Soal I Jelaskan hubungan managemen control system, formulasi strategi dan task control? Dan bagaimana praktiknya pada instansi saudara? a. Management Control System (MCS) merupakan perkembangan dari manajemen yang menitikberatkan penggunaan instrumen untuk mengendalikan suatu organisasi maupun bisnis agar tetap sejalan dengan tujuan organisasi itu sendiri. b. formulasi strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik. c. Controlling atau pengawasan adalah fungsi manajemen dimana peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam manajemen perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya dilakukan oleh divisi audit internal. Jadi, dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan managemen control, strategic formulation dan task control yaitu mengenai implementasi strategi dalam suatu organisasi . Secara khusus memberikan pengetahuan mengenai kemampuan analitis yang berkaitan dengan peran manajer dalam merancang dan mengimplementasikan system yang digunakan untuk perencanaan dan pengendalian suatu badan usaha. Elemen system pengendalian manajemen meliputi, perencanaan strategic, penganggaran, alokasi sumberdaya, pengukuran kinerja, evaluasi dan kompensasi; alokasi pusat pertanggungjawaban dan harga transfer, dalam hal ini meliputi beberapa konsep mengenai; strategi, perilaku organisasi, sumberdaya manusia dan akuntansi manajemen. Kesimpulannya, Management control berfungsi dalam pengendalian organisasi sedangkan Strategic formulation adalah proses untuk mengimplementasikan strategi dan Pengendalian oprerasional (task control) adalah proses untuk meyakinkan tugas (kegiatan operasional) dilakukan secara efektif dan efisien.
B. praktek managemen control, strategic formulation dan task control di instansi ? Di universitas andalas penerapan sistem pengendalian manajemen secara formal belum diterapkan dengan baik. Sampai dengan saat ini UNAND masih melakukan pengendalian manajemen yang lebih menekankan pada aspek pengendalian atas kegiatan, yang meliputi: pengorganisasian, kebijakan, personil, perencanaan, prosedur, pencatatan dan pelaporan atau aspek hard control. Sedangkan aspek soft control, yaitu integritas, etika, dan komitmen yang merupakan media pengikat antara tanggungjawab pribadi dengan hasil pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tugasnya, tidak mendapat perhatian. Akibatnya, saat ini banyak terjadi kerusakan lingkungan, kerugian sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan dan pengelolaan Universitas yang hanya menekankan aspek hard control tanpa memerhatikan aspek soft control yang merupakan jiwa pengendalian itu sendiri. Misalnya, banyak Universitas atas nama efisiensi dan efektivitas operasinya justru melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku karena dalam pelaksanaan kegiatannya tidak mempertimbangkan aspek integritas dan etika dalam bertindak. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa Sistem Pengendalian manajemen tidak akan dapat diterapkan secara efektif guna mengawal pencapaian tujuan organisasi apabila aspek soft control tidak dijalankan dengan baik. Aspek soft control tersebut terutama yang terkait dalam lingkungan pengendalian (control environment) yaitu integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, filosofi manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, penetapan otoritas dan tanggung jawab, kebijakan dan praktik sumber daya manusia. Soal II Jelaskan perbedaan Full Costing dan differential cost, dan penerapannya di instansi anda? A. Full Costing Untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan atau suatu pusat laba dalam suatu perusahaan biasanya digunakan alat pengukur : kembalian investasi (return on investment atau disingkat ROI) atau residual income (disingkat RI). Kembalian investasi dihitung dengan cara membandingkan laba bersih dengan aktiva yang digunakan oleh pusat laba tersebut untuk mendapatkan laba tersebut. Dalam hal ini diperlukan informasi pendapatan penuh dan informasi biaya penuh untuk menghitung laba bersih dan informasi aktiva penuh pusat laba tersebut, sehingga dapat dihitung besarnya tarif kembalian investasi.
B. Biaya diferensial Informasi akuntansi deferensial terdiri dari informasi pendapatan diferensial, informasi biaya diferensial, dan informasi aktiva diferensial bermanfaat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan jangka pendek. Pengertian informasi biaya diferensial tidak selalu sama dengan biaya variable, biaya tetap, biaya tambahan (incremental cost), biaya kesempatan (opportunity costs), dan biaya keluar dari saku (out-of-pocket cost). Informasi akuntansi diferensial bermanfaat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri, menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk, menghentikan atau melanjutkan produksi produk tertentu atau kegiatan usaha bagian perusahaan, dan menerima atau menolak pesanan khusus.
Contoh Praktek biaya penuh di Universitas Aandalas Dalam hal ini, Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. namun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Karena jumlah biaya untuk melayani orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung (currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.
Soal III A. Latar Belakang Oceanside nursing home mulai beroperasi pada januari 1997, dan berakhir pada 31 desember 1997, dalam waktu 2 tahun dengan reputasi yang baik , staf yang kompeten dan adil dalam membagi pendapatan , keuangan oceanside dalam kondisi baik dalam waktu 2 tahun. Bob holmes and george nichols sebagai manajer oceanside, mereka memiliki dedikasi untuk menyediakan pelayanan terbaik pada kliennya, tetapi mereka tidak memiliki perhitungan bunga yang akurat dalam laporan keuangannya. Dapat dilihat dari laporan kas yang tidak seimbang didalm pembukuannya, holmes and nichols meminta bank lokal untuk mendapatkan pinjaman. Bank meminta laporan keuangan oceanside . Setelah menyediakan laporan keuangannya, pegawai bank bersikeras untuk penambahan informasi sebelum melakukan peminjaman untuk dapat mempertimbangkan urusan informasi dengan akun depresiasi, akrual dan inventaris dll Holmes dan nichols merasa kaget, mereka tidak dapat mengantisipasi masalah mengenai permintaan pinjaman , setelah buru – buru megulas laporan keuagan tersebut, mereka mengikuti informasi tersebut mereka menemukan : 1. persediaan inventaris 3000 ditampilkan 4000 pada 31 desember 1998 2. asuransi prabayar 31 desember 1998, sebesar 2000 , semua asuransi dicatat didebit pada beban 3. bangunan dan peralatan dijual pada januari 1997 dengan biaya 48.000, dengan estimasi penggunaan 20 tahun dengan nilai sisa 8.000 4. gaji yang belum dibayar pada 32 desember 1998 sebesar 4000 5. pendapatan pasien yang ditangguhkan pada 31 desember 1998 sebesar 4000, ini adala pendapatan kredit pasien 6. kredit macet sebesar 8000 pertahun Pertanyaan 1. koreksilah sebuah laporan keuangan dengan mengambil informasi di atas ke dalam sebuah akun?
2. apa pernyataan dikoreksi memberitahu Anda tentang operasi pada oceanside? B. isu utama dalam kasus diatas dapat dilihat bahwa oceanside nursing home mengalami kesalahan pencatatan pelaporan keuangan yang mengakibatkan organisasi tersebut bangkrut dikarenakan pembukuan yang tidak seimbang disebabjkan oleh bunga pinjaman dai bank
Soal IV 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Tabel 3.1 Kemandirian keuangan Provinsi Jambi
Tahun Anggaran 2011
Realisasi PAD 984.233
Bantuan Pemerintah dan pinjaman 1.093.208
Rasio Kemandirian 90,03 %
2012
995.202
1.665.587
59,75 %
2013
1.063.880
1.814.055
58,65 %
2014
971.755
1.578.137
61,58 %
2015
194.278
880.134
22,07 %
Rata – Rata Kemandirian keuangan Provinsi Jambi
58,42 %
Rasio Kemandirian keuangan daerah 2,000,000 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0
100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 2011
2012
Series1
2013
Series2
2014
2015
Series3
Berdasarkan data yang tercantum dalam tabel dan grafik, Rasio Kemandirian Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan tahun 2015 mengalami penurunan setiap tahunnya. Data tersebut menunjukkan bahwa tahun 2011 Rasio Kemandirian Realisasi PAD terhadap Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman sebesar 90,03%. Tahun 2012 Rasio Kemandirian Realisasi PAD terhadap Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman sebesar 59,75%. Tahun 2013 Rasio Kemandirian Realisasi PAD terhadap Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman sebesar 58,65%. Tahun 2014 Rasio Kemandirian realisasi PAD terhadap Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman sebesar 61,58%. Tahun 2015 Rasio Kemandirian Realisasi PAD terhadap Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman sebesar 22,07%. Jadi rata-rata Rasio Kemandirian Provinsi Jambi selama periode 5 tahun sebesar 58,42%. Dengan jumlah tersebut, menurut Kategori Pola Hubungan Tingkat Kemandirian Daerah yang dituliskan oleh Halim (2001), Tingkat Kemandirian Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dikatakan sedang, sehingga masuk ke dalam kategori pola hubungan Partisifatif, yaitu berkisar antara 50%- 75%. Dalam pola hubungan partisifatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Dapat dilihat dalam tabel 3.1, Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jambi memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi masih diikuti dengan tingginya dana bantuan dari Pemerintah Pusat. Dapat dikatakan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi tidak begitu tergantung dengan bantuan dana dari Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jambi hampir optimal dalam menggali potensi daerah Provinsi Jambi. Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah juga masih rendah.
Padahal pajak dan retribusi daerah merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah, serta menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Jika kontribusi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi meningkat, maka kesejahteraan masyarakat Provinsi Jambi juga ikut meningkat. Tidak hanya itu, Pendapatan Asli Daerah pun juga ikut meningkat, sehingga tingkat ketergantuan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi terhadap Pemerintah Pusat semakin berkurang 1. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD Tahun Anggaran 2011
Realisasi Penerimaan PAD 984.233
Target Penerimaan PAD 571.302
Rasio Efektivitas 172,28 %
2012
995.202
713.559
139,47 %
2013
1.063.880
804.414
132,26 %
2014
971.755
973.070
99,86 %
2015
194.278
1.218.125
15,95 %
Rata – rata efektivitas PAD
111,96 %
Rasio Efektivitas PAD 1,500,000
200.00% 150.00%
1,000,000
100.00% 500,000
50.00%
0
0.00% 2011
2012
Series1
2013
Series2
2014
2015
Series3
Dilihat dari tabel 3.2 yang tercantum dalam tabel dan grafik, Rasio Efektivitas Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan tahun 2015 pada awal periode, yaitu tahun 2011 Rasio Efektivitas tergolong tinggi. Kemudian di tahun berikutnya, yaitu tahun 2012, Rasio Efektivitasnya turun sebesar 139,47%. Setelah itu, pada tahun 2013 Rasio Efektivitas mengalami penurunan kembali sebesar 132,26% dan penurunan tersebut terus terjadi pada periode-periode selanjutnya.
Dari keseluruhan, hampir semua periode tingkat efektivitasnya dikatakan sangat efektif, kecuali tahun 2015 yang tingkat efektivitasnya hanya termasuk dalam kriteria cukup efektif. Rata-rata Rasio Efektivitas Provinsi Jambi selama periode 5 tahun sebesar 111,96%. Dengan jumlah tersebut, menurut kriteria Rasio Efektivitas, tingkat efektivitas Pemerintah Provinsi Jambi dikatakan Sangat Efektif. Hal ini menggambarkan tingkat kemampuan daerah Provinsi Jambi semakin baik. 2. Rasio Aktivitas terhadap APBD ( Rasio Pertumbuhan Belanja ) a) Rasio belanja Rutin Tahun Anggaran 2011
Total belanja Rutin
Total APBD
937.020
2.897.874
Rasio Belanja Rutin 32,33 %
2012
1.573.948
3.885.007
40,51 %
2013
1.762.849
8.589.575
20,52 %
2014
1.783.956
6.530.659
27,32 %
2015
1.443.059
7.026.322
20,54 %
Rata – Rata belanja rutin
28,24 %
Rasio Belanja rutin 10,000,000 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0
45.00% 40.00%
35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 2011
2012 Series1
2013 Series2
2014
2015
Series3
Dilihat dari data yang tercantum dalam tabel dan grafik, Rasio Belanja Rutin Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan tahun 2015, pada awal periode hingga pertengahan periode, yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 Rasio Belanja Rutin
mengalami kenaikan sebesar 11,380% , tetapi pada periode selanjutnya, yaitu tahun 2013 sampai dengan 2015, Rasio Belanja Rutin mengalami penurunan sebesar 4,223% dan 4,444%. Data Ini menunjukkan bahwa, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi lebih banyak menggunakan dana untuk kegiatan Belanja Rutin dibandingkan untuk Belanja Pembangunan.
b) Rasio belanja Pembangunan Tahun Anggaran 2011
Total belanja Pembangunan 518.751
Total APBD 2.897.874
Rasio Belanja Rutin 17,90 %
2012
682.820
3.885.007
17,58 %
2013
1.029.489
8.589.575
11,99 %
2014
818.059
6.530.659
12,53 %
2015
450.612
7.026.322
6,41 %
Rata – rata belanja Pembangunan
13,28 %
Rasio Belanja Pembanguanan 10,000,000
20.00%
8,000,000
15.00%
6,000,000 10.00% 4,000,000 5.00%
2,000,000 0
0.00% 2011
2012 Series1
2013 Series2
2014
2015
Series3
Dari perhitungan rasio keserasian di atas nampak bahwa sebagian besar dana yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jambi masih digunakan untuk kebutuhan belanja operasi walaupun terjadi penurunan dari 17,90% (2011) menjadi 17,58% (2012). Demikian pula rasio belanja modal terhadap APBD masih relatif kecil, setelah itu terdapat penurunan dari 11,99% (2014) menjadi 6,41% (2015).
Dilihat dari perhitungan Rasio Belanja Rutin dan Rasio Belanja Pembangunan, Pemerintah Daerah lebih banyak menggunakan dana untuk kegiatan Belanja Rutin dibandingkan dengan kegiatan Belanja Pembangunan. Semestinya Belanja Rutin lebih besar dari Belanja Pembangunan. Kedua rasio tersebut selisih 14,96%, berarti Pemerintah Daerah bisa meningkatkan Belanja Rutin sehingga kualitas outputnya juga meningkat, agar fungsi anggaran sebagai alat distribusi, alokasi, dan stabilisasi sudah berjalan dengan baik. 3. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah a). Share Tahun Anggaran
Total APBD
Rasio Share
2011
Pendapatan Asli Daerah 984.233
2.897.874
33,96%
2012
995.202
3.885.007
25,62%
2013
1.063.880
8.589.575
12,39%
2014
971.755
6.530.659
14,88%
2015
194.278
7.026.322
2,77%
Rata – Rata share
17,92%
share 10,000,000 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0
40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 2011
2012 Series1
b) Growth
2013 Series2
2014 Series3
2015
Tahun Anggaran 2011
Pendapatan Asli Daerah periode i 984.233
Pendapatan Asli Daerah periode i-1 -
2012
995.202
2013
Rasio Growth Pertumbuhan -
-
984.233
10.969
1,11%
1.063.880
995.202
68.678
6,90%
2014
971.755
1.063.880
-92.125
-8,66%
2015
194.278
971.755
-777.477
-80,01%
Rata – Rata Growth
-20,16 %
Growth 1,500,000 1,000,000 500,000 0 2012
2013
2014
2015
-500,000 -1,000,000 984.233
-
-
20.00% 10.00% 0.00% -10.00% -20.00% -30.00% -40.00% -50.00% -60.00% -70.00% -80.00% -90.00%
-
Dari hasil perhitungan Share dan Growth terhadap Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan 2015, maka diperoleh data Share sebesar 17,92% dan Growth sebesar -20,16% kemudian dengan pemetaan kemampuan keuangan daerah berdasarkan Metode Kuadran, posisi Provinsi Jambi berada pada kuadran IV, yaitu Kondisi ini paling buruk. Peran PAD belum mengambil peran yang besar dalam Total Belanja, dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD rendah. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja masih rendah namun pertumbuhan (growth) PAD tinggi. Ini berarti Pemerintah Daerah Provinsi Jambi masih dapat menggali potensi daerah lebih maksimal, sehingga dapat meningkatkan PAD yang berperan besar dalam APBD.
Provinsi Jambi memiliki destinasi wisata yang banyak diminati masyarakat, sehingga banyak sekali pelayanan jasa yang dibangun di Provinsi Jambi, seperti jasa perhotelan, swalayan, hingga jasa parkir. Jika dapat mengelola potensi daerah yang ada, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dapat meningkatkan kinerjanya untuk menambah PAD pada periode selanjutnya. Provinsi Jambi sendiri terkenal dengan sebutan sebagai Kota Jasa, hal ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak dan retribusi yang didapatkan dari pembayaran pelayanan penjualan jasa di Provinsi Jambi. Karena pajak dan retribusi merupakan pemberi kontribusi utama dalam meningkatkan PAD.
4. Analisis Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Tahun Anggaran 2011
Realisasi PAD
2012
995.202
2013 2014 2015
Pengeluaran PAD
Rasio SILPA
1.455.771
67,61%
2.256.768
44,10%
1.063.880
2.792.338
38,10%
971.755
2.602.015
37,35%
194.278
1.893.671
10,26%
984.233
Rata – Rata Silva
39,48%
Silpa 3,000,000
80.00%
70.00%
2,500,000
60.00% 2,000,000
50.00%
1,500,000
40.00% 30.00%
1,000,000
20.00% 500,000
10.00%
0
0.00% 2011
2012
Series1
2013
Series2
2014
2015
Series3
Dilihat dari data yang tercantum dalam tabel dan grafik, Rasio Silva Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan tahun 2015, pada awal periode hingga pertengahan periode, yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 Rasio silva mengalami penurunan sebesar 32,38% , pada periode selanjutnya, yaitu tahun 2013 sampai dengan 2015, Rasio Silva juga mengalami penurunan sebesar 22,23% dan 24,44%. Data Ini menunjukkan bahwa, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi kinerja anggaran tidak lagi didasarkan habis tidaknya anggaran, tetapi diukur dari tercapai tidaknya target kinerja dengan anggaran yang disediakan. Sehingga diperoleh sisa yang nantinya bisa digunakan pada periode selanjutnya. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan manfaatnya sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil perhitungan normatif dan analisis Kinerja Keuangan Daerah dapat disimpulkan, bahwa pola hubungan tingkat kemandirian daerah berada pada kriteria instruktif. Kemandirian Pemerintah Provinsi Jambi berada pada kemampuan keuangan yang masih sangat rendah dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat. Ini terlihat dari hasil rata-rata Rasio Kemandirian Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011-2015, berdasarkan pengolahan data yang berasal dari Ringkasan Laporan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011-2015 adalah sebesar 58,62%. Ini menunjukkan bahwa, peran Pemerintah Pusat tidak begitu dominan dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Mengingat peran Pemerintah Pusat yang masih sangat
dominan, wajar jika Derajat Desentralisasi Fiskal Pemerintah Daerah Provinsi Jambi masih kurang. Ini terlihat dari rata-rata Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal selama periode 5 tahun hanya berjumlah 12,611%. Artinya, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang kecil kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Namun, tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi terbilang sangat efektif dan sangat efisien. Ini terlihat dari tingginya angka rata-rata Rasio Efektivitas yang berjumlah 111,96 % dan rendahnya angka rata-rata Rasio Efisiensi yang berjumlah 4,588% selama periode 5 tahun anggaran. Rasio Keserasian Belanja menunjukkan bahwa keseimbangan antar belanja belum seimbang. Terbukti dari perhitungan Rasio Belanja Rutin dan Rasio Belanja Pembangunan, Pemerintah Daerah lebih banyak menggunakan dana untuk kegiatan Belanja Rutin dibandingkan dengan kegiatan Belanja pembangunan. 2.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis Kemampuan Keuangan Daerah dapat disimpulkan, bahwa kondisi kemampuan keuangan Provinsi Jambi masih belum ideal. Dilihat dari hasil perhitungan share dan growth terhadap Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2011 sampai dengan 2015, maka diperoleh data Share sebesar 17,92% dan Growth sebesar -20,16 %, sehingga posisi Provinsi Jambi berada pada kuadran IV yang berarti berada pada kondisi buruk. Tandanya, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi masih harus menggali lebih dalam lagi potensi yang dimiliki daerah, sehingga lebih dapat meningkatkan PAD yang berperan besar dalam APBD. Dilihat dari hasil perhitungan Indeks Kemampuan Keuangan Provinsi Jambi selama periode 5 tahun, skala indeks menunjukkan angka 0,528525 yang berarti kemampuan keuangan Provinsi Jambi tergolong tinggi. Tingginya tingkat kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi disebabkan oleh besarnya bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat yang ditunjukkan pada analisis rasio kemandirian. Hal ini sangat bertolak belakang dengan amanat otonomi daerah yang menuntut kemandirian dan kewenangan Pemerintah Daerah dalam menjalankan urusan rumah tangganya. Berdasarkan penarikan kesimpulan maka saran yang diberikan adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintah seharusnya lebih meningkatkan pengelolaan terhadap potensi yang dimiliki oleh Provinsi Jambi, karena mempunyai dampak yang besar, tidak hanya bagi
Pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat. Potensi tersebut antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, pariwisata, budaya, hingga perdagangan. Jika Pemerintah berhasil memaksimalkan pemanfaatan potensi tersebut secara maksimal, maka pajak yang merupakan penopang utama dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah akan semakin meningkat. Untuk mendukung peningkatan pajak dan retribusi, Pemerintah hendaklah memberi informasi secara rinci kepada masyarakat tentang kewajiban mereka sebagai pembayar pajak dan retribusi, karena tidak semua masyarakat mengetahui rincian kewajiban jumlah pajak dan retribusi yang harus dibayarkan. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan terhadap pihak yang terkait dengan pemungutan pajak dan retribusi supaya tidak terjadi kecurangan. Karena besarnya pajak dan retribusi tidak hanya sebagai komponen utama untuk meningkatkan PAD, tetapi juga sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan masyarakat. 2.
Dilihat dari perhitungan Rasio Keserasian Belanja secara normatif, keseimbangan antar belanja belum menunjukkan kata seimbang. Pemerintah Daerah seharusnya lebih cenderung menggunakan dana untuk kegiatan Belanja Langsung yang terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal untuk meningkatkan kualitas output, sehingga fungsi anggaran sebagai alat distribusi, alokasi, dan stabilisasi bisa berjalan dengan baik. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi harus mengurangi ketergantungan terhadap dana bantuan dari Pemerintah Pusat, agar dapat mencapai kondisi tingkat kemampuan keuangan yang ideal. Caranya, dengan mengoptimalkan potensi yang ada untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang dapat digunakan untuk mengurangi besarnya dana bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
1.