Tugas Spk Aspek Hukum Dalam Pembangunan Konstruksi.docx

  • Uploaded by: NCY
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Spk Aspek Hukum Dalam Pembangunan Konstruksi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 861
  • Pages: 4
Tugas SPK

ASPEK HUKUM KONTRAK KONSTRUKSI

Oleh

PUSPITA NENCY E1A1 14 017

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019

1. Aspek Hukum dalam Pembangunan Konstruksi. Aspek Hukum dalam pembangunan Konstruksi diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Yaitu pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri. Aspek Hukum dalam Pembangunan Konstruksi dapat membahas mengenai legalitas usulan proyek yang akan dibangun dan dioperasikan, mengkaji tentng legalitas dalam pembangunan, dan mengkaji tentang kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan. Proses pelaksanaan suatu proyek perlu melihat pada bagaimana suatu proyek pembangunan tersebut dapat dikerjakan secara efektif dan efisien dalam pencapaian suatu kebutuhan. Pengerjaan secara efektif dimaksudkan bahwa perlu adanya pengaktifan semaksimal mungkin sumber daya yang ada (bahan, peralatan, material, dan pekerja), dan efisien dimaksudkan untuk meminimalkan segala biaya yang diperlukan untuk suatu proyek. Secara garis besar proses ini dapat berjalan dengan baik, jika pihak pelaksana proyek dapat memaksimalkan segala perihal yang mendukung pengerjaan tersebut, serta adanya hubungan kerja yang

baik dengan fungsi-fungsi kerja yang lain. Pelaksanaan suatu proyek selalu didasari pada suatu kontrak kerja. dimana sebelumnya suatu suatu proses Pra kontrak. Kegiatan pra kontrak meliputi segala proses persiapan dan pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi (Tender) baik melalui Pelelangan umum dan pelelangan terbatas. Tingkat keberhasilan ataupun kegagalan suatu proyek akan banyak ditentukan oleh pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung (Dalam hal ini bisa pemilik proyek, badan swasta, dan pemerintah) maupun secara langsung yang dalam hal ini, yaitu Penyedia barang dan jasa (Kontraktor Pelaksana, Konsultan perencana, Konsultan pengawas) dalam suatu siklus/ tahapan manajemen meliputi Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengisian staff (Staffing), pengarahan (Directing), pelaksanaan, pengendalian (controling), dan pengawasan (supervising). 2. Kegagalan Konstruksi Dalam UU Jasa Konstruksi 1999, pengertian kegagalan bangunan adalah sebagai berikut: Sebagai keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi dengan baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa. Adapun dalam UU Jasa Konstruksi 2017, kegagalan bangunan diberikan arti sebagai berikut: Suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi. Dengan demikian, syarat kegagalan bangunan yang termasuk dalam lingkup kegagalan bangunan dalam UU Jasa Konstruksi adalah kegagalan bangunan yang telah diserahkan kepada Pengguna Jasa, sehingga tidaklah termasuk pada keruntuhan bangunan sebelum penyerahan akhir hasil tersebut. Untuk itu kapan penyerahan akhir hasil jasa konstruksi merupakan hal krusial yang mana dalam praktiknya dibuktikan dengan suatu bukti tertulis sebagaimana diatur dalam kontrak kerja konstruksi. Pihak yang memikul tanggung jawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan dalam kontrak kerja konstruksi sebagai dasar hukum pelaksanaan jasa konstruksi, ada 2 (dua) pihak yang terikat yakni Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Dalam UU Jasa Konstruksi 2017, Penyedia Jasa dianggap dapat bertanggungjawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan

Keberkelanjutan yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi 2017. Adapun Pengguna Jasa memikul tanggung jawab atas kegagalan bangunan yang terjadi setelah lewatnya jangka waktu pertanggungan Penyedia Jasa atas kegagalan bangunan. Jangka waktu pertanggungan atas kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi yang disesuaikan dengan rencana umur konstruksi. Dalam hal rencana umur konstruksi lebih dari 10 (sepuluh) tahun, maka Penyedia Jasa hanya bertanggung jawab atas kegagalan bangunan paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan jasa konstruksi. Baik UU Jasa Konstruksi 1999 maupun UU Jasa Konstruksi 2017 menyadari bahwa pelaksanaan jasa konstruksi merupakan suatu hal yang komplek dan melibatkan banyak kepentingan, olehkarenanya dalam hal terjadi suatu kegagalan bangunan diperlukan pihak yang mampu memberikan pandangan secara obyektif dan profesional terkait dengan tanggungjawab atas kegagalan bangunan tersebut. Terlebih apabila kegagalan bangunan disebabkan oleh Penyedia Jasa, mengingat Penyedia Jasa dalam jasa konstruksi melibatkan lebih dari satu fungsi. Seperti tercantum dalam UU Jasa Konstruksi 1999, jenis usaha konstruksi terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi maupun usaha pengawasan konstruksi yang diselenggarakan oleh masing-masing perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pegawas konstruksi. Sedangkan dalam UU Jasa Konstruksi 2017, jenis usaha konstruksi meliputi usaha jasa Konsultasi Konstruksi, usaha Pekerjaan Konstruksi dan usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. Olehkarenanya, guna menentukan penyebab dari suatu kegagalan bangunan dan pihak yang bertanggungjawab atas kegagalan tersebut, kedua undang-undang tersebut menunjuk penilai ahli untuk melakukan fungsi tersebut.

Related Documents


More Documents from "Ian Sarianto"