2015
KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL KELOMPOK 6 : ADJI FEBRIZKY TIARA DIANANNISA AGUSTINA HANIFA TIA RAKHIM ISNA HANIFAH NADA NURAINI MAULINA NINDYA SYAFIRA ROESMAR KELAS XI MIA 4
KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL A. KEBIJAKAN MONETER 1. Pengertian kebijakan moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah melalui Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter untuk mengendalikan uang yang beredar dalam rangka mencapai kestabilan ekonomi. Kebijakan moneter menurut beberapa ahli: a. Berdasarkan situs economictimes.indiatimes.com, kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi makro yang ditetapkan oleh bank sentral tang melibatkan pengelolaan penawaran uang dan tingkat suku bunga serta merupakan sisi permintaan kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan ekonomi makro seperti inflasi, konsumsi, pertumbuhan, dan likuidasi. b. Menurut Soeharsono Sagir, kebijakan moneter menunjukkan kemampuan Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk mencapai sasaran tunggalnya, yaitu mencapai dam memelihara kestabilan nilai rupiah (inflasi dan nilai tukar rupiah terkendali). c. Berdasarkan www.bankofcanada.ca, kebijakan moneter terkait dengan bagaimana sirkulasi uang dalam perekonomian dan apa nilai uang tersebut. d. Menurut Sadono Sukirno, kebijakan moneter adalah langkah-langkah bank sentral untuk memengaruhi jumlah penawaran uang dan suku bunga dalam perekonomian dengan tujuan mengawasi bentuk-bentuk pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank perdagangan. e. Menurut Suryana, kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memengaruhi jalannya perekonomian dengan cara memengaruhi uang dalam masyarakat atau dengan cara memengaruhi tingkat bunga. 2. Tujuan kebijakan moneter a. Menjaga stabilitas ekonomi Stabilitas ekonomi akan terganggu jika jumlah uang yang beredar di masyarakat melebihi atau kurang dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. b. Menjaga stabilitas harga Tinggi rendahnya harga sangat memengauhi jalannya perekonomian. Hargaharga yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan turunnya permintaan. Turunnya permintaan dapat menurunkan produktivitas dunia usaha. c. Meningkatkan kesempatan kerja Dengan mengatur jumlah uang yang beredar, perekonomian akan stabil. Jika perekonomian stabil, para pengusaha atau investor akan menambah investasi baru. Investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga kesempatan kerja dapat ditingkatkan. d. Memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran Jika Negara mendavaluasi mata uang rupiah ke mata uang asing, harga-harga barang ekspor akan lebih murah, sehingga memperkuat daya saing dan meningkatkan jumlah ekspor. Peningkatan jumlah ekspor akan memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran. 3. Peran kebijakan moneter a. Membantu mempercepat proses pembangunan
Hal ini dilakukan dengan menghimpun dan mengerakan dana untuk membentuk modal di sektor ekonomi strategis yang meliputi pertanian maupun industri. b. Menciptakan penawaran uang yang cukup Kebijakan moneter dilakukan untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar. Inflasi, terjadi karena pengeluaran masyarakat lebih dari penawaran barang. Untuk mengatasinya, penawaran uang harus dikurangi melalui penghematan pengeluaran agregat sehingga pengeluaran akan seimbang dengan penawaran barang. 4. Instrumen kebijakan moneter a. Politik diskonto Politik Diskonto berkaitan dengan pengaturan tingkat suku bunga bank. Tingkat diskonto adalah tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan pemerintah atas pembayaran dari bank umum ke bank sentral. Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah menurunkan tingkat suku bunga bank. Sebaliknya, bila ingin mengatasi inflasi, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga bank. b. Kebijakan pasar terbuka Bank Sentral membuat perubahan-perubahan jumlah penawaran uang dengan melakukan jual beli surat-surat berharga yang antara lain Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dalam kondisi inflasi, penawaran uang harus dikurangi untuk mengurangi JUB (Jumlah Uang yang Beredar) sehingga bank sentral menjual surat-surat berharga. Sedangkan dalam kondisi deflasi, penawaran uang harus ditambah untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan membeli surat-surat berharga. c. Kebijakan cadangan kas Kebijakan Cadangan Kas merupakan kebijakan pemerintah yang dilakukan bank sentral untuk mengatur cadangan kas bank-bank umum. Saat Kondisi inflasi, bank sentral menaikkan cadangan kas bank-bank umum agar menahan uang yang diedarkan pada masyarakat. Sebaliknya, saat kondisi deflasi atau JUB harus ditambah, bank sentral memerintahkan bank-bank umum untuk menaikkan cadangan kasnya. d. Kebijakan kredit selektif Kebijakan Kredit Selektif dilakukan bank sentral dengan tujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar, berkaitan dengan kegiatan peminjaman dan investasi uang. Adapun syarat melakukan kredit selektif, yaitu; 1 Character 2 Collateral 3 Capital 4 Capasity 5 Condition of Economy Saat Inflasi, bank sentral akan memberlakukan kebijakan kredit ketat. Namun, saatu kondisi deflasi atau JUB harus ditambah, bank sentral memberlaku-kan kebijakan kredit longgar. e. Cadangan Minimum Perubahan cadangan minimum yang dimiliki oleh bank umum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila ketentuan cadangan minimum di turunkan, jumlah uang beredar cendrung naik. Apabila ketentuan cadangan minimum dinaikkan, jumlah uang akan cendrung turun.
Contoh : Bank pemerintah memiliki uang Rp.100 Juta. Pemerintah telah menetapkan cadangan minimum 20%, maka uang yang boleh diedarkan oleh bank tersebut maksimum Rp.80 Juta (100%-20%) Rp.100 Juta. Cadangan yang harus ada minimum Rp.20 Juta dan ini merupakan persediaan bersih bank tersebut. f. Kebijakan Devaluasi dan Revaluasi Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri(rupiah) terhadap mata uang asing dengan tujuan memperbaiki neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Kebijakan Revaluasi adalah kebijakan bank sentral menaikkan nilai mata uang dalam negeri(rupiah) terhadap mata uang asing. Revaluasi dilakukan bank sentral jika keadaan ekonomi sudah meningkat dalam arti barang-barang dalam negeri sudah mampu bersaing dengan barang-barang luar negeri. g. Kebijakan Sanering Sanering adalah kebijakan bank sentral untuk memotong nilai mata uang dalam negeri(rupiah). Kebijakan ini dilakukan jika negara mengapali hiperinflasi atau inflasi diatas 100%. Sanering pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1950 dengan memotong uang sebesar 50%. Jadi, uang dengan nominal Rp.1000,00 nilainya tinggal Rp.500,00. kebijakan tahun 1950 ini dikenal dengan Kebijakan “Gunting Syafrudin”. h. Mencetak Uang Baru dan Menarik Uang Lama. Mencetak uang baru bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah uang yang beredar. Sebaliknya, menarik atau memusnahkan uang lama dilakukan bank sentral dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar. B. KEBIJAKAN FISKAL 1. Pengertian kebijakan fiskal Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. Kebijakan fiskal menurut beberapa ahli: a. Berdasarkan situs www.economihelps.org, kebijakan fiskal melibatkan perubahan perpajakan oleh pemerintah dan pengeluaran pemerintah untuk memengaruhi jumlah permintaan dan level aktivitas ekonomi. b. Berdasarkan situs www.econlib.org, kebijakan fiskal adalah penggunaan anggaran dan pajak pemerintah untuk memengaruhi perekonomian. c. Menurut Suryana, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam pengeluaran dan pendapatannya dengan tujuan untuk menciptakan kesempatan kerja yang tinggi tanpa inflasi. 2. Tujuan dan peran kebijakan fiskal a. Tujuan kebijakan fiskal 1) Meningkatkan laju investasi 2) Mendorong investasi optimal secara sosial 3) Meningkatkan kesempatan kerja 4) Meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional 5) Untuk menanggulangi inflasi 6) Untuk meningkatkan dan mendistibusikan pendapatan nasional.
b. Peran kebijakan fiskal Dalam kebijakan fiskal pemerintah berperan untuk mengatur stabilitas kegiatan ekonomi dan menyejahterakan rakyatnya. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah menyusun APBN dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 3. Instrumen kebijakan fiskal a. Pengeluaran pemerintah b. Pajak C. KASUS KEBIJAKAN MONETER a. Kasus Cina Cermin Kebijakan Moneter Fluktuatif REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan suntik modal perbankan oleh bank sentral Cina merupakan cerminan kebijakan moneter emerging market yang fluktuatif dan variatif. Jika dibandingkan negara-negara maju, kata pengamat ekonomi UI, Muslimin Anwar, kebijakan moneter emerging market jelas berbeda. Ini terjadi, jelas Muslimin, karena ekonomi di emerging market lebih cepat mengalami pemanasan dibandingkan negara maju. Jika semenjak 2010 Cina dan juga Brasil mulai menerapkan kebijakan moneter ketat guna merespons tren peningkatan inflasi, maka yang terjadi kini adalah sebaliknya. "Cina mulai kembali melakukan kebijakan yang cenderung akomodatif guna merespons tren perlambatan yang terjadi dan kesulitan likuiditas di sektor perbankannya," kata Muslimin, Kamis (26/12). Bank Rakyat Cina memutuskan memberikan suntikan modal kepada sistem perbankan hampir Rp 60 triliun. Tujuannya, untuk menghindari tingginya suku bunga bank yang sempat menyentuh 13 persen pada Juni 2013. Sumber : m.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/13/12/26/myez0skasus-cina-cermin-kebijakan-moneter-fluktuatif b. Krisis finansial Asia 1997 Krisis finansial Asia 1997 adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis moneter ("krismon") di Indonesia. Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh.Daratan Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang. Sejarah Krisis Finansial Asia 1997 Krisis Asia dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan memengaruhi mata uang, pasar bursa, dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risk yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" di antara investor yang memperbesar risiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar. Akibat Krisis Finansial Asia 1997 bagi Indonesia Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut -- level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat. Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond". Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak. Sumber: Ries, Philippe. (2000) The Asian Storm: Asia's Economic Crisis Examined. Ngian Kee Jin (March 2000). Coping with the Asian Financial Crisis: The Singapore Experience. Institute of Southeast Asian Studies. ISSN 02193582 http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asia_1997