masyarakat khususnya di daerah Jawa dan sebagian Sumatera, berlomba-lomba untuk mendirikan pabrik rokok yang tentunya juga telah didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah setempat. Terlepas dari tujuan pendirian pabrik rokok tersebut, hingga kini pun masih banyak masyarakat yang belum mengerti cara pendiriannya, bahkan jenis rokoknya pun mereka belum paham masuk ke golongan mana.
D
i Kantor, sering kita didatangi masyarakat dan mengajukan pertanyaan, seperti: “Pak saya mau membeli pita Cukai, dimana ya? “Berapa harganya? “Bagaimana caranya? Pertanyaan tersebut memang pantas diajukan oleh masyarakat yang masih awam dengan peraturan yang berkaitan dengan cukai. Masyarakat secara umum menganggap bahwa pita cukai dapat di peroleh secara bebas seperti halnya meterai. Untuk menjawab pertanyaan masyara-
kat tersebut, berikut akan dijelaskan secara global langkah-langkah yang harus ditempuh oleh masyarakat, mulai dari tahap persiapan sampai dengan mendapatkan pita cukai. Pada penjelasan ini juga dijabarkan jenis-jenis pungutan dan besarnya pungutan yang harus dibayar oleh pengusaha terkait dengan penjualan hasil tembakau (rokok). Berbicara soal pita cukai, tentunya tidak terlepas dari dasar hukum yang digunakan dalam pengaturan hasil tembakau, yaitu Undang-Undang nomor 11 tahun WBC/ATS
KPBC. Penetapan golongan dan jenis rokok, termasuk HJE, akan ditentukan oleh KPBC dimana industri tersebut didirikan.
58
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
1995 tentang Cukai beserta peraturan pelaksananya. Dalam undang-undang tersebut, sesuai dengan pasal 4 dijelaskan bahwa, cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang terdiri dari: a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Selain itu, sesuai penjelasan Pasal 4 juga dijabarkan bahwa : Yang dimaksud dengan “sigaret” adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret keretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin. Sigaret kelembak kemenyan ada-
dagangan, wajib memiliki Nomor Pokok sedur untuk mendapatkan pita cukai terdiri lah sigaret yang dalam pembuatannya diPengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dari beberapa tahapan, mulai dari pendiricampur dengan kelembak dan/atau kemean pabrik, penetapan harga jual eceran yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. nyan asli maupun tiruan tanpa memperhahasil tembakau, hingga pemesanan pita Mengapa harus ada NPPBKC? tikan jumlahnya. cukai. Untuk mengetahui lebih jelasnya Sesuai peraturan tersebut, salah satu Yang dimaksud dengan sigaret putih akan tahapan-tahapan tersebut, berikut pihak yang harus memiliki NPPBKC dan sigaret kretek yang dibuat dengan adalah penjabaran dan langkah-langkah adalah pengusaha pabrik. Pabrik adalah mesin adalah sigaret putih dan sigaret yang harus dijalankan dari tahapan-tahaptempat tertentu termasuk bangunan, kretek yang dalam pembuatannya mulai an tersebut : halaman, dan lapangan yang merupakan dari pelintingan, pemasangan filter, bagian dari padanya, yang dipergunakan pengemasannya dalam kemasan untuk 1. Pendirian Pabrik untuk menghasilkan barang kena cukai penjualan eceran, sampai dengan Seperti telah dijelaskan di awal tadi, dan/atau untuk mengemas barang kena pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau bahwa sesuai Undang-Undang nomor 11 cukai dalam kemasan untuk penjualan sebagian menggunakan mesin. tahun 1995 tentang Cukai, Hasil Tembaeceran. Sementara itu, pengusaha pabrik Yang dimaksud dengan sigaret putih adalah orang atau badan dan sigaret kretek yang diWBC/ATS hukum yang mengusahabuat dengan cara lain dakan pabrik. ripada mesin adalah sigaPengaturan lain yang ret putih dan sigaret kretek menjelaskan lebih terinci yang dalam proses terkait dengan NPPBKC, pembuatannya mulai dari juga terdapat dalam Perpelintingan, pemasangan aturan Menteri Keuangan filter, pengemasan dalam nomor 75/PMK.04/2006 kemasan untuk penjualan tentang Nomor Pokok eceran, sampai dengan Pengusaha Pabrik Hasil pelekatan pita cukai, tanpa Tembakau dan Importir menggunakan mesin. Hasil Tembakau. Yang dimaksud deLalu bagaimana untuk ngan cerutu adalah hasil dapat memperoleh tembakau yang dibuat dari NPPBKC? Untuk mendalembaran-lembaran daun patkan itu, maka orang tembakau diiris atau tidak, atau badan hukum yang dengan cara digulung deakan menjalankan kegiatmikian rupa dengan daun an sebagai pengusaha tembakau untuk dipakai, pabrik hasil tembakau hatanpa mengindahkan barus mengajukan permohohan pengganti atau bahan nan kepada kepala Kantor pembantu yang digunaPelayanan Bea dan Cukai kan dalam pembuatannya. (KPBC) setempat. Yang dimaksud dengan rokok daun adalah a. Persyaratan Fisik hasil tembakau yang dibuBangunan Pabrik at dengan daun nipah, Sebelum mengajukan daun jagung (klobot), atau permohonan untuk sejenisnya, dengan cara mendapatkan NPPBKC dilinting, untuk dipakai, sebagai pengusaha pabrik tanpa mengindahkan bahasil tembakau, pemohon han pengganti atau bahan mengajukan permohonan pembantu yang digunakan kepada Kepala Kantor dalam pembuatannya. Pelayanan Bea dan Cukai Yang dimaksud desetempat untuk melakungan tembakau iris adalah kan pemeriksaan lokasi/ hasil tembakau yang dibuGUDANG PITA CUKAI. Sebelum mendapatkan pita cukai, hendaknya masyarakat memahami bangunan. Permohonan at dari daun tembakau pemeriksaan disertai gamyang dirajang, untuk dipa- tatacara pendirian pabrik rokok yang baru saat ini. bar denah lokasi/bangunkai, tanpa mengindahkan an yang akan digunakan sebagai kau atau yang sering kita sebut dengan bahan pengganti atau bahan pembantu pabrik. Berdasarkan permohonan terrokok adalah termasuk sebagai Barang yang digunakan dalam pembuatannya. sebut, maka petugas Bea dan Cukai Kena Cukai. Konsekuensi dari ditetapkanYang dimaksud dengan hasil akan melakukan pemeriksaan lokasi/ nya hasil tembakau sebagai barang kena pengolahan tembakau lainnya adalah bangunan, dan hasil dari pemeriksacukai adalah: adanya pungutan cukai; hasil tembakau yang dibuat dari daun an lokasi/bangunan, oleh petugas adanya pengawasan terhadap produksi, tembakau selain yang disebut dalam huruf akan dibuat berita acara pemeriksaan. peredaran dan pengangkutan barang ini yang dibuat secara lain sesuai dengan Lokasi/bangunan yang dapat digunatersebut. Sesuai dengan Pasal 14 perkembangan teknologi dan selera kan sebagai pabrik hasil tembakau Undang-Undang nomor 11 tahun 1995 konsumen, tanpa mengindahkan bahan harus memenuhi persyaratan tertentu, tentang cukai, dan Peraturan Pemerintah pengganti atau bahan pembantu yang adapun persyaratannya adalah nomor 5 tahun 1997 tentang Pengawasan digunakan dalam pembuatannya. sebagai berikut: Barang Kena Cukai. Setelah mengetahui dengan jelas jenis Tidak berhubungan langsung dengan Sehingga untuk kepentingan pengahasil tembakau yang dihasilkannya, maka pabrik lainnya, tempat penyimpanan, wasan dan penerimaan, maka pengusaha untuk dapat mengeluarkan hasil tembakau atau tempat pembuatan hasil pabrik yang telah mendapatkan izin dari dari pabrik dengan tujuan untuk dijual, tembakau di luar pabrik; instansi yang tugas dan tanggung jawabtentunya hasil tembakau harus dilekati deTidak berhubungan langsung dengan nya di bidang Perindustrian dan/atau Perngan pita cukai. Secara garis besar, proEDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
59
CUKAI rumah tinggal atau tempat penjualan eceran barang kena cukai; Harus berbatasan langsung dengan jalan umum, kecuali yang lokasinya dalam kawasan industri; dan Mempunyai luas minimal 50 (lima puluh) meter persegi. b. Penerbitan NPPBKC Pabrik Hasil Tembakau Sebelum tanggal 1 Oktober 2006, peraturan yang dijadikan sebagai dasar berkaitan dengan penerbitan NPPBKC adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 104/KMK.05/1997 tetang Pemberian dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau atau Importir Hasil Tembakau serta persetujuan Pembuatan Hasil Tembakau diluar Pabrik sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.04/2005. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, maka proses pemberian, pembekuan, pencabutan pembekuan, dan pencabutan NPPBKC Pengusaha pabrik hasil tembakau dilakukan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta. Sejak tanggal 1 Oktober 2006, dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.04/2006, maka proses pemberian, pembekuan, pencabutan pembekuan, dan pencabutan NPPBKC pengusaha pabrik hasil tembakau didelegasikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Dengan adanya desentralisasi tersebut, diharapkan proses pemberian NPPBKC dapat dilakukan dengan lebih cepat, tepat, akurat, dan murah. Persyaratan lain untuk mendapatkan NPPBKC adalah, permohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dengan menggunakan surat sesuai dengan
contoh yang telah ditentukan (PMCK6). Dalam permohonan harus disebutkan identitas pemohon, nama dan lokasi pabrik, serta jenis hasil tembakau yang akan diproduksi, misalkan Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM). Selain itu, permohonan juga harus dilampiri dengan: 1. Berita Acara Pemeriksaan dan gambar denah lokasi/ bangunan Pabrik. 2. Salinan atau photo copy surat atau izin dari instansi terkait yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu: - Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah setempat; - Ijin berdasarkan Undang-undang Gangguan dari Pemerintah Daerah setempat atau izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Pemerintah Daerah setempat. - Ijin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perindustrian; - Ijin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan; - Ijin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang tenaga kerja; - Nomor Pokok Wajib Pajak; dan - Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia dan Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;atau - Akte Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan badan hukum. WBC/ATS
JENIS DAN GOLONGAN ROKOK. Saat ini Banyak Masyarakat yang belum paham akan jenis dan golongan rokok yang diproduksinya.
60
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
3. Surat Pernyataan di atas meterai yang sanggup akan menyelenggarakan pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya. 4. Surat pernyataan di atas meterai yang cukup bahwa NPPBKC yang diajukan akan ditolak atau NPPBKC yang telah diberikan akan dibekukan dalam hal nama pabrik memiliki kesamaan nama dengan nama pabrik yang telah mendapatkan NPPBKC terlebih dahulu. Berdasarkan permohonan tersebut, maka Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan akan melakukan penelitian, meliputi: kesamaan nama, penelitian pemenuhan persyaratan fisik bangunan, penelitian terhadap ijin dari instansi lain yang disertakan dalam lampiran. Jika permohonan dan persyaratanpersyaratannya ternyata masih tidak lengkap atau tidak benar dalam memberitahukannya, maka petugas akan mengeluarkan surat penolakan atau surat pemberitahuan kekurangan kelengkapan permohonan. Sedangkan jika berdasarkan hasil penelitian permohoan dianggap telah lengkap dan benar, maka petugas akan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian NPPBKC. Dan batas waktu yang dimiliki oleh Petugas Bea dan Cukai dalam memproses permohonan NPPBKC adalah selama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima. 2. Besarnya Pungutan dan Penetapan Harga Jual Eceran Setelah pengusaha pabrik mendapatkan NPPBKC, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan penetapan Harga Jual WBC/ATS
HOME INDUSTRY. Hampir 80 persen pabrik yang ada saat ini, adalah usaha home industry .
Eceran terhadap merek hasil tembakau yang akan dipasarkan. Dalam permohonan penetapan Harga Jual Eceran dicantumkan identitas pemohon, nama merek dan uraian merek yang diajukan, harga jual eceran, dan perhitungan cukai. Sebelum membahas lebih jauh tetang permohonan penetapan HJE, terlebih dahulu akan diuraikan cara perhitungan cukai dan pungutan-punguan apa saja yang terkait dengan penjualan hasil tembakau. Secara garis besar,jenisjenis pungutan yang terkait dengan penjualan hasil tembakau adalah: cukai, PPN hasil tembakau dan PNBP atas pelayanan pemesanan pita cukai. Cara penghitungan cukai tembakau yang berlaku saat ini adalah kombinasai peghitungan secara advalorum dan secara spesifik. Tarif advalorum adalah cara penghitungan cukai berupa prosentase harga dasar (perkalian antara tarif cukai dengan harga dasar). Harga dasar yang digunakan dalam penghitugan cukai tembakau adalah harga jual eceran. Tarif Cukai spesifik adalah cukai yang dihitung berdasarkan satu satuan barang tertentu, misalnya per batang, per gram, per bungkus, per liter. Tarif cukai advalorum, tarif cukai spesifik, dan batasan minimum harga jual eceran hasil tembakau ditentukan berdasarkan masing-masing jenis dan golongan pengusaha pabrik. Ketentuan tentang penetapan harga dasar dan tarif cukai hasil tembakau diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/ PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.04/2006. a. Penggolongan Pengusaha Pabrik Pengusaha pabrik hasil tembakau dikelompokkan ke dalam Golongan Pengusaha berdasarkan jenis hasil tembakau yang diproduksinya. Perlu diketahui, dalam hal suatu pabrik mempunyai cabang pabrik yang berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang berbeda, penggolongan pengusaha pabrik didasarkan atas jumlah total produksi dari semua cabang pabrik. Yang dimaksud dengan produksi adalah produksi yang dihitung berdasarkan data pemesananpita cukai (CK-1). Penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau yang berlaku saat ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.04/2005 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/ PMK.04/2006, adalah sebagai berikut : (Lihat Tabel) Penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik wajib dilakukan oleh
GOLONGAN PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU JENIS HASIL TEMBAKAU
a.
b.
c.
SKM
SPM
SKT
GOLONGAN PENGUSAHA PABRIK
BATASAN PRODUKSI PABRIK
I
Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III
Tidak lebih dari 500 juta batang
I
Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III
Tidak lebih dari 500 juta batang
I
Lebih dari 2 milyar batang
II
Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar batang
III
A. Lebih dari 6 juta batang tetapi tidak lebih dari 500 juta batang B. Tidak lebih dari 6 juta batang
d.
e.
KLM, KLB
I
Lebih dari 6 juta batang
atau SPT
II
Tidak lebih dari 6 juta batang
I
Lebih dari 2 milyar gram
II
Lebih dari 500 juta gram tetapi tidak lebih dari 2 milyar gram
III
A. Lebih dari 50 juta gram tetapi tidak lebih dari 500 juta gram
TIS
B. Tidak lebih dari 50 juta gram f.
CRT
Tanpa Golongan
Tanpa Batasan Produksi
g.
HPTL
Tanpa Golongan
Tanpa Batasan Produksi
Sumber : Lampiran 1 Peraturan Menteri Keuangan nomor: 43/PMK.04/2005 Catatan : SKM = SPM = SKT = KLM = KLB =
Sigaret Kretek Mesin Sigaret Putih Mesin Sigaret Kretek Tangan Sigaret Kelembak Menyan Rokok Daun atau Kelobot
Pengusaha Pabrik pada saat produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui batasan produksi pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan seperti dalam tabel 1 diatas. Dalam hal hasil produksi dalam satu tahun takwim kurang dari batasan roduksi yang berlaku bagi golongan pengusaha pabrik, pengusaha pabrik dapat diijinkan melakukan penurunan satu tingkat golongan pengusaha pabrik dengan keputusan Kepala
SPT TIS CRT HPTL
= = = =
Sigaret Putih Tangan Tembakau Iris Cerutu Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya
Kantor Pelayanan pada setiap awal tahun takwim berikutnya. Yang dimaksud ‘awal tahun takwim’ adalah pada awal tahun dimana pengusaha pabrik pada tahun tersebut belum pernah mengajukan CK-1. Dengan adanya penurunan golongan pengusaha pabik, berarti tarif cukai mengikuti tarif cukai golongan baru (setelah turun) sedangkan harga jual eceran tidak boleh diturunkan. (bersambung)
Tedy Himawan Kasi Kepabeanan IV KPBC Tipe A Jakarta
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
61
OPINI
Oleh: Sutardi
IMPOR
DAN IMPOR UNTUK DIPAKAI (IUD) (Bagian Akhir Tulisan)
IMPOR UNTUK DIPAKAI DARI KAWASAN BERIKAT SESUAI PP 33/1976
B
arang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (7) huruf c UndangUndang Nomor 10/ 1995 Tentang Kepabeanan adalah merupakan barang impor yang mendapat fasilitas penundaan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor, dan oleh karena itu barang-barang tersebut secara teknis kepabeanan sebagaimana telah kami jelaskan pada paragraf sebelumnya (pada WBC edisi Januari 2007 -red) harus/ masih berada di bawah pengawasan pabean (Under Customs Control) dan masih dalam proses pengolahan serta belum merupakan barang yang dimanfaatkan/ dikonsumsi di dalam negeri/ dalam daerah pabean. Meskipun barang-barang tersebut telah diimpor sebagaimana impor pengertian dalam butir 13 pasal 1 UndangUndang Nomor 10/ 1995 Tentang Kepabeanan (memasuki daerah pabean), akan tetapi terhadap barang-barang tersebut belum dikenai BM dan PDRI karena barang-barang tersebut belum direlease dari pengawasan pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai (destined for domestic consumption). Kegiatan pemindahan/ penyerahan barang dari satu Tempat Penimbunan ke Tempat Penimbunan lainnya, adalah merupakan kegiatan pemindahan barang yang berasal dari suatu tempat dibawah pengawasan pabean (under customs control) ke tempat lain yang juga di bawah pengawasan pabean. Secara teknis maupun secara yuridis kegiatan tersebut dapat dipersamakan dengan kegiatan pemindahan barang impor dari satu kapal ke kapal yang lain (ship to ship transfer) yang dilakukan di suatu pelabuhan di Indonesia, dari TPS satu ke TPS yang lain, atau juga dari TPS ke TPB dan sebaliknya, yang intinya terhadap
62
WARTA BEA CUKAI
barang-barang tersebut, sekali lagi kami kemukakan belum dikonsumsi/ dimanfaatkan di dalam negeri/ dalam daerah pabean sehingga berdasarkan the destination principle of taxation, under which no indirect taxes should be levied on goods that are not destined for domestic consumption. Dan oleh karenanya terhadap barang-barang tersebut belum dipungut BM, PDRI, dan pajak dalam negeri. Didalam revised Kyoto Convention direkomendasikan adanya suatu free
DALAM MELAKUKAN PEMUNGUTAN BEA MASUK DAN PDRI BEA CUKAI SEJALAN DENGAN INTERNATIONAL CUSTOMS MAUPUN TAXATION BEST PRACTICES YAITU BERDASARKAN DESTINATION PRINCIPLE... zone dalam negara contracting party dimana free zone apabila diterjemahkan secara bebas berarti suatu zona bebas, dalam arti bebas dari pengutan bea masuk dan pajak meskipun free zone tersebut berada didalam daerah pabean suatu contracting party. Di beberapa negara, free zone didefinisikan secara berbeda-beda, di Singapura hal yang demikian disebut sebagai free trade zone (FTZ) yang diberlakukan sejak 1 September 1969 yang lokasinya di pelabuhan Singapore, Jurong, Sembawang Wharves, Pasir Panjang Wharves dan Cargo Terminal complex di International Air Port Changi.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Di Indonesia FTZ di Singapore tersebut hampir sama dengan Tempat Penimbunan Sementara dimana semua barang yang diimpor harus melalui FTZ Singapore sedang hal yang sama di Indonesia harus melalui TPS. Kyoto Convention, dalam Specific Annex Chapter 2 E1/F1 Free Zones, mendefinisikan Free Zone sebagai : ”Free Zone” means a part of the territory of the contracting party where any goods introduced are generally regarded, insofar as import duties and taxes are concerned, as being outside the Customs territory. (“Kawasan Bebas” adalah suatu bagian dari daerah Contracting Party dimana setiap barang yang dibawa masuk kedalamnya, sepanjang menyangkut bea masuk dan pajak, pada umumnya dianggap sebagai berada diluar daerah pabean). Dalam praktek kepabeanan baik nasional maupun internasional semua kegiatan yang dilakukan sebelum dilakukan releasing dari pengawasan pabean (sebelum kegiatan diimpor untuk dipakai) belum subject pada BM dan PDRI kendati berdasarkan pengertian pasal 1 butir 13 terhadap barang-barang tersebut telah dianggap diimpor dan terutang BM dan PDRI, akan tetapi pelaksanaannya berdasarkan undang-undang tetap dilakukan di Kantor Pabean bukan di tengah lautan (di perbatasan negara), kecuali bagi batas negara berupa darat, pemungutan dapat dilakukan di entry point dalam hal yang demikian pengertian impor dan impor untuk dipakai dapat dilakukan hampir bersamaan dalam arti segera setelah barang memasuki wilayah negara (daerah pabean) sebagaimana diatur dalam pengertian pasal 1 butir 13 undang-undang N0. 10/ 1995 tentang Kepabeanan, dipungut BM dan PDRI karena pada waktu hampir bersamaan barang tersebut direlease dari Customs Control dengan tujuan diimpor untuk dipakai (lihat gambar 1, WBC edisi 386 Januari 2007).
Secara teknis pabean TPB merupakan perpanjangan dari TPS, semua barang yang dipindahkan dari TPS ke TPB harus dikawal oleh pegawai Bea Cukai atau disegel, agar pengawasan terhadap barang tersebut tidak terputus mengingat barang tersebut diangkut/ dipindahkan dari suatu tempat dibawah pengawasan pabean yang satu ke tempat dibawah pengawasan pabean lainnya. Oleh karenanya terhadap barang-barang baik yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara maupun di Tempat Penimbunan Berikat (KB; GB; TBB dan ETP), baru dinyatakan diimpor untuk dipakai pada waktu barang-barang tersebut dimasukkan ke DPIL, dan terhadap barang-barang tersebut berlaku Ketentuan Umum di Bidang Impor serta wajib melunasi BM dan PDRI nya. Dalam Pasal 5 PP33/1996 dinyatakan : (1) Barang asal impor yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan diimpor untuk dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor: a. dipungut bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai dan Nilai Pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat; b. yang merupakan Barang Kena Cukai dilunasi cukainya; c. dikenakan PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan. (2) Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor. Terkait dengan ketentuan Pasal 5 PP33/1996 tersebut jelas bahwa secara de facto impor terjadi pada saat barang direlease dari TPB, atau bisa saja pada waktu barang direalease dari TPS (lihat gambar 2, WBC edisi 386 Januari 2007). Demikian halnya dengan pengeluaran barang-barang dari KB ke DPIL. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 17 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 291/KMK.05/1997 Tentang Kawasan Berikat, sebagai berikut: (1) Atas pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan BM, cukai, dan pajak dalam rangka impor. (2) Dasar perhitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. BM berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat impor untuk dipakai
dan nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB; b. Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku ; c. PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan. (3) Pemeriksaan pabean di KB dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Apabila dilihat pada kedua ketentuan tersebut, jelas bahwa baik PP 33/1996 maupun Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 291/KMK.05/1997 Tentang Kawasan Berikat terlihat jelas bahwa keduanya taat asas pada prinsip-prinsip kepabeanan dan juga prinsip perpajakan, ”The destination principle of taxation”. Howell H. Zee dalam tulisannya yang berjudul Value-Added Tax (lihat Tax Policy Handbook, terbitan Fiscal Affairs Department International Monetery Fund, edited by Parthasarathi Shome, Washington, D.C, 1995, halaman 87-88) menyatakan, ....VAT is imposed on the value added of
PENGERTIAN IMPOR UNTUK DIPAKAI INI KURANG DIKENAL SEJAK DIUNDANGKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 10/ 1995... all taxable products that are consumed domestically. ...., dan untuk VAT yang diterapkan terhadap barang impor dikatakan, ....imports are not under the origin principle, while just the converse holds under the destination principle. Destination principle tersebut dianut hampir di seluruh negara dunia (international practices). Seperti dikatakan Howell H Zee, ”Almost all countries in the world that presently have a VAT have implemented it on the destination principle” (ibid, hal. 89). Dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, penjelasan pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dijelaskan bahwa: ”Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada huruf a yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke Dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak”. Kalimat Pemungutan dilakukan mela-
lui Direktorat Jenderal Bea dam Cukai memang tidak dijelaskan dalam Undang Undang tersebut, akan tetapi hal ini dapat ditafsirkan bahwa dalam melakukan pemungutan PPN dan Ppn BM tersebut norma pemungutannya adalah norma yang selama ini diaplikasikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam melakukan pemungutan bea masuk dan PDRI Bea Cukai sejalan dengan International Customs maupun Taxation best practices yaitu berdasarkan destination principle, dengan demikian meskipun definisi impor baik menurut Undang-undang Nomor 10/ 1995 Tentang Kepabeanan maupun berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yaitu memasukkan barang ke dalam daerah pabean akan tetapi pelaksanaan pemungutan harus dilaksanakan pada waktu barang tersebut direlease dari pengawasan pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai. Pernah suatu kali ditanyakan kepada penulis apakah barang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan kedalam Kawasan Berikat sudah dianggap diimpor? Jawaban penulis ya, tentu saja sudah dianggap diimpor karena yang dimaksud impor, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 butir 13 Undang-undang Nomor 10/ 1995 Tentang Kepabeanan dan juga dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa maupun dalam undang-undang yang mengatur tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean (melewati daerah perbatasan negara/ daerah pabean. Akan tetapi BM dan PDRI baru dipungut sewaktu barang tersebut direlease dari pengawasan pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai (lihat penjelasan pasal 2 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) serta penjelasan pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 10/ 1995 Tentang Kepabeanan). Dengan demikian jelas, meskipun berdasarkan ketentuan butir 13 tersebut sejak barang melewati daerah perbatasan Negara Republik Indonesia barang tersebut sudah dianggap diimpor, akan tetapi perlu diketahui bahwa barang tersebut belum diimpor untuk dipakai dan BM serta PDRI baru dipungut sewaktu barang tersebut diimpor untuk dipakai. Demikian juga halnya bahwa terhadap barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan kedalam Kawasan Berikat meskipun sudah diimpor berdasarkan pasal 1 butir 13, akan tetapi barang tersebut belum diimpor untuk dipakai. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa barang berasal dari luar daerah pabean yang melewati daerah perbatasan Negara Republik Indonesia oleh undang-undang diwajibkan untuk dibawa ke suatu Kantor Pabean untuk kemudian ditimbun di Tempat
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
63
OPINI Penimbunan Sementara (di gudang/ lapangan penimbunan di pelabuhan). Sejak dari melewati perbatasan negara hingga ditimbun di di Tempat Penimbunan Sementara (di gudang/ lapangan penimbunan di pelabuhan) tersebut, secara teknis kepabeanan disebut sebagai barang yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya atau dengan kata lain disebut sebagai barang dibawah pengawasan pabean (Under Customs Control). Kenapa melewati perbatasan wilayah Republik Indonesia dianggap sebagai telah diimpor? Hal ini dikarenakan antara wilayah Republik Indonesia dan Daerah Pabean itu letaknya berimpit, jadi apabila kita meletakkan wilayah daerah pabean Indonesia, ke atas wilayah Republik Indonesia itu besarnya wujudnya persis sama, pengecualiannya ada yaitu apabila bagian dari wilayah Republik Indonesia tersebut dinyatakan sebagai Daerah Perdagangan Bebas, yang undangundangnya menyatakan berada di luar Daerah Pabean seperti Sabang. Hal yang menyatakan bahwa Daerah Perdagangan Bebas dinyatakan berada di luar daerah pabean, sebetulnya merupakan konsep yang kurang tepat, yaitu yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan PERPU No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas SABANG menjadi Undang-Undang. Seharusnya Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas masih berada di dalam Daerah Pabean. Ketika penulis menjadi anggota Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang mengenai Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas, penulis mengusulkan perobahan pengertian Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang semula didefinisikan sebagai, “Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Cukai”. Menjadi sebagaimana direkomendasikan oleh Revised Kyoto Convention, dimana kemudian pengertian Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas kami usulkan untuk didefinisikan sebagai, “Suatu bagian dari wilayah Negara Kesatuan R.I. dimana setiap barang yang dibawa masuk ke dalamnya sepanjang menyangkut bea masuk dan pajak, pada umumnya dianggap sebagai berada di luar daerah pabean” mengingat bahwa Free Trade Zone adalah wujud makro dari Free Zone atau dengan kata lain free zone dalam Revised Kyoto Convention yang sebetulnya merupakan Bonded Zone (Tempat Penimbunan Berikat), yang di dalamnya termasuk KB adalah merupakan miniatur Free Trade zone. Atas barang dibawah pengawasan pabean, yang telah kami jelaskan pada waktu kita membahas pasal 7 ayat (7), 64
WARTA BEA CUKAI
diantara keenam tujuan barang tersebut, hanya barang yang diimpor untuk dipakailah yang subject/ harus dilunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impornya. Sedangkan untuk tujuan lainnya yaitu diimpor sementara; ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat; diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya; diangkut terus atau diangkut lanjut; dan diekspor kembali belum/ tidak subject pada Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor berdasarkan destination principle karena barang-barang tersebut masih dibawah pengawasan pabean (under customs control) .
KESIMPULAN Pengertian Impor Untuk Dipakai merupakan pengertian yang sangat elementer akan tetapi pengertian ini sangat potensial dalam menimbulkan suatu dispute, misunderstanding (kesalah pahaman) bahkan mempunyai efek yang sangat dasyat apabila diantara pejabat Bea Cukai, aparat pemerintah yang terkait dengan perdagangan internasional, dan juga perpajakan punya persepsi/interpretasi berbeda
DIDALAM REVISED KYOTO CONVENTION DIREKOMENDASIKAN ADANYA SUATU FREE ZONE DALAM NEGARA CONTRACTING PARTY... tentang apa yang disebut sebagai Impor Untuk Dipakai, yang jelas berbeda dengan pengertian impor saja. Pengertian Impor Untuk Dipakai sangatlah penting, sehingga cukup beralasan bahwa para legislator dijaman kolonial menempatkan pengertian Impor Untuk Dipakai dalam kalimat pembuka (pasal 1) Indische Tarieff Wet (UndangUndang Tarip Indonesia (Indische Tarief Wet, Stbl.1873 Nomor 35 sebagaimana telah diubah dan ditambah). Pengertian impor untuk dipakai ini kurang dikenal sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 10/ 1995, karena disamping pegertian Impor Untuk Dipakai ini tidak tercantum dalam pengertian umum (Pasal 1 Undang-undang Nomor 10/ 1995) juga jarang peraturan-peratuan lain yang menyebut secara spesifik mengenai impor untuk dipakai. Mereka menyebutnya sebagai impor saja, sedangkan apabila dikaji lebih mendalam bahwa maksud dari aturan tersebut adalah mengatur tentang pemanfaatan/pemakaian/ pemasaran/ keberadaan barang di peredaran bebas dalam daerah pabean, yang sebetulnya terminologi yang paling tepat adalah frasa diimpor untuk dipakai. Meskipun pengertian Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean sebagaimana tercantum
EDISI 387 FEBRUARI 2007
dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 10/ 1995 butir 13, akan tetapi pengertian tersebut hanyalah merupakan pengertian yuridis yang menjadi dasar hukum bagi Bea Cukai untuk melakukan pengawasan, dan bukan untuk tujuan pemungutan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Dengan pengertian impor tersebut berarti bahwa sejak dari melewati perbatasan negara hingga ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (di gudang/ lapangan penimbunan di pelabuhan) barang-barang tersebut telah terhutang BM dan PDRI akan tetapi belum wajib membayar BM dan PDRI karena belum dilakukan kegiatan impor untuk dipakai. Barang-barang tersebut masih merupakan kelompok barang-barang yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya atau dengan kata lain disebut sebagai barang dibawah pengawasan pabean (Under Customs Control). Demikian juga pada waktu barang impor tersebut dipindahkan dari TPS ke Tempat Penimbunan Berikat (GB; KB; TB dan ETP), kegiatan ini masih merupakan kegiatan dibawah pengawasan pabean (under Customs control) kendatipun kegiatan tersebut dilakukan didalam negeri, akan tetapi belum dilakukan pungutan negara (BM dan PDRI serta pungutan lainnya). Kegiatan pemindahan/ penyerahan barang dari satu Tempat Penimbunan ke Tempat Penimbunan lainnya tersebut secara Teknis maupun secara yuridis dapat disamakan dengan kegiatan kegiatan lainnya dibawah pengawasan pabean, seperti pemindahan barang impor dari satu kapal ke kapal yang lain (ship to ship transfer) yang dilakukan di suatu pelabuhan di Indonesia, dari TPS satu ke TPS yang lain, atau juga dari TPS ke TPB dan sebaliknya, yang kesemuanya belum wajib dibebani pungutan negara baik berupa BM dan PDRI maupun pungutan negara lainnya, yang berdasarkan undang-undang harus dipungut di daerah pabean (dalam negeri). Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (di gudang/ lapangan penimbunan di pelabuhan), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, juga Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat (GB, TBB, ETP dan KB) yang belum direlease/ dikeluarkan ke peredaran bebas (DPIL), juga barang-barang yang dipindahkan/ diserahkan diantara tempattempat tersebut, merupakan barang yang sudah diimpor akan tetapi belum diimpor untuk dipakai dan oleh karenanya semua kegiatan didalamnya belum wajib dibebani pungutan negara berupa BM dan PDRI dan pungutan negara lainnya sampai barang impor tersebut dibuatkan pemberitahuan dengan tujuan diimpor untuk dipakai, berdasarkan prinsip the destination principle of taxation. (tamat)
Penulis adalah Inspektur Bidang VII pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
Oleh: Sunaryo
TELAAH KUANTITATIF
KEBIJAKAN CUKAI ROKOK SPESIFIK 2007 (Tanggapan Bagi Stakeholder Yang Menolak)
J
ika sekedar berpandangan revenued oriented, naik HJE rokok overall 10% maka perdebatan kebijakan cukai rokok untuk tahun 2007 tidak akan panjang. Sepertinya tak perlu-lah tim DJBC kesana kemari berpromosi dan meyakinkan ke berbagai stakeholder dengan kajian detail karena khawatir dichallenge dari berbagai aspek. Terlebih jika aspek target cukai 2007 yang Rp 42,03 triliun “insya Allah” aman tercapai, Departemen Perindustrian menerima, asosiasi industri rokok sepakat, dan tentunya Tim Tarif Departemen Keuangan yang baru pertama kali dilibatkan membahas kebijakan cukai 2007, akan menerima. Sebelum jauh membahas detail kenapa tarif cukai spesifik diperjuangkan DJBC untuk diterapkan, sedikit penulis teringat statement mantan Menteri Keuangan, Bapak Mar’ie Muhammad yang mengkritisi setiap kenaikan target penerimaan disikapi dengan kebijakan perpajakan sebagai strateginya. Dalam suatu kesempatan beliau berkomentar, ”Jangan bicara fiscal policy jika hanya target oriented. Fiscal policy tidak sekedar penerimaan, tapi lebih luas dari itu!”. Dan sebagai respon atas saran beliau, kebijakan cukai dengan memberlakukan sistem tarif cukai spesifik adalah, menurut penulis, termasuk dalam “koridor” yang diminta karena dengan sistem yang baru ini, DJBC juga memiliki misi pembenahan sistem percukai-an yang berlaku sekarang, atau minimal tidak memperparah.
Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.04/ 2005 jo. PMK 17/PMK.04/2006 ditetapkan bahwa harga dasar untuk penghitungan cukai adalah harga jual eceran. Sistem cukai advalorum yang diterapkan sekarang tidak lepas dari karakteristik industri rokok Indonesia yang sangat heterogen. Dari kapasitas produksi pabrik, rentang produksi antara pabrik Golongan IIIB dan Golongan I mencapai 60 miliar batang. Dari aspek tenaga kerja, jumlah karyawan untuk pabrik golongan IIIB sekitar 3-4 orang sedangkan pabrik Golongan I mencapai + 25 ribu orang. Dari pemilik pabrik, yang industri rumah tangga yang mencapai + 4000 pabrik sedangkan 4 pabrik adalah perusahaan multinasional. Dengan adanya kondisi real tersebut, tarif cukai advalorum untuk seluruh jenis hasil tembakau dibuat berjenjang berdasarkan jumlah produksi per tahun. Untuk hasil tembakau jenis SKM, SPM, dan SKT (kontributor 99,8% cukai nasional) tarif cukai advalorum yang berlaku adalah sebagaimana tabel 1 dibawah ini :
Faktor lain yang mendasari sistem advalorum diberlakukan untuk rokok karena sistem ini responsif dengan inflasi. Dengan dominasi penerimaan cukai rokok yang mencapai 98% dari seluruh penerimaan cukai yang ada, maka dengan pemilihan sistem advalorum dimana HJE yang dijadikan sebagai dasar penghitungan cukai akan terus ter-update yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya penerimaan cukai minimal setara dengan inflasi setiap tahunnya.
FAKTA REAL CUKAI ROKOK Sistem tarif cukai advalorum dengan penggolongan pabrik, tarif, dan HJE sebagaimana tabel di atas, selain memiliki misi adil dalam pembebanan, juga memiliki misi pembinaan terhadap industri kecil. Misi pembinaan industri kecil dapat dikatakan tercapai mengingat fakta pertumbuhan pabrik rokok 2000-2006 sangat tinggi. Tahun 2000 jumlah pabrik rokok hanya 777 pabrik, sedangkan tahun 2006 menjadi 4416 pabrik (+ 600 %). Namun demikian, motif pemerintah
TABEL 1
SISTEM CUKAI ROKOK BERLAKU Sebagai pengantar pembaca, bahwa pada cukai rokok saat ini, sistem tarif yang digunakan adalah sistem tarif cukai advalorum. Dasar penggunaannya adalah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995. Cukai dihitung atas dasar besaran persentase dari harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Harga dasar sebagai penghitungan cukai dimungkinkan harga jual pabrik atau harga jual eceran. Namun demikian berdasarkan Peraturan Menteri EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
65
OPINI TABEL 2
untuk membina industri kecil untuk menjadi besar tidak sepenuhnya berjalan. Pabrik yang di golongan bawah cenderung “berdiam diri” di golongan tersebut dan bila produksinya melebihi batas atas golongan, langkah yang diambil mereka adalah mendirikan pabrik baru. Sebenarnya “sah-sah saja” jika yang mendirikan pabrik baru ini memang bertujuan untuk berproduksi secara benar. Kebanyakan diantara mereka sekedar untuk mendapatkan pita cukai untuk dijual kembali yang jelas-jelas tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang Cukai. Fakta real berikutnya adalah “gap” nominal tarif dan HJE antar golongan pabrik dan juga antar jenis rokok. Posisi saat ini HJE terendah untuk SKT golongan IIIB adalah Rp. 255 per batang sedangkan untuk golongan I SKT adalah Rp. 440 per batang (173%). Demikian juga gap tarif kedua jenis tersebut: SKT IIIB 4% sedangkan SKT golongan I 22% (550%). Hal sama juga berlaku untuk jenis SKM dan SPM (lihat tabel 1). Hal lain yang dipertimbangkan adalah terkait dengan Harga Transaksi Pasar (HTP) rokok. Akibat perkembangan HJE yang tingkat persentase melebihi tingkat inflasi setiap tahunnya, HTP telah jauh lebih rendah dari HJE yang berlaku. Data Direktorat Cukai mencatat untuk pabrik skala besar yang memiliki HTPnya sekitar 25% dari HJE dan pabrik skala kecil mencapai 50% dari HJE.
CUKAI SPESIFIK DAN DAMPAKNYA Tujuan pertama pemberlakuan tarif spesifik dalam rangka mengurangi gap harga transaksi pasar (HTP) dan HJE. Kalkulasinya sebagai berikut: Misalkan rokok jenis SKM golongan besar dengan HJE per batang Rp 600 dan tarif cukai 40%. Jumlah cukai yang dibayar pengusaha adalah 40% x Rp 600 = Rp 240 per batang. Pungutan lain adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 8,4% x Rp 600 = Rp 50,4. Asumsikan keuntungan untuk distributor adalah 66
WARTA BEA CUKAI
5% dari harga per batang, maka uang yang dishare ke distributor adalah Rp 5% x Rp 600 = Rp 30. Dengan demikian pengusaha rokok akan menerima sisanya Rp 279,6 per batang. Misalkan, diasumsikan jika rokok tersebut dijual dengan harga 25% dari HTP atau Rp 450 per batang. Maka jumlah cukai dan PPN yang dibayar pengusaha ke Negara tetap karena dasar pungutan HJE bukan HTP. Dengan kondisi ini maka nominal uang yang diterima pengusaha hanya Rp 129,6. Jika tarif cukai spesifik yang dikenakan pada rokok ini dimisalkan Rp 10 per batang, maka ada dua kemungkinan respon pengusaha. Pertama, pengusaha akan menaikan HTP Rp 10 per batang (cukai menjadi Rp 240 + Rp 10 = Rp 250 per batang) sebagai respon kenaikan cukai. Pertimbangan ini reasonable karena cost production adalah tetap dan PPN juga tetap karena HJE tidak berubah. Kemungkinan kedua adalah pabrik yang rokoknya sangat responsif dengan harga. Pabrik ini tidak menaikan HTP melainkan dengan mengurangi cost production yang ada dari Rp 129,6 menjadi Rp 119,6. Konsekuensinya adalah keuntungan pengusaha berkurang dari tahun sebelumnya. Dan ini situasi yang kecil kemungkinan dilakukan karena motif utama pabrik pasti mendapatkan keuntungan minimal sama dengan tahun sebelumnya. Kalau toh pabrik merespon dengan mengurangi keuntungan per batang, maka langkah yang ditempuh dengan menggenjot produksinya, dan kembali pemerintah ikut “numpang anget” dengan respon pabrik ini (lihat tabel 2). Alasan kedua yang mendasari pengenaan tarif cukai spesifik adalah meringankan pengusaha rokok menerima beban dua kali sebagai dampak kenaikan HJE: beban cukai dan PPN. Dengan kalkuasi HJE di atas, dalam hal Pemerintah menaikkan HJE 10%, maka pengusaha akan menerima beban dua kali: pertama kenaikan cukai 10% dari
EDISI 387 FEBRUARI 2007
HJE dan kenaikan PPN 10% dari HJE. Sedangkan jika dengan sistem spesifik maka pengusaha hanya dibebani Rp 10 per batang dan PPN tidak berubah dari sebelum kebijakan cukai.
KENAPA PENGUSAHA ROKOK MENOLAK? Yang menjadi pertanyaan, kenapa pengusaha menolak? Mungkin kalau menurut penulis karena sistem ini adalah baru. Bagi pengusaha tentu perlu mengubah peta dan strategi cara bersaing, khususnya dari aspek HTP. Jika sebelumnya dengan HJE dinaikkan, maka bagi pengusaha sudah jelas siapa pesaingnya di-layer HJE yang sama. Kenaikan HJE yang ditetapkan Pemerintah juga menguntungkan pengusaha dari segi timing penyesuaian HTP di pasar karena pengusaha pabrik diwajibkan menaikan HJE secara serentak. Jadi Pabrik tidak perlu saling menunggu kapan menaikan HTP. Alasan kedua, pengusaha sangat takut dalam hal sistem spesifik digunakan sebagai pijakan untuk menuju spesifik murni. Beberapa pihak mengambil istilah “lonceng kematian”. Padahal jika melihat karakteristik industri rokok indonesia, sepertinya sistem tarif cukai spesifik murni, masih sangat jauh untuk diberlakukan. Pertama dari aspek jumlah pabrik rokok yang akan berdampak pada matinya 95% industri rokok kecil. Kedua, jenis rokok yang dibuat di Indonesia ada empat macam : Sigaret Kretek, Sigaret Putih, Rokok Daun, Cerutu dan TIS. Mungkin jika mempertimbangkan misi pengenaan cukai, perbedaan jenis rokok tersebut dapat diabaikan terkait dengan pembebanan cukainya. Namun jika melihat proses pembuatannya, sepertinya pembebanan yang sama akan beban cukainya adalah sesuatu yang tidak wise. Dengan demikian dalam hal dalam perjalanan memang dikehendaki memberlakukan sistem spesifik murni, paling tidak yang dibuat dengan tangan yang merupakan asli produk Indonesia harus dibedakan beban cukainya.
Penulis Adalah Kepala Seksi Analisis Tarif Harga dan Produksi CHT, Dit. Cukai
RUANG KESEHATAN
TANGAN KIDAL
KELAINANKAH ? S aya perhatikan jika saya menyuruh anak saya yang berusia 4 tahun untuk mengambil suatu barang, dia selalu terlebih dulu menggunakan tangan kirinya, walaupun sering saya tegur untuk menggunakan tangan kanan, tetapi saat menyuruhnya dilain waktu dia selalu memakai tangan kiri. Apakah ini gejala anak kidal ? Apakah bisa dicegah ? NUGI-DEPOK
FO TO
: IS TIM EW A
JAWAB : Sistem syaraf adalah yang paling kompleks dalam tubuh, karena dialah pusat kesadaran, kepandaian, kreatifitas, kemampuan untuk komunikasi dan pengalaman emosional. Juga memonitor dan mengontrol hampir semua proses yang terjadi dalam tubuh, fungsifungsi otomatis dalam tubuh seperti bernafas, ber-
kedip, refleks, bermain musik, bermain sepeda dan lain-lain. Respon sistim syaraf kita terhadap suatu rangsangan atau stimulus ada dua, yaitu berupa gerakan volunter (disadari) dan gerakan involunter (tidak disadari). Gerakan tubuh sisi kanan diatur oleh otak kiri dan sebaliknya gerakan tubuh sisi kiri diatur oleh otak kanan . Pada umumnya otak kiri lebih dominan sehingga kita lebih banyak menemukan orang dengan menggunakan tangan kanan kurang lebih 8-15 persen saja dari populasi menggunakan tangan kiri yang biasa kita kenal sebagai kidal. Dalam hal ini otak kanannya lebih dominan. Otak kanan dan otak kiri fungsinya berbeda. Otak kiri menangani angka, susunan, logika, pemikiran yang perlu rasional, matematis dan ilmiah, sebaliknya otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dan imajinasi, misalnya warna, musik daya cipta dan bakat artistik. Dahulu anggaran mengenai pikiran yang cemerlang hanya dikaitkan dengan penguasaan dalam bidang akademik sebagai intelektual dimana kemampuan tersebut lebih banyak mendapat dukungan kerja dari otak kiri. Sedangkan seseorang yang mempunyai kecakapan dalam bidang musik, olah raga, seni
Anda Anda Bertanya Bertanya Dokter Menjawab Dokter Menjawab DIASUH OLEH PARA DOKTER DI KLINIK KANTOR PUSAT DJBC sering dianggap kurang cerdas. Karena itulah para orang tua dahulu umumnya cenderung menghambat perkembangan otak kanan dengan lebih mendorong untuk berjuang memperoleh kemampuan berpikir dengan otak kiri. Kekeliruan anggapan tersebut sudah banyak hilang dengan semakin disadari bahwa setiap orang mempunyai peluang yang sama pada bidang masing-masing. Bila satu satu sisi otak yang kurang dipergunakan diaktifkan, hasilnya jauh lebih baik dibandingkan hanya salah satu aktif. Bila kedua sisi otak tersebut dapat bekerja secara bergantian akan terjadi suatu sinergi yang memberikan hasil akhir yang lebih baik. Putera bapak mungkin saja mempunyai fungsi otak kanan yang lebih dominan. Kemampuan otak kanan yang lebih menonjol bukan berarti kemampuan otak kiri yang rasional dan matematis itu hilang. Mengoptimalkan kemampuan anak yang kidal dibidang yang diminati ditambah latihan-latihan untuk mengembangkan kemampuan otak kiri akan melengkapi cara berpikirnya sehingga pola pikirnya dalam kehidupan menjadi seimbang. Dalam jangka panjang hal itu akan meningkatkan kualitas kehidupan yang berakibat positif.
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
67
RENUNGAN ROHANI
BERBUAT
CURANG “Mereka menipu Allah dan (menipu) orangorang yang beriman. Mereka tidak (menipu) kecuali (menipu) diri mereka sendiri, sedang mereka tidak merasa. Di hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (AlBaqarah, 9-10)
D
i antara sifat yang sangat tercela adalah sifat curang atau khida’ah. Curang tidak sama dengan taktis. Curang adalah melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Kesepakatan itu mungkin tertulis atau tidak. Sebutan lainnya, melanggar aturan main. Sedangkan taktis (mukayyahdah) adalah cara lain tanpa menyalahi aturan main yang sekiranya dapat mengecoh lawan atau mengalahkannya. Curang satu sifat yang dapat menimbulkan beberapa perilaku tidak terpuji seperti menipu, membohongi, mengkhianati, memfitnah dan semua perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Curang bisa terjadi di semua aspek kehidupan. Jika terjadi di dalam agama, bentuknya adalah pemutarbalikkan ayat-ayat, penafsiran menurut selera. Jika terjadi dibidang politik ujudnya ialah agitasi, infiltrasi atau intimidasi. Curang di sektor ekonomi menimbulkan korupsi, manipulasi dan semua cara yang merugikan orang banyak demi keuntungan pribadi. Bila curang memasuki rumah tangga, timbullah saling selingkuh antar suami istri. Pendeknya, curang dapat terjadi dari sejak main gundu sampai main politik. Dan yang sangat besar bahayanya, curang versus curang, curang dilawan curang. Maka permainan biasanya berubah menjadi pergumulan dan baku hantam. Oleh sebab itu setiap terjadi kecurangan harus segera diselesaikan, pelakunya harus segera ditindak bahkan harus diadili mana kala kecurangan itu sudah merugikan orang lain.
PENYEBAB BERBUAT CURANG Yang menyebabkan timbulnya kecurangan bermacam-macam, tergantung dibidang apa terjadi kecurangan tersebut. Namun kesemuanya berpangkal dari hati yang tidak 68
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
jujur. Oleh karena itu dalam ayat di atas dijelaskan bahwa curang termasuk penyakit (maradl) hati. Mengapa tidak jujur, sebabnya ialah : 1. Lemah iman, kurang merasa terawasi oleh Allah. Orang yang beriman ialah orang yang hatinya yakin, mu’allaq (terikat) kepada Allah. Merasa dilihat dan diawasiNya. Sedangkan orang yang lemah imannya sering merasa lepas dari pengawasan Allah. Sehingga ia akan mudah melakukan ketidakjujuran. Terutama di saat merasa tak ada orang lain yang melihatnya. Perasaan selalu merasa terawasi disebut ihsan. Jawaban Rasulullah saat ditanya Jibril, apa ihsan itu, jawab beliau: Ihsan ialah engkau menyembah allah seolah-olah engkau melihatNya. Maka jika engkau tidak melihatNya, Dia pasti melihatmu.” 2. Penakut atau pengecut Orang penakut atau pengecut ialah orang yang tidak saja takut menghadapi ancaman tetapi juga takut menghadapi resiko dan tanggung jawab. Untuk menyelamatkan diri, ia akan mengelak dengan cara yang tidak
CURANG BISA TERJADI DI SEMUA ASPEK KEHIDUPAN. JIKA TERJADI DI DALAM AGAMA, BENTUKNYA ADALAH PEMUTARBALIKKAN AYAT-AYAT, PENAFSIRAN MENURUT SELERA
fair alias tidak jujur. Kebohongannya ditutupinya dengan kebohongan. Berapa kali ia harus berbohong tidak menjadi masalah asalkan ia terlepas dari risiko dan tangggung jawab. 3. Rasa rendah diri Orang yang mempunyai rasa rendah diri akan selalu berusaha mensejajarkan dirinya dengan orang lain. Sayangnya kekurangan itu ditutupinya dengan tindakan-tindakan yang tidak wajar bahkan terkesan berlebihan (over acting). Berarti sikap dan tindakannya akan penuh dengan kebohongan dan kepalsuan. Oleh sebab itu Islam menekankan bahwa manusia itu sama. Mutu manusia tidak terletak pada ujud lahiriyahnya tetapi terletak pada prestasi taqwanya. 4. Terlalu berambisi untuk menang Terlalu berambisi untuk menang namun keliru dalam memahami makna kemenangan, seseorang cenderung melakukan hal-hal yang tidak jujur, misalnya melanggar peraturan yang ada mencari jalan pintas dan kalau perlu mengorbankan orang lain. Sehingga halal baginya semua cara. Mengapa sampai demikian, karena ia keliru memahami arti dan makna kemenangan. Kemenangan diartikannya dan difahaminya sebagai sebuah kondisi dimana manusia selamat dari luka, derita, sakit dan kematian. Padahal keselamatan tidak selalu bermakna demikian. Itu hanya keselamatan lahiriah. Keselamatan yang sebenarnya ialah selamat dari rayuan dan bujukan setan, selamat dari ancaman neraka. Inilah kemenangan sejati yang mengantarkan manusia kepada kemenangan hakiki; ridhwanullah, keridhaan Allah. Allah berfirman : Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepadaNya. Itulah kemenangan yang besar. (AlMaidah, 119). Tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat akan disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah mendapat kemenangan. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (Ali Imran, 185).
AL-QURAN MENGGUGAT Al Quran mengungkap sekaligus menggugat kecurangan-kecurangan yang terjadi. Diantaranya : l Di dalam surat Al-Maidah:27-31 dungkapkan: Bahwa kedua anak Adam (Habil dan Qabil) telah melakukan semacam perlombaan dalam rangka memperebutkan adik kandungnya sendiri, untuk diperistri. Perlombaannya berupa qurban, siapa yang qurbannya diterima Allah dialah yang berhak menikahinya. Ternyata qurban yang diterima Allah adalah qurban Habil karena qurbannya memenuhi syarat dan dilakukan dengan ikhlas. Qabil merasa tidak puas terhadap keputusan ini. Timbullah niat untuk membunuh saudaranya. Artinya ia akan melanggar semua ‘aturan main’
UNTUK MERAIH KEMENANGAN TIDAK HARUS BERBUAT CURANG SEBAB CURANG ITU SENDIRI SUDAH BERARTI KEKALAHAN (syariat) yang berlaku. Setelah terjadi pembunuhan, Al-Quran menggugat bahwa perbuatan Qabil adalah zhalim. (Al Maidah 29). l Nabi Yusuf telah ditipu oleh saudaranya yang takut kehilangan kasih sayang ayahnya yang terebut Yusuf. Yusuf dengan alasan akan dibawanya jalanjalann ternyata dijatuhkan ke dalam sumur tua. Ayahnya, mereka bohongi mengatakan bahwa Yusuf dimakan serigala. Keluar dari sumur (karena ditolong orang), Yusuf melanjutkan perjalanan hidupnya. Ia terkena fitnah dan mendekam di penjara (Jusuf:1-10). Al-Quran menggugat bahwa saudarasaudara yang terlibat adalah orang-orang yang berbuat durhaka atau mujrimin (Yusuf 110). l Bani Israel telah berjanji kepada Allah untuk tidak menyembah selain Allah, untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, karib
kerabat, anak-anak yatim, orang miskin , untuk mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Tetapi mereka bersikap tidak jujur, berpaling dari perjanjian itu (AlBaqarah 83) Al-Qurab menggugat mereka karena telah membeli kehidupan dunia dengan akhirat (Al-Baqarah 86). l Orang-orang Madyan dan lain-lain telah berbuat curang menggunakan ukuran dan timbangan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar sehingga konsumen dirugikan (AlA’raf 85). Al-Quran menggugat : Celaka orang yang curang yaitu orang-orang yang mempermainkan ukuran dan timbangan (Al- Muthafifin (1-6). l Surat Al-Baqarah :9-10 di atas berlatar belakang gambaran orang-orang munafik. Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya yang selalu bersikap licik, curang, menipu Nabi dan orang-orang beriman. Al-Quran menggugat bahwa mereka pendusta.
PENGOBATANNYA Karena curang termasuk penyakit, yakni penyakit hati maka jika manusia ingin selamat, penyakit itu harus diobati dan disembuhkan. Sebab kata Rasulullah, jika hati sehat, sehatlah seluruh tubuh. Tetapi jika hati itu sakit maka sakitlah seluruh tubuh. Pengobatannya harus dengan tekun melaksanakan sholat , doa, zikir, nasihat dan mau’izhah (pengajaran) dan banyak-banyak membaca, memahami, menghayati dan mengamalkan Al-Quran. Allah berfirman : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit yang berada di dada (hati) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Yunus, 57). Sayid Quthub dan kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Al-Quran berisi mau’izhah untuk membangunkan hati dan penyembuh (syifa) yang dapat memberi kesembuhan, kesehatan, ketenangan dan keyakinan. Membiasakan diri selalu bersikap jujur, tidak berbuat curang berarti memelihara hati agar senantiasa sehat. Untuk meraih kemenangan tidak harus berbuat curang sebab curang itu sendiri sudah berarti kekalahan. Dewan Dakwah Jakarta/ U. Al Ikhwan
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
69
RUANG INTERAKSI
Oleh: Ratna Sugeng
IBUKU
TAK MENCINTAIKU “Riwayat masa pengasuhan dan apa yang dihadapi sekarang sebagai kenyataan membuat saya merasa tak dicintai ibu saya. Apapun prestasi saya, termasuk bekerja di luar negeri sebagai ahli pembuatan program dengan komputer bagi perusahaan penerbangan tak membuat ibu saya menghargai saya. Lebih 30 tahun saya mengejar cinta ibu saya, sampai hari ini saya tak mendapatkannya.” (Tn. D, 36 tahun)
P
sampai pada usia SMP saya lebih suka tinggal di jalanan, agi ini saya ‘dikejar’ seorang klien di klinik sebuah jadi kenek angkot atau apa saja asal saya bisa makan. RS di Jakarta Pusat. Seseorang menyatakan diri Kalau waktu tidur datang saya kembali ke rumah. sangat penting menemui saya, atas saran seorang Demikian saya ‘membiayai’ hidup saya sampai saya temannya. Perjanjian tak dapat ditunda, harus hari ini. mandiri dan bekerja. Saya selalu menghubungi ibu saya, Seorang laki-laki, yang nampak cemas menemui saya tetapi beliau selalu tidak berkenan dan menganggap saya untuk konseling. Ia bekerja sebagai ahli pembuat program anak yang susah diatur, anak jalanan. di sebuah maskapai. Ia mengeluh sulit tidur, dengan Sekarang hidup saya mapan dengan penghasilan pikiran yang selalu berkelana ke masa lalu yang terkait cukup baik. Setiap bulan saya mengirim uang kepada ibu hubungan dengan ibunya. Dua kali ia mencoba bunuh diri saya, meski dibelanjakannya uang saya, tetapi ia akibat keputusasaannya, namun kembali perasaan mengatakan tak pernah menerima bersalah menghantuinya. Ia ingin lari uang saya. Kalau saya menelponnya dari ibunya, tetapi ia merasa was-was pada akhir minggu, selalu saja ia jika kesehatan ibunya terganggu. Ia BERBICARA DENGAN menjawab, ”Hai Hari”(Hari adalah pernah diterima bekerja di Asia Timur, nama adik saya), meski saya sudah ibunya tak mengijinkannya, ia tak OLAHAN MENTAL memberitahu bahwa saya yang berani melanggar ketentuan ibunya, EMOSIONAL TIDAK menelpon. takut hal-hal buruk terjadi. Berikut kilasan ceritanya ;
SESEDERHANA
GAMBARAN LAMA DIPROYEKSIKAN PADA
Saya dilahirkan oleh ibu saya SUASANA BARU OLAHAN LOGIKA sebagai anak kedua dari tiga Ketika berkesempatan berbicara bersaudara, semuanya laki-laki. Umur dengan ibu dan anak dalam suasana saya berjarak lima tahun dari abang dan adik saya. Ayah yang nyaman, ada persepsi yang berbeda atas sikap dan dan ibu saya secara finansial berkecukupan, juga perilaku mereka berdua selama ini. D yang sukses keluarga besar mereka. Pada usia sebelum taman kanakdalam pekerjaan kini terganggu karena ‘tak diakui’ kanak, saya tinggal bersama nenek. Usia taman kanaksebagai anak oleh ibunya, ia merasa dibuang, sengaja kanak saya tinggal dengan ibu saya, dan kelas dua dibuang dari ingatan atau pikiran ibunya. Menurut D, sekolah dasar ibu dan bapak saya tinggal serumah ibunya hanya mengingat Hari saja. Apapun yang ia bersama kami. Suasana rumah pagi hari ramai dengan perjuangkan untuk terlihat menonjol dimata ibu, selalu hentakan dan teriakan bapak saya dari dapur dan omelan saja dikalahkan. ibu. Sesudah itu ayah pergi, saya tak tahu pukul berapa Ibunya tak mengabaikan nama dan kehadirannya semalam ia kembali. Paginya cerita yang sama berulang. cara penuh, terbukti ketika ia meminta ijin untuk bekerja Demikian setiap hari. Hingga pada suatu hari saya di Asia Timur, ibunya melarangnya dengan berbagai dalih. dibawa ayah tinggal bersamanya, dan adik tinggal di D sendiri tak mampu melakukan pekerjaan jika tidak rumah ibu. direstui ibunya. Ia butuh tempat pulang, tempat Saya tak tahu dimana rasa nyaman bisa didapatkan, bersandar, satu-satunya adalah ibunya. Ia kini tak punya 70
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
ayah, tak punya nenek yang pernah mengasuhnya. Maka ia sangat takut kehilangan ibunya. Ibu merasa tak mengabaikannya. Ibu hanya tidak menyukai D karena mengingatkannya pada ayah D. Ayah D lebih banyak hidup diluar rumah, bahkan kemudian meninggalkannya ketika D masih balita. Menurut ibu, D senantiasa mengingatkan ia pada suaminya, suatu kesan buruk dalam kehidupan perkawinannya. Suami yang dianggapnya membuat hidupnya menderita, keras kepala, meski tetap membiayai hidupnya sampai ia meninggal dunia. Gambaran ia diberi cukup kebutuhan sehari-hari oleh suami, sama dengan posisi D sekarang yang memberi nafkah kehidupan sehariharinya. Juga gambaran D yang lebih banyak hidup diluar rumah, menurut ibu tepat sama dengan ayahnya. Ibu berkehendak gambaran suaminya hilang dari pikirannya, dan ini berarti pula gambaran D di pikiran ibu juga akan hilang.
BUAH SIMALAKAMA Saat keduanya saling tukar cerita, ibu dan anak menjadi syok. Ibu sangat sulit menerima D anaknya, karena gambaran ayah D menjadi lekat pada dirinya. Melepaskan gambaran D dari ayah, menurut ibu, amat sangat sulit dihilangkan. Sementara ia sebenarnya tetap mengakui D sebagai anaknya dan
membutuhkannya, bahkan ia takut jauh dari anaknya. Ia takut D akan hilang seperti ia kehilangan suaminya. D merasa terombang-ambing. Ingin dekat dengan ibu, ibu menolak. Ingin jauh dari ibu, tidak diijinkan. Sementara ia tak punya orang yang dapat ia kasihi, ia menginginkan ibu mencintainya dan tidak menyangkal menerima setiap apa yang diberikannya.
PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL Berbicara dengan olahan mental emosional tidak sesederhana olahan logika. Secara rasional, maka jalan keluar yang dapat ditempuh adalah D melupakan saja ibunda, tetap bekerja dengan gigih dan fokus, maka mungkin kemampuan kerja akan meningkat, lebih sukses dalam karir. Namun perasaan dalam sistim limbik di otaknya tak dapat demikian saja melepaskan kenyataan bahwa ia perlu pengakuan dari ibunya bahwa ia anaknya dan bahwa ibunya mencintainya. Sampai hari ini kedua orang, ibu dan anak masih bergulat dalam pikirannya untuk dapat menerima kenyataan. D sedang berpikir mengabaikan ibunya, meski tetap memberi biaya hidup sehari-hari bagi ibunya. Keluhan sulit tidur masih muncul selama pergulatan tersebut. Ibu D sudah tua, dengan pola pikir yang sulit berubah. Ia sadar penuh atas apa yang terjadi, namun ia sulit mengubah sikapnya terhadap D. Benar menurut Di Clemente, pakar perubahan tingkah laku, perubahan sikap perilaku memerlukan dorongan kuat dari orang dekat dan dibutuhkan waktu untuk dapat berproses mengubahnya. EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
71
SELAK
WINA
DOK. PENULIS
KOTA KOTA KONSER KONSER MUSIK MUSIK KLASIK KLASIK
Bagi penikmat musik klasik, sejarah dan museum, serta coklat Mozart, maka Wina merupakan kota yang perlu untuk disinggahi
M
elepaskan lelah dan ketegangan sambil menikmati musik klasik yang anggun merupakan cita rasa berselera tinggi. Beberapa pengiklan di Indonesia mendongkrak pasar penjualan CD ataupun kasetnya dengan mendorong ibu-ibu hamil untuk mendengarkan musik karya Bethoven, Schubert, Mozart dan komponis lainnya, agar anak mereka cerdas. Mungkin gambaran partitur yang beragam, kompleks, dengan fluktuasi oktaf yang unik, serta iramanya yang berubah-ubah dalam alunan gesekan biola, denting piano dalam harmoni aransemen komposer akan merangsang pertumbuhan sel otak anak. Mengenal musik klasik, menjadi pendorong saya menerima undangan pekerjaan di Wina sambil meluaskan wawasan asisten pribadi saya.
KOTA TAMAN DAN SEJARAH Wina merupakan ibukota negara republik Austria, yang presidennya dipilih setiap enam tahun sejak 1955. Sebelum72
WARTA BEA CUKAI
nya ia merupakan negara kerajaan, seperti terlihat dari bangunan-bangunan istananya yang megah di kota ini. Penduduk Austria berjumlah 1,6 juta jiwa, sebagian besar tinggal di kota-kota besar. Kota Wina terdiri dari 23 distrik, mempunyai 500 taman kota yang rindang, 350 Gereja Katolik. Sebuah gereja megah, Saint Rupert Church, telah berdiri sejak 800 tahun lalu. Sejarah terekam dengan baik di kota ini, sampai tempat Sigmund Freud (tokoh psikiatri) minum kopi pun di Landymann masih terlihat. St Stephan Cathedral menjulang tinggi menaranya di tengah kota. Ketika kami masuk, terlihat misa masih berjalan dengan khusuk di ruang utama, dan disebelahnya dibatasi pagar besi deretan bangku-bangku tempat berdoa juga penuh. Nyala-nyala lilin membawa suasana lebih khidmat dalam doa dan kotbah. Bangunan bersejarah terpelihara dengan baik sampai hari ini dengan proteksinya yang diperhitungkan. Misalnya, anda tidak diperkenankan memotret bangunan istana di dalam gedung, karena pencahayaan dari kamera akan merusak tata
EDISI 387 FEBRUARI 2007
warna kertas pelapis dinding istana. Setiap kali seseorang menjepretkan lensanya, alarm akan berbunyi, dan tak seorang pun lolos dari tatapan mata penjaga istana. Bila anda berjalan sepanjang kota ini, perhatikan papan nama jalan yang menggambarkan bagian dari distrik mana lokasi jalan tersebut, tanpa ada batas penunjuk kecamatan seperti di Jakarta. Lihatlah papan nama jalan 3 Arsenalstrasse, angka 3 menunjukkan nomor distrik Menjelajahi kota Wina dengan kendaraan umum sangat menyenangkan, kereta bawah tanah, bus, trem, mudah dijangkau, aman dan bersih. Jalur kereta diberi warna pada papan petunjuk di stasiun dan di peta. Jalur merah dari Kuzentrum Oberlas ke Leopoldau merupakan jalur kereta yang saya gunakan selama saya tinggal disini dari Stephanplatz ke UNO-City (United Nation Organization) di Vienna International Center. Jika anda tinggal di tengah kota, anda dapat menggunakan kereta api (CRT) ke bandara yang hanya makan waktu 16 menit dan bagi mereka yang berusia dibawah
DOK. PENULIS
25 tahun harga karcis hanya 50% dari harga karcis orang dewasa. Kereta api ini begitu tenang jalannya, nyaman, dan kita dapat sambil memperhatikan ladang pertanian dan lingkungan pemukiman. Untuk 72 jam berjalan di kota dengan kereta bawah tanah, bus dan trem anda dapat menggunakan Die Wien-Karte seharga 16,90 Euro, sementara harga karcis kereta bawah tanah U1 selama seminggu 12,50 Euro.
UNO-CITY Sebuah kompleks besar dan megah tempat berkantornya UNODC (United Nation on Drug and Crime), INCB (International Narcotic Control Board), UVOC dan pusat kajian UN untuk atom dan nuklir. Setiap hari ribuan orang dari berbagai negara sibuk bekerja di kota ini. Beberapa pertemuan penting digelar di tempat ini, yang tentu saja terkait dengan kriminal , penggunaan narkotika, nuklir dan tenaga atom. Memasuki gedung ini memerlukan tanda pengenal khusus bagi pekerja seperti saya, semacam tanda pengenal pegawai kita yang dibuat hanya dalam waktu 10 menit oleh petugas sekuriti. Bagi turis yang ingin melihat seluk beluk gedung ini, disediakan pemandu dan tanda pengenal khusus, tur ini dimulai pukul 11.00. Kompleksitas gedung ini membuat kita sering tersasar. Bentuknya yang setengah lingkaran terpadu dengan setengahsetengah lingkaran lainnya membuat kerumitan tersendiri selain besarnya dan luasnya gedung dan kompleks. Semua kebutuhan tersedia di kompleks ini seperti kafetaria, restoran, bank, biro perjalanan, pemesanan taksi, ruang medik. Makan siang dan rehat kopi, tidak se-
STEPHANPLATZ
perti di Indonesia yang senantiasa dihidangkan oleh penyelenggara pertemuan, disini kita harus pergi dan beli sendiri di kafetaria atau restoran. Lebih 2000 orang memasuki ruang restoran utama disetiap makan siang dengan menu bermacammacam harga dari 3-8 Euro per porsi. Makanan siap saji dengan servis profesional dan cepat sesuai dengan kebutuhan pekerja yang hanya punya waktu satu jam untuk makan siang dan kembali bekerja lagi. Di aula utama terpasang bendera negara anggota Perserikatan Bangsa-BangDOK. PENULIS
PENGAMEN JALANAN YANG MEMAINKAN MUSIK KLASIK
sa (United Nations). Pembukaan resmi yang bersifat seremonial sering dilakukan di tempat ini. Para hadirin berdiri, melingkar dan pembukaan disampaikan. Tak ada kursi untuk duduk. Praktis, jauh dari basabasi dan kerepotan hidangan makanminum. Terbayang di kepala saya, andai di Indonesia pembukaan pertemuan seperti ini serta rapat serius tanpa hidangan makan, maka anggaran rapat tak perlu lebih banyak untuk makan dan minum.
MOZART DAN SISI Beberapa kota di Eropa punya persamaan bangunan gedungnya dan landsekap, demikian juga Wina dan Paris, dengan sisi nilai tambah Wina konser musik klasik. Kesan ini begitu kental saya rasakan begitu kami keluar dari bandara. Mulai dari billboard, poster di dinding bangunan selalu menampilkan iklan konser musik klasik. Berjalan di jalan-jalan kecil di tengah kota, kompleks keramaian dan pertokoan, anda akan disapa ramah oleh orang memakai baju abad ke 17, seperti Mozart berkonser, menawarkan tiket konser musik klasik. Dari banyak konser musik klasik yang digelar, ada satu kesamaan yang jelas terlihat yaitu selalu memainkan karya Mozart dan Strauss. Seminggu masa tinggal saya disini, belum terdengar mereka memainkan simfoni selain karya mereka berdua, seperti Beethoven, Chopin, ataupun Schubert. Das Wiener Hofburg Orchester mempersembahkan orkestra dengan 40 pemain profesional menyampaikan karya Johann Strauss dan Mozart di gedung opera di pusat kota : Imperial Palace dengan harga karcis 60-80 Euro. Ruang Redoutenstaal merupakan ruangan besar untuk konser ini, yang katanya terbaik di dunia. Kalau kocek tak cukup tebal, berjalan-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
73
SELAK DOK. PENULIS
dengan di film, dimana ia selalu digambarkan dengan penuh keceriaan, Sisi adalah seorang perempuan yang merasa tertekan dan kehilangan kebebasannya setelah dia menerima pinangan dari raja Franz Joseph. Perjalanan hidup Sisi dapat dilihat di Museum Sisi yang terletak di Kaiserappartements yang merupakan bagian dari Kompleks Hofburg Imperial Palace. Di Museum Sisi, selain melihat perjalanan hidupnya, anda dapat melihat koleksi perak dan emas yang digunakan oleh kerajaan Austria, dan banyak peralatan lainnya yang digunakan dalam acara kerajaan.
WINA DAN BLUE DANUBE
SCHONBRUNN
lah di seputar Stephanplatz, akan dapat menikmati konser jalanan lengkap dengan biola dan piano. Paduan suara pun mengundang orang untuk berkerumun, seperti tiga orang buta yang kami saksikan menyanyi dalam irama sopran dan bariton dalam paduan yang sungguh amat merdu. Tentu saja mereka mengharap anda meletakkan koin atau lembar mata uang di kotak yang disediakan. Walaupun karya Strauss sepopuler karya Mozart, tetapi untuk hal diluar urusan musik, Strauss kalah populer dari Mozart. Kepopuleran Mozart sangat terlihat dari sejarah bangunan yang ada di Wina. Mulai dari Stephanplatz, lalu ke bangunan bersejarah di Josefplatz dan gedung opera Albertina melalui jalan Kohlmarkt adalah jalur yang terkenal karena jalur jalan ini sering dilalui Mozart. Rute inipun dijual kepada turis sebagai rute Mozart. Ada cerita yang cukup menarik mengenai Mozart. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa nama panjang Mozart adalah Wolfgang Amadeus Mozart, tetapi Mozart terlahir dengan nama Wolfgang Gottlieb Mozart. Yang membedakan nama pertama dengan nama setelahnya adalah nama tengahnya yaitu Gottlieb yang berarti cinta Tuhan. Saat Mozart berada di Italia, ia merasa namanya kurang pas atau mungkin kurang menjual dirinya di Italia, maka ia memutuskan untuk mengubah nama tengahnya dalam bahasa latin, yang nampaknya pas ditelinga orang Italia, artinya sama dengan nama tengah sebelumnya, yaitu Amadeo atau Amadeus. Selain Mozart, ada figur lain yang akan sangat sering anda temui jika anda berada di Austria (tidak hanya di Wina) yaitu seorang figur perempuan berparas cantik dan manis menggunakan gaun mewah berwarna merah tua, hampir dapat dipastikan gambar ini akan menyita 74
WARTA BEA CUKAI
perhatian anda. Fotonya dapat ditemui di selebaran pariwisata kota Wina, billboard dan banyak tempat umum lainnya. Perempuan ini bernama Elizabeth, atau biasa dipanggil dengan Sisi. Sisi adalah seorang istri dari raja Wina Franz Joseph pada abad ke-19. Pada masa kehidupannya dia bukanlah seorang figur yang menjadi headline koran, dia jarang sekali mendapat perhatian dari publik, tidak seperti Putri Diana dari Inggris. Ketenaran dan kehebohan kecantikannya baru muncul ketika dia meninggal. Ketika itu tiap media mengekspos dirinya. Mereka mulai bercerita tentang kehidupannya. Bahkan cerita tentang kehidupannya diangkat ke layar lebar. Berbeda
Sungai Donau mengalir di tengah kota Wina dan melalui beberapa negeri. Tergambar dibenak kami alunan musik klasik untuk dansa waltz, Blue Danube. Orang Wina menyebutnya Donau. Dari stasiun kereta bawah tanah Stephanplatz di tengah kota, menggunakan U-bahn 1 (berwarna merah), kami turun di Donauinsel menikmati tenangnya aliran sungai Donau yang tidak biru. Sungai lebar dan bersih, dengan taman bermain luas bagi anak-anak di satu bantaran sungainya. Kereta api dan jalan melintas diatas sungai menghubungkan satu tepi ke tepian lainnya, seakan rumah susun di atas jembatan.
DUNIA FANTASI WINA Menonjolnya roda raksasa Riesenrad, mengundang mata untuk dihampiri. Besarnya tidak seluas Taman Impian Jaya Ancol, namun alat permainannya sangat bervariasi dan tak perlu menggunakan karcis masuk. Karcis hanya diperlukan jika masuk menikmati permainan. Permainannya senantiasa berjalan meski penumpang hanya satu atau dua orang. DOK. PENULIS
PENULIS DI BLUE DANUBE
EDISI 387 FEBRUARI 2007
DOK. PENULIS
Disekitar tempat hiburan ini terhampar taman luas untuk santai, bersepeda, bersepatu roda dan berlari. Ada yang menarik dari pertunjukkan komidi putar. Disini komidi putarnya betulbetul kuda hidup, dinaiki anak-anak, berputar teratur ketika musik dimainkan. Kudanya pandai menikmati musik klasik juga. Jika musik berhenti, kuda-pun berhenti berjalan. Kuda-pun pandai berdansa waltz.
ISTANA SCHONBRUNN Istana musim panas yang megah dan luas dengan 1141 ruangan menyenangkan untuk dinikmati. Ornamen atap langitlangitnya menggambarkan kisah cerita penghuninya. Gaya ukiran Eropa menghiasi dinding seluruh ruang, gaya ukir yang juga sering kita lihat di pengrajin ukiran di tanah air serta furnitur bergaya Da Vinci. Berbagai cerita sejarah kerajaan Austria digambarkan disini dengan puluhan lukisan. Salah satu yang menarik adalah lukisan raja-ratu dan keluarganya yang semua telunjuk menunjukkan pada ratu. Alkisah sang raja memang berkuasa, namun pengendali pemerintahan dan rumah tangga ada ditangan sang ratu. Di salah satu ruang terdapat miniatur jenazah sang pangeran Napoleon muda yang tampan, tidak menikah, meninggal pada usia sangat belia, 20 tahunan karena banyaknya kandungan logam berat dalam tubuhnya sebagai pengobatan atas sifilis yang dideritanya. Meski tak menikah, ia mempunyai banyak anak. Seorang ratu cantik sangat sedih karena dirinya kurus. Pada masa itu perempuan dikatakan menarik jika berpinggul lebar. Kemudian tercapai juga cita-citanya menjadi cantik setelah berat badannya melimpah dengan pinggul yang sangat lebar setelah melahirkan 16 orang anak. Naik kereta kuda bak raja, pangeran atau permaisuri dapat dilakukan di taman istana. Dengan anggun dan gagah anda akan merasakan betapa anda sangat kaya menjadi raja di atas kereta kuda yang ditarik kuda-kuda besar dan tinggi, dengan sais perempuan atau lelaki berpakain sais zaman kerajaan. Di Hofburg, tempat istana raja dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menikmati pemandangan istana, patung-patung dan taman yang indah. Anda dapat membayangkan betapa megahnya kehidupan keluarga kerajaan Austria. Intrik-intrik keluarga kerajaan ikut menjadi cerita yang dipapar pemandu wisata, menambah serunya kisah kerajaan bak infotaintment.
SALZBURG Tempat ini menjadi tujuan banyak orang ketika mereka berkunjung ke Austria. Jarak Wina dan Salzburg sekitar 300 kilometer. Dengan bus turis perjalanan terasa menyenangkan seakan bepergian dengan delegasi banyak negara, mengingat para wisatawan berasal dari banyak negara. Pemandangan bukit indah yang mirip perempuan tidur, disebut sebagai The Slee-
SALZBURG
ping Greek Lady, biru menghimbau. Pada musim salju ia nampak sebagai putri salju yang sedang tertidur beku. Tidak hanya alam yang indah yang menemani perjalanan kami, rumah-rumah mewah pun ikut menghiasi pemandangan distrik danau (Lake district). Terlihat dengan jelas rumah mantan pembalap Nikki Lauda. Rumah kayu berwarna coklat di rerimbunan pepohonan. Tidak hanya rumah Nikki Lauda, di daerah ini banyak terdapat villa atau rumah untuk peristirahatan orang-orang terkenal seperti Ralf Schumacher, PM Austria, bintang film terkenal Jerman, dan banyak lagi. Di daerah ini pula ada rumah peristirahatan yang dulu digunakan oleh keluarga kerajaan Austria dan Bavaria. Dari salah satu villa milik mereka, ada villa yang digunakan sebagai tempat bunuh diri Pangeran Rudolph, anak dari Raja Franz Joseph dan Ratu Sisi, bersama selingkuhannya. Salzburg merupakan kota kelahiran Mozart. Di kota ini pula kita dapat melihat perjalanan hidup Mozart dan keluarganya. Menikmati kelezatan coklat Mozart asli, maksudnya resep asli sejak masa itu, di kota sejuk yang indah diiringi alunan musik para pelajar sekolah musik membuat kita terbuai dalam alunan keindahan suara dan sentuhan coklat di lidah. Di tengah-tengah kota Salzburg kami dapat melihat rumah yang dihuni Mozart. Disebelah rumah Mozart terdapat rumah fisikawan terkenal, Doppler, sang penemu efek doppler. Dari rumah Mozart, yang dibelinya saat ia telah kaya, kami memasuki kota
tua. Bangunan yang berada di kota tua, mayoritas berasal dari abad pertengahan sekitar tahun 1200 sampai tahun 1300-an. Bahkan McDonald yang buka disana menggunakan bangunan dari pertengahan tahun 1300-an sebagai tempat usahanya. Tidak hanya bangunannya, karena sekolah musik yang terkenal berada di kota tua, maka ketika anda sedang berjalan-jalan di kota tua, anda akan dihibur alunan musik klasik yang menambah suasana tua dan klasik pada perjalanan anda. Ada cerita menarik mengenai Salzburg. Pada jaman dahulu Salzburg dipimpin oleh Arch Bishop atau pastur. Pada masa itu beberapa pastur mempunyai anak (pastur tidak boleh menikah), karena itu kebanyakan mereka menyembunyikannya. Salah satu pastur yang ketika memimpin Salzburg, jatuh cinta pada seorang gadis, yang membalas cintanya. Mereka akhirnya tinggal bersama (tidak pernah menikah, karena tidak boleh menikah) dan mempunyai 16 orang anak! Vatikan mengetahui hal ini, namun Vatikan tidak mengambil tindakan apapun mengingat Pastur ini mampu mengusir para Lutheren (Protestan) dari Salzburg. Sampai sekarang pun dari kurang lebih 300 gereja di kota Salzburg, hanya ada satu Gereja Lutheren. Bagi penikmat musik klasik, sejarah dan museum, serta coklat Mozart, maka Wina merupakan kota yang perlu untuk disinggahi. Seperti Paris, Wina sangat mempesona untuk mata, telinga dan lidah.
Ratna Sugeng dan Satwika dari Wina
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
75
PROFIL
M. SADIATMO S., SE
KEPALA BAGIAN PERLENGKAPAN, SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL, KP DJBC
“SAYA HANYA INGIN MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS SAYA DENGAN BAIK” Walaupun hanya beberapa bulan menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah sekaligus Penanggung Jawab Majalah Warta Bea Cukai, Pak Sadiatmo, begitu biasanya WBC memanggil, selalu aktif dalam memberikan saran dan pandangannya untuk memajukan majalah WBC.
S
aat diminta sebagai profil WBC, ia sempat menolak dengan alasan belum pantas profilnya dimuat dalam WBC. Namun alhamdulillah WBC berhasil meyakinkannya sehingga pada profil WBC edisi kali ini dapat dikuak sedikit kisah perjalanan hidupnya. Pada 27 Agustus 1955, M. Sadiatmo S. lahir di Pati (Jawa Tengah) sebuah kota kecil sekitar 75 km dari Semarang ke arah timur. Di kota itu Sadiatmo tinggal di sebuah rumah yang persis berada di depan penjara (lembaga pemasyarakatanred) Kota Pati. Ayahnya, M.L. Suprapto (alm.), bekerja sebagai PNS di Dinas Pekerjaan Umum dan Ibunya, Siti Aminah, sebagai ibu rumah tangga. Semasa kecil, Sadiatmo kerap melakukan kenakalan-kenakalan yang dilakukan anak seusianya, dalam hal ini, ia suka mengambil kelapa milik tetangganya tanpa seizin yang punya. Uniknya, dalam melakukan setiap aksinya, Sadiatmo tidak menjatuhkan ke tanah kelapa-kelapa yang berhasil dipetiknya. Melainkan menggigit tangkai kelapa tersebut serta memegang buah kelapa tersebut di kedua tangannya, kemudian ia turun perlahan dari atas pohon kelapa. Sekali mejalankan aksinya, Sadiatmo bisa membawa turun empat buah kelapa sekaligus tanpa menjatuhkannya ke tanah. Pernah suatu kali, sang pemilik kebun kelapa datang sementara Sadiatmo dan teman-temannya terlanjur berada di atas pohon kelapa. Si pemilik kebun kelapa ini tahu bahwa ada sekelompok anak, salah satunya adalah anaknya sendiri, pada saat itu sedang berada di atas pohonpohon kelapanya. Pemilik kebun kelapa itu sendiri pada dasarnya tidak keberatan jika anak-anak itu mengambil buah kelapa miliknya asalkan memintanya dengan cara yang baik, bukan mencuri. Alhasil, pemilik kebun kelapa ini purapura menyapu dan melakukan kegiatan lainnya di kebun tersebut. Sadiatmo dan teman-temannya pun tidak ada yang berani turun dari atas pohon. Sementara teman-temannya yang lain (yang tidak ikut memanjat-red) pura-pura sibuk bermain bola di sekitar kebun itu sambil terus mengawasi sang pemilik kebun. Setelah kurang lebih 2 jam si pemilik kebun ber-
76
WARTA BEA CUKAI
ada di kebun, ia pun pergi meninggalkan kebunnya. “Begitu melihat sang pemilik kebun pergi, saya dan teman-teman segera turun dari atas pohon kelapa, kali ini tanpa membawa kelapa karena sudah gemetar ketakutan,” kenangnya seraya tersenyum. Sekitar 1966, ayahnya meninggal, saat itu Sadiatmo masih duduk di bangku SD. Meninggalnya sang ayah sama dengan menghilangnya tulang punggung keluarga. Akibatnya, Sadiatmo dan saudarasaudaranya (Sadiatmo anak ke enam dari tujuh bersaudara-red) terpencar, ada yang ikut paman, bibi dan sebagainya. Sadiatmo kemudian menghabiskan waktunya di kota kelahirannya hingga SMP kelas 1. Baru tiga bulan duduk di SMP kelas 1, ia harus pindah ke Pekalongan. Kemudian saat naik kelas 2 SMP, ia pindah lagi ke Jakarta. Setahun di Jakarta, ia pun harus pindah lagi ke Tegal saat naik kelas 3 SMP. Di Kota Tegal inilah ia menyelesaikan SMP dan SMA-nya. Setelah lulus SMA, sejak awal 1974 Sadiatmo tinggal di Jakarta dengan salah seorang kakaknya yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Perjalanan karirnya di dunia kerja dimulai selepas ia lulus SMA. Pada awalnya, Sadiatmo bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Tetapi perjalanan hidup membawanya menjadi pegawai bea cukai. Pada waktu itu, salah seorang teman SMA-nya diterima bekerja di Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan (sekarang BPKPred). Temannya inilah yang memberikan informasi bahwa ada pengumuman penerimaan pegawai di Departemen Keuangan (1976). Sadiatmo tidak menyianyiakan kesempatan itu dengan mendaftarkan diri ke Depkeu melalui Kantor Depnaker di Kebayoran Baru. Padahal, waktu itu ia telah bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang angkutan. Beberapa bulan setelah mendaftarkan diri, sekitar Januari 1977, Sadiatmo mendengar pengumuman di radio bahwa ujian saringan penerimaan PNS di Depkeu akan dilaksanakan dua hari lagi. Ia pun segera mempersiapkan diri dan mengikuti ujian saringan yang diselenggarakan di Istora Senayan. Hasilnya, ia berhasil lulus
EDISI 387 FEBRUARI 2007
dan diterima menjadi PNS di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Waktu itu Sadiatmo tidak tahu dan tidak mengerti apa itu Bea dan Cukai. Temannya hanya memberi keterangan bahwa pegawai bea cukai itu bekerja di pelabuhan dengan mengenakan seragam, seperti tentara. Oktober 1977 ia sudah mulai mengisi absen dan bekerja di Kantor Pusat DJBC. Maret 1978, ia diangkat menjadi CPNS dan ditempatkan di bagian Perlengkapan KP DJBC. Sekitar pertengahan 1978, ia mengikuti pendidikan Diklat Penyesuaian Tugas II (sekarang DPT IIred) selama satu tahun untuk menjadi pemeriksa bea cukai. Usai mengikuti diklat, ia pun kembali mengikuti beberapa kursus pemantapan dan diklat lainnya. Hingga pada 1980, setelah menyelesaikan diklatnya, ia ditempatkan untuk pertama kalinya di Kantor Inspeksi Medan. Penugasan pertamanya di kantor tersebut adalah sebagai pemeriksa harga di Seksi Harga. Seiring dengan waktu, Sadiatmo tak hanya ditugaskan sebagai pemeriksa harga tetapi juga menjadi pemeriksa di lapangan, airport dan menjabat sebagai Pjs. Kepala Urusan Kepegawaian (eselon V). Setahun setelah Inpres No.4 Tahun 1985 keluar, Sadiatmo diangkat sebagai Kepala Urusan Rumah Tangga di KPBC Medan (eselon V). Saat bertugas di Medan inilah, Sadiatmo bertemu dengan pujaan hatinya, Wardiyantina Nasution, seorang gadis keturunan Mandailing yang pada 1986 dinikahinya dan kini menjadi ibu dari tiga orang anak mereka. Ketiga orang anaknya tersebut adalah Indah Kartika, kini tengah kuliah semester 3, fakultas ekonomi Universitas Trisakti. Anak kedua, Dwi Syahputra duduk di bangku SMU kelas 2 dan yang terakhir, Agung Satrio Hutomo duduk di bangku SMP kelas 3. Saat bertugas di Medan itu pula (1981) ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Darma Agung jurusan ekonomi tetapi berhenti pada semester III. Kemudian ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Terbuka (1986), fakultas ekonomi jurusan ilmu ekonomi dan studi pembangunan. Sekitar 1996 ia berhasil lulus dan mem-
EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
77
PROFIL DOK. KELUARGA
Kepala Bagian Perlengkapan. Di Bagian Perlengkapan inilah, bila memungkinkan, ia ingin membantu membuat panduan tentang pengadaan barang dan jasa yang bisa digunakan oleh seluruh kantor di daerah. “Saya ingat, waktu saya tugas di Medan sudah ada panduan seperti itu. Tapi dengan adanya Keppres Nomor 80 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah, tentunya kini ada perbedaan. Jadi, kalau memang memungkinkan, saya meminta bantuan dari temanteman yang ada di Perlengkapan maupun di Bagian Umum, untuk menyusun panduan tentang pengadaan barang dan jasa,” harapnya.
TERKESAN DI AMBON
BERSAMA KELUARGA. (kika) M. Sadiatmo S, Indah Kartika (anak pertama), Agung Satrio Hutomo (anak ketiga), Dwi Syahputra (anak kedua) dan istri (Wardiyantina Nasution).
peroleh gelar Sarjana Ekonomi. Lamanya kelulusannya itu dikarenakan ia sering lupa melakukan registrasi (pendaftaran ulang). Alhasil, ia harus menunggu hingga enam bulan kemudian atau semester berikutnya. Niatnya melanjutkan kuliah pada saat itu hanyalah ingin memberikan contoh pada anak-anaknya, walaupun sudah tua tapi semangat belajar tetap ada. Kemudian tahun 1991 - 1997, ia dimutasi ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok II sebagai Kepala Subseksi P3 (Penyidikan dan Penyelesaian Perkara). Oktober 1997, ia dipromosi sebagai Kepala Seksi Perbendaharaan di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Ambon. Awal 2000, ia dipindahkan ke Puslatasi (Direktorat IKC-red) sebagai Kasubag Tata Usaha. Masih di tahun yang sama dan
di direktorat yang sama, ia dipindahkan menjadi Kepala Seksi Dukungan Teknis. Lalu, pada 2001, ia dimutasi lagi ke Tanjung Priok II sebagai Kepala Seksi Informasi dan Operasi. Sekitar delapan bulan kemudian, ia dipindahkan ke Bekasi sebagai Kepala Seksi OKDD (Operasional Komputer dan Distribusi Dokumen). Setelah itu selama dua tahun ia ditugaskan ke Kantor Pusat DJBC sebagai Kasubag Pengadaan I di Bagian Perlengkapan. Awal 2006, ia dipromosikan sebagai Kepala Bagian Umum di Kanwil XII DJBC Ambon. September 2006, ia dipindahkan ke KP DJBC sebagai Kepala Bagian Umum yang juga menjadi Wakil Ketua Dewan Pengarah/Penanggung jawab Majalah WBC. Lalu, awal tahun 2007 ia kembali dimutasi ke Bagian Perlengkapan sebagai WBC/ATS
BERSAMA STAF. Berpose bersama para staf saat menjabat sebagai Kepala Bagian Umum sekaligus penanggung jawab Majalah WBC.
78
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
Dari sekian banyak pengalamannya dimutasi, Sadiatmo mengaku terkesan saat bertugas di Ambon. “Dulu saya pernah bercita-cita jadi dokter dan ketika di Ambon saya benar-benar menjadi doktor alias mondok di kantor,” kelakarnya. Selama kurang lebih empat bulan ia harus tidur di kantor akibat kerusuhan yang terjadi di Ambon (1999). Kejadian itu bermula pada saat menjelang puasa, Sadiatmo (yang sebelumnya tinggal di daerah yang penduduknya mayoritas muslim-red) pindah ke komplek rumah dinas bea cukai yang terletak di daerah Kuda Mati, dimana tempat itu merupakan lingkungan nasrani. Dua minggu menjelang lebaran, ia mengambil cuti ke Jakarta. Pada saat lebaran (Januari 1999red) terjadi kerusuhan di Ambon. “Jadi, pada saat terjadi kerusuhan, saya masih berada di Jakarta,” kata Sadiatmo. Seminggu setelah lebaran, Sadiatmo memutuskan kembali ke Ambon untuk melakukan tugasnya sebab, berdasarkan informasi dari temannya, situasi Ambon sudah kondusif. Tetapi, setibanya di Ambon ternyata situasi tidak sekondusif yang ia bayangkan. Baru dua hari ia tiba di Ambon, tibatiba seluruh pegawai bea cukai yang tinggal di daerah Kuda Mati dikumpulkan oleh WBC/ATS
BERBINCANG-BINCANG. Sadiatmo sedang berbincang-bincang bersama Kabag Umum, Sonny Subagyo, saat digelar Rapim di KP-DJBC, 10 Januari 2007.
WBC/ATS
ketua RT setempat berkaitan dengan informasi akan adanya penyerangan oleh suatu kelompok ke daerah tersebut. Akhirnya, Sadiatmo ikut berjaga-jaga hingga larut malam untuk mengantisipasi kalau ada penyerangan. Kebetulan pada saat itu penyerangan yang dikhawatirkan tidak terjadi. “Rupanya, keesokan paginya saat saya ke kantor, teman-teman yang lain mengatakan bahwa tadi malam mereka juga berjaga-jaga karena ada isu bahwa daerah mereka juga akan diserang oleh penduduk yang tinggal di Kuda Mati. Sehingga, dari situ ketahuan bahwa kita semua diserang oleh isu yang tidak benar,” katanya lagi. Seminggu sebelum ia meninggalkan daerah Kuda Mati, ia baru menyadari bahwa di lingkungan tempat tinggalnya (rumah dinas-red) hanya ia sendiri yang muslim. Semua penduduk lain yang muslim sudah meninggalkan daerah Kuda Mati. Demi keamanannya, penduduk Kuda Mati pun memintanya untuk meninggalkan daerah tersebut. Ia pun pergi dari rumah dinasnya dan tinggal di kantor bea cukai yang berlokasi di pelabuhan yang kebetulan berada di lingkungan muslim. Tak hanya itu, ia juga pernah mengalami kejadian lain yang menegangkan. Waktu itu ia sedang berada di kantor, tibatiba terdengar suara letusan tembakan dan keributan dari arah luar kantor. Seluruh pegawai pun memutuskan untuk pulang dan meninggalkan kantor. Sadiatmo dan Kasubag Umum (pada waktu itu Harry Tobing-red) beserta staf (Ibu Sul-red) pergi meninggalkan kantor dengan mengendarai mobil menuju rumah dinas di Kuda Mati. Dalam perjalanan pulang, disuatu persimpangan, mobil yang mereka kendarai dihadang oleh massa yang membawa senjata tajam seperti tombak, pedang dan sebagainya. “Untuk mundur kami sudah tidak mungkin lagi, akhirnya kami nekat maju terus. Pada saat itu saya sempat merasa apakah sudah tiba ajal saya,” kenangnya. Melihat ada mobil yang datang, massa pun bergerak maju menghampiri mobil yang ditumpangi Sadiatmo. Kemudian massa mengepung dan bergelayutan di kiri-kanan mobil. Mereka (massa-red) menggedor-gedor badan mobil dan memukul-mukul kaca mobil. Untung saja diantara massa tersebut ada yang mengenali Sadiatmo dan teman-teman sebagai petugas bea cukai. Orang itu meminta agar massa memberikan jalan. Akhirnya massa pun memberikan jalan dan membiarkan mobil yang ditumpangi Sadiatmo lewat. Hingga dua hari setelah kejadian tersebut, Sadiatmo tidak berani keluar dari rumah. “Bahkan untuk pergi ke kantor pun kami harus memanggil aparat keamanan untuk mengawal,” tambah Sadiatmo.
MENERAPKAN SISTEM DEMOKRASI Seringnya berpindah-pindah tugas
DILANTIK. Saat dilantik oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagai Kepala Bagian Umum, Sekretariat Direktorat Jenderal, pada 6 September 2006.
ia berharap agar citra Bea dan Cukai membuat Sadiatmo kaya dengan pengakedepannya menjadi lebih baik dan untuk laman hidup. Oleh sebab itu, dalam mencapai hal itu, diperlukan kerja keras menjaga hubungannya dengan bawahan, dari seluruh pegawai bea cukai. Sadiatmo menerapkan sistem demokrasi. Untuk pegawai yang masih muda Ia kerap meminta masukan dari para Sadiatmo berpesan agar menerima dan stafnya dalam memecahkan masalah. Ia menjalankan dengan sebaik-baiknya juga lebih suka memberikan contoh kalau dimutasi kemana pun. Ia teringat secara langsung pada bawahannya. dengan seorang pegawai yang masih Misalnya saja dalam hal disiplin jam kerja, muda yang pada waktu itu dimutasi ke ia selalu berusaha datang tidak terlambat Ambon. “Jadi, sebelum berangkat ke agar bawahannya pun bisa mengikutinya Ambon pegawai tersebut sudah stres untuk tidak datang terlambat. duluan. Sehingga saat tiba di Ambon, ia Sistem demokrasi juga ia terapkan menjadi stres berat. Akhirnya kami dalam mendidik anak-anaknya, ditambah pulangkan saja,” ujarnya. dengan cara sang ayah ketika mendidik Padahal, tambah Sadiatmo, mutasi Sadiatmo sewaktu kecil. “Ayah saya dulu merupakan suatu kesempatan bagi selalu menerapkan disiplin dalam hal pegawai-pegawai yang masih muda untuk waktu dan melaksanakan tugas harian mencari pengalaman dan menambah pada anak-anaknya. Selain itu, sifat jujur ilmu. Ia juga berharap agar pegawai yang dan sopan kepada orang yang lebih tua, masih muda dapat menjaga komitmen juga selalu ditanamkan pada kami,” imbuh untuk kepentingan dan kemajuan institusi pria yang hobi membaca dan menyukai Bea dan Cukai. ifa olahraga tennis meja dan jalan kaki ini. Kini, SadiatDOK. PRIBADI mo merasa sangat bersyukur dengan keadaannya. Ia mengaku tidak memiliki obsesi dan ambisi tertentu dalam karirnya. “Saya hanya ingin melaksanakan tugas-tugas saya dengan baik,” katanya. Apalagi saat ini institusi Bea dan Cukai sedang mendapat sorotan dari masyarakat. TRAINING. Saat mengikuti SGS Oleh sebab itu customs training course tahun 1990. EDISI 387 FEBRUARI 2007
WARTA BEA CUKAI
79
Segenap Relasi dan Mitra Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Mengucapkan Dirgahayu
Hari Pabean Sedunia Ke-55 26 Januari 2007
GMF AeroAsia Marketing Building Soekarno Hatta International Airport Cengkareng Telp. + 62-21-5508609 Fax. + 62-21-5502489
[email protected] www.gmf-aeroasia.co.id
HEAD OFFICE
:
PHONES BRANCH OFFICE
: :
PHONES BANKER
: :
E-mail WEBSITE
: :
JALAN PALATEHAN NO. 4 BLOK K-V, KEBAYORAN BARU JAKARTA 12160 (021) 7395000 – 7225822 – 7225827 – FAX : 7221567 DESA PARUNG MULYA, KEC. CIAMPEL, KAB. KARAWANG, JAWA BARAT (0267) 401994 – 405640 BNI 1946 KEBAYORAN BARU BRANCH; BANK MANDIRI JAKARTA MELAWAI BRANCH
[email protected];
[email protected] http://www.peruri.go.id
KEDIRI – INDONESIA ALAMAT KANTOR & PABRIK JL. RAYA KEDIRI KERTOSONO KM 7 DESA NGEBRAK KEC. GAMPENGREJO KAB. KEDIRI JAWA TIMUR – INDONESIA Telp. : 0354 – 684661 ( Hunting ) Fax. : 0354 – 681926 E-mail :
[email protected] Website :
[email protected]
4
WARTA BEA CUKAI
EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/PMK.04/2006 T E N T A N G
PENGGUNAAN PEMBERITAHUAN PABEAN
SINGLE ADMINISTRATIVE DOCUMENT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke Pulau Batam, Bintan, dan Karimun dipandang perlu untuk menerapkan Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document (PP-SAD); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717); 4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.04/2005; 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.04/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam; 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 584/KMK.04/2003 tentang Pemasukan Barang Dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.04/2005; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN PEMBERITAHUAN PABEAN SINGLE ADMINISTRATIVE DOCUMENT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang diimaksud dengan : 1. Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document (PP-SAD) adalah dokumen Pemberitahuan Pabean yang digunakan sebagai Pemberitahuan Pabean Impor dan Pemberitahuan Pabean Ekspor.
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
1
K E P U T U S A N 2.
&
K E T E T A P A N
BBK adalah Pulau Batam, Bintan, dan Karimun.
Pasal 2 (1) Atas pemasukan barang dari LDP ke BBK dan pengeluaran barang dari BBK ke LDP diberitahukan dengan menggunakan dokumen PP-SAD. (2) Pengajuan PP-SAD dapat dilakukan melalui media elektronik. (3) Bentuk, isi, dan tatacara pengisian PP-SAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 3 PP-SAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) digunakan untuk menggantikan penggunaan BC 2.0, BC 2.3, dan BC 3.0 sebagai Pemberitahuan Pabean untuk Impor dan Pemberitahuan Pabean untuk Ekspor di BBK dan dilaksanakan secara bertahap. Pasal 4 Ketentuan teknis lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pasal 3 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Nopember 2006 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI
2
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
3
K E P U T U S A N
4
&
K E T E T A P A N
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
5
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
PETUNJUK PENGISIAN Pemberitahuan Pabean - Single Administrative Document (PP-SAD) 1.
2. 3.
4. 5.
6.
7.
8.
6
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pemberitahuan Pabean - Single Administrative Document (PP-SAD) adalah Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Pemberitahuan Pabean - Single Administrative Document (PP-SAD) digunakan untuk : a. Pemberitahuan atas kegiatan Impor; b. Pemberitahuan atas kegiatan Ekspor. Formulir PP-SAD berukuran A4 (210 x 297 mm) dengan ruang dan kolom sesuai contoh. Formulir PP-SAD terdiri atas 5 (lima) lembar : a. Lembar Pertama; b. Lembar Lanjutan; c. Lembar Lampiran Kontainer; d. Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap, Skep Fasilitas dan Pemenuhan Persyaratan Impor/Ekspor; e. Lembar Lampiran Cara Pemberitahuan Pabean Berkala. Formulir PP-SAD dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan sebagai berikut : a. Rangkap kesatu untuk KPBC; b. Rangkap kedua untuk BI; c. Rangkap ketiga untuk BPS. Pengisian PP-SAD dapat dilakukan oleh Importir/ Eksportir/ Pengusaha Lainnya atau Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang diberikan kuasa oleh Importir/ Eksportir/ Pengusaha Lainnya. Pedoman pengisian Formulir PP-SAD : a. Lembar Pertama, wajib diisi dengan lengkap; b. Lembar Lanjutan, dipergunakan dalam hal Formulir PP-SAD berisi lebih dari 1(satu) item barang (yang berbeda pos tarif, uraian barang atau harga satuan barang impor/ ekspor), maka Importir/ Eksportir/Pengusaha Lainnya mengisi Lembar Pertama dan Lembar Lanjutan. Pada Lembar Pertama untuk angka 33 sampai dengan 38 cukup diberikan catatan : ”Uraian Barang dan Data Detil lainnya, lihat Lembar Lanjutan”. c. Lembar Lampiran Kontainer dipergunakan dalam hal Formulir PP-SAD berisi lebih dari 4 (empat) kontainer, sehingga pada angka 29 Lembar Pertama cukup diisikan : ”Data Kontainer, lihat Lembar Lampiran Kontainer”. d. Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap, Skep Fasilitas dan Pemenuhan Persyaratan Impor/ Ekspor/ Pemberitahuan Lainnya dipergunakan dalam hal : 1) Dokumen Pelengkap Pabean yang dipergunakan lebih dari 1 (satu), sehingga pada angka 17 s/d 20 di PP-SAD Lembar Pertama cukup diberikan catatan : “Lihat Lampiran” Contoh : Invoice yang dipergunakan lebih dari satu, sehingga pada angka 17 di PP-SAD Lembar Pertama cukup ditulis “Lihat Lampiran” Letter of Credit (LC) yang dipergunakan lebih dari satu, sehingga pada angka 18 di PPSAD Lembar Pertama cukup ditulis “Lihat Lampiran” 2) Skep Fasilitas yang dipergunakan lebih dari 1 (satu), sehingga pada angka 21 di PP-SAD Lembar Pertama cukup diberikan catatan : “Lihat Lampiran” 3) Dokumen Pemenuhan Persyaratan Impor yang dipergunakan lebih dari 1 (satu), sehingga pada angka 21 di PP-SAD Lembar Pertama cukup diberikan catatan : “Lihat Lampiran” e. Lembar Lampiran PP-SAD Cara Pemberitahuan Berkala dipergunakan dalam hal Formulir PPSAD diajukan ke KPBC secara berkala; f. Pada bagian kanan atas Lembar Pertama, Lembar Lanjutan dan Lembar Lampiran Formulir PP-SAD harus diisi halaman keberapa dari jumlah keseluruhan halaman. Contoh : Apabila Formulir PP-SAD terdiri dari 3 (tiga) halaman yaitu Lembar Pertama, Lembar Lanjutan dan Lembar Lampiran, maka: pada Lembar Pertama ditulis : halaman 1 dari 3; pada Lembar Lanjutan ditulis : halaman 2 dari 3; pada Lembar Lampiran ditulis : halaman 3 dari 3. h. Pada setiap akhir Lembar Pertama, Lembar Lanjutan dan Lembar Lampiran Formulir PP-SAD harus
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
diisi tempat, tanggal, bulan, dan tahun saat Formulir PP-SAD dibuat dan dibubuhkan tanda tangan, nama penanda tangan, serta cap perusahaan bersangkutan. 9. Tatacara pengisian data uang dengan angka adalah sebagai berikut : a. untuk memisahkan angka ribuan diberi tanda titik; b. untuk memisahkan angka pecahan desimal diberi tanda koma dan 2 (dua) digit dibelakang koma. Contoh : IDR 25.000,00 2 untuk penulisan duapuluh lima ribu rupiah. USD 25.000,00 2 untuk penulisan duapuluh lima ribu dollar US. 10. Pengisian kolom-kolom Formulir PP-SAD adalah sebagai berikut : Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Diisi nama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat diajukannya Formulir PP-SAD dan diisikan kode sebanyak 6 digit (sesuai Tabel Kode Kantor DJBC) pada isian yang tersedia. Contoh
: Tanjung Perak
070100
Nomor Pengajuan : Dalam hal penyampaian Formulir PP-SAD dengan menggunakan media disket atau secara PDE (Pertukaran Data Elektronik), maka Nomor Pengajuan diisi dengan empat kelompok data yang berupa : Kode Kantor Pabean yang memberikan Modul Aplikasi Formulir PP-SAD; Nomor Register dari Modul Aplikasi yang diberikan oleh Kantor Pabean; Tanggal pembuatan Formulir PP-SAD dengan format ”YYYYMMDD”; Nomor pembuatan Formulir PP-SAD; Contoh : Dalam hal Kantor Pabean yang memberikan Modul Aplikasi Formulir PP-SAD adalah KPBC Tanjung Perak maka kode kantornya : 070100 Nomor Register Modul Aplikasi oleh KPBC Tanjung Perak, misalkan 000001 Tanggal Formulir PP-SAD, misalkan 30 November 2006 Nomor Formulir PP-SAD, misalkan 100 maka Nomor Pengajuannya adalah : ”070100-000001-20061130-000100” A.
Jenis Pemberitahuan Diisi angka pada isian yang tersedia yaitu : Angka 1 untuk Formulir PP-SAD Jenis Pemberitahuan Impor; Angka 2 untuk Formulir PP-SAD Jenis Pemberitahuan Ekspor.
B.
Cara Pemberitahuan Diisi angka pada isian yang tersedia yaitu : Angka 1 untuk penyampaian Formulir PP-SAD Cara Pemberitahuan Biasa; Angka 2 untuk penyampaian Formulir PP-SAD Cara Pemberitahuan Berkala.
C.
Jenis Impor/ Ekspor Diisi angka pada isian yang tersedia yaitu : Angka 1 untuk Formulir PP-SAD jenis Impor Untuk Dipakai; Angka 2 untuk Formulir PP-SAD jenis Impor Sementara; Angka 3 untuk Formulir PP-SAD jenis Reimpor; Angka 4 untuk Formulir PP-SAD jenis Impor Tujuan Tempat Penimbunan Berikat (TPB); Jika jenis Impor Tujuan Tempat Penimbunan Berikat (TPB), disamping menuliskan angka 4 pada isian yang tersedia juga harus mengisi isian untuk menjelaskan tujuan TPB yaitu : l Huruf a, untuk tujuan ke Kawasan Berikat (KB); l Huruf b, untuk tujuan ke Gudang Berikat (GB); l Huruf c, untuk tujuan ke Enterpo Tujuan Pameran (ETP); l Huruf d, untuk tujuan ke Toko Bebas Bea (TBB); Angka 5 untuk Formulir PP-SAD jenis Ekspor Umum; Angka 6 untuk Formulir PP-SAD jenis Ekspor Barang Kena Pungutan Ekspor (PE); Angka 7 untuk Formulir PP-SAD jenis Ekspor Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); Angka 8 untuk Formulir PP-SAD jenis Ekspor Tertentu; Jika jenis Ekspor Tertertu, disamping menuliskan angka 8 pada isian yang tersedia juga harus mengisi isian untuk menjelaskan jenis barang ekspor yaitu : l Huruf a, untuk jenis barang ekspor : Barang Kiriman l Huruf b, untuk jenis barang ekspor : Barang Pindahan l Huruf c, untuk jenis barang ekspor : Barang Diplomatik l Huruf d, untuk jenis barang ekspor : Barang keperluan misi keagamaan, kemanusiaan, olah raga, kesenian, kebudayaan dan pendidikan
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
7
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
Huruf e, untuk jenis barang ekspor : Barang diekspor kembali (tidak termasuk dari TPB/KITE) Huruf f, untuk jenis barang ekspor : Barang untuk diimpor kembali (tidak termasuk dari TPB/ KITE) l Huruf g, untuk jenis barang ekspor : Barang cinderamata l Huruf h, untuk jenis barang ekspor : Barang Contoh l Huruf i, untuk jenis barang ekspor : Barang untuk keperluan penelitian l Huruf j, untuk jenis barang ekspor : Barang badan Internasional beserta Pejabatnya. l Huruf k, untuk jenis barang ekspor : Barang Penumpang Angka 9 untuk Formulir Pemberitahuan jenis Ekspor dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB); Jika jenis Ekspor dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB), disamping menuliskan angka 9 pada isian yang tersedia juga harus mengisi isian Kode dan nama TPB pada isian yang tersedia. Contoh : l l
-
Ekspor dari TPB
040121
KB Nusantara.
Angka 1 sampai dengan angka 4 : untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor”, Angka 5 sampai dengan angka 9 : untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Ekspor”. D.
Cara Pembayaran Diisi angka pada isian yang tersedia yaitu : Angka 1 untuk pembayaran dengan Tunai/ Biasa; Angka 2 untuk pembayaran dengan Berkala; Angka 3 untuk pembayaran dengan Jaminan; Angka 4 untuk pembayaran dengan Bayar di Muka; Angka 5 untuk pembayaran dengan Sight L/C; Angka 6 untuk pembayaran dengan Wessel Inkaso; Angka 7 untuk pembayaran dengan Perhitungan Kemudian; Angka 8 untuk pembayaran dengan Konsinyasi; Angka 9 untuk pembayaran dengan Usance L/C; Angka 10 untuk pembayaran dengan Inter Company Account (ICA). Angka 1 sampai dengan angka 3 : untuk PP-SAD Jenis Pemberitahuan ”Impor”, Angka 4 sampai dengan angka 10 : untuk PP-SAD Jenis Pemberitahuan ”Ekspor”.
E.
DATA PEMBERITAHUAN : Pemasok / Penerima : 1. Nama, Alamat, Negara : Diisi nama dan alamat lengkap Pemasok (dalam hal impor) atau Penerima Barang (dalam hal ekspor), serta diisikan juga kode negaranya pada isian yang disediakan. Contoh: Bigben Company GB 44 Darmourt Road London NWZ 4EX Importir/ Eksportir/ Pengusaha Lainnya : 2. Identitas : NPWP/ Paspor/ KTP/ Lainnya Diberi tanda ‘XXXX’ atau ’====’(coret) bagi yang tidak diperlukan Contoh : Identitas adalah NPWP NPWP/ Diisi nomor identitas Importir. Contoh : 01.234.567.8-910.000 3. Nama, Alamat : Diisi nama dan alamat lengkap Importir/ Eksportir/ Pengusaha Lainnya 4.
8
Status
………………
Diisi pada isian yang disediakan kode status perusahaan serta uraiannya dibelakang isian tersebut; Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor”, Kode Status perusahaan adalah : Angka 1 untuk IU (Importir Umum),
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
Angka 2 untuk IP (Importir Produsen ), Angka 3 untuk IT (Importir Terdaftar), Angka 4 untuk AT (Agen Tunggal), Angka 5 untuk BULOG, Angka 6 untuk PERTAMINA, Angka 7 untuk DAHANA, atau Angka 8 untuk IPTN. Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Ekspor”, Kode Status perusahaan adalah: Angka 10 untuk Koperasi, atau Angka 20 untuk PMDN (migas), atau Angka 21 untuk PMDN (non migas), atau Angka 30 untuk PMA (migas), atau Angka 31 untuk PMA (non migas), atau Angka 40 untuk BUMN, atau Angka 50 untuk BUMD, atau Angka 60 untuk Perorangan, atau Angka 90 untuk lainnya 5. API (Angka Pengenal Impor) : Dalam hal PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor”, diisi dengan isian Nomor API. PPJK : Angka 6 s.d. 8 hanya diisi dalam hal mempergunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) 6. NPWP : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pihak PPJK 7. Nama, Alamat : Diisi nama dan alamat lengkap PPJK 8. No.& Tgl.Surat Ijin: Diisi Kode Kantor yang mengeluarkan Surat Ijin Usaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, Nomor Ijin, dan Tanggal pengeluaran ijin pada isian yang tersedia. Contoh: Surat ijin PPJK dikeluarkan oleh KPBC Tipe A Khusus Tanjung Perak dengan nomor 101/ WBC.07/KP.01/2002 tanggal 1 Mei 2002 101/WBC.07/KP.01/2002
01/05/2002
9.
Cara Pengangkutan : 1.Laut; 2.Kereta Api, 3.Jalan Raya, 4.Udara, …9.Lainnya Diisi kode pengangkutan sesuai tabel kode pengangkutan pada isian yang tersedia. Angka 1 jika pengangkutan menggunakan sarana pengangkutan Laut; Angka 2 jika pengangkutan menggunakan sarana pengangkutan Kereta Api; Angka 3 jika pengangkutan menggunakan sarana pengangkutan Jalan Raya; Angka 4 jika pengangkutan menggunakan sarana pengangkutan Udara; Angka 5 jika pengangkutan menggunakan Pos; Angka 6 jika pengangkutan menggunakan Multimoda Transportasi; Angka 7 jika pengangkutan menggunakan Instalasi / Pipa; Angka 8 jika pengangkutan menggunakan Angkutan Sungai, atau Angka 9 jika pengangkutan menggunakan sarana pengangkutan Lainnya (selain dari 1 s.d 8). 10. Nama Sarana Pengangkut & No.Voy/ Flight dan Bendera : Diisi : Nama sarana pengangkut; Nomor Voy (Voyage) untuk angkutan laut atau nomor flight untuk angkutan udara; Bendera Kapal diisi dengan kode bendera kapal sesuai dengan Tabel Kode Negara pada isian yang disediakan. 11. Perkiraan Tgl. Tiba / Berangkat: Diisi tanggal/ bulan/ tahun perkiraan tanggal tiba/ berangkat sarana pengangkut 12. Pelabuhan Muat : Diisi : Nama Pelabuhan Muat, tempat dilakukannya pemuatan barang, dengan mengisikan Kode Pelabuhan Muat sesuai tabel kode lokasi/ pelabuhan pada isian yang tersedia. Contoh : Hamburg, Germany DEHAM Tanjung Priok, Indonesia
IDTPP
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
9
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
13. Pelabuhan Transit : Diisi dalam hal ada transit barang : Nama Pelabuhan Transit, tempat dilakukannya transit barang yang terakhir sebelum tiba di Indonesia atau setelah meninggalkan Indonesia, dengan mengisikan Kode Lokasi/Pelabuhan Transit sesuai tabel kode lokasi/ pelabuhan pada isian yang tersedia. Contoh : Singapore SGSIN 14. Pelabuhan Bongkar : Diisi : Nama Pelabuhan Bongkar, tempat dilakukannya pembongkaran barang, dengan mengisikan Kode Lokasi/ Pelabuhan Bongkar sesuai tabel kode lokasi/pelabuhan pada isian yang tersedia. Contoh : Belawan, Indonesia IDBLW
Shanghai, China
CNSHA
15. Negara Tujuan Hanya diisi untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Ekspor”, dengan mengisikan Kode Negara sesuai Tabel Kode Negara pada isian yang tersedia. Contoh : China CN 16. Daerah Asal Barang Hanya diisi untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Ekspor”, dengan mengisikan Nama Propinsi/ Kabupaten/ Kota asal barang serta kode daerah sesuai Tabel Kode Daerah pada isian yang tersedia. Contoh : Propinsi Jawa Barat 3200 17. Invoice : No. Tgl. Diisi nomor dan tanggal/ bulan/ tahun invoice. Dalam hal terdapat lebih dari 2 (dua) invoice cukup diisi “Lihat Lampiran” 18. LC : No : Tgl. Diisi nomor dan tanggal/ bulan/ tahun Letter of Credit (LC). Dalam hal terdapat lebih dari 2 (dua) LC cukup diisi “Lihat Lampiran” 19. BL/ AWB : No: Tgl. Diisi nomor dan tanggal/ bulan/ tahun House Bill of Lading(BL) atau House Airway Bill (AWB). Dalam hal ada Master BL/ AWB, diisi nomor dan tanggal Master BL/ AWB serta nomor dan tanggal House BL/ AWB. 20. BC 1.1. : No : Tgl. Pos. Sub Pos. Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan “Impor”, diisi nomor dan tanggal/ bulan/ tahun BC1.1 serta Nomor Pos dan Sub Pos (jika ada) dari dokumen BC 1.1 (Inward Manifes). 21. Skep Fasilitas/ Pemenuhan Persyaratan Impor/ Ekspor: No. Tgl. Dalam hal PP-SAD menggunakan 1 (satu) fasilitas / 1 (satu) dokumen pemenuhan persyaratan impor/ ekspor, diisi : Jenis fasilitas yang dipergunakan atau dokumen pemenuhan persyaratan impor/ ekspor serta kode nya pada isian yang disediakan; Nomor dan Tanggal/ bulan/ tahun : Surat Keputusan/ Persetujuan dari instansi penerbit Fasilitas atau Dokumen pemenuhan persyaratan impor/ ekspor;
10
Dalam hal PP-SAD menggunakan lebih dari 1(satu) fasilitas/ pemenuhan persyaratan impor/ ekspor, diisi : Salah satu dari jenis fasilitas yang dipergunakan atau pemenuhan persyaratan impor/ekspor serta kode nya pada isian yang disediakan; Nomor dan Tanggal/ bulan/ tahun dari Surat Keputusan/ Persetujuan fasilitas atau Dokumen pemenuhan persyaratan impor/ekspor, diisi dengan: “Lihat Lampiran” sedangkan Nomor dan Tanggal/ bulan/ tahun Surat Keputusan/ Persetujuan fasilitas atau Dokumen pemenuhan persyaratan impor/ekspor, diisikan pada Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap, Skep Fasilitas dan Pemenuhan Persyaratan Impor/ Ekspor.
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
22. Tempat Penimbunan : Diisi : Nama Tempat Penimbunan Sementara serta Kode Tempat Penimbunan sesuai dengan Tabel Kode yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai masing-masing. 23. Valuta : Diisi: Jenis valuta yang dipergunakan dalam transaksi. Dalam hal valuta yang dipergunakan dalam transaksi tidak terdapat dalam Keputusan Menteri Keuangan, dipilih salah satu valuta yang terdapat dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut sebagai penggantinya; Kode jenis valuta sesuai tabel kode jenis mata uang pada isian yang tersedia. Contoh : United States Dollar
USD
24. NDPBM : Hanya diisi untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor”. Diisi dengan nilai dari Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk pada saat dilakukan pembayaran atas pungutan dalam rangka impor. 25. FOB : Diisi total FOB dalam jenis valuta sebagaimana tercantum pada angka 23. 26. Freight : Diisi biaya angkut (freight) atas barang yang diberitahukan dalam jenis valuta sebagaimana tercantum pada angka 23. 27. Asuransi LN Diisi dengan nilai pembayaran Asuransi yang dilakukan di Luar Negeri (LN) . 28. Nilai CIF : Hanya diisi untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor” Diisi: Nilai Pabean CIF dalam jenis valuta sebagaimana tercantum pada angka 23; Nilai Pabean dalam rupiah penuh (Nilai CIF sebagaimana tercantum pada angka 28 x NDPBM sebagaimana tercantum pada angka 24, hasilnya dibulatkan menjadi rupiah penuh). Contoh : Rp 125.200.998,97 ditulis 125.200.999,00 29. Merek dan Nomor Kemasan/ Peti Kemas : Untuk yang menggunakan peti kemas diisi Nomor, Ukuran, dan Status Peti Kemas. Dalam hal tidak mencukupi, diisi dengan : “Lihat Lampiran” sedangkan rincian mengenai Nomor, Ukuran, dan Status Peti Kemas diisikan pada Lembar Lampiran Kontainer. Apabila tidak menggunakan peti kemas diisi merek yang tercantum pada koli/pengemas. Dalam hal tidak terdapat merek kemasan, diisi “Tanpa Merek”. 30. Jumlah dan Jenis Kemasan : Diisi: Jumlah dan jenis kemasan atau jumlah dan jenis pengemas barang. Apabila jenis kemasannya lebih dari satu, agar dicantumkan dalam jenis kemasan ”Package” atau PK; Kode Kemasan atau pengemas sesuai table kode kemasan pada isian yang tersedia. Contoh : 10 case CS 10 case, 50 box, 40 drum ditulis : 100 package PK 31. Berat Kotor (Kg) : Diisi berat kotor (bruto) dalam kilogram (kg) atas keseluruhan barang. 32. Berat Bersih : Diisi berat bersih (netto) dalam kilogram (kg) atas keseluruhan barang. Angka 33 s.d. 38 adalah pengisian data dari setiap item barang yang terdapat dalam Lembar Pertama dan Lembar Lanjutan. 33. No. : Diisi sesuai dengan nomor urut barang. 34. Pos Tarif/HS : Diisi kode pos tarif (HS) barang sesuai dengan klasifikasi barang yang ada pada Buku Tarip Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Uraian jenis barang secara lengkap, merek, tipe, ukuran, spesifikasi lainnya: Diisi uraian jenis barang berikut merek, ukuran, spesifikasi lainya sedemikian rupa sehingga
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
11
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
dapat digunakan untuk menetapkan klasifikasi dan harga satuan barang. Contoh : HS xxxx.xx.xx.xx - Kain sarung polyester 65% cotton 35% 1000 (seribu) pieces Merk Salak, tipe A, ukuran dewasa 35. Negara Asal: Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan ”Impor”, diisi dengan Negara Asal Barang beserta kode negaranya sesuai Tabel Kode Negara yang telah ditetapkan. 36. Tarif & fasilitas Impor - BM -PPN -PPnBM - Cukai -PPh HPE & PE (% atau Lainnya) Diisi tarif/pembebanan sesuai BTBMI bagi setiap pungutan dan dalam hal ada fasilitas pembayaran isikan besarnya fasilitas dalam persen (%) serta isikan kode jenis fasilitas pembayaran yang didapat, yaitu : BBS untuk Dibebaskan, DTP untuk Ditanggung Pemerintah, dan DTG untuk Ditangguhkan. - BM Diisi tarif/pembebanan Bea Masuk sesuai BTBMI yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. - Cukai Diisi tarif/pembebanan Cukai sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. Apabila tidak ada pungutan Cukai, tidak perlu diisi. - PPN Diisi tarif/pembebanan PPN dalam % sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. - PPnBM Diisi tarif/pembebanan PPnBM sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. Apabila tidak ada pungutan PPnBM, tidak perlu diisi. - PPh Diisi tarif/pembebanan PPh pasal 22 dalam % sesuai ketentuan yang berlaku serta besarnya fasilitas dalam (%) bila ada fasilitas serta kode jenis fasilitasnya. Contoh : Dalam hal BM mempunyai tarif/pembebanan BM = 20 % ; PPN=10% ; PPh = 2,5 %, sedangkan Fasilitas Pembebasan BM = 50%. Penulisannya adalah sebagai berikut : BM = 20% ® 50% BBS PPN = 10 % PPh = 2,5 % HPE & PE (% atau Lainnya) HPE barang pada tanggal Pendaftaran : Diisi Harga Patokan Ekspor per satuan barang ekspor berdasarkan Harga Patokan Ekspor yang secara berkala ditetapkan oleh Departemen Perdagangan yang berlaku pada saat Tanggal Pembayaran PE. Apabila tidak ada harga patokannya, agar disikan ” - ”
12
PE (% atau lainnya) Diisi besarnya tarif PE dalam % (persentase) atau US$, sesuai tarif PE dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku pada saat Tanggal Pembayaran. Keterangan: Apabila tarif PE berbeda untuk beberapa jenis barang ekspor, Lembar Pertama tidak diisi tetapi dirinci pada Lembar Lanjutan. Jika barang ekspor tersebut tidak terkena PE, diisi tanda ” - ” 37. Jumlah & Jenis Satuan Berat Bersih (Kg) : Jumlah & Jenis Satuan Diisi jumlah, kode, dan uraian jenis satuan barang. Berat bersih (Kg) : Diisi berat bersih (netto) dalam kilogram (kg) untuk barang. 38. Jumlah Nilai CIF / C&F / FOB
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan “Impor” : Diisi jumlah nilai CIF dalam valuta sebagaimana tercantum pada angka 23. Untuk PP-SAD dengan Jenis Pemberitahuan “Ekpor” : Diisi jumlah nilai FOB dalam valuta sebagaimana tercantum pada angka 23. Pengisian Angka 39 sampai dengan Angka 45 adalah pengisian nilai rekapitulasi, baik dari setiap jenis pungutan maupun total nilainya untuk setiap jenis pembayarannya. 39. BM /PE: Untuk Impor : Diisi Nilai BM dalam rupiah pada kolom yang tersedia sesuai dengan pembayaran yang dilakukan (Dibayar, Ditanggung Pemerintah, Ditangguhkan, Dibebaskan); Contoh : angka 36 ® BM = 20% ® 50% BBS (fasilitas pembebasan Bea Masuk 50%) angka 38 ® jumlah nilai CIF = USD 1.000,00 - nilai CIF dalam rupiah= 1.000,00 x 9.000,00 (NDPBM ,angka 24)=Rp. 9.000.000,00 - BM bayar = 50% x 20% x Rp. 9.000.000,00 = Rp. 900.000,00 - BM dibebaskan = 50% x 20% x Rp. 9.000.000,00 = Rp. 900.000,00 angka 39 untuk BM kolom ”Dibayar” diisi Rp. 900.000,00 untuk BM kolom ”Dibebaskan” diisi Rp. 900.000,00 Untuk Ekspor : Dalam hal ada Pungutan Ekspor, diisi dengan Nilai PE dalam rupiah yang dibayar. 40. Cukai : Dibayar (Rp), Ditanggung Pemerintah (Rp), Ditangguhkan(Rp), Dibebaskan (Rp). Diisi dengan nilai Cukai dalam rupiah penuh untuk : - yang dibayar, dan/atau - ditanggung Pemerintah, dan/atau - ditangguhkan, dan/atau - dibebaskan, pada kolom yang tersedia. 41. PPN : Dibayar (Rp), Ditanggung Pemerintah (Rp), Ditangguhkan(Rp), Dibebaskan (Rp). Diisi dengan nilai PPN dalam rupiah penuh untuk : - yang dibayar, dan/atau - ditanggung Pemerintah, dan/atau - ditangguhkan, dan/atau - dibebaskan, pada kolom yang tersedia. 42. PPnBM : Dibayar (Rp), Ditanggung Pemerintah (Rp), Ditangguhkan(Rp), Dibebaskan (Rp). Diisi dengan nilai PPnBM dalam rupiah penuh untuk : - yang dibayar, dan/atau - ditanggung Pemerintah, dan/atau - ditangguhkan, dan/atau - dibebaskan, pada kolom yang tersedia. 43. PPh : Dibayar (Rp), Ditanggung Pemerintah (Rp), Ditangguhkan(Rp), Dibebaskan (Rp). Diisi dengan nilai PPh dalam rupiah penuh untuk : - yang dibayar, dan/atau - ditanggung Pemerintah, dan/atau - ditangguhkan, dan/atau - dibebaskan, pada kolom yang tersedia. 44. PNBP : Diisi dengan nilai PNBP yang dibayar dalam rupiah penuh. 45. Total : Dibayar (Rp), Ditanggung Pemerintah (Rp), Ditangguhkan(Rp), Dibebaskan (Rp). Diisi dengan nilai total BM + Cukai + PPN + PPnBM + PPh + PNBP dalam rupiah penuh untuk : - yang dibayar, dan/atau - ditanggung Pemerintah, dan/atau - ditangguhkan, dan/atau - dibebaskan, pada kolom yang tersedia. F.
Diisi Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun saat PP-SAD dibuat dan dibubuhkan tanda tangan dan nama penanda tangan serta dibubuhkan cap perusahaan.
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
13
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
G.
DIISI BEA DAN CUKAI : No & Tgl. Pendaftaran : Diisi nomor dan tanggal pendaftaran pada isian yang tersedia.
H.
UNTUK PEJABAT BC : Diisi nomor dan tanggal SPPB atau PE dan atau PPB atau dokumen persetujuan lainnya dalam hal tidak diimpor atau tidak diekspor atas PIB/ PEB yang diajukan secara manual.
I.
UNTUK PEMBAYARAN/ JAMINAN Dalam hal hanya satu yang dipergunakan, beri tanda “xxxx” (coret) bagi yang tidak dipergunakan; Dalam hal dilakukan pembayaran terhadap pungutan : - isikan angka 1 pada isian yang tersedia bila pembayaran pungutan dilakukan melalui Bank Devisa, atau - isikan angka 2 pada isian yang disediakan bila pembayaran pungutan dilakukan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC), atau; Dalam hal diserahkan Jaminan terhadap pungutan : - isikan angka 1 pada isian yang tersedia bila jaminan adalah Jaminan Tunai, atau - isikan angka 2 bila jaminan adalah Bank garansi, atau - isikan angka 3 bila jaminan adalah Customs Bond, atau - isikan angka 4 bila jaminan adalah Jaminan selain Tunai, Bank Garansi, Customs Bond; Diisi kode penerimaan untuk setiap pungutan yang dilakukan pembayaran/ penjaminannya pada kolom yang disediakan; Diisi nomor bukti pembayaran baik bagi SSPCP maupun untuk SSP pada kolom yang tersedia atau dalam hal mempergunakan jaminan diisi nomor bukti Jaminan bagi pungutan yang dijaminkan; Diisi tanggal dilakukannya pembayaran / penjaminan pada kolom yang disediakan; Dibubuhkan tanda tangan dan nama jelas pejabat penerima pembayaran, Nama Bank serta stempel instansi. Pengisian Kolom-Kolom Pada Lembar Lanjutan Pemberitahuan Pabean
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Diisi nama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat diajukannya Formulir PP-SAD sesuai dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang diisi pada Lembar Pertama. Nomor Pengajuan : Dalam hal penyampaian Formulir PP-SAD dengan menggunakan media disket atau secara PDE (Pertukaran Data Elektronik), maka Nomor Pengajuan diisi dengan isian sesuai dengan Nomor Pengajuan pada Lembar Pertama. Pengisian kolom-kolom (Angka 33 s.d 38) pada Lembar Lanjutan ini, sesuai dengan petunjuk pengisian kolom-kolom (Angka 33 s.d 38) pada Lembar Pertama. Pengisian Kolom-Kolom Pada Lembar Lampiran Kontainer Pemberitahuan Pabean Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Diisi nama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat diajukannya Formulir PP-SAD sesuai dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang diisi pada Lembar Pertama. Nomor Pengajuan : Dalam hal penyampaian Formulir PP-SAD dengan menggunakan media disket atau secara PDE (Pertukaran Data Elektronik), maka Nomor Pengajuan diisi dengan isian sesuai dengan Nomor Pengajuan pada Lembar Pertama. Pengisian kolom yang setiap halaman terdiri atas 2(dua) kolom, dimana masing-masing kolom berdiri sendiri yang terdiri atas : No.Urut: Diisi nomor urut keberapa untuk kontainer yang akan dituliskan, dalam hal jumlah halaman lebih dari satu, untuk halaman berikutnya diisikan nomor urut lanjutan dari nomor urut terakhir halaman sebelumnya. Nomor Kontainer: Diisi nomor kontainer secara lengkap. Ukuran: Diisi ukuran kontainer.
14
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
K E P U T U S A N
&
K E T E T A P A N
-
Tipe: Diisi tipe kontainer yang dipergunakan. Pada setiap akhir halaman diisi tempat, tanggal, bulan, tahun saat PIB dibuat dan dibubuhkan tanda tangan dan nama penanda tangan serta dibubuhkan cap perusahaan. Pengisian Kolom-Kolom Pada Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap, Skep Fasilitas dan Persyaratan Impor/ Ekspor Pemberitahuan Pabean Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Diisi nama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat diajukannya Formulir PP-SAD sesuai dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang diisi pada Lembar Pertama. Nomor Pengajuan : Dalam hal penyampaian Formulir PP-SAD dengan menggunakan media disket atau secara PDE (Pertukaran Data Elektronik), maka Nomor Pengajuan diisi dengan isian sesuai dengan Nomor Pengajuan pada Lembar Pertama. Pengisian kolom-kolom pada Lembar Lampiran ini dilakukan dengan mengisikan : No.Urut: Diisi nomor urut keberapa untuk dokumen pelengkap pabean, Skep fasilitas dan dokumen persyaratan impor/ekspor. Kode angka pada SAD : Diisi dengan kode angka pada SAD atas dokumen pelengkap pabean, Skep fasilitas dan dokumen persyaratan impor/ekspor, yang perlu dijelaskan pada Lembar Lampiran ini. Uraian pada SAD : Diisi dengan uraian dari kode angka pada SAD atas dokumen pelengkap pabean, Skep fasilitas dan dokumen persyaratan impor/ekspor, yang perlu dijelaskan pada Lembar Lampiran ini. Kode Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor : Diisi dalam hal ”Kode angka pada SAD” diisi dengan isian 21 dan ”Uraian pada SAD” diisi dengan Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor, maka diisikan dengan Kode dari masing-masing fasilitas & persyaratan impor/ ekspor yang perlu dijelaskan pada Lembar Lampiran ini. Uraian Jenis Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor : Diisi dengan uraian dari ”Jenis Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor” sesuai dengan ”Kode Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor”. Nomor Dok.Pelengkap, Skep Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor : Diisi dengan Nomor dari dokumen pelengkap pabean, Skep fasilitas maupun dokumen pemenuhan persyaratan impor/ ekspor, yang perlu dijelaskan pada Lembar Lampiran ini. Nomor Dok.Pelengkap, Skep Fasilitas & Persyaratan Impor/ Ekspor : Diisi dengan Tanggal dari dokumen pelengkap pabean, Skep fasilitas maupun dokumen pemenuhan persyaratan impor/ ekspor, yang perlu dijelaskan pada Lembar Lampiran ini. Pada setiap akhir halaman diisi tempat, tanggal, bulan, tahun saat PIB dibuat dan dibubuhkan tanda tangan dan nama penanda tangan serta dibubuhkan cap perusahaan. Pengisian Kolom-Kolom Pada Lembar Lampiran Cara Pemberitahuan Pabean Berkala Lembar lampiran Pemberitahuan Pabean Impor secara Berkala untuk impor hanya diisi dalam hal Importir mendapat fasilitas berkala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : Diisi nama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat diajukannya Formulir PP-SAD sesuai dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang diisi pada Lembar Pertama. Nomor Pengajuan : Dalam hal penyampaian Formulir PP-SAD dengan menggunakan media disket atau secara PDE (Pertukaran Data Elektronik), maka Nomor Pengajuan diisi dengan isian sesuai dengan Nomor Pengajuan pada Lembar Pertama. Nomor Pendaftaran : Diisi nomor pendaftaran yang diberikan oleh KPBC Pengisian kolom-kolom pada Lembar Lampiran ini dilakukan dengan mengisikan : No.Urut: Diisi nomor urut keberapa untuk barang berkala yang akan dituliskan, dalam hal jumlah halaman lebih dari satu, untuk halaman berikutnya diisikan nomor urut lanjutan dari nomor urut terakhir halaman sebelumnya.
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007
15
K E P U T U S A N -
-
-
-
-
16
&
K E T E T A P A N
No. & Tgl. Invoice Diisi nomor dan tanggal invoice. Nama, Alamat & Neg. Pemasok/ Penerima: Diisi nama dan alamat Pemasok serta kode negara asal barang/ nama dan alamat Penerima serta kode negara tujuan barang. Pel. Muat/ Negara Tujuan: Diisi Nama dan kode lokasi Pelabuhan Muat barang/ Negara dan Kode Negara tujuan. Perkiraan Tgl. Tiba/ Tgl. Berangkat: Diisi tanggal/ bulan/ tahun perkiraan tiba/ berangkat sarana pengangkut. HS, Uraian, Jenis dan Jumlah barang secara lengkap, Berat Bersih (Kg) Diisi: Kode pos tarif (HS) barang sesuai dengan klasifikasi barang; Uraian jenis barang secara lengkap, merek, tipe, ukuran, spesifikasi lainnya; Berat bersih (netto) dalam kilogram (kg). Tarif & Fas, BM, Cukai, PPN, PPnBM, PPh, HPE & PE Diisi tarif/pembebanan sesuai BTBMI bagi setiap pungutan dan dalam hal ada fasilitas pembayaran isikan besarnya fasilitas dalam persen (%) serta isikan kode jenis fasilitas pembayaran yang didapat, yaitu : BBS untuk Dibebaskan, DTP untuk Ditanggung Pemerintah, dan DTG untuk Ditangguhkan. BM Diisi tarif/pembebanan Bea Masuk sesuai BTBMI yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. Cukai Diisi tarif/pembebanan Cukai sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. Apabila tidak ada pungutan Cukai, tidak perlu diisi. PPN Diisi tarif/pembebanan PPN dalam % sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. PPnBM Diisi tarif/pembebanan PPnBM sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ada fasilitas, diisi besarnya fasilitas dalam (%) dan kode jenis fasilitasnya. Apabila tidak ada pungutan PPnBM, tidak perlu diisi. PPh Diisi tarif/pembebanan PPh pasal 22 dalam % sesuai ketentuan yang berlaku serta besarnya fasilitas dalam (%) bila ada fasilitas serta kode jenis fasilitasnya. Contoh : Dalam hal BM mempunyai tarif/pembebanan BM = 20 % ; PPN=10% ; PPh = 2,5 %, sedangkan Fasilitas Pembebasan BM = 50%. Penulisannya adalah sebagai berikut : BM = 20% ® 50% BBS PPN = 10 % PPh = 2,5 % HPE & PE (% atau Lainnya) HPE barang pada tanggal Pendaftaran: Diisi Harga Patokan Ekspor persatuan barang ekspor berdasarkan harga Patokan Ekspor yang secara berkala ditetapkan oleh Depatemen Perdagangan yang berlaku pada tanggal pembayaran PE. Apabila tidak ada harga patokannya, agar disikan ” - ” PE (% atau lainnya) Diisi besarnya tarif PE dalam % (persentase) atau US$, sesuai tarif PE dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran. Apabila tarif PE berbeda untuk beberapa jenis barang ekspor, lembar pertama tidak diisi tetapi dirinci pada lembar lanjutan. Jika barang ekspor tersebut tidak terkena PE, diisi tanda ”-” Nilai CIF/ FOB Untuk Impor : Diisi jumlah nilai CIF dalam valuta sebagaimana tercantum pada angka 24. Untuk Ekpor : Diisi jumlah nilai FOB dalam valuta sebagaimana tercantum pada angka 24. Nomor & Tgl BC 1.1 serta Pos/ Sub Pos Untuk PP-SAD Jenis Pemberitahuan ”Impor” diisi Nomor dan Tanggal/ bulan/ tahun BC1.1, serta diisi Pos dan Sub Pos (jika ada) BC 1.1 (Inward Manifes). MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ttd SRI MULYANI INDRAWATI
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 387 FEBRUARI 2007