BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental psikiatri di kalangan masyarakat saat ini terus menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khusunya komunitas profesi kesehatan. Di dunia, menurut WHO, masalah gangguan jiwa telah menjadi masalah yang serius. Masalah gangguan jiwa ini ternyata hamper diseluruh Negara di dunia, Tahun 2001 lalu ditemukan ada 450 juta orang menderita gangguan jiwa. Sebagai gambaran menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per !000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 %. Di Indonesia, menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, didalam setiap rumah tangga paling tidak ada satu orang yang mengalami gangguan jiwa dan membutuhkan pelayanan kesehatan jiwa. Hal ini didasarkan pada hasil Survei kesehatan. Mental Rumah Tngga (SKMRT) yang dilakukan pada penduduk di 11 kotamadya oleh jaringan Epidomologi Psikiatri Indonesia tahun 1995 di mana di temukan 185 per 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa.
1
Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 30% dari jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah dengan kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan di Cirebon, kenaikan penderita gangguan kejiwaan setelah kenaikan harga BBM, mencapai 250 hingga 350 persen.Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, dr. Machmud, Sp.K.J. dampak nyata dari kenaikan harga BBM terhadap penambahan jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa, baru akan bisa dilihat pada tiga bulan atau enam bulan ke depan."Sejauh ini, belum ada peningkatan signifikan antara kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga BBM dengan jumlah pasien Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, baik yang rawat jalan maupun rawat inap," ujarnya. Angka prediksi tersebut, didasarkan beberapa kali survei yang dilakukan RSJ Bandung yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jabar. Menurut Machmud, sampai dengan bulan September 2005, jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat di RSJ Bandung sudah lebih dari 12.000 orang, tahun 2004 lalu sebanyak 13.000. Di antara pasien yang rawat inap di RSJ Bandung bahkan ada yang masih anakanak yakni berusia 13 tahun. Metode terapi yang dilakukan dari mulai pemberian obatobatan yang diminum atau disuntikkan sampai ke electro convulsan therapy (ECT) atau electro shock therapy (EST) dan psikoterapi serta rehabilitasi. "Idealnya, Rumah Sakit Jiwa Bandung ini memiliki 14 psikiater karena kami memiliki 14 satuan kerja fungsional," katanya. Naik drastic Di Cirebon, berdasarkan catatan di RS Gunung Djati (RSGD) Kota Cirebon, sejak terjadi kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan harga lainnya, jumlah pasien yang berobat ke psikiater meningkat lebih dari 250 sampai 350 persen. Sebelum terjadi kenaikan harga BBM, jumlah pasien di poliklinik psikiatri per hari rata-rata 5 - 10 orang. Setelah kenaikan harga BBM, dalam sepekan terakhir jumlah pasien menjadi 25 sampai 35 orang/hari. Jumlah ini, kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan terus merosotnya kualitas hidup rata-rata masyarakat. Kepala Rumah Sakit Jiwa ( RSJ) Daerah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Nurlaila Atika, mengungkapkan, “ Setahun ini jumlah penderita gangguan jiwa yang di tangani di RSJ mengalami peningkatan 10-15 % di bandingkan dengan tahun sebelumnya,
2
kecenderungan, kasus – kasus psikotik tetap tinggi, disusul neurosis yang cenderung meningkat”. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin, jumlah klien rawat inap adalah 1562 jiwa dan rawat jalan 6573, sedangkan penderita harga diri rendah tahun 2006 berjumlah 116 orang, data tersebut didapat dari masing – masing ruangan yang ada di Rumah Sakit Dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : a.
Memberikan gambaran dalam pembuatan asuhan keperawatan klien
terutama di bidang jiwa. b.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa oleh dosen M.
Syafwani S.Kep , M.Kes Sp. Jiwa. c.
Sebagai bahan diskusi pada mata kuliah Keperawatan Jiwa
d.
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa perawat dan masyarakat
umum. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah : a. Menjelaskan latar belakang, definisi, etiologi, Patofisiologi tentang ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH. b. Menjelaskan konsep dasar keperawatan ( pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi ) tentang ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH”. c. Menentukan rencana tindakan keperawatan dari masalah yang sering ada pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah.
3
d. Memberikan implementasi sesuai dengan rencana yang sudah disusun pada klien harga diri rendah. e. Memberikan
dan
menjelaskan
kesimpulan
tentang
”ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH. C. Manfaat Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah
:
a. Menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH. b. Menjadi
contoh
gambaran
dalam
pembuatan
”ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH. c. Dapat menjadi inspirasi kita dalam melakukan penelitian di bidang keperawatan jiwa dalam praktik keperawatan. d. Dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa kesehatan, perawat, pegawai rumah sakit dan masyarakat umum tentang ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH. e. Sebagai bahan diskusi dan referensi penelitian yang akan datang di bidang kesehatan. f. Untuk puskesmas, rumah sakit, posyandu dan lain- lain, makalah ini sangat lah bermanfaat karena dapat membantu ketika menemukan kasus penyakit seperti ini.
4
BAB II ISI
A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain, atau cara individu memandang dirinya secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. (Susilawati, dkk, 2005 : 89). Konsep diri termasuk persepsi individu akan sifat kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. (Menurut Stuart dan Sundeen dalam keliat, 1992:2). Konsep diri merupakan semua perasaan dana pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri, dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. ( menurut www.google.com search for Asuhan Keperawatan Pada Harga Diri Rendah, diana Apriana, 2005). Dari beberapa pengertian di atas, konsep diri dapat dikatakan juga merupakan semua pikiran, keyakinan, perasaan dan kepercayaan mengenai dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhn dan penampilan
5
diri yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain tetapi konsep diri ini belum ada saat lahir, di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif, sedangkan konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaftif. Rentang respon konsep diri (Stuart G. W dan Sundeen, S. J, 1998: 230) Respon adaftif
Aktualisasi Diri
Respon maladaptif
Konsep Positif
Harga diri Rendah
Kerancuan Identitas
Depersonalisasi
Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma – norma sosial, secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari : a. Aktualisasi diri Pernyataan tentang konsep diri dengan yang positif dengan latar belakang pengalaman sukses. b. Konsep diri positif Klien mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya, dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam menilai asuatu masalah sesuai dengan norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat jika menyimpang ini merupakan respon adaptif. Respon mal adaptif terdiri dari : a. Harga diri rendah Transisi antara adaptif dan mal adaptif, sehingga individu cenderung berfikir ke arah negatif.
6
b. Kekacauan identitas Kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikologis, kepribadian pada masa dewasa secara harmonis. c. Depersionalisasi Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan dirinya dari orang lain sehingga mereka tidak dapat mengenal dirinya.
(Susialwati,dkk.(2005:91 – 94)) Konsep diri
Gambaran Diri
Ideal diri
Identitas
Peran
Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri. Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998). Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsungGangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana
7
Keliat, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung. 2. Etiologi Biasanya yang menyebabkan harga diri rendah adalah kurangnya umpan positif, perasaan di tolak oleh orang terdekat, sejumlah kegagalan dan ketidakberdayaan, ego yang belum berkembang dan menghakimi super ego. (keliat, 1998 : 1). a. Faktor predisposisi Faktor predisposisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah menurut Keliat, (1992: 14 ). 1) Pengalaman masa kanak – kanak dapat merupakan faktor kontribusi pada gangguan konsep diri. 2) Anak yang tidak menerima kasih sayang. 3) Individu yang kurang mengerti akan arti dengan tujuan kehidupan akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri – sendiri. 4) Penolakan orang tua, harapan yang tidak realistis, tergantung pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Faktor predispoisisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen, dalam Keliat, (1998:2). Faktor yang mempengaruhi diri rendah meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jwab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik. b. Faktor presipitasi Faktor presipitasi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah menurut Keliat, (1992: 16) adalah situasi atau stressor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya stressor yang mempunyai harga diri.Penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti:
8
1) Pola asuhan anak yang tidak tepat atau dituruti, dilarang, dituntut. 2) Kesalahan dan kegagalan berulang kali. 3) Cita – cita yang tidak dapat dicapai. 4) Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri. 3. Patofisiologi Proses terjadinya harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen berhubungan erat dengan interpersonal yang buruk yang pada akhirnya dimunculkan dalam bentuk perilaku. Seseorang dengan harga diri rendah berhubungan dengan interpersonal yang buruk pada mulanya merasa dirinya tidak berharga sehingga merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain. Individu mempertahankan hubungan masyarakat di isolasi sosial dan ketergantungan berlebihan pada orang lain. Kemudian dimunculkan dalam bentuk prilaku (menurut Stuart dan Sundee, 1998 dalam Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah, Trismaheni, 2007). Proses terjadinya harga diri rendah dimulai dari akibat faktor predisposisi yang diantaranya pengalaman kanak – kanak yang merupakan faktor kontribusi pada gangguan konsep diri, anak yang tidak menerima kasih sayang, individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri, penolakan orang tua, harapan realistis. Selain faktor predispoisisi, faktor presipitasi juga salah satu penyebabdari terjadinya harga diri rendah yang diantaranya pola asuhan anak yang tidak tepat atau dituruti, di larang dan di tuntut, kesalahan dan kegagalan berulang kali, cita – cita yang tidak dapat di capai gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Keliat, 1992: 14-16). Akibat dari 2 faktor tersebut maka timbullah mekanisme koping individu untuk memecahkan masalahnya, individu dengan mekanisme koping yang positif maka menghasilkan konsep diri yang positif juga, yang dapat berfungsi lebih efektif yang terdiri dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
9
lingkungan. Sedangkan mekanisme koping yang negatif atau tidak berhasil dapat mengakibatkan konsep diri yang negatif juga, yang dapat dilihat dari hubungan individu yang mal adaptif atau norma – norma sosial dan kebudayaan yang menyimpang, yang salah satunya adalah harga diri rendah atau perasaan negatif terhadap diri sendiri yang biasanya dimunculkan dengan prilaku. Menurut Susilawati, dkk (2005: 97-98) Harga diri rendah mempunyai prilaku seperti evaluasi diri negatif, membenci diri sendiri dan menolak, mengejek dan mengkritik diri sendiri, merendahkan dan mengurangi martabat, rasa bersalah dan khawatir, menunda keputusan, gangguan berhubungan, menarik diri dari realitas, perasaan negatif terhadap tubuh, ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup dan penyalahgunaan fisik. 4. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis ) Manifestasi klinis (tanda dan gejala) menurut Keliat (1998: 3) a) Mengkritik diri sendiri sendiri atau orang lain. b) Penurunan produktivas c) Desktruktif pada orang lain d) Gangguan dalam hubungan perasaan tidak mampu e) Rasa bersalah f) Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan g) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri dan ketegangan peran dan dirasakan h) Pandangan hidup yang pesimis i) Keluhan fisik j) Mengurung diri dan menarik diri secara sosial k) Penyalahgunaan zat dan perasaan khawatir. Manifestasi klinis menurut Susilawati, dkk ( 2000: 97-98). a) Evaluasi yang negatif b) Membenci diri sendiri dengan menolak diri sendiri c) Mengejek dan mengkritik diri sendiri
10
d) Merendahkan atau mengurangi martabat e) Rasa bersalah dan khawatir f) Menunda keputusan g) Gangguan berhubungan h) Menarik diri dari realitas i) Merusak diri atau melukai orang lain j) Perasaan negatif terhadap tubuh k) Keteganggan peran l) Pesimis menghadapi hidup m) Penyalahgunaan fisik Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan. Tanda dan gejala : a) Rasa bersalah b) Adanya penolakan c) Marah, sedih dan menangis d) Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas e) Mengungkapkan tidak berdaya
B. Pengkajian Menurut Keliat (1998: 46) pengkajian klien dengan menarik diri meliputi : 1. Identitas a) Identitas yang merawat klien melakukan perkenalan dengan klien tentang: nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan di bicarakan. b) Usia dan nomor RM c) Perawat menulis sumber data yang di dapat.
11
2. Alasan Masuk a) Tanyakan pada klien atau keluarga. b) Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit saat ini. c) Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah ini. d) Bagaimana hasilnya. 3. Faktor Predisposisi a) Tanyakan pada klien atau keluarga apakah klien ernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu. b) Jika klien pernah, maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan sebelumnya. Apabila ia dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala gangguan jiwa, apakah dia dapat beradaptasi tapi masih ada gejala sisa atau gejala bertambah atau menetap. c) Tanyakan
pada
klien
pernah
melakukan/
mengalami/
menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. d) Tanyakan pada klien atau keluarga yang mengalami gangguan jiwa apabila ada keluarga yang nmengalami gangguan jiwa, maka tanyakan bagaimana hubungan klien degan anggota keluarga tersebut. Tanyakan apa gejala yang dialami serta riwayat pengobatan perawatan yang pernah diberikan pada anggota keluarga tersebut. e) Tanyakan pada klien atau keluarga tentang pengalamann yang tidak menyenangkan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian, trauma, selama tumbuh kembang) yang pernah dialami klien di masa lalu. 4. Fisik Pengkajian fisik di fokuskan pada system dan fungsi organ. a) Ukur dan observasi tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien, ukur tinggi badan, dan berat badan klien. b) Tanyakan pada klien atau keluarga apakah ada keluahan fisik yang dirasakan oleh klien.
12
c) Kaji lebih lanjut system dan fungsi organ dan jelaskan sesuai dengan keluhan yang ada. d) Masalah keperawatan ditulis dengan data yang ada.
5. Psikososial a) Genogram Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluarga. Contoh:
Keterangan = Perempuan
= Meninggal
= Laki – laki
= Klien
= Cerai / putus hubungan
13
= orang yang tinggal serumah Jelaskan masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuhan. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data. b) Konsep Diri 1) Citra tubuh; bagaimana presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian mana tubuhnya yang disukai dan tidak disukai. 2) Ideal diri; tanyakan tentang : status dan posisi klien sebelum di rawat, kepuasaan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasaan klien sebagai lelaki/perempuan. 3) Peran: tanyakan tugas/ peran yang diemban dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat, kemampuan klien alam melaksanakan tugas. 4) Identitas
diri:
tanyakan
harapan
terhadap
tubuh,
possisi,
status,
tugas/peranan, tanyakan harapan klien terhadap (keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat), harapan klien terhadap penyakitnya. 5) Harga diri: tanyakan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kecewa terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah. c) Hubungan Sosial Tanyakan pada klien siapa orang terdekat dalam kehidupan, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau sokongan. Tanyakan pada klien kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.
d) Spiritual 1) Nilai keyakinan: tanyakan tentang pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut. Pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
14
2) Kegiatan ibadah: tanyakan kegiatan ibadah dirumah secara individu dan kelompok. Pendapat klien/ keluarga tentang kegiatan ibadah. e) Status Mental. Nilai penampilan klien rapih atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan (sedih, takut, khawatir) efek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri. f) Kebutuhan Persiapan Pulang. 1) Observasi makan klien, mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. 2) Klien mampu BAB dan BAK menggunakan dan membersihkan WC, serta membersihkan dan merapihkan kamar pakaian. 3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien. 4) Istirahat dan tidur klien. 5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat. 6) Bagaimana aktivitas aktivitas dalam rumah, merencanakan mengelola menyiapkan makanan, merapihkan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur kebutuhan biaya sehari – sehari. 7) Bagaimana aktivitas diluar rumah, belanja untuk kebutuhan sehari – hari, perjalanan mandiri berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi atau umum, dan aktivitas yang lain yang dilakukan biasa bayar listrik, telepon, air, ke kantor pos atau Bank. g) Mekanisme Koping. Data didapat dari wawancara pada klien dan keluarga, koping yang dimiliki oleh klien baik adaktif maupun malaadktif. h) Masalah Psikososial Dan Lingkungan.
15
Data didapat melalui wawancara dengan klien dan keluarga mengenai masalah yang dimiliki klien.
i) Pengetahuan. Data didapat melalui wawancara dengan klien dan keluaga mengenai masalah disimpulkan dalam masalah. C. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan (Keliat, 1998: 4) Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah CP
Tidak efektifnya koping individu
Masalah keperawatan harga diri rendah diantaranya : a) Isolasi sosial : menarik diri b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah c) Tidak efektifnya koping individu Diagnosa Keperawatan (Keliat, 1998: 4) a) Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
16
b) Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu.
D. Rencana Tindakan (Keliat, 1998: 5 – 60) Diagnosa I Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal 1. Tujuan Khusus I Klien dapat membina hubungan saling percaya a. Kriteria evaluasi Ekspresi wajah bersahabat, menunjkkan rasa senang, ada kontak mata, klien mau menjabat tangan; menyebutkan nama, menjawab salam dan mengutarakan masalahnya. b. Intervensi Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. 1) Sapa klien dengan ramah 2) Perkenalkan diri dengan sopan 3) Tanyakan nama lengkap dan panggilan 4) Jelaskan tujuan pertemuan dan menepati janji 5) Tunjukkan sikap empati
17
2. Tujuan Khusus II Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. a. Kriteria evaluasi Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Intervensi 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. 2) Hindari penilaian negatif terhadap klien . 3) Utamakan memberikan pujian yang realistik. 3. Tujuan khusus III Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan a. Kriteria evaluasi Klien menilai kemampuan yang digunakan b. Intervensi 1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit 2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya 4. Tujuan khusus IV Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. a. Kriteria evaluasi Klien membuat rencana kegiatan harian b. Intervensi 1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setipa hari sesuai kemampuan. 2) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
18
3) Bercontoh cara pelaksanaan yang telah direncanakan 5. Tujuan khusus V Klien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya a. Kriteria evaluasi Kalian melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. b. Intervensi 1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. 2) Beri pujian atas keberhasin klien. 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah. 6. Tujuan khusus VI Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung ada a. Kriteria evaluasi Kriteria memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga. b. Intervensi 1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah.. 2) Bantu keluarga dalam membri dukungan. 3) Beritahu keluarga dalam menyiapkan lingkungan di rumah. Diagnosa II Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif. Tujuan umum Klien mampu meningkatkan harga dirinya 1. Tujuan Khusus I
19
Klien dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosinya. a. Kriteria evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaanya b. Intervensi 1) Buat kontak dengan klien, lakukan pendekatan dengan memperhatikan prinsip hubungan terapeutik perawat – klien. 2) Anjurkan klien unutk mengungkapkan perasaannya, dengarkan dengan penuh perhatian dengan berespon dengan tenang. 3) Amati prilaku verbal dan nonverbal klien saat bicara, buat kontak untuk pertemuan selanjutnya. 2. Tujuan Khusus II Klien dapat mengidentifikasi koping yang telah di miliki a. Kriteria evaluasi Setelah 2 kali pertemuan klien dapat mengidentifikasi pola koping personal dan konsekuensi prilaku yang diakibatkannya. b. Intervensi 1) Ingatkan klien tentang kontak yang dibuat, identifikasi koping yang biasanya digunakan klien dalam mengatasi masalah. 2) Diskusiakan bersama klien tentang pemahamannya tentang kejasian saat ini dan bagaimana koping yang biasa di gunakan untuk mengatasi masalah. 3. Tujuan Khusus III Klien dapat mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya. a. Kriteria evaluasi Setelah tiga kali pertemuan klien dapat mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melalui hubungan dengan orang lain.
20
b. Intervensi 1) Bantu klien mengidentifikasi kemampuan / kelebihan yang dimiliki 2) Identifikasi tugas yang mungkin dikerjakan sesuai kemampuan klien. 3) Kembangkan hal – hal positif yang dimiliki klien melalui kegiatan yang bermanfaat. 4) Bantu klien berinteraksi dengan orang lain. 5) Beri umpan balik positif atas kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. 4. Tujuan Khusus IV a. Kriteria evaluasi Setelah tiga kali pertemuan klien dapat mendemosntrasikan strategi koping adatif dalam mengatasi masalah. b. Intervensi 1) Bantu klien dalam proses pemecahan masalah dengan menggunakan koping adatif. 2) Identifikasi alternatif koping yang mungkin menunjukkan adaptasi positif. 3) Diskusikan keuntungan dan konsekuensi dari setiap alternative seleksi alternative yang paling sesuai. 4) Evaluasi keefektifan dan alternative yang paling dipilih. 5. Tujuan Khusus V Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam proses pemecahan masalah. a. Kriteria evaluasi Setelah lima kali pertemuan klien mendapat dukungan dalam proses pemecahan masalah. b. Intervensi
21
1) Perkenalkan diri pada keluarga, diskusikan dengan keluarga tentang perubahan prilaku klien dan hubungan dengan kejadian atau peristiwa yang dialami. 2) Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya keluarga dalam membantu klien mengatasi masalah. 3) Beri umpan balik positif atas keterlibatan keluarga dalam proses pemecahan masalah. E. Evaluasi a. Diagnosa I Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien telah menurun dalam sifat, jumlah, asal, atau waktu. b. Diagnosa II Apakah prilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri, dan persetujuan diri yang lebih besar.
22
BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN 1. Sebagai gambaran menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per !000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO. 2. konsep diri dapat dikatakan juga merupakan semua pikiran, keyakinan, perasaan dan kepercayaan mengenai dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhn dan penampilan diri yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain tetapi konsep diri ini belum ada saat lahir, di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain 3. Konsep diri terdiri dari ( aktualisasi diri, ideal diri, identitas diri, peran, harga diri) 4. Proses terjadinya harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen berhubungan erat dengan interpersonal yang buruk yang pada akhirnya dimunculkan dalam bentuk perilaku. 5. Pengkajian meliputi : identitas, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial ( Genogram,konsep diri, hubungan sosial, spiritual, status mental, kebutuhan
23
persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan). 6. Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu. ( Keliat 1998: 4) 7. Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma – norma sosial, secara umum yang berlaku di masyarakat.
B. SARAN 1. Bagi keluarga a. Di harapkan keluarga dapat membantu ,mensupport, dan berpartisispasi dalam proses penyembuhan. b. Keluarga jangan melakukan Stigma terhadap penderita. c. Di harapkan keluarga memberikan perhatian terhadap klien 2. Bagi Perawat, dokter maupun petugas medis lainnya a. Di harapkan perawat dapat melaksanakan tugas dan perannya sebagai perawat yang professional dengan melaksanakan prosedur dan asuhan keperawatan yang menitikberatkan pada aspek psikologis bukan pada farmakologi. b. Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapt berkolaborasi dengan baik. c.
Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapat bekrja dan menjalankan perannya dengan maksimal.
3. Bagi masyarakat a. Diharapkan
kepada
masyarakat
dapat
membantu
,mensupport,
dan
berpartisispasi dalam proses penyembuhan. b. Di harapkan masyarakat tidak menjauhi, penderita dan berusaha untuk mendekati, memberikan perhatian serta tidak menimbulkan stigma. 4. Bagi dinas kesehatan
24
a. Diharapkan dinas kesehatan dan terkait dengan hal ini dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk mengurangi gangguan jiwa pada dengan harga diri rendah ini. b. Diharapkan, dinas kesehatan dapat mensurvey setiap tahunnya terhadap gangguan jiwa dengan harga diri rendah ini. 5. Bagi rumah sakit Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu keperawatan dan kesehatan jiwa dengan memberikan fasilitas yang memadai. 6. Bagi institusi pendidikan Diharapkan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan khusunya dibidang keperawatan guna menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas.
25
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003 Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998 Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999 Keliat, Budia anna, dkk. 1992. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998 Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000 Carpernito, Lynda juall, 1988, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis Edisi 6, Jakarta: Buku Kedokteran. EGC. Susialwati, dkk, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. http://www.hariankompas.com
26
http://www. Eramawan.blog.indosiar.com .
27