ASSALAMU’ALAIKUM Wr. Wb.
KONFRONTASI INDONESIA DENGAN BELANDA
Oleh : MOH. GILANG Mathofani (22) XII MIPA 5
Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja, mereka bahu-membahu dengan segala golongan tanpa mengenal rasa lelah, takut serta kelaparan. Berjuang menghadapi desingan peluru dan gerombolan persenjataan modern milik para penjajah. Sungguh perjuangan yang sangat menguras tenaga dan air mata, mengorbankan segalanya baik nyawa ataupun harta.
Beribu bahkan berjuta nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini, mereka rela menyerahkan nyawanya demi anak cucunya. Namun saat setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk mengembalikan Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah Belanda merasa masih mempunyai historiesch recht (hak sejarah) untuk meneruskan pemerintahan kolonialnya.
PERTEMPURAN 5 HARI DI SEMARANG
Sejarah Pertempuran Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi. Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 19 Oktober 1945. Dua hal utama yang menyebabkan pertempuran ini terjadi karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi. Korban yang jatuh dari pertempuran diperkirakan sebanyak 990 orang.
1.
2. 2. 3. 4. 5. 6.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pertempuran lima hari di Semarang ini adalah : Dr. Kariadi Dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Beliau juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara. Mr. Wongsonegoro Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang. Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang betrsama Mr. Wongsonegoro. Mayor Kido Pimpinan Batalion Kido Butai yang berpusat di Jatingaleh. drg. Soenarti istri dr. kariadi Kasman Singodimejo perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia. Jenderal Nakamura. Jenderal yang ditangkap oleh TKR di Magelang
Perjuangan Pemuda Semarang Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di Semarang pun rakyat khususnya pemuda berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh. Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda menggunakan taktik gerilya.
Sumber Air Minum Diracuni Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah. Cadangan air di Candi, desa Wungkal, (sekarang menjadi kawasan industri Candi Semarang) waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air di kota Semarang
Tewasnya dr. Kariadi Sebagai kepala RS Purusara dr. Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda.
Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
Kronologi Peristiwa Dimulai 14 Oktober 1945 ketika meninggalnya dr. Kariyadi di Peterongan, para pemuda menangkap Jendral Nakamura. Pada tanggal 15 Oktober 1945, sekitar pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 100 tentara untuk melakukan penyerangan ke pusat kota mendengar berita penangkapan Jenderal Nakamura. Dan berita gugurnya dr. Kariyadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta. Tanggal 16 Oktober 1945 pertempuran terus berlanjut dan meluas ke berbagai penjuru kota.
Pada tanggal 17 Oktober 1945 terjadi kesepakatan genjatan senjata Tanggal 18 Oktober 1945 Jepang berhasil mematahkan serangan dari para pemuda. Malam harinya para pemuda tidak mau menyerahkan senjatanya. Pada tanggal 19 Oktober 1945, disaat Jepang ingin menghancurkan Kota Semarang tiba-tiba datanglah tentara Sekutu di Pelabuhan Semarang dengan Kapal HMS Glenry sehingga berakhirlah pertempuran lima hari di Semarang
PERTEMPURAN SURABAYA 10 NOPEMBER 1945
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 29 dari Divisi India Kedua dibawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby mendarat di Surabaya. Pemerintah daerah melarang mereka masuk kota, namun setelah berjanji hanya akan melaksanakan tugas kemanusiaan, pemerintah daerah mengizinkan. Akan tetapi dalam kenyataannya pasukan Sekutu langsung merebut bangunan-bangunan penting. Sementara itu tersebar pamflet yang berisi perintah kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang. Perintah itu dipandang oleh TKR dan rakyat Indonesia sebagai intervensi terhadap kedaulatan kemerdekaan karena berarti Indonesia tidak diperkenankan untuk melindungi diri sendiri. Apalagi ada gelagat Belanda ingin menggunakan perintah penyerahan senjata itu sebagai cara melemahkan pertahanan Indonesia demi keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia. Pada malam hari, tanggal 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya menyerang dan memporakporandakan kekuatan Sekutu. Pimpinan AFNEI Jakarta meminta bantuan Presiden Soekarno untuk memerintahkan penghentian serangan. Maka Presiden Soekarno, Moh. Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin terbang ke Surabaya.
Biro mulai bekerja, pada tanggal 30 Oktober 1945 pecah Insiden Jembatan Merah. Brigadir Jendral Mallaby tewas dalam insiden tersebut. Oleh karena itu Mayor E.C. Mansergh, panglima AFNEI Jawa Timur mengeluarkan ultimatum yang isinya : “Para pemilik senjata harus menyerahkan senjatanya kepada Sekutu sampai dengan tanggal 10 Nopember 1945 pukul 06.00. WIB. Jika tidak dipatuhi, Surabaya akan digempur”. Rakyat Surabaya bahkan Jawa Timur menolak ultimatum itu. Sehingga pukul 06.00 WIB, tanggal 10 Nopember 1945 Surabaya digempur dari laut dan udara yang disusul serbuan pasukan daratnya. "Arek-arek Suroboyo" dibawah komando Sungkono menyusun kekuatan dan melakukan perlawanan. Sedangkan Bung Tomo mengobarkan semangat perlawanan melalui siaran radio dengan slogan "Merdeka atau Mati”. Dalam waktu 3 hari, tentara Inggris memang berhasil menguasai kota Surabaya, tetapi serangan-serangan dari TKR dan rakyat di Surabaya berlangsung selama sekitar 3 minggu. Tentara Inggris sangat kewalahan menghadapi pertempuran itu sampai harus mendatangkan bala bantuan dan memborbardir kota Surabaya dengan pesawat terbang dan kapal perangnya.
Walaupun akhirnya tentara Inggris berhasil menguasai kota Surabaya, namun pertempuran itu menjadi sebuah bukti bahwa Indonesia sudah menjadi suatu negara yang berdaulat dan rakyat Indonesia sepenuhnya mendukung kemerdekaan itu sampai rela berjuang mati-matian demi mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan itu. Pertempuran itu juga menjadi semacam pembangkit semangat seluruh rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945. Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan tanggal 10 November 1945 sebagai Hari Pahlawan demi menghormati semangat juang arek-arek Suroboyo (sebutan untuk rakyat di Surabaya) yang berjuang mempertahankan kedaulatan sampai gugur di medan perang.
PERTEMPURAN AMBARAWA
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran.
Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti TKR dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Magelang.
Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M.Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol.Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia gugur terlebih dahulu.
Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan dadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lainlain. Pada tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulaiterbit, mulailah tembak-menembak antarpasukan. Tentara Sekutu mengerahkan tawanantawanan Jepang dengan diperkuat tankernya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono. Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Kolonel Soedirman pada pertengahan Desember 1945.
Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi,serangan mulai dilancarkan. Pertempuran berkobar seketika, dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang- Ambarawa dikuasai oleh kesatuankesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat.
Musuh mulai mundur pada tanggal 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang sambil melancarkan aksi bumi hangus pada 15 Desember1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut benteng pertahanan sekutu yang tangguh.
PERTEMPURAN MEDAN AREA
Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda. Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan.
Sementara di tempat lain pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benarbenar dilaksanakan. Tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945.
Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan.
Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandankomandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar.
Untuk melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.
BANDUNG LAUTAN API
Pasukan Sekutu masuk kota Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan kereta api dari Jakarta atas Izin pemerintah Rl. Masuknya tentara Sekutu dimanfaatkan NICA untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonsia. Tentara Sekutu juga menuntut agar rakyat menyerahkan senjata yang diperoleh dari Jepang. Namun semangat juang rakyat dan para pemuda Bandung tetap berkobar. Pertempuran pun tidak dapat dielakkan demi mempertahankan keutuhan NKRI yang baru saja didirikan.
Selanjutnya pada tanggal 21 Nopember 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum bahwa selambatlambatnya tanggal 29 Nopember 1945 kota Bandung bagian utara harus dikosongkan. Perintah tersebut ditolak, sehingga insiden dengan pasukan Sekutu sering terjadi. Untuk yang kedua kalinya, 23 Maret 1946 pasukan sekutu mengeluarkan ultimatum agar seluruh kota Bandung dikosongkan. Karena merasa terancam keselamatannya, pasukan Sekutu meminta tolong pemerintah Rl agar memerintahkan pengosongan kota Bandung atau mundur ke luar kota sejauh 11 km.
Sementara itu dari Panglima Sudirman di markas TRI Yogyakarta memberi instruksi agar kota Bandung tetap dipertahankan. Akhirnya TRI di bawah pimpinan Kolonel Abd. Haris Nasution mematuhi perintah dari Jakarta, namun sebelum meninggalkan kota, mereka menyerang pos-pos Sekutu dan melakukan pembumihangusan kota Bandung bagian selatan. Bandung terbakar hebat dari batas timur Cicadas sampai ke batas barat Andir. Bandung pun seketika menjadi lautan api. Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi.
Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang membakar semangat.
PERANG PUPUTAN MARGARANA DI BALI
Munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Dijelaskan bahwa salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali
Puncak Peristiwa Perang Puputan Margarana adalah pada pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba ditengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali. Bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah.
Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa. Oleh karena mengalami kekalahan pada tanggal 20 November 1946 Belanda mengerahlkan seluruh kekuatannya yanga da di pualu Bali dan Lombok untuk mengepung Bali. Dareh Margarana diserang dengan tibatiba sehingga terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu, Ngurah Rai menyerukan perang puputan (perang habis-habisan). I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya gugur dalam perang itu. Perang itu lebih dikenal dengan perang puputan Margarana
TERIMAKASIH
WASSALAMU’ALAIKUM Wr. Wb.