Tugas Agama Intoleransi Beragama.doc

  • Uploaded by: Ngurah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Agama Intoleransi Beragama.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,463
  • Pages: 20
AGAMA INTOLERANSI BERGAMA

Oleh: NAMA : NI NYOMAN BUDI RAHAYU NIM : 183212850 KELAS : A12-A

S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI TAHUN AJARAN 2018/2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,atas berkat rahmat-Nya dapat diselesaikan makalah AGAMA dengan tema “Degradasi Moral dan Keimanan Remaja di Era Globalisasi”. Dengan selesainya makalah ini, kami tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada 1. Anak Agung Gede Oka Widana, M.Pd.H selaku Fasilitator yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam mengerjakan tugas ini. 2. Teman teman yang telah memberikan dukungan dalam mengerjakan tugas ini. Akhirnya kami menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, seperti pepatah mengatakan “ Tiada Gading Yang Tak Retak “ . Karena mengigat keterbatasan kamampuan, sarana dan waktu yag merupakan hambatan dalam penulisan makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dalam penulisannya selanjutnya.

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1 1.1

Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2

Rumusan masalah..................................................................................................................3

1.3

Tujuan....................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................4 2.1

Toleransi................................................................................................................................4

2.2

Intoleransi dalam beragama...................................................................................................4

2.3

Penyebab dari Intoleransi Beragama.......................................................................................7

2.3

Solusi dalam menghadapi sikap intoleransi agama..............................................................10

2.4

Tri Kerukunan Umat Beragama...........................................................................................14

2.5

Contoh konflik agama yang terjadi saat ini..........................................................................14

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................16 3.1 Simpulan....................................................................................................................................16 3.2 Saran..........................................................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang beragam, mulai dari beragam suku, budaya, agama, bahasa dan adat istiadat. Indonesia memberikan warna yang berbeda dari keanekaragaman tersebut. Meskipun didalam perbedaan itu mengandung banyak unsur yang memicu konflik namun pada hakekatnya perbedaan itulah yang harusnya menciptakan persatuan, karena tak dapat dipungkiri bahwa perbedaan itu adalah sebuah anugerah yang harus di jaga dengan baik. Bagaimana menjaga keanekaragaman yang menjadikan bangsa Indonesia dikenal oleh seluruh negara di dunia caranya adalah dengan toleransi. Kata toleransi sudah sering didengar ditelinga semua orang namun untuk penerapan di lingkungan nyata masih sulit untuk dibuktikan. Jika bicara masalah toleransi, negara Indonesia toleransi bukanlah hal yang baru ataupun asing. Karena sikap ramah tamah penuh rasa toleransi merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia. Namun nampaknya bangsa Indonesia mengalami penurunan sikap toleran.. Dadang Khahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 164.

Bagi bangsa Indonesia menerima kehadiran agama-agama dan peradaban besar dunia yang datang menanamkan pengaruhnya dengan sangat mendalam dalam sejarah bangsa Indonesia, semua agama besar yang dikenal dunia pernah menjadi agama dominan pengaruhnya dalam masyarakat nusantara sehingga mewariskan peradaban besar di masa lalu. Di zaman pengaruh ajaran agama Buddha, Indonesia bersatu dalam wadah Kerajaan Sriwijaya. Di zaman pengaruh ajaran agama

1

Hindu, Indonesia dipimpin oleh Kerajaan besar bernama Majapahit. Di zaman sesudahnya, Islam menjadi agama yang paling dominan di kalangan penduduk nusantara, dan sejak datangnya pengaruh bangsa dan peradaban Eropah, Indonesia juga berkenalan dengan agama Katolik dan Protestan yang pengaruhnya sangat luas dan besar di seluruh Indonesia. Dengan kompleksitas pengalaman sejarahnya itu, nilai kebangsaan Indonesia yang bersatu dalam keanekaragaman, telah membentuk watak asli bangsa Indonesia, yaitu untuk hidup toleran antar sesama. Said Aqil Husain AlMunawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 12-13.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi akibat konflik agama yang terjadi diberbagai daerah beberapa tahun silam. Meskipun sekarang ini jarang sekali terdengar santer tentang perpecahan atau konflik karena perbedaan agama, namun tetap saja toleransi menjadi suatu hal yang mudah diucap namun sulit penerapanya. Membicarakan agama dan fungsinya sebagai motivator tindakan manusia (sosial) berarti mengulas kembali adanya perbedaan pandangan tentang definisi agama yang disebabkan perbedaan pandangan dan penghayatan seseorang. Sering kali terdapat dilema sampai menganggap agama membawa misi sebagai pembawa kedamaian dan keselarasan hidup, bukan saja antar manusia tetapi juga antar sesama makhluk Tuhan penghuni semesta ini. Agama memiliki peran yang besar di dalam kehidupan bangsa ini, sering kali agama menjadi hal yang dipersoalkan. Masalah Agama senantiasa dipandang sebagai masalah yang peka. Hal itu dibenarkan, sebab agama berkaitan dengan eksistensi manusia dan merupakan bagian terdalam dari diri manusia. Kemudian masyarakat juga pelu belajar dan duduk bersama, saling mendengar, dan bertukar pikiran baik sesama muslim maupun non muslim. Upaya menumbuhkan sikap yang lebih toleran dalam menghadapi perbedaan sesungguhnya

2

dapat juga ditanamkan melalui pendidikan di sekolah-sekolah. Fatimah Usman, Wahdat al-Adyan, LKIS, Yogyakarta, 2002, Cet I, hlm. 64.

1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan intoleransi dalam beragama ? 2. Apakah penyebab dari intoleransi beragama ? 3. Bagaimana solusi dalam menghadapi sikap intoleransi dalam beragama ?

1.3 Tujuan 1. Dapat mengetahui pengertian dari intoleransi beragama. 2. Dapat mengetahui penyebab – penyebab terjadinya intoleransi dalam beragama. 3. Dapat memberikan solusi dalam menghadapi sikap intoleransi beragama.

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Toleransi Istilah “toleransi” berasal dari bahasa Latin, toleran, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Toleransi di dalam bahasa Arab diartikan ikhtimal, tasyaamuh yang artinya sikap membiarkan, lapang dada, atau ada yang memberi arti, toleransi dengan kesabaran hati atau membiarkan, dalam arti menyabarkan diri walaupun diperlakukan tidak senonoh umpamanya. Jadi pada umumnya istilah toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada semua manusia atau sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya, atau mengatur kehidupannya dan menentukan nasibnya masing-masing selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat azas tersiptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Dari perumusan diatas dapat dipahami bahwa toleransi berarti kelapangan dada dalam arti rukun kepada siapapun, membiarkan orang lain berpendapat atau berpendirian lain, tidak mau mengganggu kebebasan berpikir ataupun berkeyakinan lain. Dengan kata lain toleransi adalah suatu sikap mental yang menunjukan kesabaran dan lapang dada, menghargai pikiran atau pendapat, keyakinan atau agama orang lain dan sebagainya. Djohan Effendi, Jakarta, ICRP, 2009, Hlm. 80.

2.2 Intoleransi dalam beragama Di era reformasi ini, kemajemukan masyarakat cenderung menjadi beban daripada modal bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai masalah 4

yang sumbernya berbau kemajemukan, khususnya bidang agama. Seharusnya agama jangan diisolasi dari persoalan publik. Kesenjangan dalam kehidupan sosial kian hari menjadi masalah yang sangat kompleks. Dimana yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin menderita dengan kemiskinannya. Hal ini terjadi karena agama kurang dikontekstualisasikan dalam kehidupan sosial, bahkan terkadang agama dan kesalehan adalah topeng belaka yang hanya memperlihatkan kebaikan semu saja. Kini mulai terjadi kemunduran atas rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun selama ini. Intoleransi semakin menebal ditandai dengan meningkatnya rasa benci dan saling curiga diantara sesama anak bangsa. Bahkan rasa individual semakin melekat dalam kehidupan sosial dan cenderung menutup diri dari orang lain. Hegemoni mayoritas atas minoritas pun semakin menebal, mengganti kasih sayang, tenggang rasa, dan semangat untuk berbagi. Intoleransi muncul akibat hilangnya komitmen untuk menjadikan toleransi sebagai jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan yang membuat bangsa terpuruk. Kita semua tau bahwa setiap agama, baik islam, Kristen dan agama-agama lain mengajarkan kebaikan dan hidup toleransi, namun pada kenyataannya justru konflik dan pertikaian sering terjadi yang mengatasnamakan harga diri karena untuk mempertahankan agama. Padahal agama seharusnya bisa menjadi energi posistif untuk membangun nilai toleransi guna mewujudkan negara yang adil dan sejahtera serta hidup berdampingan dalam perbedaan.

Untuk itu kita perlu menyadari walaupun setiap agama tidak sama, tetapi agama selalu mengajarkan toleransi, baik dalam beragama maupun hidup dalam dunia majemuk dan diperlukan kesediaan menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan berkeyakinan agama yang berbeda. Keanekaragaman

5

itu indah bila kita menyadari dan mensyukuri setiap perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan itu sebagai warna-warni kehidupan seperti halnya pelangi yang terdiri dari warna-warna yang berbeda namun menyatu untuk memancarkan keindahan. Setiap pemeluk agama akan memandang benar agama yang dipeluknya. Karenanya akan amat riskan untuk memaksakan suatu agama terhadap orang yang sudah beragama. Memberikan kebebasan kepada setiap pemeluk suatu agama untuk menjalankan agamanya secara patut adalah sikap demokratis di dalam beragama. Dan memperkenalkan identitas agama yang dipeluk kepada pemeluk agama lain agar saling memaklumi dan menghormati adalah langkah arif dalam membina hubungan antar umat beragama. Tidak dibolehkannya memaksakan suatu agama ialah karena manusia itu dipandang mampu untuk membedakan dan memilih sendiri mana yang benar dan mana yang salah. Manusia dianggap sudah dewasa, dan mengerti akan risiko dari pilihannya. Maka tatkala pilihan ditetapkan, adalah menjadi hak manusia untuk menjalankan ritual-ritual agamanya tanpa ada gangguan dari pihak-pihak lain, Inilah yang dinamakan dengan pluralisme positif di dalam beragama. Di mana pertama, adanya pengakuan akan selain agama sendiri, bahwa ada agama lain yang harus dihormati (pluralisme). Kedua, bahwa masing-masing pemeluk agama harus tetap memegang teguh agama yang dipeluknya (positif). Pluralisme ini akan menjadi negatif kalau orang berpandangan bahwa seluruh agama itu sama, sehingga dengan mudah bergonta-ganti agama, seolah-olah beragama itu bukan suatu urusan besar. Atau dengan adanya pandangan bahwa tidak ada keselamatan, kecuali pada agama yang diyakininya. Sehingga misi utamanya adalah mengajak orang yang sudah beragama untuk berpindah agama. Sekarang, sikap intoleran itu mulai

6

menyeruak. Kasus kekerasan terhadap jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi, Jawa Barat, adalah salah satunya. Ini tentunya mengundang pertanyaan sekaligus keprihatinan. Namun jika kasus kekerasan itu murni kriminal biasa, maka pemerintah dengan aparat terkait, yaitu Polri, hendaknya sesegera mungkin mengusut tuntas persoalan ini. Pengusutan tuntas kasus ini diharapkan bisa meredam kecurigaan dan spekulasi yang bisa memperkeruh suasana. Adapun yang lebih penting lagi, terkait kasus ini, seluruh komponen bangsa hendaknya tidak terpengaruh dan terprovokasi. Dan terhadap seluruh kasus yang semacam ini, pengendalian diri menjadi amat penting, agar suasana tetap kondusif. Akan banyak kerugian yang didapatkan jika situasi menjadi keruh, dan tentunya akan sangat memalukan bagi bangsa yang terkenal menjunjung tinggi pluralisme beragama ini. Perlu diperhatikan, bahwa keberagamaan yang berakar kuat dari kesadaran pribadi ini semestinya memberikan nilai limpah terhadap upaya perbaikan masalah-masalah kemanusiaan. Di mana implikasi praktis dari melayani Tuhan adalah pelayanan terhadap sesama manusia. Maka menjadi tidak terlalu penting keragaman agamanya, yang penting untuk dipertanyakan adalah bagaimana kualitas keberagamaannya. Abdullah bin Nuh, Kamus Baru. Jakarta; Pustaka Islam, Cet. 1, Hlm. 199.

2.3 Penyebab dari Intoleransi Beragama 2.3.1 Pengertian Konflik Konflik agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri, maupun antar agama satu dengan agama lainnya. Lex Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mrt/2013.Hal 59.

7

2.3.2 Faktor Penyebab Konflik Beragama a.Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masingmasing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu. Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu. Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan. Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

b.

Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat. Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan. Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan

8

seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

c.Perbedaan Tingkat Kebudayaan Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern. Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah. Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat

atau

daerah

ternyata

sebagai

faktor

pendorong

yang

ikut

mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

d. Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama. Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang

9

mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat. Terjadinya konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu. 2. Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama. 3. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama. Lex Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mrt/2013.Hal 60.

2.3 Solusi dalam menghadapi sikap intoleransi agama Agama sebuah keyakinan. Bukan barang mainan. Setiap orang bersedia melakukan apa saja, demi keyakinan agama. Inilah yang harus diperhatikan oleh semua golongan, agar tidak bertindak sewenang-wenang. Karena hanya akan menyulut perang antara agama. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani konflik antar agama : 1. Dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan

10

saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian. 2. Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu. 3. Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur atau membaur atau dibaurkan. 4. Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin. 5. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali. 6. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara. Perlu dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan/ atau dihormati oleh pihak-pihak yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention), melalui lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakanusaha peace making. Dalam usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau adanya rekonsiliasi, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya adalah mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga (pendamai) yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik

itu,

setelah

mendengarkan

masing-masing

pihak

mengemukakan masalahnya, maka si arbitrator “mengambil keputusan dan memberikan solusi atau penyelesaiannya, yang “harus” ditaati oleh semua pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin dapat lebih cepat diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada pihak yang merasa dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum diindahkan. Sebaliknya, mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator (fasilitator) dalam konflik 11

ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang berkonflik. Tugas mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang berkonflik, sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan dan kebutuhan masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama. Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus diusulkan oleh atau dari pihak-pihak yang berkonflik. Mediator sama sekali tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan keluar/penyelesaian, namun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat mengusulkan atau menemukan jalan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Mediator tidak boleh memihak, harus “impartial”, tidak bias. Mediator harus juga memperhatikan kepentingankepentingan stakeholders, yaitu mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai kepentingan-kepentingan dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders belum diperhatikan kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat terjadi lagi, dan akan meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung dengan berkepanjangan. Mengembangkan kegiatan pendamaian itu tidak mudah. Ada beberapa tahapan atau perkembangan yang dapat kita amati yaitu: 1. Peace making (conflict resolution) yaitu memfokuskan pada penyelesaian masalah – masalahnya (isunya: persoalan tanah, adat, harga diri, dsb.) dengan pertama-tama menghentikan kekerasan, bentrok fisik, dll. Waktu yang diperlukan biasanya cukup singkat, antara 1-4 minggu. 2. Peace keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian yang

telah

dicapai

dan

memfokuskan

penyelesaian

selanjutnya

pada

pengembangan/atau pemulihan hubungan (relationship) yang baik antara warga masyarakat yang berkonflik. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memakan waktu antara 1-5 tahun. 3. Peace building (conflict transformation). Dalam usaha peace building ini yang menjadi fokus untuk diselesaikan atau diperhatikan adalah perubahan struktur dalam 12

masyarakat

yang

menimbulkan

ketidak-adilan,

kecemburuan,

kesenjangan,

kemiskinan, dsb. Waktu yang diperlukan pun lebih panjang lagi, sekitar 5-15 tahun. 4. Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya sengaja dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu untuk menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak. Hal ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi konflik vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi nasional atau disintegrasi bangsa. Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan kekerasan yang melibatkan umat berbagai agama dalam suatu masyarakat, diperlukan sikap terbuka dari semua pihak, dan kemampuan untuk memahami dan mencermati serta menganalisa sumber-sumber konflik. Demikian juga diperlukan adanya saling pengertian dan pemahaman kepentingan masing-masing pihak, agar dapat mengembangkan dan melihat kepentingan bersama yang lebih baik sebagai prioritas, lebih daripada kepentingan masing-masing pihak yang mungkin bertentangan

2.4 Tri Kerukunan Umat Beragama Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan.. Trikerukunan ini meliputi tiga kerukanan, yaitu : 1. Kerukunan Intern Umat Beragama Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu sendiri. Karena dalam

lingkup internal (intern) kharmonisan mutlak

adanya. 2.

Kerukunan Antar Umat Beragama

13

Konsep kedua dari tri kerukunan memiliki pengertian kehidupan beragama yg tentram antar masy yg berbeda agama & keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu sling menghormati.

3. Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah Pemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tentram, termasuk krukunan antara umat bragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat bragama yang diwakili para pemuka dari tiap-tiap agama dapat bersinergi dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra guna menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Aanneahira.trikerukunan-umat-beragama.

2.5 Contoh konflik agama yang terjadi saat ini Konflik Sunni dan Syiah di Jawa Timur. Jawa Timur yang mayoritas Muslimnya menganut tradisi NU (Nadlatul Ulama), menjadi salah satu basis utama daerah penyebaran aliran Syiah. Gerakan dakwah Syiah mulai muncul sekitar tahun 80-an. Kelompok Syiah di Jawa Timur membangun basis di daerah Tapal Kuda dan sekitarnya. Karena itu, wilayah konflik antara Syiah dengan warga NU sering berada di sekitar daerah Tapal Kuda. Atau di daerah yang basis nadliyyinnya cukup kuat, seperti Madura.Setelah lama tidak terdengar konflik agama, belakangan ini publik Jawa Timur (Jatim) kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini bagai petir di siang bolong yang mengejutkan banyak pihak. Sebelum meletusnya peristiwa Puger ini, masih segar dalam ingatan publik atas kasus konflik dan isu serupa yang terjadi di desa Karanggayam dan desa Bluuran kabupaten Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan diungsikannya ratusan warga yang

14

diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat. Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelompok sunni dan kelompok syiah ini meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah. “Kronologi konflik di Poso”, dalam, www.pu.go.id, akses 4 April 2014.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Penyebab timbulnya kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama di Indonesia, karena perbedaan Pemahaman dalam nilai-nilai menjadi pertentangan dalam umat beragama. Yaitu kewajiban-kewajiban yang diwajibkan agamanya, Ideal-ideal mengenai kepastian hakhak umat beragama, paham-paham mengenai ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan, berbagai penalaran yang berbeda. Perbedaan doktrin, perbedaan suku dan ras pemeluk

15

agama, perbedaan kebudayaan, dan adanya perbedaan mayoritas dan minoritas menjadi faktor timbulnya konflik antar umat beragama. kurangnya peran pemerintah dan aparatur negara dalam situasi konflik antar umat beragama yang menjadi peluang bagi pihak-pihak provokator tertentu.

3.2 Saran Pemerintah harus lebih tegas dengan sanksi-sanksi yang tepat dalam konflik yang berakibat tindak pidana sesuai dengan KUHP dan peraturan-peraturan lain yang mengatur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Nuh, Kamus Baru. Jakarta; Pustaka Islam, Cet. 1, Hlm. 199. Djohan Effendi, Jakarta, ICRP, 2009, Hlm. 80. Fatimah Usman, Wahdat al-Adyan, LKIS, Yogyakarta, 2002, Cet I, hlm. 64. Khahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 164 Zen, Fathurin, 2012, Radikalisme Retoris, Jakarta: Bumen Pustaka Emas. Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:Galang Press

16

Said Aqil Husain Al-Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 12-13

17

Related Documents

Tugas Agama
June 2020 23
Tugas Agama
July 2020 34
Tugas Agama
May 2020 24
Tugas Agama
June 2020 25

More Documents from ""