BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG PENULISAN Stabilitas moneter merupakan keadaan di mana keseimbangan
atau
ketidakseimbangan
system
peredaran
ataupun
mekanisme
keuangan dalam masyarakat luas. Dalam
perkembangannya,
stabilitas
moneter
sangat
mempengaruhi masyarakat sebagai pengguna uang. Jika kestabilan moneter terganggu, akan mempunyai dampak dalam masyarakat. Maka dari itu kami sebagai penyusun ingin mengungkap perkembangan kestabilan moneter saat ini. 1.2
RUMUSAN MASALAH
Dalam pembahasan makalah ini terdapat bebrapa rumusan masalah, yaitu: a. apa yang dimaksud stabilitas moneter ? b. bagaimana peran BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas moneter? c. Dalam mencapai tujuannya, sebutkan ukuran dalam kesatabilan moneter? 1.3
TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini bertujuan sebagai a.
pengetahuan dasar tentang stabilitas moneter,
b.
agar kita sebagai mahasiswa sekaligus calon abdi Negara
dapat dapat berperan dalam kestabilan moneter.
1
1.4
MANFAAT PENULISAN Setelah kita mempelajari dan memahami makalah ini di harapkan
kita sebagai mahasiswa ekonomi khususnya dapat mengetahui apa yang dimaksud dari stabilitas moneter itu sendiri, dan dapat lebih berperan lagi dalam ikut serta menstabilkan moneter.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN (SSK) " Stabilitas Sistem Keuangan adalah sistem keuangan yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan." " Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi." Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem
keuangan
meningkat
dan
semakin
beragam,
juga
dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut. Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian. 2.2
UPAYA
MEMPERKUAT
STABILITAS
PERBANKAN
3
MONETER
DAN
Sistem dunia yang kian meng-global, tentunya juga menuntut Indonesia untuk dapat beradaptasi terhadap semua perubahan yang ada, baik dari sisi tekhnologi, informasi termasuk sistem moneter dunia. Sistem keuangan glonal, telah mendorong terjadinya transaksi keuangan dan lalu lintas keuangan tanpa batasan ruang dan waktu. Terkait dengan sistem moneter, di Indonesia, otoritas moneter di bawah kewenangan Bank Sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI).
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem
pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Pentingnya
menjaga
stabilitas
moneter
antara
lain
melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Selain itu, hal lain yang penting dilakukan adalah dengan menciptakan
kinerja
lembaga
keuangan
yang
sehat,
khususnya
perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Penting juga untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat
4
menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Selain itu, sebagai bank sentral, Bank Indonesia juga memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. 2.3 PERANAN BI DALAM MENJAGA STABILITAS MONETER. Tugas menjaga stabilitas moneter melalui pegaturan jumlah uang beredar membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Padahal dana tersebut tidak memberikan manfaat lebih bagi ekonomi nasional, Tugas penting BI adalah o
menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil dalam
jangka waktu panjang. Kendati pemerintah menganut sistem devisa bebas dan bank sentral tidak memiliki band intervensi nilai tukar rupiah, namun bank sentral nampaknya mesti punya nilai tukar yang convertible untuk bertransaksi dengan mata uang asing. Oleh sebab itu BI bisa melakukan volatilitas o
sterilisasi/intervensi valas untuk mengurangi
nilai
tukar
rupiah.
BI juga bertugas menjaga tingkat inflasi agar tetap
rendah
untuk
mempertahankan daya saing internasional. Tugas ini dilakukan dengan meningkatkan efektifitas pengendalian inflasi melalui optimalisasi
5
pengendalian moneter dengan menggunakan Operasi Pasar Terbuka, sterilisasi intervensi valas, dan instrumen moneter lainnya. Upaya moral
suasion
kepada
bank-bank
untuk
mempercepat
fungsi
intermediasi perbankan merupakan tugas yang harus terus dijalankan agar
dana-dana
perbankan
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan sektor riil dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Koordinasi BI dengan pemerintah diperlukan guna mencegah likuiditas yang terlalu ketat, mengatur ekspansi moneter yang dapat mengganggu likuiditas perekonomian karena penggunaan rekening pemerintah di BI, juga dalam mengelola utang dalam negeri dan luar negeri pemerintah. Menjaga sistem pembayaran nasional yang efesien merupakan tugas penting BI lainnya. Semua tugas di bidang moneter tersebut harus dijaga guna menghindari terjadinya krisis monter jilid dua. Bila hal tersebut tidak dijaga secara serius
maka
dikhawatirkan
akan
mengganggu
kelangsungan
pembangunan ekonomi dan upaya-upaya pemerintah menyejahterakan rakyat. Sebab bagaimanapun juga bila masalah ekonomi belum dapat teratasi maka akan sulit mewujudkan stabilitas nasional yang kita impikan bersama. Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas
keuangan
begitu
pula
6
sebaliknya,
stabilitas
keuangan
merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan
moneter
secara
fundamental
akan
mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga
stabilitas
sistem
keuangan
itu
adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework. Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
7
tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran. Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan.
Melalui
riset,
Bank
Indonesia
dapat
mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan
8
menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkahlangkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan. Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
2.4 PERAN PEMERINTAH DALAM MENJAGA SABILITAS MONETER a. kebijakan moneter Kebijakan Moneter adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Pemerintah selalu mengusahakan ada keseimbangan dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa dalam masyarakat. Kebijaksanaan moneter berkaitan dengan nilai rupiah terhadap kurs mata uang luar negeri berkaitan dengan aktivitas perbankan, investasi modal domestic dan modal asing obligasi.
9
Tujuan kebijaksanaan moneter : 1. Menyesuaikan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. 2. Mengarahkan penggunaan uang dan kredit sehingga nilai uang Negara dapat terjaga kestabilannya. 3. Mendorong produsen meningkatkan kegiatan produksi. Kebijakan moneter dapat dibagi menjadi : a. Kebijaksanaan penetapan Cash ratio Menetapkan perbandingan persentase cadangan minimum yang ada di bank dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Penetapan besarnya jumlah cadangan yang tersedia dalam bank komersial, mempengaruhi pula besarnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. b. Kebijaksanaan Pasar Terbuka (Open Market Policy) Berkaitan perdagangan surat-surat berharga oleh bank sentral, apabila jumlah uang yang beredar banyak maka pemerintah menetapkan kebijakan uang ketat. Apabila ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah membeli surat-surat berharga yang beredar dalam masyarakat. c. Kebijaksanaan Suku Bunga Kredit Pemerintah merubah tingkat presentase bunga kredit dalam mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka tingkat suku bunga kredit diturunkan, sedang bila pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka suku bunga dinaikkan. d. Kebijaksanaan Suku Bunga Deposito
10
Kebijaksanaan pemerintah dalam menetapkan besarnya suku bunga deposito pemerintah. Apabila pemerintah menghendaki volume uang yang beredar berkurang, maka suku bunga deposito merupakan kebalikan dari kebijaksanaan perkreditan. b. Kebijakan Fiskal Kebijakan
Fiskal
adalah
kebijaksanaan
pemerintah
untuk
mengubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan
ekonomi.
Pengaruh
pengeluaran
pemerintah
terhadap
pendapatan nasional tergantung pada jenis sumber penerimaan. Perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah lebih bersifat memperkecil pendapatan nasional dibanding dengan pinjaman
Negara,
pinjaman
Negara
lebih
bersifat
memperkecil
pendapatan dibanding dengan pencetakan uang baru sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijaksanaan fiskal pada umumnya bertujuan untuk mencapai kestabilan dalam perekonomian dengan meningkatkan secara terusmenerus pendapatan nasional riil pada laju factor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum. Kebijaksanaan fiskal dapat dibedakan menjadi 4 macam atas dasar : a. Pembiayaan fungsional (functional finance) Dalam pendekatan ini pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional terutama untuk menigkatkan kesempatan kerja. Pajak berfungsi mengatur pengeluaran swasta sedang pinjaman sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang tersedia dalam masyarakat.
11
b. Pengelolaan Anggaran (the managed budget approach) Menghendaki hubungan langsung antara pengeluaran pemerintah dan perpajakan selalu dipertahankan, tetapi penyesuaian dalam anggaran selalu dibuat guna memperkecil ketidakstabilan ekonomi, sehingga pada suatu saat terjadi deficit maupun surplus. c. Stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) Terdapat penyesuaian secara otomatis terhadap penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang akan menyebabkan perekonomian menjadi stabil tanpa adanya campur tangan pemerintah. Pengeluaran pemerintah akan ditentukan berdasarkan pada perkiraan manfaat dan biaya relatif dari berbagai program, sedang pajak akan ditentukan sehingga dapat menimbulkan surplus dalam periode kesempatan kerja penuh. d. Anggaran belanja seimbang (Balance approach) Adanya keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang agar terjadi keterkaitan dalam perekonomian sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. 2.5 EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER A. Tolak Ukur Stabilitas Moneter Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indkator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah : 1. Jumlah Uang Beredar (JUB) 2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali 3. Suku bunga pada tingkat yang wajar 4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
12
5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat. 1. Laju Inflasi Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat
ke
luar
negeri,
karena
dirasakan
masyarakat
lebih
menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri. Kedua dampak inflasi diatas akan menyebabkan Perbankan kekurangan dana yang berasal dari masyarakat, dan ini berarti kemampuan Bank dalam menyediakan dana untuk investasi juga turut berkurang, akibatnya laju pertumbuhan produksi dan ekonomi juga akan melambat. Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memicu ketidakpastian dalam banyak aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam hal perencanaan dan operasional perusahaan, termasuk dalam perbankan. Suku Bunga Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlajur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segeramendapat jalar keluar, maka perbankan
13
terancam akan menghadapi masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya diperoleh. Dengan penjelasan yang sedikit berbeda, rendahnya tingkat bunga memang akan mendorong banyak pelaku dunia usaha untuk mengambil dana di perbankan, namun karena rendahnya tingkat bunga tersebut, apalagi bila dibandingkan dengan tingkat bunga di luar negeri; masyarakat akan lebih tertarik menyimpan dananya di perbankan luar negeri, sehingga perbankan dalam negeri akan kekurangan dana yang sedang dibutuhkan oleh dunia usaha. Dampak lebih jauh lagi adalah terhambatnya investasi yang terjadi disektor industri karena kesulitan mendapatkan dana, sehingga produksi akan melambat. Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelau usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik dunia usaha yang beorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya. Dengan kejadian ini tentu akan menguntungkan dunia perbankan. Penyesuaian nilai tukar yang terlalu cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong bergeraknya aliran dana masyarakat ke luar negeri. Ekspektasi Ekspektasi
umumnya
terjadi
melalui
ekspektasi
masyarakat
terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar. Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan ekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata
14
uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri. Dengan penjelasan keempat indikator moneter tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sangatlah
dipengaruhi
oleh
keempat
indikator
tersebut,
sehingga
kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah akan hal itu, harus memberikan hasil yang baik, dalam arti terkendali, wajar, dan realistis. B. Efektifitas Kebijakan Moneter Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti : a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi b. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat c. dapat meningkatkan kesempatan kerja d. dapat meningkatkan penerimaan devisa negara e. serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya Teori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini diantaranya adalah : 1. Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang 2. Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter tidak akan efektif Untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kedua teori tersebut, Seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk meningkatkan aktivitas ekonomi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, pemerintah akan menempuh kebijakan Ekspansif (kebijakan moneter longgar). Kenaikan konsumsi/permintaan masyarakat ini akan mendorong kenaikan harga-harga, yang bagi produsen kenaikan harga ini akan
15
menaikkan
keuntungannya,
sehingga
mendorong
produsen
untuk
menaikkan produksinya dengan harapan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Untuk meningkatkan produksinya tersebut, produsen akan berusaha menambah tenaga kerja dengan cara memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dari sebelumnya, agar masyarakat bersedia menawarkan tenaga kerjanya lebih banyak lagi. Kenaikan upah nominal ini biasanya tidak akan lebih tinggi dari kenaikan harga yang dinikmati produsen, sehingga upah riil yang diterima pekerja sebenarnya menurun. Meskipun demikian, masyarakat tetap bersedia menambah tawaran tenaga kerjanya karena merasa bahwa upah yang diterimanya naik (money illusion). Dari kasus di atas, Menurut teori Natural Rate Hypothesis, kebijakan ekspansif pemerintah tersebut dalam jangka pendek terbukti telah mampu menggairahkan perekonomian dengan meningkatkan konsumsi masyarakat yang berlanjut dengan meningkatnya produksi. Namun, dalam jangka panjang meningkatnya konsumsi dan kegiatan produksi yang meningkat tersebut secara berlahan akan kembali ke kondisi semula karena dalam jangka panjang kenaikan harga yang terjadi akan
mulai
mengurangi
memberatkan
masyarakat
konsumsinya,
terlebih
lagi
sehingga
cenderung
masyarakat/pekerja
akan mulai
menyadari bahwa upah riil mereka turun, dalam arti kenaikan upah riil yang mereka peroleh mulai tidak dapat mengimbangi kenaikan harga barang-barang yang mereka konsumsi. Kalaupun kemudian mereka menuntut kenaikan upah yang lebih tinggi lagi, namun produsen akan mulai
merasa
keuntungannya
berkurang,
sehingga
mengurangi
keinginannya untuk memperluas atau menambah produksi, sehingga dalam jangka panjang kegiatan produksi danperekonomian akan kembali melemah seperti semula. Sementara itu, menurut teori Rational Expectation Hypothesis, kesadaran masyarakat akan upah riil sudah muncul lebih awal, sehingga dalam jangka pendekpun kebijakan pemerintah yang ekspansif tersebut sudah tidak akan memberi dampak apa-apa. Teori ini percaya, bahwa
16
masyarakat sejak awal sudah sadar bahwa upah riil mereka bahkan menurun meskipun secara nominal mengalami kenaikan, sehingga masyarakat/pekerja sejak awal sudah tidak bersedia menambah tawaran tenaga kerja mereka. Oleh karena itu diperlukan sebuah ramuan dari berbagai kebijakan moneter dan kebijakan makro lainnya, sedemikian rupa, agar berbagai kebijakan tersebut tidak saling bertentangan dan justru saling melengkapi dan mendukung keberhasilannya, dalam arti jangan sampai yang terjadi adalah :
Harga-harga semakin naik
Daya saing produk dalam negeri semkain menurun
Devisa negara semakin berkurang
Nilai tukar rupiah semakin melemah
Daya beli masyarakat semakin lemah
Produksi nasional semkain berkurang
Pengangguran semakin meningkat
Perekonomian semakin lesu, dan
Kesejahteraan masyarakat semakin memburuk
Pengaruh faktor ekternal (Luar Negeri) Terhadap Kebijakan Moneter Indonesia Saat ini, tidak ada satu pun negara yang dapat hidup dan bertahan tanpa berhubungan dengan negara yang lainnya. Alasan utamanya adalah bahwa suatu negara tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri karena tidak setiap sumber daya yang dibutuhkan, ada dan dimiliki di negara tersebut.
17
BAB IV PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Stabilitas keuangan atau moneter merupakan suatu keadan di mana kita dapat mengatasi dan tidak merasa terganggu dengan adanya ganguan ekonomi dalam negeri maupun luar negeri Dalam stabilitas moneter peran pemerintah ataupun peran BI sangat dibutuhkan dalam menjaga peredaran dan sistem mekanisme keuangan. 3.2 SARAN Kita sebagai mahasiswa khususnya pendidikan ekonomi sangat diharapkan untuk dapat ikut berpartisifasi dalam menjaga stabilitas moneter, dan juga menjadikan makalah ini sebagai pelajaran atau acuan untuk kedepannya.
18
DAFTAR PUSTAKA http://www.google.com/pengertian stabilitasmoneter http://www.google.com/peran
bank
indonesia
dalam
stabilitas
moneter http://www.google.com/peran pemerintahdalam menjaga stabilitas moneter
19