Do’a Dalam satu firman Allah disebutkan; “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdo’a apabila ia bermohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada pada kebenaran.” (QS.2:186). Secara implisit wahyu ini berisikan pemberitaan tentang kemuliaan Ramadhan dengan tersedianya kesempatan luas bagi setiap Muslim untuk melakukan suatu ritual yang disebut “do’a”. Do’a adalah suatu ibadah dalam memenuhi kebutuhan hidup ruhaniyah manusia (spiritual,immaterial), yang tak kalah pentingnya dari kebutuhan-kebutuhan materi lainnya. Di dalam Al Quranul Karim ditampilkan kata-kata do’a pada 203 ayat dengan arti yang banyak kaitannya, antara lain berarti ibadah, memanggil, memuji dan sebagainya. Dalam ayat ini “do’a” bermakna meminta, memohon dan mengharap kepada Allah Yang Maha Kuasa. Manusia adalah makhluk lemah dengan segala keterbatasan alamiah ataupun ilmiah, secara fisik dan mental emosional. Kenyataan dalam hidup, manusia selalu dilingkari serba kekurangan dalam meraih harapan dan keinginan-keinginan yang sulit dibatasi. Bila situasi seperti ini kurang disadari acap kali menyeret manusia kepada akibat sangat fatal serta menyisakan derita frustrasi dan hidup hilang pegangan. Lebih jauh ketenteraman bathin dan kebahagian yang didambakan tidak kunjung terwujud. Mengatasi kekurangan daya ini, dilakukan upaya meminta pertolongan kepada yang lebih kuasa di luar diri, mengadukan segala kekurangan, kegelisahan serta kesusuhan yang menghimpit jiwa (ruhani), agar ada yang mengobat atau mengatasinya. Upaya dilakukan dengan cara berdo’a kepada Yang Maha Kuasa. Namun, sering dijumpai kerancuan dalam bertindak, bila nikmat telah datang, dan keresahan telah hilang, tanpa sadar manusia melupakan Yang Maha Kuasa tempat do’a dimohonkan. Begitulah kebanyakan watak hakiki manusia yang tidak beriman sebagai disindirkan Allah dalam firman-Nya (QS.41,Fusshilat:51).Na’udzubillah. “Do’a adalah puncak ibadah,”kata Rasulullah SAW. Semestinya, sebagai ibadah, do’a hanya ditujukan kepada Allah, tidak boleh kepada benda-benda keramat, juga tidak kepada kekuatan alam selain dari Allah. Semestinya pula langsung di arahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa tanpa perantaraan. Do’a bisa diucap dengan bahasa apa saja, yang dimengerti oleh yang meminta, karena Allah sungguh amat mengerti dengan apa yang tergerak, di dalam hati seseorang yang mendo’a itu. Ber do’a perlu dipersiapkan, antara lain bersih bathin, dan yaqin bahwa do’a akan diterima Allah. Di dahului dengan istighfar, memelihara makanan, minuman, pakaian benar-benar halal, tidak meminta hal yang mustahil, tidak berlaku zalim (melanggar aturan Allah), khidmat, khusyu’, tunduk hati kepada Allah, merendahkan suara, bahasa sederhana, indah dan dipahami,, memuliakan Allah, mengambil do’a utama dari Al Quran atau Hadist Rasulullah, tidak bosan bermohon kepada Allah, dilakukan di waktu yang mustajab, antara lain ketika berpuasa, di saat berbuka, di waktu sahur, di malam lailatul qadar, di saat bersujud shalat, menghadap kiblat, di bulan Ramadhan. Merugi sekali orang yang tidak memanfaatkan kesempatan emas yang datang sekali dalam setahun. Maka, tidak pantas Ramadhan diisi hiruk pikuk, gelegar bunyi petasan, mondar-mandir di luar rumah ibadah, asmara subuh, kuncar tarawih sementara orang lain khusyuk beribadah, bahkan sangat tidak patut melewatkan masa di “warung-ota”, atau hanya
mendatangi masjid bersafari diluar redha Allah. Kalau itu yang terjadi, tak usah ditanyakan, kenapa “do’a tak berjawab??”. Wallahu a’lamu bis-shawaab.