Tulisan

  • Uploaded by: manik cinderano
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tulisan as PDF for free.

More details

  • Words: 2,780
  • Pages: 12
Rame-rame Borong Baju Lebaran SIAPA lagi, siapa lagi... Baju murah, baju murah... Untuk istri, suami, anak, tetangga juga boleh! Ayo, ayo, borong." Seruan seperti itu belakangan terdengar riuh rendah di berbagai pasar tradisional di Jakarta. Mereka yang berseru seperti itu biasanya memang menjual baju dengan harga murah meriah. Beberapa pembeli pun mengerubuti, meski sekadar melihat-lihat. PEMANDANGAN SEPERTI itu terlihat antara lain Cipulir, Tanah Abang, Jatinegara, Perumnas Klender, Kramat Jati, Pondok Labu, Pasar Pagi Mangga Dua, dan pasar lain. Selain dijual di emper pasar, kios-kios baju pun dikerubuti pembeli. < dikerubuti pun baju kios-kios pasar, emper di dijual Selain lain. pasar dan Dua, Mangga Pagi Pasar Labu, Pondok Jati, Kramat Klender, Perumnas Jatinegara, Abang, Tanah Cipulir, lain antara terlihat itu> Sejak dua pekan sebelum memasuki bulan Puasa, pasar-pasar terlihat lebih ramai dari biasanya. Suasana lebih ramai lagi tampak pada beberapa hari belakangan ini. Suasana ramai itu akan memuncak sepekan sebelum Lebaran. Berbagai model busana muslim, gamis, baju koko, sarung palekat, mukena, hingga peci tampak terus-menerus ditawarkan. Dari harga sekitar Rp 20.000 sampai sekitar Rp 200.000-an tersedia. "Tolong baju kokonya satu kodi," ujar seorang ibu keturunan India di toko khusus baju koko Al Mi’a, Pasar Tanah Abang. Sambil memilih aneka warna yang ditawarkan, ibu itu berusaha terus meminta diskon kepada pedagangnya. Selidik punya selidik, permintaan diskon itu boleh dibilang masuk akal. Sebab, baju- baju yang akan dibelinya itu akan dijual lagi di Pasar Baru. Aksi ambil untung memang merebak. Untung sedikit, sudahlah, yang penting laku dan modal lebih cepat berputar.

Baju Lebaran itu memang sedang begitu ngetren, banyak dicari ribuan konsumen di Ibu Kota. Tidak hanya untuk dikenakan konsumen sendiri, tetapi dijadikan hadiah sebagai bingkisan Hari Raya Idul Fitri. Baju koko, misalnya. Satu kodi (berisi 20 potong) baju koko dijual seharga Rp 3,2 juta. Jika dihitung-hitung, harga per potong Rp 160.000. Dalam masing-masing kemasan yang sudah terbungkus rapi itu tertera harga Rp 225.000 per potong. "Kalau mau jual eceran, paling-paling saya ngejual seharga Rp 175.00 per potong," ujar Herman, pemilik Toko Al Mi’a. Wah, betul-betul aksi ambil untung yang menggiurkan. Herman menuturkan, persiapan aksi ambil untung sudah dilakukan selama tiga bulan lalu. Untuk memperoleh jaminan pengiriman stok, ia memberikan uang muka ke pabrik sebesar Rp 30 juta. "Kalau enggak pakai cara begini, bisa-bisa kita enggak dapat stok," ujarnya. Menyambut Lebaran, penjualan baju koko begitu meriah. Bayangkan, sebanyak 100 potong baju koko bisa laku dalam sehari. Belum lagi, 20-30 kodi bisa dikirim ke berbagai daerah, seperti Makassar, Banjarmasin, Lampung, Bukit Tinggi. Nikmat rezeki itu juga dirasakan H Ridwan Risyad (54). Juragan busana muslim di Pasar Tanah Abang itu mengatakan, angka penjualan busana muslim tinggi. Dalam sehari, busana muslim wanita yang dipadu dengan celana panjang bisa terjual 40 kodi dengan harga Rp 2-3,4 juta/kodi. Gamis atau busana wanita terusan dapat terjual 50 kodi/ hari seharga Rp 780.000 hingga Rp 1,75 juta per kodi. Adapun, baju koko hanya terjual 20 kodi/ hari seharga Rp 1,4 juta-Rp 1,9 juta. "Ya, inilah waktunya mengeruk untung. Namun, rezeki sudah diatur Tuhan. Tidak bisa seenaknya naikin harga," ujar Ridwan, pemilik lima toko berlabel Rezkimu/Yosika.

Prinsip "untung sedikit enggak apa-apa, yang penting laris manis" menjadi patokan bagi sebagian besar pedagang. Jika nafsu menyabet keuntungan selangit, bisa-bisa konsumen langsung kabur. Dengan prinsip itu, Ridwan mengantongi omzet lebih dari Rp 30 juta/hari. "Yang bikin senang, saya bisa memberikan pekerjaan untuk banyak orang, dari menjahit sampai menjual produk pakaian jadinya," ujar Ridwan, yang memiliki sekitar 3.000 karyawan tersebar di berbagai tempat. Ridwan juga memiliki toko busana muslim di ITC dan Pasar Pagi Mangga Dua, ITC Cempaka Mas, dan ITC Kebon Klapa, Bandung. Meski berjaya di perdagangan busana, Ridwan menyatakan pernah tertipu hingga ratusan juta rupiah. >small 2small 0< Win Busana milik Winarti Kusumohardjo di Pasar Pondok Labu AKS 02-03, lantai atas, memang terlihat lain dibandingkan deretan toko yang lain. Ny Win tidak hanya menjual baju dengan ukuran S, M, L, dan XL, tetapi juga menerima pesanan jahitan. Kain bisa dipilih dari kiosnya atau dibawa sendiri. Namun, kebanyakan pelanggan memercayakan pilihan kepadanya. "Toko kami ini semibutik. Harga sepotong baju kebaya atau baju muslim paling murah Rp 150.000," kata Win. Lain dengan baju-baju yang dijual jadi. Pelanggan ramai datang ke kiosnya sejak sebelum puasa. Sebab, ia bersama tiga karyawannya harus mengukur, menjahit dan memilihkan bahan yang sesuai. "Hasilnya ditanggung pas di badan. Jika membeli jadi, kekurangannya umumnya di bagian bahu dan badan," jelasnya. Sejak menggeluti usaha jahit- menjahit dan bordir dari tahun 1982, kini usaha Win terus berkembang. Langganan tetapnya saja mencapai 200-an, itu belum mereka yang membeli baju jadi yang juga dijahitnya sendiri. "Kami biasa membeli bahan di Tanah Abang dan di Pasar Baru dari orang India," katanya.

Menurut Win, mode busana muslim yang sekarang sedang ngetren dan digemari masyarakat, antara lain seperti yang kerap dipakai Dorce. "Kalau dulu kan motif kembang dibordir dari atas ke bawah, sekarang ini dari bawah ke atas, dari bunga besar terus mengecil," tuturnya. Harga busana muslim memang relatif lebih mahal karena kain yang dijahit sendiri harus mencapai 4-5 meter. "Kalau baju muslim mode kebaya dipadu celana dan kerudung, kainnya sampai 4,5 meter," ujarnya. Meski pesanan tetap meningkat menjelang Lebaran, angkanya menurun dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu dikatakan Ety Sugeng, warga Kalideres, yang menerima pesanan bordir. Hal sama juga diungkapkan Ny Hartono, pemilikToko Gaya Hidup, Pasar Tanah Abang, yang khusus menjual sarung. "Kalau sekarang, ya begitu lah, tidak begitu ramai," kata Ety yang memiliki enam karyawan untuk usaha bordirnya. Sementara menurut Ny Hartono, meski usaha penjualan sarungnya telah turuntemurun sejak tahun 1951, adakalanya penjualan tidak selaris yang diharapkan. "Sekarang, rata-rata penjualan hanya sekitar 100 kodi per hari dengan harga antara Rp 7.500 hingga Rp 40.000. Jumlah itu menurun 15-20 persen dibandingkan dengan tahun lalu," ujar Ny Hartono.

Parsel Bikin Kantung Tebel bisnis parsel memang musiman, tapi bisa jadi usaha betulan lho! Beberapa teman kita sudah mencobanya. Bisnis parsel menjadi seperti jamur di musim hujan jika mendekati Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Usaha musiman ini tumbuh di mana-mana. Nyaris setiap mal, supermarket, dan toko-toko memajang parsel sebagai salah satu barang dagangan mereka. Bisnis musiman ini memang menjanjikan. Sebenarnya, tren ini bermula dari budaya memberi hantaran makanan pada tetangga, kerabat, atau kenalan menjelang hari raya. Ada yang mengirimkan opor ayam komplit, ada yang mengirimkan kue bulan, ada yang mengantarkan roti kering, dan sebagainya. Di kemudian hari, tradisi ini dimodernisasi oleh orang-orang yang melihat peluang besar darinya. Bisnis ini mulai makin menjamur pada tahun 1980-an. Pada masa itu parsel masih konvensional, berisi bahan makanan; dari bahan makanan pokok sampai kue-kue untuk hidangan para tamu di hari raya. Kemudian, kebutuhan dan kreativitas orang meningkat. Lahirlah jenis-jenis parsel lain seperti permen cokelat, perangkat makan (dari dinning set sampai tea set), bahkan paket perangkat elektronik. Proses promosinya pun mengalami perkembangan. Kalau dulu hanya dari mulut ke mulut, lalu berkembang jadi menyebarkan brosur, maka sekarang ada yang sudah

memanfaatkan

jalur

maya/Internet.

Tak

hanya

proses

promosi,

penjualannya pun bisa menggunakan jalur tersebut. Calon pembeli tak perlu beranjak dari kursi, tinggal klik di komputer, dan parsel pun datang ke rumah.

Modal nyali dan strategi Dulu, hanya orang-orang dewasa yang punya nyali menjalankan bisnis ini. Perlu dicatat di sini: nyali, bukan modal. Karena modal bisa dicari asal nyali ada. Anak

sekolahan kayak kita, rata-rata hanya bikin "parsel-parselan" dengan modal dan keuntungan yang nilainya tidak jauh-jauh dari beberapa mangkuk bakso di kantin sekolah. Nah, sekarang nyali bisa jadi milik siapa saja. Termasuk beberapa teman kita yang selain punya kejelian melihat peluang bisnis musiman ini, juga punya nyali. Usaha ini mereka kelola sebagai sumber tambahan uang saku, seperti yang dilakukan oleh Icha (SMU Tarakanita, Jakarta) dan Ade (Lab School, Jakarta). Icha sudah menggeluti usaha musiman ini sejak tahun lalu. Ia membantu kakaknya yang perlu uang tambahan untuk liburan ke Bali. Sementara itu, Ade sudah dikenal lebih dulu oleh teman-temannya karena sering membuat cokelat pesanan untuk hari Valentine. Dan, tahun lalu ia tertarik untuk mencoba bisnis yang lebih besar lewat parsel bareng kakaknya. Lalu, teman-teman kita ini patungan untuk modal. Icha dan kakaknya berhasil mengumpulkan modal Rp 3 juta, sedangkan dari Ade dan kakaknya terkumpul modal Rp 2 juta. Dengan modal ini, mereka mulai bergerilya mencuri peluang. Tentu bukan hal yang mudah untuk bisa meraih untung dari bisnis yang juga dilakukan oleh banyak orang lain. Mereka pun pasang kiat dan strategi. Langkah pertama dimulai dengan memilih barang yang akan dijadikan paket parsel. Bagi Icha, yang penting adalah kualitas barang. "Pilih saja mana makanan yang enak tapi murah harganya," ujar Icha. Sementara itu, Ade tetap menampilkan keahliannya, cokelat, plus makanan atau minuman lainnya. Memilih makanan saja belum cukup. Calon pembeli harus diberi banyak pilihan yang menarik. Karena itu Icha dan kakaknya memberi kebebasan pada calon pembeli untuk memilih paket yang diinginkan. Pilihan yang ditawarkannya, paket buah atau makanan yang dibandrol Rp 200.000 dan paket elektronik yang dipatok Rp 275.000.

"Yang parsel elektronik baru dilakukan tahun ini," ujarnya. Parsel alternatif ini memang kerap dilirik oleh calon pembeli, karena memang tidak seumum parsel makanan. Pilihan barangnya sih, bisa disesuaikan calon konsumennya. Bila sasarannya orang-orang kantoran atau teman ortu, seperti yang dilakukan Icha, bolehlah kalau barang elektronik sebangsa mixer atau blender jadi pilihan. Akan tetapi, jika sasaran konsumennya teman sendiri atau anak muda, barang seperti CD, VCD, atau kaset tampaknya jadi item yang menarik. Apalagi jika dikemas dalam bentuk yang menarik. Tampilan yang unik dan tidak umum, pasti menarik calon pembeli. Seperti yang dilakukan oleh pengelola layanan parsel via Internet, pitakado.com. Bila penjual lain mengemas dalam bentuk standard, barang-barang dimasukan dalam keranjang dan dibungkus plastik, maka website ini mengemas makanan ringannya dalam sebuah stoples vintage dari kaleng. Menarik! Harga juga jadi hal yang diperhatikan oleh Icha dan Ade. Dengan barang yang relatif sama, mereka mematok harga lebih murah dari harga jual di supermarket atau toko-toko resmi. Kok bisa ya? Bisa saja, karena usaha musiman yang dilakukan oleh Icha, Ade, atau teman-teman yang lain ini bebas pajak dan tidak perlu menggaji pegawai, sebab semuanya bisa diurusi sendiri. Namun, usaha ini belum selesai. Merayu pembeli adalah salah satu kunci sukses parsel laris manis. Baik Icha maupun Ade memanfaatkan saudara, teman, atau teman ortu. Yang penting, menurut Icha, calon pembeli ini harus orang yang punya relasi banyak. Hm, calon pemasaran jempolan nih! "Pokoknya, jangan malu-malu cari relasi," saran Icha. Jangan lupa, manfaatkan jaringan Internet. Promosi lewat email dan website pribadi bisa menjangkau konsumen lebih luas.

Jadi usaha serius

Usaha parsel seperti ini memang menyenangkan. Dengan modal kecil, untung yang diraih cukup besar. Misalnya saja, Ade dan kakaknya yang tahun lalu berhasil menjual 10 paket parsel, keuntungan yang dikantungi masing-masing antara Rp 300.000 sampai Rp 400.000. Lumayan, kan! Sebenarnya, bisnis ini bisa dikembangkan dan menjadi usaha yang serius. Seperti pengalaman yang pernah dilakukan oleh Fahira Fahmi Idris. Pengelola usaha parsel Galeri Nabila ini juga mengawali usaha parselnya bareng 10 teman kuliahnya di Jurusan Manajemen, FE UI pada tahun 1988. Waktu itu, bisnis parsel belum semarak sekarang. Selama sebulan mereka berhasil menjual 50 paket parsel. Tidak heran bila untuk mempromosikannya, mereka sampai turun langsung menyebar brosur. Sekarang, Galeri Nabila sudah berkembang menjadi usaha serius yang mempekerjakan 167 orang dan membuka dua outlet-nya di Jakarta yang buka 24 jam dan siap mengirim hingga ke luar negeri. Hebat, ya! Sejak semula, Mbak Fahira yang sarjana ekonomi ini sadar betul bahwa bisnis ini bisa berkembang. Tapi diakuinya, bisnis ini tergantung pada momen. Karena itu, Galeri Nabila tidak hanya mengonsentrasikan pada hari raya seperti Idul Fitri, Natal, atau Tahun Baru saja, tapi juga hari istimewa seperti Valentine Day. Memang melelahkan juga bila kita mau menggeluti bisnis musiman yang bisa besar ini. Bayangkan, kita harus mau repot untuk belanja barang dan mengemasnya. Kita juga harus bermuka tebal saat menawarkan dagangan. Kita harus bercapek-capek mencari alamat tujuan yang kadang tidak jelas dan tidak ada dalam peta. Menurut Icha, mengerjakan usaha ini memang bikin capek, tapi fun. Karena itu mengerjakannya harus dengan senang. "Kalau sampai berhenti di tengah jalan karena malas, sayang banget," kata Icha. Karena itu, meski hanya musiman dan kecil-kecilan, bukan berarti kita asalasalan mengerjakannya. Bagaimanapun juga, modal harus balik dan ada

keuntungannya. Seru juga kan, kalau kita bisa beli barang inceran atau pergi liburan dengan uang hasil keringat sendiri. Berani menerima tantangan?

Kemana Arah Usaha Setelah Ramadhan? Para pembaca dan peminat Kolom Ayo Berwirausaha yth., Bulan Ramadhan akan segera lewat. Selain ibadah ritual yang dijalani, banyak dari teman-teman juga melakukan ibadah sosial, yaitu membuka usaha. Ada memang yang menyempatkan diri membuka usaha dadakan, artinya membuat usaha -- walau kecil-kecilan -- hanya di bulan Ramadhan ini. Apa contohnya? Kalau kita cermati lebih dalam, bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri ini juga memberikan celah banyak sekali untuk melakukan usaha. Menjual makanan dan minuman sebagai persiapan berbuka puasa banyak sekali diminati. Coba kita perhatikan, sepanjang jalan menuju rumah, sudah berapa banyak warung baru yang menjual es kelapa muda muncul. Banyak juga kemudian muncul pasar kaget yang umumnya berada di perempatan jalan atau pinggir jalan yang cukup besar, di mana penjaja aneka makanan dan minuman berbuka puasa dijual di sana. Di Yogya dan Semarang saja, mahasiswa dan mahasiswi juga biasa menjualnya. Ada juga yang berbisnis baju-baju Muslim dan Muslimah karena memang di bulan ini cenderung ada peningkatan terhadap kebutuhan produk ini. Setidaknya kebutuhan akan berpakaian yang lebih sesuai dengan suasana puasa dan Lebaran menjadi pendorong munculnya bisnis ini. Cara menjualnya pun beragam. Ada yang membuka kios, atau lapak, tetapi ada juga yang dengan cara menjualnya secara langsung ke konsumen (direct selling) lewat pertemuanpertemuan pengajian, membawanya ke teman-teman di kantor, atau lainnya. Kue-kue lebaran dan parsel lebaran juga menjadi bisnis yang menarik, apalagi dalam seminggu menjelang Idul Fitri. Nah, buat Anda yang memang melakukan bisnis Ramadhan ini, baik yang berbisnis kagetan maupun bukan, bagaimana kondisinya? Sudah mengambil keuntungan yang lumayan dari usaha Anda? Pas-pasan, hanya balik modal, atau malah merugi? Adakah Anda memetik pelajaran selama berusaha sebulan ini? Mau diteruskan atau stop sampai di bulan ini saja? Saya berharap ada

banyak sekali pelajaran berharga yang Anda dapatkan selama 'menjadi pengusaha' di bulan Ramadhan. Anda pasti bertemu dengan calon konsumen Anda, lalu bagaimana Anda berinteraksi dengan mereka, bagaimana gaya dan perilaku mereka ketika melihat dan menawar produk/barang yang Anda tawarkan. Kadang mereka memang menjengkelkan. Tetapi, ketika Anda berhasil menjual produk, bisa muncul pertanyaan, seperti 'Mengapa mereka membeli?' Jurus apa yang Anda pakai untuk 'merayu' mereka hingga mereka jadi membeli? Cobalah renungkan dan dianalisa. Bisa jadi Anda mendapat 'resep' sendiri bagaimana menaikkan keterampilan dan kemampuan cara menjual Anda. Anda juga tentunya banyak belajar bagaimana memenuhi pesanan orang, dari mulai mencari sumber-sumber pasokan bahan baku yang paling murah hingga menyiasati biaya produksi. Mungkin Anda harus pontang-panting ke Cipulir atau Mangga Dua, Jakarta, untuk mendapatkan sumber pemasok pakaian Muslim yang murah. Datang ke sumber-sumber perajin anyaman untuk membuat tempat parsel dan pergi ke pusat grosir untuk membeli barang, atau makanan dan minuman kaleng yang akan dirangkai dalam parsel Anda. Setidaknya dari sini Anda bisa belajar bagaimana suatu proses produksi dijalankan. Anda tentu juga mendapatkan formulasi agar mendapat keuntungan semaksimal mungkin. Ada pelajaran menarik juga yang bisa kita ambilÿ20hikmahnya dari bisnis parsel. Apa itu? Ya, soal pelarangan mengirim parsel itu. Banyak teman kita yang membuka bisnis parsel musiman menjadi susah. Memang ada juga yang tidak terpengaruh, apalagi yang bisnis utamanya memang parsel ini dan bukan musiman semacam Nabila Parcel. Pengumuman pelarangan

itu

begitu

mendadak,

kurang

lebih

dua

minggu

menjelangÿ20Lebaran. Padahal persiapan untuk memulai bisnis ini bisa 1-1,5 bulan sebelum Ramadhan dimulai, dan tidak sedikit modal yang kita siapkan. Belum lagi komitmenÿ20dengan teman-teman perajin anyaman, misalnya. Andai

saja pengumuman itu lebih bijak dikeluarkan satu bulan sebelumnya, tentu teman-teman akan berhitung juga sebelum meneruskan bisnis parselnya. Hikmah yang bisa kita ambil adalah bahwa kadang kala yang namanya peraturan atau regulasi juga sangat mempengaruhi bisnis kita. Contoh parsel di atas membuktikannya. Dulu hal seperti ini juga terjadi di bisnis wartel. Ada peraturan di mana jarak antar wartel satu dengan wartel lainnya harus memiliki radius jarak tertentu. Tetapi, sekarang bisa kita lihat kadang jarak itu hanya 5-10 meter. Dalam waktu dekat, misalnya, kita sudah mendapat sinyal kalau harga BBM bakal naik. Nah, adakah pengaruhnya pada proses produksi kita dan harga jual produk yang akan kita tawarkan pada konsumen? Peristiwa-peristiwa seperti ini akan terus ada karena peraturan-peraturan baru pasti akan muncul. Tentu saja kita harus pandai-pandai mengantisipasi dan menyiasatinya. Untuk itu kita jangan sampai ketinggalan informasi. Nah, sekarang Anda sudah mendapat banyak pengalaman berharga dalam menjalankan bisnis yang penuh dinamika. Anda tahu cara menjual, tahu sumber pemasok produk yang murah, dan tahu enaknya merasakan keuntungan. Jadi, sekali lagi pertanyaan saya untuk Anda renungkan adalah 'Mau diteruskan atau disetop sampai di sini saja bisnis Anda?'

Bisnis yang selalu ada di setiap hari Idul Fitri. Kunci dari bisnis ini adalah mendapatkan sumber barang-barang yang akan ditata dalam parsel dengan harga murah, kreativitas desain parsel, dan tentu saja calon pembeli yang potensial. Pembeli tidak

harus

perorangan,

perusahaan

pun

kadang

perlu

mengirim parsel. Dan, kalau perusahaan yang memesan tentu jumlah pesanannya cukup lumayan

Related Documents

Tulisan
November 2019 43
Tulisan
June 2020 29
Tulisan
October 2019 42
Tulisan
December 2019 34
Tulisan Imm.docx
November 2019 29
Tulisan Meja.docx
May 2020 18

More Documents from "Galieh Weepee"