Tourisme, Teledorisme dan Terorisme di Bali Oleh : I Nengah Subadra
Sebagai daerah tujuan wisata yang bertaraf internasional yang memiliki keunikan budaya, keindahan alam dan masyarakat yang ramah , Bali telah dikunjungi oleh banyak wisatawan dari berbagai belahan dunia Eropa, Asia, Afrika dan Australia. Pesatnya pertumbuhan pembangunan pariwisata dan jumlah kunjungan wisatawan ke Bali disikapi dengan positif oleh masyarakat lokal dan menganggap fenomena yang terjadi sebagai peluang emas yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejastraannya. Masyarakat lokal memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata mulai dari perencanaan (planning), pengembangan (development), pengawasan (supervision) dan pengevaluasian (evaluation) program pengembangan pariwisata. Keterlibatan masyarakat lokal yang paling menonjol adalah dalam pengembangan pariwisata, baik pengembangan sarana utama pariwisata seperti akomodasi dan restoran sarana penunjang pariwisata seperti art shop, tempat penukaran uang, toko dan lain-lain; sedangkan peran yang lainnya masih sangat kecil. Adanya beberapa jenis usaha yang digeluti oleh masyarakat lokal tersebut menggambarkan bahwa peran serta masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata dapat ditemukan pada sektor formal dan tidak formal. Namun, ada beberapa hal penting yang dilupakan oleh masyarakat lokal sehubungan dengan pesatnya pertumbuhan pariwisata di Bali sehingga dapat mengakibatkan gangguan dan bahkan ancaman terhadap keberlanjutan pariwisata Bali. Kesempatan untuk membuka usaha-usaha kecil seperti pedagang kaki lima misalnya, selain memberikan dampak positif berupa sumber penghasilan bagi pedagangnya, tetapi juga memunculkan dampak negatif seperti kemacetan lalu lintas dan lingkungan nampak kumuh. Ini merupakan salah satu bentuk keteledoran pemerintah dan masyarakat lokal yang menganggap remeh permasalahan ini. Jika ini terus dibiarkan, maka lama-kelamaan akan semakin banyak objek-objek wisata yang akan ditinggalkan karena para wisatawan sudah tidak nyaman lagi melihat pemandangan ini.
©subadra2008
Contoh keteledoran lain yang dapat dilihat dengan nyata adalah dalam sistem keamanan. Tidak adanya sistem pengamanan yang menyeluruh (holistic) yang melibatkan aparat pemerintah dan masyarakat merupakan salah satu penyebab dari adanya gangguan keamanan dan serangan terorisme. Mobilitas penduduk juga tidak didata dengan baik sehingga tidak diketahui secara pasti indentitas dan tempat tinggalnya. Yang terjadi sekarang ini, aparat Desa Dinas dan Desa Adat yang diwakili Pecalang hanya memungut uang yang jumlahnya cukup besar setiap bulannya kepada penduduk pendatang tanpa mendata lebih jauh identitas penduduk yang bersangkutan. Sehingga sering kali penduduk pendatang menghindar dari pungutan rutin ini. Semestinya, yang lebih penting adalah pendataan indentitasnya untuk mengetahui secara pasti maksud dan tujuannya menetap dalam jangka waktu tertentu di suatu daerah, bukan jumlah uang yang diperoleh dengan dalih untuk kepentingan keamanan. Melihat fakta ini, dapat dikatakan bahwa sistem keamanan di Bali masih sangat lemah. Buktinya, banyaknya wisatawan asing yang berkunjung untuk menikmati potensi pariwisata Bali tersebut di atas dan berbagai jenis hiburan tradisional serta dunia gemerlap (dugem) dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara melakukan tindakan kriminal dan yang memakan korban dalam jumlah yang sangat banyak serta gangguan keamanan yang mendapat kecaman dan kutukan dari hampir semua negara di dunia. Serangan bom yang dilakukan oleh para terorist pada bulan Oktober 2002 contohnya, telah mengakibatkan kerugian material, trauma berkepanjangan, cacat tepat, dan korban nyawa manusia. Peledakan bom tersebut bukan hanya mendapatkan respon dari pemerintah daerah dan pusat saja, tetapi juga dari negara-negara di dunia khususnya negara yang warga negaranya menjadi korban peledakan. Negara-negara internasional mengutuk keras tindakan anarkis yang dilakukan para teroris tersebut dan beberapa di antaranya mengirimkan bantuan dan pertolongan medis sebagai bentuk simpati terhadap tragedy yang terjadi. Negara Australia misalnya, dengan terbuka negara ini mengulurkan bantuan untuk membantu penanganan para korban yang tidak bisa lagi diobati di rumah sakit yang ada di Bali. Keprihatinan negara asing terhadap peledakan bom tersebut juga dibuktikan dengan adanya negara-negara asing yang mengirimkan bantuan inteligen dan tim forensik yang ahli dalam bidang penginvestigasian dan pengungkapan kasus kejahatan. ©subadra2008
Tragisnya peledakan bom tersebut secara langsung berdampak terhadap pariwisata khususnya di Bali. Jumlah keberangkatan (depature) wisatawan di Bandar Undara Internasional Ngurah Rai meningkat dengan pesat. Banyak wisatawan asing segera meninggalkan Bali untuk menghindari serangan bom susulan dan karena rasa takut yang berlebihan. Sebaliknya kedatangan (arrival) wisatawan asing menurun secara drastis karena para calon wisatawan yang akan datang ke Bali membatalkan rencana perjalanan liburannya ke Bali setelah mendengar berita di media massa dan internet bahwa Bali dalam keadaan tidak aman yang dipertegas lagi dengan dikeluarkannya surat-surat seperti saran untuk tidak berkunjung (travel advisory), peringatan berkunjung (travel warning) dan larangan berkujung (travel banned) oleh beberapa negara asing yang warga negaranya menjadi korban dalam tragedi bom tersebut. Usaha keras pemerintah, industri pariwisata, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, wisatawan dan masyarakat lokal dalam memulihkan kondisi pariwisata di Bali pasca bom Bali I cukup membuahkan hasil. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali pada saat diterapkanya program Bali Recovery. Tetapi kemampuan para stakeholders pariwisata tersebut diuji kembali dengan adanya peledakan bom yang kedua kali di Raja’s Cafe, Kuta dan Banega Cafe, Jimbaran yang juga memakan korban harta, benda dan nyawa manusia. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada peledakan bom kembali di Bali jika tidak dilakukan perbaikan dalam sistem keamanan dengan segera. Jadi, untuk menjaga citra dan keberlanjutan pariwisata Bali yang sudah dikenal dengan keunikan budaya, keindahan alam dan keamanan daerahnya maka perlu adanya keterlibatan seluruh stakeholder pariwisata (pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, industry pariwisata, masyarakat dan wisatawan) untuk menjaga kebersihan dan keamanan di Pulau Bali. Penulis, Dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Triatma Jaya-Bali, Kandidat Doktor Bidang Pariwisata Budaya, Faculty of Business and Law, University of Lincoln, United Kingdom. E-mail:
[email protected] Website: www.subadra.wordpress.com
©subadra2008