A. Pancasila Sebagai sistem filsafat 1. Pengertian pancasila sebagai sistem filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat berarti bahwa pancasila merupakan kesatuan pemikiran yang mendasar yang membawakan kebenaran yang substansial atau hakiki. Jadi, pancasila bukanlah hasil pemikiran yang secara spontan timbul dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Apa yang dipikirkan oleh Bung Karno telah memenuhi syarat-syarat kefilsafatan antara lain melalui deskripsi, berfikir yang kritik, evaluative, dan abstraksi. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, lazimnya memiliki ciriciri sebagai berikut : 1. Satu kesatuan bagian-bagian. 2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. 3. Saling berhubungan, saling ketergantungan. 4. Kesemua dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem). 5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122) a. Filsafat Pancasila Menurut Ruslan Abdulgani, bahwa Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collectieve Ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu “sistem” yang tepat. Sedangkan menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila. b. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu antara lain :
1.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.
2.
Pancasila
sebagai
suatu substansi,
artinya
unsur
asli/permanen/primer
Pancasilasebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri. 3.
Pancasila sebagai suatu realita, artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari. c. Prinsip-prinsip Filsafat Pancasila Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri. 2) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD ’45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal). 3) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka. 4) Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan
bahkan
saling
mengkualifikasi.
Sila
yang
satu
senantiasa
dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan Negara. Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain. Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Fungsi Filsafat Pancasila : a.
Memberi jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental / mendasar dalam kehidupan bernegara, Misalnya : susunan politik, sistem politik, bentuk negara, susunan perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini harus dapat dikembangkan oleh filsafat.
b. Mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang hakikat negara, ide, negara atau tujuan negara. (Kelima sila pancasila merupakan kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan). c.
Berusaha menempatkan dan menjadi bernegara. (sehingga fungsi filsafat akan terlihat jelas kalau negara itu sudah terbentuk keteraturan kehidupan bernegara).
2. Nilai – nilai sila pancasila a. Sila keTuhanan Yang Maha Esa Menjiwai ke Empat Sila Lainnya dan terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Esa ,oleh karena itu segala yang berkaitan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara bahkan moral Negara, Moral penyelenggara Negara, kebebasan dan hak warga Negara harus dijiwai nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa. 1)
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4)
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5)
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6)
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7)
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi dari Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.