(Waktu adalah kewajiban dan tanggungjawab)
َ َّ ملُوا ال ت ِ حا ِ َ منُوا وَع َ ِ صال َ ن ءَا َ ال ّذِي
َ َّ ِ (إ1)ِصر (إ ِ ّل2)ٍسر ُ ن لَفِي َ سا ْ خ َ ْ ن اْلِن ْ َوَالْع َّ صوْا بِال (3)ِصبْر َ ْ صوْا بِال ِّ ح َ ق وَتَوَا َ وَتَوَا
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-’Ashr:1-3) Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al Qur’an menulis ungkapan Malik bin Nabi yang beliau kutibh dari bukunya yang berjudul Syuruth An Nahdhah (Syarat-syarat Kebangkitan): “Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintas pulau, kota, dan desa, membangkitkan semangat atau menina bobokkan manusia, ia diam seribu hahasa, sampai-sampai manusia tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu-selain Allah- tidak akan mampu melepaskan diri darinya” Semua orang tahu, betapa berharganya yang namanya waktu. Islam sendiri menjelaskan bahwa yang paling berarti dalam kehidupan ini adalah waktu. Meskipun ada sebagian orang yang membatasi harga sebuah waktu hanya dengan berprinsip. Time is Money; waktu adalah uang. Pada hakikatnya, yang namanya waktu tidak dapat diukur dengan ukuran serendah itu, hanya dinilai dengan nilai materi atau uang. Karena harga sebuah waktu jauh lebih berharga dari nilai mata uang, apapun mata uang itu. Karena waktu adalah sebuah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia agar mempergunakannya dengan proposional demi kesejahteraannya dan demi kebahagiaannya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Karena dapat di dalam sang waktu terdapat kewajiban dan tanggungjawab yang harus dipergunakan manusia dengan sebaik-baiknya. Waktu sangatlah terbatas. Jika waktu telah berakhir (berlalu), ia tak akan bisa diganti atau kembali. Sayidina Ali bin Ahi Thalib pernah berkata: “Rezki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan perolehannya lebih banyak dihari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini, tidak mungkin kembali esok". Karena waktu adalah kewajiban dan tanggung jawab. maka manusia berkewajiban pula mempergunakan kesempatan dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawah, yang meliputi semua segi kehidupan manusia, adalah faktor-faktor yang paling fundamental
dalam menentukan kesejahteraan individu dan masyarakat. Sayyid Mujtaba Musawi Lari dalam bukunya Meraih Kesempurnaan Spiritual (terjemahan dan buku yang berjudul Ethics and Spiritual Growth) mengutip ucapan Imam Al Sajjad AS yang dimuat dalam sebuah kitab karya Al Hurrani berjudul Tuhaf al ‘Uqul. Di dalam kitab tersebut Imam Al Sajjad AS menggambarkan watak yang serba mencakup dan kewajibankewajiban seseorang dalam berbagai bidang. Dia berkata: “Hendaklah engkau- semoga Allah merahmatimu- mengetahui hahwu Sang Pembeni Rezki segala makhluk telah menetapkan kewajiban-kewajiban dan hakhak tertentu terhadapmu, yang jumlahnya begitu banyak dan meliputi seluruh prilakumu, setiap tindakan dan gerakanmu, setiap istirahat dan diammu, dan pada akhirnya, setiap anggota badan yang mematuhi kehendakmu. Hak-hak ini begitu nyata dan jelas, meskipun sebagian daninya melibatkan kewajiban yang lebih besar dan yang lain.” Dalam Islam, setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak seorangpun yang bertanggung jawab atas kewajiban dan tanggung jawab orang lain. Al Qur’an menyatakan : “Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.“ (Q.S Al-Israa’: 15) Di dalam Al-Quran kita temukan kisah tentang Luqman yang menasehati anaknya tentang kewajiban-kewajiban utama manusia. Di antaranya ada tiga kewajiban manusia yang harus ia penuhi. 1. Kewajiban manusia kepada Allah . (Q.S Luqman:13) 2. Kewajiban anak kepada orang tua (Q.S. Luqman: 14) 3. Kewajiban manusia kepada sesamanya (Q.S. Luqman:18 - 19) Asy Syahid Hasan Al-Bana mengajari kita bagaimana cara membagi waktu dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab. Dalam Buku Ceramah-ceramah Hasan Al Bana “Hadits Tsulatsa” , yang disusun Ahmad Isa ‘Asyur Asy-Syahid berkata, “Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menggunakan waktu dalam empat hal”. Pertama, dalam hal yang dapat menyelamatkan agama kita, yaitu berupa ketaatan kepada Allah. Ini pun terbagi dua: Hal-hal yang difardhukan oleh Allah kepada kita dan tertentu waktunya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan seterusnya. Hal-hal yang dianjurkan oleh Allah kepada kita berupa amalan-amalan nafilah (sunnah), seperti tilawatil Qur’an, sedekah, zikir, dan membaca shalawat nabi. Kedua, dalam hal-hal yang juga memberiikan manfaat kepada kita, berupa mencari rezki yang halal untuk keperluan kita dan keluarga yang
kita tanggung. Jika hal itu kita lakukan dengan ikhlas. ia menjadi amal ibadah. Ketiga, dalam hal yang mendatangkan manfaat kepada orang lain. Itu merupakan bagian dari bentuk pendekatan (qurbah/tagarrub) diri yang paling agung. Keempat, dalam hal yang dapat memberi kita ganti atas sesuatu yang hilang dari kita, yaitu waktu istirahat. Karenanya, tentukanlah waktu khusus untukmu, yang di situ kamu bisa memperbaharui kegiatanmu dan menyegarkan kembali semangatmu. Itu bisa dilakukan dengan cara berolah raga, berwisata, atau bisa pula dengan cara-cara lain yang bermanfaat dan positif. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh lbnu Hibban yang bersumber dari Abu Dzar Al Ghifari, Rasulullah SAW bersabda: “Yang berakal selama akalnya belum terkalahkan oleh hawa nafsunya, berkewajiban mengatur waktu-waktunya. Ada waktu yang digunakan untuk bermunajat dengan Tuhannya, ada waktu yang digunakan untuk melakukan introspeksi (menghitung diri). Kemudian ada juga waktu yang digunakan untuk memikirkan ciptaan Allah (belajar), dan adapula waktu yang digunakan khusus untuk diri (dan keluarga) guna memenuhi kebutuhan makan dan minum.” Wallahu A ‘lam bish Shawab