DAFTAR ISI BAB I .................................................................................................................................. 2 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2 1.1
Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3
Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB II................................................................................................................................. 5 TEORI ................................................................................................................................. 5 2.1
Teori ................................................................................................................... 5
2.2
Konseptualisasi .................................................................................................. 8
2.2.1
Pemilihan Presiden ................................................................................... 8
2.2.2
Opini Publik .............................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................. 11 PEMBAHASAN ............................................................................................................... 11 3.1
Kampanye politik pada pilpres 2019 ............................................................. 11
3.2
Macam-macam Bentuk Kampanye ............................................................... 12
3.2.1
Berdasarkan Bentuk Media Kampanye................................................ 12
3.2.2
Berdasarkan TujuanKampanye ............................................................ 13
3.3
Menanggulangi hoax dalam pilpres 2019 ..................................................... 15
BAB IV ............................................................................................................................. 17 KESIMPULAN ................................................................................................................. 17
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Salah satu hasil amandemen UUD NRI 1945 yaitu pergeseran model pengisian jabatan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi pemilihan secara langsung oleh rakyat (pilpres), sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (1) “ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat ”. Satya Arinanto sebagaimana dikutip Abdul Latif1 mengemukakan sejumlah alasan diselenggarakannya pilpres (secara langsung) yaitu: a. Presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat yang memberikan suaranya secara langsung b. Presiden terpilih tidak terkait pada konsesi partai-partai atau faksifaksi politik yang telah memilihnya. Artinya presiden terpilih berada di atas segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut c. Sistem ini menjadi lebih “accountable” dibandingkan dengan sistem yang sekarang digunakan (pada masa orde baru), karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui MPR yang para anggotanya tidak seluruhnya terpilih melalui pemilihan umum d. Kriteria calon presiden juga dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya. Selanjutnya, dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 ditegaskan bahwa tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang. UU a quo yaitu UU No. 23 Tahun
1
Abdul Latif, Pilpres Dalam Perspektif Koalisi Multi Partai, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 3, April 2009, h. 38
2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres)2 yang menjadi landasan penyelenggaraan pilpres 2004. Saat pilpres 2009, UU No. 23 Tahun 2003 dicabut dan diganti dengan UU No. 42 Tahun 2008.3 Selain UU No. 42 Tahun 2008, penyelenggaraan pilpres 2009 juga dasarkan pada UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. 4 Pada pilpres 2014 ini, masih menggunakan UU No. 42 Tahun 2008, meski pada awal 2013 DPR mengagendakan perubahan, namun sebagian besar fraksi menolak untuk dilakukan perubahan.5 Secara normatif, adanya perundang-undangan tentang pilpres memberi gambaran bahwa Indonesia telah berupaya mewujudkan pengisian jabatan presiden dan wakil presiden secara lebih demokratis melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat (pemilih). Nilai demokrasi tercermin melalui kebebasan dan keterlibatan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pemilihan presiden (selanjutnya disebut Pilpres) 2019 akan dilakukan pada bulan April 2019, namun beberapa partai politik peserta Pilpres 2019 mulai melakukan kampanye. Seperti yang kita ketahui bahwa Kampanye politik merupakan salah satu bagian dalam komunikasi politik. Kampanye merupakan sebuah gerakan yang di dasarkan dari sebuah perilaku. Perilaku itu cenderung sejalan dengan norma dan nilai yang ada. Apabila sebuah kampanye tersebut bertentangan dengan norma dan nilai yang ada di khawatirkan akan terjadi salah paham antara subyek (penyebar kampanye) dengan obyek (penerima atau target dari kampanye tersebut).
2
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun (LNRI) 2003 Nomor 93, Tambahan LNRI Nomor 4311. 3 LNRI Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan LNRI Nomor 4924. 4 LNRI Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan LNRI Nomor 4721. 5 Beberapa ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 2008 telah diajukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, melalui Putusan MK No. 14/PUU/XI/2013, tanggal 23 Januari 2014.
Kampanye politik yang sekarang sedang gencar-gencarnya ini tidak terlepas dari opini dan pembicaraan publik. Media sosial saat ini memiliki peranan yang penting bagi berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat modern dalam beropini. Hal tersebut dapat dilihat dimana penggunaan media sosial sebagai alat untuk mempercepat proses perubahan sosial di negara-negara berkembang dan dimanfaatkan juga sebagai alat untuk melakukan kampanye politik, propaganda, dan advertensi. Pengaruh kemajuan teknologi dan informasi terhadap politik, dapat dilihat melalui dua aspek, yaitu komunikasi politik dan sosialisasi politik. Media menjadi agen penting komunikasi dan sosialisasi politik.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pengaruh kampanye politik pada pilpres 2019 dalam opini publik ? b. Apakah yang dilakukan untuk menanggulangi isu yang beredar yang bertepatan dengan pilpres 2019?
1.3 Tujuan Supaya dapat memahami pengaruh kampanye politik pada pilpres 2019 terhadap opini public Supaya masyarakat Indonesia dapat cerdas dalam berliterasi media dan dapat menangkal isu yang bertepatan dengan pilptes 2019
BAB II TEORI
2.1 Teori Global Village atau desa global sebagaimana diungkapkan John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam bukunya Megatrend 2000 (1991) saat ini menjadi suatu keniscayaan kemunculannya. Akibatnya setiap kejadian yang ada di suatu negara dalam beberapa saat dapat diketahui oleh masyarakat dunia. Bahkan berbagai warisan ilmu pengetahuan dan budaya yang terjadi ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu bisa dinikmati masyarakat dewasa ini. Hal ini terjadi karena adanya peran media massa. Masyarakat dunia saat ini memiliki ketergantungan yang luar biasa terhadap media massa, artinya bahwa hidup seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh dan peran media massa. Mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Pikiran kita dipenuhi informasi yang diperoleh dari media massa. Betapa media massa sedemikian hebat dan kuatnya mempengaruhi kehidupan manusia. Hal ini menjadikan media sebagai ketergantungan hidup manusia di setiap kegiatan maupun ketika mencari informasi. Teori Ketergantungan pada awalnya diusulkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Teori ini merupakan penggabungan dari berbagai disiplin komunikasi. Teori Ketergantungan mengintegrasikan berbagai perspektif: pertama, menggabungkan perspektif dari psikologi dengan bahan dari teori kategori sosial. Kedua, hal tersebut terintegrasi dalam perspektif sistem dengan unsur-unsur dari pendekatan kausal. Ketiga, memadukan unsurunsur penelitian penggunaan dan gratifikasi dengan orang-orang dari tradisi efek media. Dependency Theory (teori ketergantungan) berasumsi bahwa semakin seseorang menggantungkan kebutuhannya untuk dipenuhi oleh penggunaan media, semakin penting peran media dalam hidup orang
tersebut, sehingga media akan semakin memiliki pengaruh kepada orang tersebut. Dari perspektif sosial makroskopik, jika semakin banyak orang bergantung pada media, maka institusi media akan mengalami perubahan, pengaruh media keseluruhan akan muncul, dan peran media di tengahtengah masayarakat akan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, seharusnya ada hubungan langsung antara jumlah ketergantungan secara umum dengan tingkat pengaruh atau kekuatan media di setiap waktu. Melvin DeFleur dan Sandra Ball Rokeach 6 memberikan penjelasan yang lebih utuh kedalam beberapa pernyataan. Pertama, dasar pengaruh media terletak pada hubungan antara sistem sosial yang lebih besar, peranan media di dalam sistem tersebut dan hubungan khalayak dengan media. Efek terjadi bukan karena semua media berkuasa atau sumber yang kuat mendorong kejadian tersebut, tetapi karena media bekerja dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan tertentu dan kebutuhan khalayak. Kedua, derajat ketergantungan khalayak terhadap informasi media adalah variable kunci dalam memahami kapan dan bagaimana pesan media mengubah keyakinan, perasaan atau perilaku khalayak. Kejadian dan bentuk efek media akhirnya bergantung pada khalayak serta berhubungan dengan seberapa penting sebuah medium atau pesan tertentu terhadap mereka. Penggunaan media oleh orang-orang menentukan pengaruh media. Jika kita bergantung pada banyak sumber selain media untuk mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa, maka peranan media lebih sedikit dari pada jika kita bergantung sepenuhnya pada sumber media yang sedikit. Ketiga, dalam masyarakat industri, kita menjadi semakin bergantung pada media (a) untuk memahami dunia sosial (b) untuk bertindak dengan benar dan efektif di dalam masyarakat, serta (c) untuk fantasi dan pelarian. Ketika dunia semakin rumit dan berubah semakin cepat, maka kita tidak hanya semakin besar membutuhkan media untuk membantu kita memahami dan mengerti respon terbaik yang bisa kita 6
Melvin DeFleur dan Sandra Ball Rokeach (2001) "Storytelling Neighborhood: Paths to Belonging in Diverse Urban Environment." Communication Research. Hal 261-263
berikan serta membantu kita untuk santai dan bertahan, tetapi juga kita pada akhirnya tahu sebagian besar dunia melalui media tersebut. Temanteman dan keluarga barang kali tidak tahu banyak mengenai apa yang terjadi di dunia sosial yang lebih besar kecuali dari apa yang mereka pelajari di media. Perhatikan mengenai penekanan pemaknaan dalam pernyataan ini. Ketika kita menggunakan media untuk memaknai dunia sosial, maka kita mengizinkan media membentuk pengharapan kita. Terakhir yang keempat, "semakin besar kebutuhan sehingga semakin besar ketergantungan…semakin besar kemungkinan" bahwa media dan pesan yang mereka produksi akan memiliki efek. Tidak semua orang akan dipengaruhi secara sama oleh media. Mereka yang memiliki kebutuhan yang lebih, yang lebih bergantung pada media, akan paling terpengaruh. Menurut Sendjaja 7 pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, Efek Kognitif; yaitu menciptakan atau menghilangkan ambiguitas,
pembentukan
sikap,
agenda-setting,
perluasan
sistem
keyakinan masyarakat, penegasan/penjelasan nilai-nilai; efek kognitif merupakan akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Media massa termasuk televisi telah memberikan informasi kepada komunikan tentang benda, orang, tempat ataupun peristiwa yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. Menurut Mc.Luhan sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat8 (2003; 224) menyatakan bahwa media massa adalah perpanjangan panca indera. Dengan media massa akan diperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah dilihat dan dikunjungi secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk dimasuki semuanya, akan tetapi media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik, televisi telah dapat menyampaikan informasi yang jauh dari jangkauan alat indera manusia. 7 8
Sendjaja, Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2002. Hal.201 Rahmad, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya, 2003. Hal. 224
Kedua, Efek Afektif; efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa dalam hal ini bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, gembira, sedih, marah, takut dan sebagainya. Ketiga, Efek Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau menyelesaikannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan. Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Menurut Kuswandi9 , pesan-pesan yang disampaikan media massa yang secara terus menerus akan sangat mempengaruhi perilaku khalayak. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Begitu juga sinetron-sinetron remaja yang bertemakan sekolah yang selalu ditayangkan di televisi dengan menampilkan beberapa gaya kehidupan remaja di sekolah menyebabkan para remaja sekolah juga bergaya seperti yang dalam sinetron tersebut.
2.2 Konseptualisasi
2.2.1 Pemilihan Presiden Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan UndangUndang No. 42 tahun 2008 mempersyaratkan pengajuan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik harus mendapatkan 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara nasional. Pemilihannya mempersyaratkan mendapatkan 50 persen suara lebih yang tersebar di 1/3 wilayah propinsi, kalau tidak tercapai dilakukan Pemilu ulang dengan menggunakan syarat suara terbanyak yang akan dilantik. 9
Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa; Sebuah Analisa Media Televisi. Jakarta: Rineka Cipta, 1993. Hal. 100
Persyaratan tersebut telah memenuhi kualifikasi Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung melalui Pemilu, kualifikasi lainnya juga dipenuhi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Secara umum kualifikasi sistem presidensiil adalah : a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung. b. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. c. Menteri negara bertanggungjawab kepada Presiden. d. Presiden tidak bisa dijatuhkan parlemen.10
Secara demokratis pemilihan langsung menurut Mahfud M.D : a. Membuka pintu tampilnya Presiden dan Wakil Presiden sesuai kehendak mayoritas rakyat sendiri. b. Perlunya Pemihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan.11 Pemilihan
Presiden
dan
Wakil
Presiden
dalam
praktek
ketatanegaraan di Indonesia telah memenuhi sistem presidensiil melalui Pemilihan Umum, sebagai pelaksanaan prinsip demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, Presiden dan Wakil Presiden harus mengupayakan kesejahteraan rakyatnya.
2.2.2 Opini Publik Istilah opinion yang diterjemahkan menjadi “opini” didefinisikan oleh Cutlip dan Center diartikan sebagai pengekspresian suatu sikap mengenai persoalan yang mengandung pertentangan. Opini juga diartikan sebagai pendapat atau pandangan tentang suatu persoalan.
12
Ketika
seseorang beropini terhadap suatu permasalahan yang sama akan 10
Jimly Assiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD NRI 1945, UU Press, Yogyakarta, 2004, Hal 107 11 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 2010, Hal 94. 12 Abdullah, Press Relation,( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.14
menimbulkan penilaian yang berbeda, hal itu dikarenakan opini memiliki sifat subyektif yang artinya menurut pandangan sendiri-sendiri. Opini merupakan kata yang berarti tanggapan atau jawaban terhadap sesuatu persoalan yang dinyatakan berdasarkan kata-kata, bisa juga berupa perilaku, sikap, tindakan, pandangan, dan tanggapan. Sedangkan pendapat lain mengatakan opini adalah ekspresi sikap dengan melalui jawaban positif untuk informan yang mendukung, jawaban netral dan negatif untuk jawaban yang tidak mendukung, artinya apabila sesorang beropini positif tandanya orang tersebut mendukung, dan apabila seseorang beropini negatif artinya orang tersebut menolak. Istilah opini publik dapat dipergunakan untuk menandakan setiap pengumpulan pendapat yang dikemukakan individu-individu. Menurut Santoso Sastropoetro istilah opini publik sering digunakan untuk menunjuk kepada pendapat-pendapat kolektif dari sejumlah besar orang.13 secara etimologi opini publik adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu public opinion. Sementara public opinion berasal dari bahasa latin yaitu opinari dan publicus. Opinari mempunyai arti fikir atau menduga sedangkan publicus artinya adalah milik masyarakat luas. Secara sederhana opini bisa diartikan pendapat. Tapi setidaknya ada sebuah ekspresi dari pendapat tersebut baik secara verbal maupun non verbal. Selama pendapat itu belum di ekspresikan maka saat itu pendapat itu adalah pendapat pribadi. Menurut Leonard W. Dood, suatu isu baru dikatakan sebagai opini publik setelah masyarakat mengungkapkannya.14 Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan-pembicaraan pribadi berantai, melalui desas-desus, melalui surat kabar, radio, televisi dan film.
13
Santoso Sastropoetro, Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 49 14 Hafied Cangara, Komunikasi politik, Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarata: Raja Grafindo Persada,2009),hlm.158
Alat-alat penghubung ini memungkinkan “publik” mempunyai pengikut yang lebih luas dan lebih besar jumlahnya. Publik dapat didefinisikan sebagai sejumlah orang yang mempunyai minat, kepentingan, atau kegemaran yang sama. Menurut Leonard W. Dood pendapat umum adalah sikap orangorang mengenai sesuatu soal, dimana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama.15
Menurut Dra. Djoenaesih S. Sunarjo, ciri-ciri opini itu adalah16 a. Selalu diketahui dari pernyataan pernyataannya b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat c. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kampanye politik pada pilpres 2019 Kampanye biasanya pengarah dan pemerkuat dari kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang diharapkan secara sosial seperti pemungutan suara, pengumpulan dana, dan lain sebagainya.Dalam arti lebih umum atau lebih luas, kampanye tersebut memberikan penerangan secara terus menerus serta pengertian dan motivasi terhadap suatu kegiatan atau program
tertentu
melalui
proses
dan
teknik
komunikasi
yang
berkesinambungan dan terencana untuk mencapai publisitas dan citra yang
15 16
Nikmah Hadiati S, Opini Publik, (Pasuruan: Lunar Jaya,2012),hlm.5 Djonaesih S. Sunarjo, Opini Publik, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hlm, 24
positif.17 Macam-macam bentuk kampanye jika dilihat dari isinya dibagi menjadi 4 macam, yaitu : kampanye positif, kampanye negatif, kampanye abu-abu, dan kampanye hitam. Salah satu bentuk bentuk kampanye yang sedang banyak diperbincangkan yakni Gerakan bertagar #2019GantiPresiden di media sosial sejak pertama kali digagas oleh politikus PKS Mardani Sera bulan lalu. Gerakan ini kini membentuk kelompok dan mendeklarasikan diri pada hari Ahad, 6 Mei 2018. Mardani terlihat pertama kali mengenakan gelang berlogo #2019GantiPresiden dalam sebuah acara televisi, Selasa, 3 April
2018.
Setelah
itu,
#2019GantiPresiden
langsung
ramai
diperbincangkan di media sosial. Gerakan #2019GantiPresiden telah banyak mendapatkan dukungan.
3.2 Macam-macam Bentuk Kampanye
3.2.1 Berdasarkan Bentuk Media Kampanye Arti dari kampanye massa yaitu sebuah bentuk persuasi massa dimana seorang komunikator politik memberikan himbauan kepada massa baik melalui hubungan tatap muka ataupun melaui jenis media beperantara yaitu media elektronik, media cetak, atau poster. Penjelasaannya adalah sebagai berikut: a. Kampanye tatap muka suatu partai untuk memikat partisan dari kedua belah pihak, dengan tujuan memperkuat golongan yang setia, mempublikasikan gaya pribadi, memanfaatkan beberapa menit acara malam jaringan kabel dan acara 17
Rosady Ruslan, Kiat dan Strategi: Kampanye Public Relations. Edisi Revisi, cet.3, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 66.
berita televisi, dan membantu pengumpulan dana. 18 Bentuk kampanye tatap muka yakni berupa orasi kandidat, debat kandidat dan blusukkan atau terjun lapangan langsung yang dilakukan oleh kandidat. b. Kampanye Elektronik Media elektronik termasuk saluran atau media kampanye massa. Yang termasuk media elektronik adalah radio dan televisi, namun telepon (handphone) juga merupakan alat komunikasi politik yang penting. Apalagi, terdapatberebagai inovasi dalam komunikasi elektronik yang juga mempunyai akibat terhadap bidang politik.19 salah satu bentuk kampanye ini adalah melalui telepon.
3.2.1 Berdasarkan TujuanKampanye Jika dilihat dari tujuan sebuah kampanye, maka kampanye dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu :20 a. Kampanye Positif
18
Dan Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, hlm. 195 19 ibid 20 Candra, Kekuatan Politik Lokal Dalam Pemenangan Syahrul Yasin Limpo (Syl) Pada Pemilihan Gubernur 2013 Daerah Pemilihan Kabupaten Gowa, 2014, Disertasi
Kampanye positif adalah kampanye yang lebih cenderung mengenalkan calon pemimpin atau presiden secara pribadi, program kerja dan visi misinya. Bentuk kampanye ini bisa berupa slogan, baliho, iklan tv, dialog, wawancara ataupun debat. Kampanye inilah yang harus dilakukan oleh para calon. Kenyataannya baik calon, tim ataupun fan dari calon pemimpin sangat jarang membahas ini, justru yang lebih dilakukan adalah mengkampanyekan kekurangan lawan. b. Kampanye Negatif Kampanye negatif merupakan bentuk kampanye yang menyerang calon pemimpin secara pribadi, kemudian kampanye negatif juga dapat menjalar melalui penyerangan suatu program kerja dari visi misi lawan politik. Kampanye memiliki konotasi yang jelek, akan tetapi selalu digunakan
oleh
para
calon
pemimpin
untuk
menjatuhkan
dan
menampilkan hal jelek tentang lawan politik dimata para pemilih. Terkadang kampanye negatif juga berdasarkan kebenaran fakta dan data dan fakta akan tetapi dimunculkan memlaui suatu opini yang negatif agar para pemilih terpengaruh. c. Kampanye Abu-abu Kampanye Abu-abu adalah kampanye yang menjelekkan pihak lawan akan tetapi untuk data dan faktanya masih abu-abu. Masih diragukan kebenarannya dan belum dapat dibuktikan. Hanya menyalahkan salah satu pihak lawan dalam berpolitik untuk menarik simpati masyarakat sebagai pemilih.\
d. Kampanye Hitam Kampanye hitam atau biasa dikenal dengan istilah black campaign dilakukan melalui pembagian atau penyebaran informasi melalui media cetak seperti pamflet, fotokopian artikel, dan lain-lain, yang didalamnya berisikan mengenai informasi-informasi negatif pihak lawan, kepada
masyarakat luas. Penyebaran itu dilakukan oleh tim sukses maupun simpatisan dari si bakal calon legislatif maupun eksekutif (calon kepala daerah). Namun, dewasa ini black campaign dilakukan dengan menggunakan media yang lebih canggih, seperti misalnya menggunakan sosial media dan komunikasi lewat gadget Namun demikian, media cetak pun masih tetap digunakan untuk media black campaign ini. Kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. Menurut Refly Harun (pakar Hukum Tata Negara Indonesia) mengemukakan bahwa black campaign adalah cara mendiskritkan kandidat tanpa didukung dengan data dan fakta yang jelas, sementara kampanye negatif didefinisikan sebagai cara mendiskriditkan kandidat dengan didukung data dan fakta yang jelas. Secara garis besar, dalam hukum kampanye hitam jelas dilarang. Berikut merupakan contoh black campaign: a.
Jokowi keturunan cina, Jokowi beragama Kristen.
b.
Tweet akun Abraham Samad (akun palsu) yang mengatakan Prabowo akan membunuh Jokowi.
3.3 Menanggulangi hoax dalam pilpres 2019 Untuk mengenali hoax, masyarakat perlu terus diedukasi untuk bisa mengidentifikasi secara sadar perihal berita sesat alias "hoax" yang kini masih tersebar luas di dunia maya dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Berasal dari situs yang tidak dapat dipercayai.
Belum memiliki tim redaksi (jika itu situs berita).
Keterangan tentang siapa penulisnya tidak jelas (Halaman ABOUT - Untuk situs Blog)
Tidak memiliki keterangan siapa pemiliknya.
Nomor telepon dan email pemilik tidak tidak tercantum. Sekalipun ada tapi tidak bisa dihubungi.
Domain tidak jelas
b. Tidak ada tanggal kejadiannya. c. Tempat kejadiannya tidak jelas. d. Menekankan pada isu SARA/ syarat dengan isu SARA yang berlebihan. e. Kebanyakan kontennya aneh dan dengan lugas juga tegas menyudutkan pihak tertentu. Saat anda memeriksa tulisan yang lainnya juga demikian: tidak bermutu dan merendahkan pihak tertentu secara berlebihan (lebay). f. Beritanya tidak berimbang. Menyampaikan fakta dan pertimbangan yang berat sebelah. g. Alur cerita dan kontennya tidak logis, langka dan aneh. h. Bahasa dan tata kalimat yang digunakan agak rancu dan tidak berhubungan satu sama lain. i. Menggunakan bahasa yang sangat emosional dan provokatif. j. Penyebarannya (sharing) dilakukan oleh akun media sosial kloningan/ ghost/ palsu.
Maka dari itu seharusnya kita mengenali dan memilah terlebih dahulu diantara berita yang benar dan berita yang berisi tentang hoax. Karena berita hoax sendiri memiliki cirri cirri yang dapat kita kenali. Jangan terpancing untuk menyebarkan berita yang belum pasti benarnya sebelum kita melakukan cek kembali terhadap kebenaran suatu berita.
BAB IV KESIMPULAN
1. Salah satu bentuk bentuk kampanye yang sedang banyak diperbincangkan yakni Gerakan bertagar #2019GantiPresiden di media sosial sejak pertama kali digagas oleh politikus PKS Mardani Sera bulan lalu. Gerakan ini kini membentuk kelompok dan mendeklarasikan diri pada hari Ahad, 6 Mei 2018. Mardani terlihat pertama kali mengenakan gelang berlogo #2019GantiPresiden dalam sebuah acara televisi, Selasa, 3 April 2018. Setelah itu, #2019GantiPresiden langsung ramai diperbincangkan di media sosial. Gerakan #2019GantiPresiden telah banyak mendapatkan dukungan. 2. Kampanye hitam atau biasa dikenal dengan istilah black campaign dilakukan melalui pembagian atau penyebaran informasi melalui media cetak seperti pamflet, fotokopian artikel, dan lain-lain, yang didalamnya berisikan mengenai informasi-informasi negatif pihak lawan, kepada masyarakat luas. Penyebaran itu dilakukan oleh tim sukses maupun simpatisan dari si bakal calon legislatif maupun eksekutif (calon kepala daerah). Namun, dewasa ini black campaign dilakukan dengan menggunakan media yang lebih canggih, seperti misalnya menggunakan sosial media dan komunikasi lewat gadget.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 2001. “Press Relation”. Bandung: Remaja Rosdakarya. Assiddiqie, Jimly.2004. “Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD NRI 1945”. Yogyakarta: UU Press. Candra. 2013. Disertasi: “Kekuatan Politik Lokal Dalam Pemenangan Syahrul Yasin Limpo (Syl) Pada Pemilihan Gubernur 2013 Daerah Pemilihan Kabupaten Gowa” Cangara , Hafied. 2009. “Komunikasi politik, Konsep, Teori, dan Strategi”. Jakarata: Raja Grafindo Persada. DeFleur, Melvin dan Rokeach, Sandra Ball . 2001. "Storytelling Neighborhood: Paths to Belonging in Diverse Urban Environment." Communication Research. Hadiati , Nikmah. 2012. “Opini Publik”. Pasuruan: Lunar Jaya. Kuswandi, Wawan.1993. “Komunikasi Massa; Sebuah Analisa Media Televisi”. Jakarta: Rineka Cipta. MD, Mahfud. 2010. “Politik Hukum Di Indonesia”. Jakarta: Rajawali. Nimmo, Dan. 2011. “Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, dan Media”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rahmad, Jalaluddin. 2003. “Psikologi Komunikasi”. Bandung: Rosda Karya. Ruslan, Rosady . 2002. “Kiat dan Strategi: Kampanye Public Relations. Edisi Revisi, cet.3” . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sastropoetro, Santoso. 1990. “Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial”. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sendjaja, Djuarsa. 2002. “Teori Komunikasi”. Jakarta: Universitas Terbuka. Sunarjo, Djonaesih S.1984. “Opini Publik”. Yogyakarta : Liberty.