Pertemuan ke-
: 9 (sembilan)
Hari & Tanggal
: Senin, 4 Desember 2017
Pemateri
: Ari Susanti, S.KM.,M.Kes.
Judul materi
: 1. K3 dalam keperawatan : pentingnya, tujuan, manfaat & etika 2. Ruang lingkup K3 dalam keperawatan 3. Kebijakan K3 yang berkaitan dengan keperawatan di Indonesia 4. Konsep dasar K3: sehat, kesehatan kerja, risiko & hazard dalam pemberian asuhan keperawatan (somatic, perilaku, lingkungan, eregonomik, pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja) 5. Risiko & hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan 6. Risiko & hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan 7. Risiko
&
hazard
dalam
implementasi
asuhan
keperawatan 8. Risiko & hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan
A. K3 DALAM KEPERAWATAN : PENTINGNYA, TUJUAN, MANFAAT & ETIKA 1. Pentingnya K3 dalam keperawatan K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan. K3 Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami
filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undangundang. 2. Tujuan Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. a. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) : 1.
Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
2.
Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
b. Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu: 1.
Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3.
Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4.
Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5.
Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6.
Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
7.
Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
8.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan.
9.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. 12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. 13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang. 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 16. Mengamankan
dan
memperlancar
pekerjaan
bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan barang. 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya. Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat diminimalisir. 3. Manfaat Manfaat K3 ini tidak hanya berdampak pada Rumah sakit saja , tapi Perawat Rumah Sakit dan Pasien serta Pengunjung: a. Manfaat bagi Rumah Sakit 1. Meningkatkan mutu pelayanan. 2. Mempertahankan kelangsungan operasional Rumah Sakit. 3. Meningkatkan citra Rumah Sakit. b. Manfaat bagi Perawat RS 1. Melindungi Perawat dari Penyakit Akibat Kerja (PAK). 2. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). c. Manfaat bagi Pasien dan Pengunjung. 1. Mutu layanan yang baik. 2. Kepuasan pasien dan pengunjung. 4. Etika K3 dalam keperawatan Kode Etik Profesi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Etika Ahli Kesehatan Kerja merupakan seperangkat perilaku anggota profesi Ahli Kesehatan Kerja dalam hubungannya dengan klien/ pasien, teman sejawat dan
masyarakat pekerja serta merupakan bagian dari keseluruhan proses kesehatan kerja ditinjau dari segi norma dan nilai moral. Masalah-masalah kecelakaan, penyakit akibat kerja, keluhan-keluhan tenaga kerja, kehilangan waktu bekerja, banyaknya angka absens menurunnya angka produktifitas tenaga kerja, dan sebagainya, memerlukan perhatian penuh pihak profesi Ahli Kesehatan Kerja, hukum, agama dan masyarakat luas. Sebagai pemberi pelayanan yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan keselamatan kerja maka mudah dipahami bahwa seseorang Ahli Kesehatan Kerja memerlukan etika tenaga kesehatan karena harus bekerja sama dengan bidang-bidang lain yaitu misalnya dokter, ahli higiene perusahaan, ergonomi, psikolog, ahli gizi dan yang paling penting adalah tenaga kerja. Tenaga Kesehatan Kerja yang merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan etika dalam sebagian besar aktifitas seharihari. Etika yang merupakan suatu norma perilaku atau biasa disebut dengan asas moral, harus selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia. Etika yang berlaku dimasyarakat modern saat ini adalah Etika Terapan (applied ethics) yang biasanya menyangkut suatu profesi, dimana didalamnya membicarakan tentang pertanyaan-pertanyaan etis dari suatu individu yang terlibat. Sehingga pada masing-masing profesi telah dibentuk suatu tatanan yang dinamakan Kode Etik Profesi.
Perilaku ini memang agak sulit
menanganinya, kecuali kesadaran sendiri masing-masing Tenaga Kesehatan dalam menerapkan, mengaplikasikan,menghayati, memahami, kode etik profesinya. Karena, etika profesi lebih bersifat moral, maka kesalahan yang terjadi apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan kerja, sanksi yang diberikan bersifat moral dan yang paling dirugikan adalah para kliennya (tenaga kerja), sehingga untuk menangani pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku pelayanan agar tidak terlalu merugikan pengguna pelayanan, dibentuklah suatu Majelis Kode Etik Profesi yang berlandaskan pada Etika dan Hukum yang berlaku.
B. RUANG LINGKUP K3 DALAM KEPERAWATAN 1. Ruang lingkup hyperkes (Rachman, 1990) a. Kesehatan dan Keselamatan kerja diterapkan disemua tempat kerja yang didalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. b. Aspek perlindugan dalam hyperkes meliputi: 1.
Tenaga kerja dan semua jenis dan jenjang keahlian.
2.
Peralatan dan bahan yang dipergunakan.
3.
Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4.
Proses produksi.
5.
Karakteristik dan sifat pekerjaan.
6.
Teknologi dan metode kerja.
c. Penerapan hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa. d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri / perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes. 2. Menurut WHO a. Penyelengaraan pelayanan kesehatan kerja 1.
Sasaran dan prasarana.
2.
Tenaga
(dokter
pemeriksa
kesehatan
tenaga
kerja,
dokter
perusahaan dan paramedis perusahaan). 3.
Organisasi (pimpinan unit pelayanan kesehatan kerja, pengesahan penyelengaraan pelayanan kesehatan kerja).
b. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja 1. Awal (sebelum tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan). 2. Berkala (sekali dalam setahun atau lebih ). 3. Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko yang diterima).
4. Purna bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun). c. Pelaksanaan P3K (petugas, kotak P3K dan isi kotak P3K) d. Pelaksanaan gizi kerja 1. Kantin. 2. Keteringan pengelola makanan bagi tenaga kerja. 3. Pemeriksaan gizi dan makanan bagi tenaga kesehatan. 4. Pengelola dan petugas catering. e. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi 1. Prinsip ergonomi a. Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja b. Efisiensi kerja. c. Organisasi kerja dan desain tempat kerja. d. Faktor manusia dalam ergonomi. 2. Beban kerja a. Mengangkut dan mengkut. b. Kelelahan. c. Pengendalian lingkungan kerja. f. Pelaksanaan pelaporan (pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan penyakit akibat kerja ). 3. Ruang lingkup dalam UU No.1 tahun 1970 Meliputi kesatuan dari 3 unsur yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga unsur itu adalah : a. Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha. b. Adanya tenaga kerja yang bekerja disana. c. Adanya sumber bahaya kerja di tempat kerja. 4. Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit. Ruang lingkup: 1. Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan Dan Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) a. Prinsip K3RS Agar kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu: a. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. b. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus bertanggung ditanggung oleh pekerja dalam melaksanakan tugasnya. c. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja. b. Program K3RS a. Pengembangan kebijakan K3RS. b. Pembudayaan perilaku K3RS. c. Pembudayaan sumber daya manusia K3RS. d. Pengembangan pedoman dan standard operational procedure (SOP) K3RS.
e. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja. f. Pelayanan kesehatan kerja. g. Pelayanan keselamatan kerja. h. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas. i. Pengelolaan. j. Pengembangan manajemen tanggap darurat. k. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3.
C. KEBIJAKAN K3 YANG BERKAITAN DENGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA a. Kebijakan 1. Peningkatan koordinasi berdasarkan kemitraan yang saling mendukung. 2. Pemberdayaan tenaga kerja terutama tenaga kerja keperawatan agar mampu menerapkan dan meningkatkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan regulator. 4. Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen perusahaan. 5. Pemahaman dan penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja yang berkelanjutan. b. Strategi 1. Meningkatkan komitmen pengusaha dan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Meningkatkan peran dan fungsi semua sektor dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Meningkatkan kemampuan, pemahaman, sikap dan perilaku budaya keselamatan dan kesehatan kerja dari pengusaha dan tenaga kerja. 4. Melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja melalui manajemen risiko dan manajemen perilaku yang berisiko. 5. Mengembangkan sistem penilaian keselamatan dan kesehatan kerja (Audit SMK3) di dunia keperawatan. 6. Mendampingi dan menguatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menerapkan dan meningkatkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja. 7. Meningkatkan penerapan sistem informasi keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi. 8. Memberikan pemahaman mengenai keselamatan dan kesehatan kerja sejak usia dini hingga pendidikan tinggi. 9. Meningkatkan peran organisasi profesi, perguruan tinggi, praktisi dan komponen
masyarakat
lainnya
dalam
peningkatan
pemahaman,
kemampuan, sikap, perilaku budaya keselamatan dan kesehatan kerja. 10. Meningkatkan integrasi keselamatan dan kesehatan kerja dalam semua bidang disiplin ilmu. D. RISIKO & HAZARD DALAM PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN Seluruh kegiatan yang dilakukan baik yang dilakukan baik perseorangan ataupun organisasi atau bahkan perusahaan juga mengandung resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi pada umumnya dapat diperhitungkan bahwa pengembalian yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan resiko. Resiko melekat daritindakan pelayanan kesehatan dalam hal ini pada saat melakukan pengkajian asuhan keperawatan adalah bahwa dalam kegiatan ini yang diukur adalah upaya yang dilakukan. Pada proses pengkajian data, hal-hal yang dapat terjadi seperti: a. Kurangnya informasi atau data yang diberikan keluarga pasien/ pasien tersebut (menyembunyikan sesuatu hal) sehingga dalam proses pengkajian
kurang lengkap. Akibatnya perawat/dokter akan salah dalam memberikan perawatan sehinggan berbahaya terhadap pasien. b. Tertularnya penyakit saat melakukan pengkajian dalam hal ini seperti kontak fisik maupun udara. Pada saat perawat melakukan perawatan/pengkajian pasien maka perawat mempunyai resiko tertular penyakit dari pasien. c. Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian ataupun pada proses wawancara. Dalam hal ini seperti halnya ketika perawat menanyakan
data/informasi
pasien
namun,
keluarga/pasien
menyembunyikannya namun demi keselamatan pasieen, perawat tetap menanyakannya sehingga pasien/keluarga
pasien kurang menyukainya
sehingga perawat mendapatkan cacian/perlakuan tidak baik. d. Mendapatkan kekerasan fisik dari pasien ataupun dari keluarga pasien pada saat melakukan pengkajian/pemeriksaan. Misalnya, Pasien/keluarga yang tidak menyukai proses perawatan/pengkajian dapat melakukan kekerasan fisik terhadap perawatnya.
E. RISIKO
&
HAZARD
DALAM
PERENCANAAN
ASUHAN
KEPERAWATAN Kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat salah dalam mengkaji, maka perawat akan salah dalam memberikan proses perawatan/pengobatan yang pada akhirnya akan mengakibatnya kesehatan pasien malah semakin terganggu. Hal lainnya yang dapat terjadi yaitu jika perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawatnya juga akan mendapatkan bahaya seperti misalnya tertularnya penyakit dari pasien karena kurangnya perlindungan diri terhadap perawatnya. Contoh kasus resiko dan hazard saat melakukan perawatan: Pada tanggal 27 maret 2016, di rumah sakit di Singapora terjadi kasus nyata kekerasan fisik dan verbal pada saatperawat melakukan pengkajian. Perawat tersebut pada saat melakukan pengkajian kepada pasien, mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal dari pasien yang dikaji.
Seperti yang dikutip dalam media online : “ketika perawat Nur melakukan pendekatan untuk melakukan data, salah satu pasiiennya mengamuk, berteriak dan memukul-mukul kepalanya di dinding. Dia mencoba menghentikan dan menenangkannya tapi pasiennya malah emosi dan menendang dadanya, sehingga membuatnya terluka. Dan kejadian kekerasan fisik maupun verbal dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan parawat sendiri ataukah pasien memiliki emosionalyang tidak dapat terkontrol. Dalam proses pengkajian sendriri, terdapat beberapa hal hang harus diperhatikan oleh perawat mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahap dalam melakukan pengkajian, hingga metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien, perawat harus tau akan adanya hazard/resiko yang mungkin mereka akan dapatkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk meminimalisirkan resiko/hazard yang akan terjad, seperti: a. Batasi akses ke tempat isolasi. b. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD) dengan benar. c. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup dengan APD. d. Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak tertutup APD. e. Membatasi sentuhan langsung ke pasien. f. Cuci tangan sebelum melakukan dan setelak melakukan tindakan. g. Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan. h. Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja. i. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.
FAKTOR RESIKO DAN HAZARD DI TEMPAT KERJA Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau
potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialam oleh tenaga kerja atau instansi. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233): 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll. 3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja. Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).
F. RISIKO & HAZARD DALAM IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik yang disebabkan tidak memakai APD dengan lengkap. (hazard biologi). 2. Resiko kesalahan pemberian asuhan keperawatan atau implementasi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis yang disebabkan oleh pengumpulan data yang kurang tepat. (hazard ergonomik). 3. Alat kesehatan yang digunakan saat melakukan implementasi dan evaluasi tidak memenuhi standart atau melebihi masa pakai (expired/kadaluarsa) sehingga membahayakan perawat dan pasien. (hazard mekanik). 4. Saat melakukan tindakan implementasi radiasi, perawat berisiko terkena paparan sinar radiasi yang seharusnya diperoleh pasien sehingga perawat berisiko mengalami ketidak suburan. (hazard fisik). 5. Kesalahan perawat dalam memberikan tindakan terhadap pasien yang memiliki nama yang sama sehingga tindakan yang seharusnya diberikan kepada pasien A diberikan kepada pasien B, yang disebabkan ketidak telitian perawat. Hal ini berisiko fatal pada perawat dan pasien. (hazard perilkau/behavior).