PENTINGNYA ETIKA DALAM RISET “Kualitas penelitian tidak hanya dilihat dari apa hasil akhirnya, tetapi juga bagaimana proses sebuah penelitian itu berlangsung sehingga dibutuhkan etika dan kode etik untuk mengaturnya.”(Penulis) Pernyataan pembuka di atas menunjukkan tentang arti penting mengapa seorang peneliti harus beretika, tidak saja terhadap klien, responden, ataupun pada obyek penelitian yang bukan manusia sekalipun. Jadi, meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti tetap perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob; 2004). Bila dirunut dari aspek epistimologinya, etika penelitian merupakan pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian termasuk perilaku peneliti, sedangkan kode etik penelitian adalah hal-hal yang menjelaskan standar kinerja perilaku etis yang diharapkan dari semua pihak yang terlibat penelitian di lingkungan atau mengatas namakan sebuah institusi tertentu (Lestari; 2009). Lantas apa sajakah yang termasuk dalam etika dalam penelitian? Di bawah ini terdapat beberapa prosedur etika dalam melakukan penelitian ilmiah. Pertama, menghormati harkat dan martabat manusia, yang maksudnya adalah peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian; kedua, menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian; ketiga, keadilan dan inklusivitas, contohnya: dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian; dan yang terakhir adalah memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Milton; 1999). Peneliti, sebagai suatu profesi yang terorganisasi, dalam menjalankan karyanya dibutuhkan suatu kredibilitas dan kapabilitas yang terpercaya dan teruji, sehingga masyarakat mendapatkan jaminan atas hasil penelitian yang para peneliti kembangkan sifatnya adalah tidak merugikan. Setiap resiko yang ada sebisa mungkin harus diminimalisir—resiko yang diantisipasi dalam riset tidak boleh lebih besar daripada yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, harus mempertimbangkan apa keuntungan bagi partisipan, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Sehingga pelanggaran atas etika penelitian yang ada sangat berpengaruh terhadap kualitas penelitian dan tingkat profesionalisme seorang peneliti. Pelanggaran etika penelitian bukan saja menyangkut kegiatan di lapangan, akan tetapi bisa juga menyangkut keseluruhan komponen penulisan proposal dan laporan penelitian seperti orisinalitas, aktualitas, dan faktualitas dari obyek penelitian (Lestari; 2009). Untuk itu dibutuhkan sanksi atas setiap pelanggaran yang ada, baik itu berupa tindakan peniruan ide, penipuan hasil, atau merekayasa sebuah penelitian yang sebetulnya tidak pernah dilakukan. Analisa Penulis Permasalahan etika dalam penelitian tidak hanya berlaku pada ilmu eksakta tapi juga ilmu sosial baik penelitian mengenai suatu teori ataupun studi kasus lapangan. Bisa
dibayangkan bila seorang peneliti tidak mengetahui ataupun melakukan etika yang salah saat meneliti, bisa-bisa informan yang semestinya memberikan info penting atas suatu masalah yang kita teliti justru tersinggung, tidak mau berbicara atau bahkan memberikan data yang salah karena menganggap kita mata-mata dari negara musuhnya, karena bagaimanapun juga dalam ranah ilmu Hubungan Internasional tidak hanya membahas tentang eksistensinya suatu negara tapi juga dinamisitas pergaulan dalam lingkup internasional beserta fenomenafenomena seperti mempengaruhi atau di pengaruhi, yang kuatlah yang menang dan beberapa aspek krusial lainnya. Dalam era yang lebih modern, penelitian bahkan banyak yang “ditunggangi” oleh kepentingan politik, contohnya adalah dalam proyek nuklir Korea Utara yang kesannya dilebih-lebihkan seolah-olah menimbulkan dilema keamanan oleh mayoritas negara-negara barat, padahal dalam suatu artikel yang penulis baca penasihat keamanan Amerika Serikat sendiri mengatakan bila peluncuran roket tersebut tidak berbahaya karena tidak memiliki kepala nuklir (www.kompas.com). Masih dari sumber yang sama, kasus nuklir Iran sengaja dipamerkan keberhasilannya oleh Presiden Ahmadinejad, terutama mendekati waktu pemilihan untuk menarik simpati rakyatnya dalam upaya mendulang suara. Kejadian tersebut menunjukkan pertimbangan etik itu sendiri seringkali banyak dimensinya, tidak monolit. Para peneliti yang terkadang mengalami kendala dana, seringkali tidak berdaya atau bahkan secara sengaja memihak pada salah satu pihak yang berkuasa. Konflik etika ini seharusnya diatasi oleh hukum konstitusi suatu negara dan ketentuan internasional seperti perlindungan hak karya intelektual dan juga perlunya suatu badan pengawas agar crime research tidak marak terjadi karena bisa fatal akibatnya, yaitu “pencemaran” kebenaran yang selama ini justru dicari-cari melalui banyak hal, yaitu bertanya, berpikir, mengamati maupun meneliti. Namun sebaliknya, etika-etika yang ada sebaiknya juga tidak terlalu membatasi perkembangan penelitian itu sendiri, yang penting demi kebaikan bersama, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB ILMUAN A.
Sarjana, Ilmuan dan Intelektual Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani Kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses. Pada masa ini, proses memperoleh ilmu dilakukan dalam suatu institusi formal yang kita sebut sebagai sekolah. Dalam sekolah, terdapat jenjang-jenjang pendidikan dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Sarjana diartikan sebagai orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar. Jumlah sarjana saat ini cukup banyak, karena setiap tahun Universitas menghasilkan sarjana. Ilmuwan ialah orang yang mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya, baik dengan pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri. Diantara sekian banyak sarjana, beberapa orang sajalah yang kemudian berkembang menjadi ilmuwan. Sebagian besar terbenam dalam kegiatan rutin, dan menjadi tukang-tukang profesional. Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana (asli atau aspal). Mereka juga bukan sekadar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Memang, istilah ini biasa diberi bermacam-macam arti. Begitu beragamnya definisi intelektual, sehingga Raymond Aron sepenuhnya melepaskan istilah itu. Tetapi James Mac Gregor Burns, ketika bercerita tentang intellectual leadership sebagai transforming leadership, berkata bahwa intelektual ialah a devotee of ideas, knowledge, values. Intelektual ialah orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita, yang mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis. “Dalam definisi ini, orang yang menggarap hanya gagasan-gagasan dan data analitis adalah seorang teoritisi; orang yang bekerja hanya dengan gagasan-gagasan normatif adalah seorang moralis; orang yang menggarap sekaligus menggabungkan keduanya lewat imajinasi yang teratur adalah seorang intelektual,” kata Burns. Jadi, intelektual adalah orang yang mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan analitis dan normatifnya. Sedang menurut Edward A. Shils, dalam Internasional Encyclopaedia of the Social Science, tugas intelektual ialah “menafsirkan pengalaman masa lalu masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan ketrampilan masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman estetis dan keagamaan berbagai sektor masyarakat.”
B.
Antara Tanggung Jawab Keilmuan dan Sosial Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu tanggung jawab ilmuwan terhadap masa depan kehidupan manusia diantaranya adalah :
1.
Tanggung Jawab Profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan dan masyarakat, yaitu menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara formal. Agar semua pernyataan ilmiah yang dibuatnya selalu benar dan memberikan tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ada pernyataan ilmiah yang dibuat ilmuwan lain yang tidak benar. 2. Tanggung Jawab Sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut asas moral dan etika. Pengalaman dua perang dunia I (terkenal dengan perang kuman) dan II (terkenal dengan bom atom) telah membuktikan bahwa ilmu digunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif. 3. Sikap Politis Formal Ilmuwan Jika ilmuwan mempunyai rasa tanggung jawab moral dan sosial yang formal, maka konsekuensinya ilmuwan harus mempunyai sikap politik formal. Sebab sikap politik formal merupakan konsisten dengan asas moral keilmuan serta merupakan pengejawantahan/implementasi dari tanggung jawab sosial dalam mengambil keputusan politis, dimana keputusan ini bersifat mengikat (authorative). Demi pertanggungan jawaban ilmuwan terhadap masa depan umat manusia, semua dampak negatif sains dan teknologi terus ditangani secara bersama-sama, bukan saja oleh masyarakat ilmuwan dunia, melainkan juga oleh pemerintah semua negara, berlandaskan suatu pandangan bahwa manusia di bumi ini mempunyai tugas untuk mengelolanya dengan sebaikbaiknya. Maka dari itu manusia juga harus melakukan hal-hal sebagai berikut : Mengadakan kerjasama dengan ilmuwan dan ahli teknologi berbagai negara dalam menerapkan pengetahuannya demi kepentingan seluruh umat manusia. 2. Perlunya pembangunan yang berorientasi masa depan dan wawasan lingkungan. Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial dan moral. Dan berikut ini akan di uraikan berbagai tanggung jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial dan moral. Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu : a. Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang akan berkembang berdasarkan permasalahn sosial yang sering terjadi di masyarakat. b. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana di masyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut. c. Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan sosial di masyarakat. d. Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk mempererat tali kesatuan antara masyarakat. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik. Tanggung jawab moral Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif atau pandangan yang berbeda (Suriasumantri Jujun S, 2001 : 231). Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang di junjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan
paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang di wariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku manusia agar menjadi baik sesuai dengan ajaran dan paham yang dianutnya. Manfaat moral adalah menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam interaksi sosial yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan bertindak menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan mencari penghidupan (Prawironegoro Darsono, 2010:247). Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa ilmuwan harus memiliki dasar moral yang kuat sehingga nantinya dalam proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi yang etis bagi seorang ilmuwan. Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri sebagai seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran. Sehingga ilmu yang dikembangkan dengan mempertimbangkan tanggung jawab moralnya sebagai seorang ilmuwan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan secara integral tetap menjaga keberlangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya keseimbangan ekologis. Selain mempunyai tanggung jawab sosial dan moral, ilmuan mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut: 1. Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif. 2. Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya. 3. Sebagai teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat. C. Intelektual sebagai Change Maker Ketika membicarakan tentang kaum intelektual, maka lebih pas kiranya bila kita mencoba untuk melihat arti dari intelektual itu sendiri, dan siapa saja yang pantas disebut sebagai kaum intelektual, Menurut Coser (1965), intelektual adalah orang-orang berilmu yang tidak pernah merasa puas menerima kenyataan sebagaimana adanya. Mereka selalu berpikir soal alternatif terbaik dari segala hal yang oleh masyarakat sudah dianggap baik. Ini dipertegas oleh Shils (1972) yang memandang kaum intelektual selalu mencari kebenaran yang batasannya tidak berujung. Lalu, siapakah intelektual itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata intelektual berkaitan dengan kata intelek. Intelek berasal dari kosakata Latin: intellectus yang berarti pemahaman, pengertian,
kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan pengertian taraf kecerdasan atau intelegensi. Intelek lebih menunjukkan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan intelegensinya; hal yang tergantung pada latihan dan pengalaman. Intelek di sini merepresentasikan daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan, yaitu daya akal budi dan kecerdasan berpikir. Kata intelek juga berkonotasi untuk menyebut kaum terpelajar atau kaum cendekiawan. Karena itu, sikap intelektual biasanya ditunjukkan oleh pemikir-pemikir yang mempunyai kemampuan menganalisa masalah tertentu atau yang potensial di bidangnya. Intelektual juga sebagai change maker, yaitu orang yang membuat perubahan. Maka ciri-ciri intelektual: Pertama, Memiliki ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang mampu diteorisasikan dan direalisasikan di tengah masyarakat; Kedua, Dapat berbicara dengan bahasa kaumnya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungan; dan Ketiga, memiliki tanggung jawab sosial untuk mengubah masyarakat yang statis menjadi dinamis. Intelektual adalah pemikir-pemikir yang tidak saja harus menghasilkan “sebuah” pemikiran tapi juga dapat merumuskan dan mengarahkan serta memberikan contoh pelaksanaan dari sosialisasinya di tengah masyarakat agar segala persoalan-persoalan kehidupan baik pribadi, masyarakat, bangsa dan negara dapat terpecahkan, serta dapat menjawab tantangan-tantangan kehidupan kehidupan di masa yang akan datang. Peran “merubah” inilah yang menjadi fungsi “change maker” seorang intelektual dapat berjalan dengan baik yang dimulai dari dirinya kemudian dimanfaatkan dan disebarkan kepada masyarakat. Intelektual adalah golongan masyarakat yang memiliki kecakapan, yang kemudian bertugas merumuskan perubahan msyarakat yang akan membawa pada kemajuan bangsa yang maju dan bermartabat. Maka intelektual memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dalam beberapa hal intelektual bisa diharapkan untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik, dengan segala terobosanterobosan dan ide-ide cemerlang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Inilah tantangannya, intelektual hari ini dihadapkan dengan segala permasalahan bangsa yang berkecamuk, terutama menghadapi kondisi masyarakat yang sedang sakit, secara sadar ataupun tidak, kita merasakan bahwa saat ini masyarakat sedang dalam kondisi sakit. Dengan kata lain, masyarakat dilanda krisis multi dimensi yang menghebat. Masyarakat telah kehilangan pegangan hidup karena tumbangnya aturan sosial (social order) lama, sedangkan aturan sosial baru belum lahir. Andaikata social order yang baru telah terbentuk, pun belum kokoh untuk dijadikan pegangan hidup masyarakat. Keadaan seperti inilah yang kemudian dalam istilah ilmu sosial sering dinamakan sebagai anomali. Yakni suatu masa di mana masyarakat berada dalam kondisi kebingungan akibat serba ketidakpastian yang kadangkadang membuatnya menjadi beringas. Banyak hal yang menyebabkan kondisi demikian, dan salah satunya adalah gagalnya kaum intelektual dalam menjawab permasalahan bangsa yang berkembang dan tidak terselesaikan. Kaum intelektual memang bukan satu-satunya golongan yang paling bertanggung jawab mengatasi persoalan kebangsaan. Tapi perlu diingat, pengelola negara dan policy maker adalah orang yang rata-rata dapat dipastikan berangkat dari lokus intelektualitas. Jika bangsa ini rusak, kelompok intelektual sudah barang tentu menjadi tertuduh pertama. Mengingat,
sosok intelektual senantiasa di-gadang-gadang menjadi pionir utama dalam menapaki perubahan. Peran intelektual sejatinya adalah memberi kritik konstruktif-transformatif di ruang sosial. Sebab, kritik adalah mekanisme efektif untuk menjalankan kontrol. Sasarannya bisa kekuasaan, bisa pula rakyat sendiri. Ia bernilai positif untuk mendorong sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat untuk kembali ke kriteria yang dipandang ideal dan wajar. Pertanyaannya, Bagaimana relasi intelektual dengan kekuasaan? Menurut Daniel Dhakidae, intelektual memang senantiasa akan bergulat dengan suprastruktur, yakni kekuasaan, modal, dan kebudayaan seperti yang tampak dalam wacana-wacana yang dikemukakan. Isu-isu di tengah kaum intelektual lebih tersedot pada urusan parpol, pilkada, sampai konflik antarelit, dibanding membincang lebih jauh persoalan beras murah, kelangkaan minyak tanah, atau alternatif penyelesaian kasus lumpur Lapindo, dan lain-lain. Berada dekat dengan kekuasaan dan politik bukanlah sebuah hal yang salah, tapi perlu diingat, dalam politik tidak ada istilah benar atau salah, yang ada hanyalah menang atau kalah. Gramsci juga pernah berpendapat, intelektual tidak sepantasnya nonpartisan alias menjauhi kekuasaan. Intelektual tidak bisa kehilangan konteks, yakni relasi yang timpang antara penguasa dan rakyat. Relasi yang diwarnai penindasan dan kesewenang-wenangan. Karena itu, intelektual tidak bisa steril dan bebas nilai. ereka harus bersikap dan menentukan posisi, berada bersama rakyat yang ditindas (idealis) dan karenanya membangun wacana counter hegemony, atau berada di posisi penguasa dan karenanya kreatif memproduksi hegemony sehingga ide dan gagasan penguasa bisa diterima oleh publik. Gramsci menyebut intelektual model ini sebagai organic intellectuals. Tanggung jawab mereka adalah membangun cara pandang dunia yang “baru” untuk menyatukan lapisan bawah (masyarakat) dengan lapisan atas (penguasa). Dengan demikian masyarakat akan setuju dengan gagasan penguasa dan sebaliknya penguasaan atas masyarakat dapat dilanggengkan. Sehubungan dengan ini, mendiang Soe Hok Gie pernah mengingatkan, “di Indonesia hanya ada dua pilihan, menjadi idealis atau apatis. Dan saya sudah lama memutuskan bahwa saya akan menjadi idealis sampai batas sejauh-jauhnya”. Lalu, bila politik dan kekuasaan (masih) menjadi barometer atas peran yang dimainkan kaum intelektual, apa yang bisa diharap atas peran mereka sebagai “makhluk terhormat” di mata masyarakat?. Paling tidak, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam merefleksikan pertanyaan di atas: Pertama, Komitmen kebangsaan yang pernah diletakkan founding fathers tentang pentingnya sikap mengedepankan nasib dan kebutuhan rakyat daripada memikirkan kepentingan sendiri. Pandangan mainstream saat ini masih memantapkan intelektual di posisi terdidik yang memiliki peran penting dalam setiap perkembangan masyarakat. Karenanya, komitmen kebangsaan adalah sikap yang harus dipegang teguh secara konsisten; Kedua, Kepekaan atas setiap arah gerak perubahan yang berimplikasi langsung pada masyarakat. Intelektual senantiasa dituntut tanggap menyikapi situasi kebangsaan, terutama atas situasi akhir-akhir ini yang rawan potensi konflik dan disintegrasi; Ketiga, Memprioritaskan kemaslahatan umat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Intelektual sejati senantiasa bervisi membawa bangsa ke arah yang lebih baik, dan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan kelompoknya sendiri, apalagi sekadar material reward (keuntungan materi). Intelektual haruslah mempunyai peran yang penting dalam proses membangun bangsa, supaya maju dan bermartabat.
D.
a. · · · b.
c.
d.
· · · · e. · · ·
Kontribusi Ilmuan Bagi Kemajuan Bangsa Intelektual adalah golongan masyarakat yang memiliki kecakapan yang kemudian bertugas merumuskan perubahan masyarakat yang akan membawa pada kemajuan bangsa yang maju dan bermartabat. Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya: Aspek Idiologi Intelektual berperan dalam: Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk akibat globalisasi Memberikan pemahaman Aspek politik Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya pemikiranpemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak terjadi instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para intelektual dapat memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi. Aspek ekonomi Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup bangsa. Maka para intelek dituntut dengan teorinya dapat merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan. Aspek sosial dan budaya Intelektual dituntut untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk membina masyarakat dan menciptakan harmoni sosial yaitu: Saling menghormati Saling menghargai Saling membantu Saling mengisi Aspek pertahanan dan keamanan Intelektual turut serta membantu masyarakat dalam menandai nilai-nilai dalam kehidupan agar: Tidak mudah terprovokasi hal-hal yang negatif Tidak mudah terpengaruh pada faham-faham atau aliran yang menyesatkan Memiliki rasa tanggung jawab terhadap keutuhan bangsa dengan prinsip bahwa “ hari ini harus lebih baik dari hari kemarin “
Tugas Pokok Seorang Peneliti Data Tugas pokok seorang peneliti yaitu pembuktian berupa Data. Namun apa sih definisi Data? Menurut Jogiyanto (Analisis dan Desain Sistem Informasi;8) Data merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian – kejadian dan kesatuan nyata. Begitu pula menurut Bergeron (2003), yang dimaksud dengan Data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi. Mudahnya Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Pengertian Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berujut suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep.
II. 1. a) b) 2. a)
b)
3. a) b) c) d) e) f) 4. a) b) c) d)
Jenis Data Jenis data dikategorikan ke dalam 5 kategori, yaitu: Berdasarkan Tipe Penelitian Data Kuantitatif adalah data yang dapat diinput ke dalam skala pengukuran statistik. Fakta dan fenomena dalam data ini tidak dinyatakan dalam bahasa alami, melainkan dalam numerik. Data Kualitatif adalah data yang dapat mencakup hampir semua data non-numerik. Data ini dapat menggunakan kata-kata untuk menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati. Berdasarkan Sumber Data Primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri atau dirinya sendiri. Ini adalah data yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya, baik dengan cara tertentu atau pada periode waktu tertentu. Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, bukan peneliti itu sendiri. Data ini biasanya berasal dari penelitian lain yang dilakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi seperti BPS dan lain-lain. Berdasarkan Cara Memperoleh Data Observasi adalah data yang ditangkap in situ. Data ini sekali jadi atau tidak bisa diulang, diciptakan atau diganti. Data Wawancara adalah data yang diperoleh melalui tanya-jawab antara peneliti dan informan. Data ini bisa divalidasi menggunakan triangulasi. Data Eksperimental adalah data yang dikumpulkan dalam kondisi terkendali, in situ atau berbasis laboratorium dan harus bisa direproduksi. Data Simulasi adalah data hasil dari penggunaan model dan metadata di mana input lebih penting daripada output. Contoh: model iklim, model ekonomi, model kosmologi dan lain-lain. Data Referensi atau kanonik adalah data statis atau koleksi organik (peer-reviewed). Contoh: menggunakan data urutan gen yang sudah tersedia, struktur kimia, data sensus dan lain-lain. Data Derivasi atau kompilasi adalah data reproduksi. Contoh: kompilasi database yang sudah ada untuk membangun struktur 3D. Berdasarkan Format Berkas Data Kuantitatif. Contoh: SPSS, SAS, Microsoft Ecel, XML dan lain-lain. Data Kualitatif. Contoh: Microsoft Word, Rich Text Format, HTML dan lain-lain. Data Geospatial. Contoh: ESRI Shapefile, Geo-referenced TIFF, CAD data, Tabular GIS attribute data, MapInfo Interchange Format, dan lain-lain. Data Digital Image. Contoh: TIFF, JPEG, Adobe Portable Document Format (PDF) dan lainlain.
e) f) 5. a) b)
Data Digital Audio. Contoh: Free Lossless Audio Codec, Waveform Audio Format, MPEG1 Audio Layer, Audio Interchange File Format dan lain-lain. Data Digtal Video. Contoh: MPEG-4 High Profile, Motion JPEG 2000, GIF dan lain-lain. Berdasarkan Subjek Kedokteran Data Diagnosis. Contoh: subklasifikasi penyakit atau histologi, sitogenetika, penanda molekuler dan lain-lain. Data Demografi. Contoh: sosial ekonomi informasi, jenis kelamin, usia, ras/etnis dan lainlain.
III.
1.
2.
3.
4.
Pengumpulan Data Seorang peneliti harus dapat memaksimumkan penggunaan sumber informasi murah yang sudah ada sebelum melakukan pengumpulan data yang memakan biaya. Berikut ini adalah beberapa sumber informasi yang dapat dipergunakan: Kuesioner Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya. Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner kemudian dicatat/direkam. Observasi Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi) dengan bantuan alat rekam elektronik. Pengamatan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa). Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka, lewat telephone, teleconference dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data. Dokumen Dokumen merupakan teknik pengumpulan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang lain.
IV.
Variabel Penelitian Variable peneliatian merupakan objek penelitian. Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Banyak sekali definisi variable yang diungkapkan para ahli, salah satunya menurut Menurut Hatch & Farhady (1981) Variable didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
V.
Jenis-jenis Variabel Pada desain penelitian korelasional atau eksperimental mengenal lima jenis variabel
yaitu: Variabel Independent dan Dependent Variabel bebas atau independent kadang-kadang disebut variabel prediktor, treatment, stimulus, penyebab, input dan lain-lain adalah variabel yang dimanipulasi untuk mengamati efeknya terhadap variabel tergantung atau terikat atau dependent disebut variabel akibat atau output adalah variabel yang diukur untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas. 2. Variabel Intervening 1.
Variabel intervensi adalah variabel mediasi mengacu pada proses abstrak yang tidak secara langsung diamati tetapi memiliki link di antara variabel independent dan dependent. Ini variabel hipotetik. 3. Variabel Moderating Variabel moderating adalah varaibel mediasi yang sudah diidentifikasi, diukur dan dipertanggungjawabkan mempengaruhi keterkaitan variabel independent dan dependent. 4. Variabel Control Variabel kontrol adalah variabel yang menyebabkan hubungan variabel bebas dan tergantung tetap konstan. Variabel ini mengeliminasi dampak yang diakibatkan dari adanya variabelvariabel moderating 5. Variabel Asing (Extraneous) Variabel extraneous atau variabel asing adalah faktor-faktor dalam lingkungan penelitian yang mungkin memiliki efek terhadap variabel dependent, tetapi tidak diketahui keberadaanya. VI.
1.
2.
3.
4.
Skala Pengukuran Skala merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang berbentuk angk – angka. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Jenis-jenis skala pengukuran ada 4 yaitu: Skala Nominal Skala nominal memberikan suatu sistem kualitatif untuk mengkategorikan orang atau objek ke dalam kategori, kelas, atau klasifikasi. Skala Ordinal Skala ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Skala Interval Skala interval dapat memberikan informasi yang lebih dibandingkan dengan skala nominal atau ordinal. Skala interval juga memungkinkan untuk mengurutkan seseorang atau objek seperti halnya skala ordinal, namun dengan unit yang sama. Skala Rasio Skala ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.
Tugas Pokok Seorang Peneliti
-
-
Data Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berujut suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep. Jenis - Jenis Data - Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri atau seorang atau suatu organisasi langsung dari obyeknya. Contoh : Mewawancarai langsung penonton bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop. Data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah. Metode Pengumpulan Data Wawancara Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998). Observasi Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Variabel Penelitian Variable peneliatian merupakan objek penelitian. Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Banyak sekali definisi variable yang diungkapkan para ahli, salah satunya menurut Menurut Hatch & Farhady (1981) Variable didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Jenis-jenis Variabel 1. Variabel Independent dan Dependent Variabel bebas atau independent kadang-kadang disebut variabel prediktor, treatment, stimulus, penyebab, input dan lain-lain adalah variabel yang dimanipulasi untuk mengamati efeknya terhadap variabel tergantung atau terikat atau dependent disebut variabel akibat atau output adalah variabel yang diukur untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas. 2. Variabel Intervening Variabel intervensi adalah variabel mediasi mengacu pada proses abstrak yang tidak secara langsung diamati tetapi memiliki link di antara variabel independent dan dependent. Ini variabel hipotetik. 3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah varaibel mediasi yang sudah diidentifikasi, diukur dan dipertanggungjawabkan mempengaruhi keterkaitan variabel independent dan dependent. 4. Variabel Control Variabel kontrol adalah variabel yang menyebabkan hubungan variabel bebas dan tergantung tetap konstan. Variabel ini mengeliminasi dampak yang diakibatkan dari adanya variabelvariabel moderating 5. Variabel Asing (Extraneous) Variabel extraneous atau variabel asing adalah faktor-faktor dalam lingkungan penelitian yang mungkin memiliki efek terhadap variabel dependent, tetapi tidak diketahui keberadaanya. Skala Pengukuran Data Berdasarkan jenis skala pengukuran data, data kuantitatif dikelompokkan ke dalam empat jenis yang memiliki sifat berbeda. Sedangkan definisi dari skala pengukuran merupakan prosedur pemberian angka pada suatu objek agar dapat menyatakan karakteristik dari objek tersebut. 1. Skala Nominal Skala yang diberikan pada suatu objek yang tidak menggambarkan kedudukan objek atau kategori tersebut terhadap objek atau kategori lainnya, tetapi hanya sekedar label atau kode saja. Misalnya: Gender : 1 = laki-laki 2 = perempuan Pendidikan : 1 = untuk tingkat SLTP 2 = untuk tingkat SMU 3 = untuk tingkat perguruan tinggi Keterangan. Angka 1 dan 2 atau 3 pada skala pengukuran ini tidak ada artinya, bahwa angka angka 3 lebih tinggi kedudukannya daripada angka 2 begitu juga sebaliknya. Angka tersebut hanya sebatas identifikasi saja terhadap suatu objek. Adapun cirri-ciri dari skala tersebut. a. Kategoro data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada satu kelompok saja) b. Kategori data tidak disusun secara logis 2. Skala Ordinal Data yang disusun secara berjenjang mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat tertinggi atau sebaliknya dengan jarak/rentang yang tidak harus sama. Data ini setiap jenjangnya memiliki sifat yang berbeda. Misalnya. Tingkat pendidikan diurutkan berdasarkan jenjang pendidikan Taman kanak-kanak =1 Sekolah Dasar (SD) =2 Sekolah Menengah Pertama =3 Sekolah Menengah Atas =4 Sarjana =5 Analisis data di atas menunjukkan pendidikan TK dengan nomor urut 1 lebih rendah disbanding dengan tingkat pendidikan SD nomor urut 2 dan SD lebih rendah disbanding SMP. 3. Skala Interval Skala interval suatu skala dimana objek dapat diurutkan berdsarkan suatu atribut tertentu, dimana jarak/interval antara tiap objek sama. Pada skala ini yang dijumlahkan bukanlah kuantitas atau besaran melainkan interval dan tidak terdapat nilai nol. Misalnya.
Pengukuran instrument penelitian. Dalam banyak kegiatan penelitian data diperoleh sering melalui kuesioner untuk menilai sikap atau perilaku sering dinyatakn dengan data interval, setelah alternative jawabannya diberi skala yang setara dengan data interval. Contoh. Jawaban: STS TS N S SS 1 2 3 4 5 Keterangan. STS : sangat tidak setuju TS : tidak setuju N : netral S : setuju SS : sangat setuju Interval antara STS dan TS atau S dan SS adalah sama 4. Skala Rasio Suatu skala yang memiliki sifat-sifat skala nominal, skla nominal dan skala interval dilengkapi dengan titik nol absolute dengan makna empiris. Karena terdapat angka nol maka pada skala ini dapat dibuat perkalian atau pembagian. Sifat yang membedakan data skala rasio dengan nominal, ordinal dan interval dapat dilihat melalui contoh ini. Contoh: panjang suatu benda dalam ukuran meter dinyatakan dalam rasio a. Panjang benda 1 meter dengan 2 meter sangat berebda nyata, sehingga dapat dibuat kategori benda yang berukuran 1 meter dan 2 meter (sifat data nominal) b. Ukuran panjang benda mulai dari yang terpendek sampai yang paling panjang (sifat data ordinal) c. Perbedaan antara panjang benda 1 meter dengan 2 meter memiliki perbedan yang sama antara panjang benda 2 meter dengan 3 meter (sifat data interval) d. Kelebihan sifat yang dimiliki data rasio ada dua hal, yaitu data rasio memiliki angka 0 meter, artinya tidak ada benda yang diukur dan benda yang memiliki panjang 4 meter, 2 kali lebih panjang dari benda yang memiliki panjang 2 meter. Kedua hal tersebut tidak dimiliki oleh jenis data nominal, ordinal, dan interval.
Fungsi, Manfaat, Kegunaan Penelitian Fungsi, Manfaat, Kegunaan penelitian - Untuk melihat bagaimana dan seberapa jauh peranan suatu penelitian, ada baiknya dilihat kembali jenis penelitian daripada penelitian tersebut. Penelitian sangat memegang peranan penting jika dilakukan secara baik dan benar, sebab penelitian dapat berfungsi sebagai jembatan yang : 1. Membantu manusia untuk meningkatkan kemampuannya dalam menginterpretasikan fenomena-fenomena yang terjadi didalam masyarakat dan sekitarnya, yang bersifat kompleks dan saling berkait, 2. Mempermudah dalam pencapaian tujuan yang diharapkan, 3. Sebagai pemberi rekomendasi, 4. Sebagai alat perencanaan untuk melakukan kegiatan selanjutnya, 5. Dapat mengatasi atau menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi, 6. Sebagai alat dalam pengambilan keputusan, 7. Sebagai media untuk perkembangan ilmu pengetahuan, melalui penelitian yang dijalankan dapat ditemukan sesuatu yang baru ataupun penyempurnaan pengetahuan yang telah ada, 8. Sebagai alat dalam pengambilan kesimpulan untuk pemecahan masalah, 9. Membantu persoalan kehidupan sehari-hari setidaknya lewat penelitian dapat diperolehnya jawaban yang sedang dihadapi, baik untuk pengembangan sektor usaha maupun meningkatkan pendapatan, 10. Begitupun halnya dalam menunjang kelancaran proses pembangunan ataupun kesulitan mengatasi masalah usaha, melalui penelitian yang telah dijalankan dapat diberikannya jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi, sehingga dapat keluar dari krisis yang terjadi. Kegunaan penelitian ialah untuk menyelidiki keadaan dari, alasan untuk, dan konsekuensi terhadap suatu set keadaan khusus. Keadaan tersebut bisa saja di kontrol melalui percobaan (eksperimen) ataupun berdasarkan observasi tanpa kontrol. Penelitian memegang peranan yang amat penting dalam memberikan fondasi terhadap tindak serta keputusan dalam segala aspek pembangunan. Jika penelitian tidak diadakan, serta kenyataan-kenyataan tidak pernah diuji lebih dahulu melalui penelitian. Tidak ada negara yang sudah maju dan berhasil dalam pembangunan, tanpa melibatkan banyak daya dan dana dalam bidang penelitian. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kontribusi dari penelitian mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut. Ada dua cara untuk menilai benefit (keuntungan) dari penelitian. Pertama, menggunakan teknik internal rate of return to investment. Dan kedua dengan menghitung nilai marginal dari output per dolar modal yang ditanamkan dalam penelitian. MANFAAT PENELITIAN Pengertian penelitian mengandung 2 manfaat penelitian, yaitu (1) manfaat teoritis dan (2) manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis
Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut penelitian verifikatif. Keraguan terhadap suatu teori muncul jika teori yang bersangkutan tidak bisa lagi menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang dihadapi. Pengujian terhadap teori tersebut dilakukan melalui penelitian empiris, dan hasilnya bisa menolak, atau mengukuhkan, atau merevisi teori yang bersangkutan. 2. Manfaat Praktis Pada sisi lain, penelitian bermanfaat pula untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Hampir semua lembaga yang ada di masyarakat, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta, menyadari manfaat ini dengan menempatkan penelitian dan pengembangan sebagai bagian integral dalam organisasi mereka. Kedua manfaat penelitian tersebut merupakan syarat dilakukannya suatu penelitian sebagaimana dinyatakan dalam rancangan (desain) penelitian.
Tujuan Umum Penelitian Ilmiah Terbit 8 Agustus 2016 Kategori Ketrampilan by LenteraK - dibaca 5.805 kali Pengertian penelitian ilmiah secara umum adalah langkah sistematis dalam upaya memecahkan masalah dengan penelaahan terkendali yang mengandung dua hal pokok yaitu logika berpikir dan data atau informasi yang dikumpulkan secara empiris. Pemecahan masalah dimulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian berdasarkan fakta data sampai diperolehnya suatu kesimpulan. Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran dengan kerangka landasan yang mengandung dua unsur penting yakni pengamatan (observation) dan penalaran (reasoning) bagi terciptanya ilmu pengetahuan. Metode penelitian baik itu menggunakan penelitian kualitatif atau kuantitatif harus didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran maka pernyataan tersebut harus dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya secara empirik (berdasarkan fakta). Tujuan umum penelitian terkait dengan ilmu pengetahuan. 1. Penelitian Eksploratif Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk menemukan ilmu pengetahuan baru dalam bidang tertentu. Ilmu yang diperoleh melalui penelitian betul-betul baru belum pernah diketahui sebelumnya. Misalnya suatu penelitian telah menghasilkan kriteria kepemimpinan 9 efektif dalam manajemen berbasis sekolah. Atau penelitian yang menghasilkan suatu metode baru pembelajaran matematika yang menyenangkan siswa. 2. Penelitian Verifikatif Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk menguji kebenaran dari sesuatu ilmu pengetahuan yang telah ada. Data penelitian yang diperoleh digunakan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap informasi atau ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, suatu penelitian dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap gaya kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas metode pembelajaran yang telah dikembangkan di luar negeri jika diterapkan di Indonesia. 3. Penelitian Pengembangan Tujuan penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan sesuatu ilmu pengetahuan yang telah ada. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan atau memperdalam ilmu pengetahuan yang telah ada. Misalnya penelitian tentang implementasi metode inquiry dalam pembelajaran IPS yang sebelumnya telah digunakan dalam pembelajaran IPA. Contoh lainnya adalah penelitian tentang sistem penjaminan mutu (Quality Assurannce) dalam organisasi/satuan pendidikan yang sebelumnya telah berhasil diterapkan dalam organisasi bisnis/perusahaan. Untuk mendapatkan kebenaran ilmiah, penelitian ilmiah harus mengandung unsur keilmuan dalam aktivitasnya. Penelitian yang dilaksanakan secara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada karakteristik keilmuan yaitu:
1. Rasional: penyelidikan ilmiah adalah sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia. 2. Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati orang lain dengan menggunakan panca indera manusia. 3. Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Gaya selingkung adalah pedoman tata cara penulisan. Tiap penerbit memberlakukan gaya yang biasanya berlainan. Ada yang sangat taat KBBI sehingga mengikuti setiap pergantian istilahnya bila direvisi, ada juga yang hanya menerapkan sebagian. Dalam bahasa Inggris, selingkung disebut style guide.
BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH
A. Pengertian dan Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan bisa menjadi media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan. Selanjutnya, bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik cendikia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, dan konsisten. 1. Cendekia Bahasa Indonesia bersifat cendikia artinya Bahasa Indonesia itu mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yakni mampu membentuk pernyataan yang tepat dan sesksama. Hal ini sejalan dengan pendapat Soedradjad (2010) bahwa bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca. 2. Lugas dan Jelas Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan diungkapkan secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna lugas. Pemaparan bahasa Indonesia yang lugas akan
menghindari kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat. Penulisan yang bernada sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila dituangkan dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan yang satu dengan yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul pada kalimat yang sangat panjang. 3. Menghindari Kalimat Fragmentaris Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat fragmentaris. Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat terjadi antara lain karena adannya keinginan penulis menggunakan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.
4. Formal Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada lapis kosa kata, bentukan kata, dan kalimat. Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Kalimat formal dalam tulisan ilmiah dicirikan oleh kelengkapan unsur wajib (subyek dan predikat), ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, kebernalaran isi, dan tampilan esei formal. 5. Objektif dan Konsisten Sifat objektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata seperti kosa kata, bentuk kata, dan struktur kalimat. Sementara sifat konsisten yang ditampakkan pada penggunaan unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda lain dan istilah yang sesuai dengan kaidah dan semuanya digunakan secara konsisten. 6. Bertolak dari Gagasan Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia ragam ilmiah mempunyai sifat bertolak dari gagasan. Artinya, penonjolan diadakan pada gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat-kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari. 7. Ringkas dan Padat Sifat ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa yang mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang hemat. Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri
kepadatan sudah terpenuhi. Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraph yang berlebihan dalam tulisan ilmiah.
Setiap ragam bahasa memiliki ciri khasnya masing-masing. Menurut Nazar (2004: 9), ciri ragam Bahasa Indonesia Ilmiah sebagai berikut: 1.
Kaidah bahasa Indonesia yang digunakan harus benar sesuai dengan kaidah pada bahasa Indonesia baku, baik kaidah tata ejaan maupun tata bahasa (pembentukan kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf).
2. Ide yang diungkapkan harus benar, sesuai dengan fakta yang dapat diterima akal sehat (logis). 3. Ide yang diungkapkan harus tepat dan hanya mengandung satu makna. Hal ini tergantung pada ketepatan memilih kata dan penyusunan struktur kalimat. Jadi, kalimat yang digunakan efektif. 4. Kata yang dipilih harus bernilai denotatif yaitu makna yang sebenarnya. 5. Ide diungkapkan dalam kalimat harus padat isi/ bernas. Oleh sebab itu, penggunaan kata dalam kalimat seperlunya, tetapi pemilihannya tepat. 6. Pengungkapan ide dalam kalimat ataupun alinea harus lugas yaitu langsung menuju pada sasaran. 7. Unsur ide dalam kalimat ataupun alinea diungkapkan secara runtun dan sistematis. 8. Ide yang diungkapkan dalam kalimat harus jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
B. Berbagai Ragam Bahasa Ragam bahasa yang digunakan dalam suasana akrab (santai) biasanya mempunyai kelainan jika dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi. Dalam suasana akrab, penutur bahasa biasanya sering menggunakan kalimat-kalimat pendek, kata-kata dan ungkapan yang maknanya hanya dipahami dengan jelas oleh peserta percakapan itu. Sebaliknya, dalam suasana resmi, seperti dalam pidato resmi, ceramah ilmiah, perkuliahan, dalam rapat resmi biasanya digunakan kalimat-kalimat panjang, pilihan kata, dan ungkapan sesuai dengan tuntunan kaidah bahasa yang benar. Brenstein menamakan kedua ragam bahasa yang terakhir ini masing-masing sebagai ragam ringkas (restricted code) dan ragam lengkap (elaborate code). 1. Ragam Lisan dan Ragam Tulisan Ragam suatu bahasa dapat juga dibedakan berdasarkan jenis kesatuan dasarnya (Halim, 1998). Dilihat dari wujud kesatuan dasar ini ragam bahasa dapat pula dibedakan antara ragam
lisan dan ragam tulisan. Kesatuan dasar ragam tulisan adalah huruf. Tidak semua bahasa terdiri atas ragam lisan dan tulisan, tetapi pada dasrnya semua bahasa memiliki ragam lisan. a.
Ragam Bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Ciri-ciri ragam bahasa lisan: 1) Memerlukan kehadiran orang lain; 2) Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap; 3) Terikat ruang dan waktu; dan 4) Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. Kelebihan ragam bahasa lisan adalah dapat menatap langsung ekspresi orang sebagai lawan pembicara.
b. Ragam Bahasa Tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Ciri-ciri ragam bahasa tulis: 1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain; 2) Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap; 3) Tidak terikat ruang dan waktu; dan 4) Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan. Kekurangan ragam bahasa tulis adalah sering terjadi kesalahan tanggapan antara pembaca dan penulis. Selain itu, ragam bahasa tulis dapat menyebabkan kurang jelasnya penyampaian makna yang dimaksud. Hubungan antara lisan dan ragam tulisan adalah timbal balik. Ragam tulisan melambangkan ragam lisan dengan pengertian bahwa kesatuan ragam tulisan melambangkan ragam tulisan, yaitu huruf melambangkan kesatuan-kesatuan dasar lisan, yaitu bunyi bahasa dalam bentuk yang dapat dilihat. Hubungan perlambangan antara kedua ragam bahasa itu tidak jarang menimbulkan kesan bahwa struktur lisan sama benar dengan struktur ragam tulisan.
Dalam kenyataan, kedua ragam bahasa itu pada dasarnya berkembang menjadi dua sistem bahasa yang terdiri atas perangkat kaidah yang tidak seluruhnya sama. Ini berarti bahwa kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku juga bagi ragam tulisan, kaidah yang mengatur menghilangkan unsur-unsur tertentu dalam kalimat ragam lisan, misalnya tidak berlaku seluruhnya bagi ragam tulisan, yang menuntut adanya kalimat-kalimat dalam bentuk selengkap mungkin. Dalam hubungan dengan bahasa Indonesia, perbedaan antara kaidah ragam lisan dan kaidah ragam tulisan telah berkembang sedemikian rupa, sehingga kedua ragam itu memrlukan pembakuan yang berbeda, sesuai dengan perkembangannya sebagai bahasa perhubungan antar daerah dan antar suku selama berabad-abad di seluruh Indonesia (Teew, 1961; Halim, 1998). 2. Ragam Baku dan Nonbaku Dalam pembicaraan seorang penutur selalu mempertimbangkan kepada siapa ia berbicara, dimana, tentang masalah apa, kapan dan dalam suasana bagaimana. Dengan adanya pertimbangan semacam itu, timbullah ragam pemakaian bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya (Suwito, 1983). Situasi di kantor, di depan kelas, dalam ruangan rapat resmi, dalam berdiskusi, berpidato, memimpin rapat resmi, dan sebagainya merupakan situasi/suasana resmi (formal). Dalam situasi/suasana seperti ini hendaknya dipakai ragam resmi atau formal yang biasa disebut dengan istilah ragam bahasa baku atau dengan singkat ragam baku. Ragam baku ini selain digunakan dalam suasana seperti yang telah disinggung di atas, juga digunakan dalam surat menyurat resmi, administrasi pemerintahan, perundang-undangan Negara, dan dalam karya-karya ilmiah. Sebaliknya, situasi di dalam rumah tangga, di pinggir jalan, di warungwarung, di pasar, di lapangan olahraga, dan sebagainya merupakan situasi/suasana yang tak resmi (informal). Dalam suasana seperti ini hendaknya kita menggunakan ragam bahasa tak resmi (informal) yang biasanya disebut dengan istilah ragam bahasa takbaku (nonbaku) atau dengan singkat ragam takbaku (nonbaku). Jadi, pemakaian bahasa di luar suasana formal (resmi) dan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi antarsahabat, antaranggota keluarga di rumah, dan antarpembeli kesemuanya digolongkan ke dalam ragam takbaku. Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam: a. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumumanpengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
b. Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya. c. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya. d. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan. Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten. b. Penggunaan Kata-Kata Baku Kata-kata yang dipakai adalah kata-kata umum dan sudah lazim digunakan atau yang frekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. c. Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). EYD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca.
d. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafal daerah. e. Penggunaan Kalimat Secara Efektif Kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan denganlisan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud pembicara atau penulis. Secara keseluruhan ragam baku itu hanya ada satu dalam sebuah bahasa, dengan kata lain ragam-ragam selebihnya (termasuk dialek) merupakan ragam nonbaku. Dari sudut kebahasaan, terdapat perbedaan antara ragam baku dan nonbaku antara lain tata bunyi, tata bentukan, kosa kata, dan tata kalmat. Dalam BI ejaan yang diakui baku adalah EYD, sehingga penulisan yang tidak sesuai dengan EYD adalah ejaan nonbaku. Sayangnya dalam BI belum ada pengaturan yang tuntas mengenai pelafalan, sehingga batas antara baku dan nonbaku masih agak kabur meski tetap ada batas-batas tertentu yang memisahkan keduanya. Kalau diperhatikan pemakaian kedua ragam bahasa itu, ragam baku adalah ragam bahasa yang dilambangakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakaiannya. Sebagai kerangka rujukan, ragam baku berisi rujukan yang menentukan benar tidaknya
pemakaian bahasa, baik ragam lisan maupun ragam tulisan, sedangkan ragam takbaku selalu ada kecenderungan untuk menyalahi norma/kaidah bahasa yang berlaku. 3. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang Fungsional a.
Ragam Bahasa Ilmiah Ciri bahasa indonesia ragam ilmiah:
1) Bahasa Indonesia ragam baku; 2) Pengunaan kalimat efektif; 3) Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda; 4) Pengunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias; 5) Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan; dan 6) Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan Antaralinea. b. Ragam Bahasa Sastra Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang
tidak
efektif.
Pengambaran
yang
sejels-jelasnya
melalui
rangkaian
kata
bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca. c.
Ragam Bahasa Iklan Bergaya bahasa hiperbola, berpersuasif, dan berkalimat menarik, ciri-ciri ragam bahasa iklan. Selain itu, ragam bahasa iklan bernada sugestif dan propogandis.
d. Ragam Bahasa Bidang-bidang Tertentu Ragam bahasa ini digunakan pada bidang-bidang tertentu seperti transportasi, komputer, ekonomi, hukum, dan psikologi.diagnosis, infus, dan USG adalah contoh istilah dalam bidang kedokteran.
C. Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah dalam Menulis dan Presentasi Ilmiah Menggunakan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam menulis dan presentasi ilmiah berarti memanfaatkan potensi bahasa Indonesia untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori, atau gabungan dari keempat hal tersebut secara hasil penelitian, secara tertulis, dan lisan. Itu berarti, pada saat menulis tulisan ilmiah penulis harus berusaha keras agar bahasa Indonesia yang digunakan benar-benar menunjukkan sifat yang cendikia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, dan konsisten. Sifat-sifat bahasa Indonesia yang demikian ditampakkan pada pilihan kata, pengembangan
kalimat, pengembangan paragraf, kecermatan dalam penggunaan ejaan, tanda baca, dan aspekaspek mekanik lainnya. 1. Menulis Karya Ilmiah Jenis-jenis karya ilmiah dapat dibedakan atas berikut. a.
Makalah Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan permasalahan dan pembahasannya berdasarkan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empiris dan objektif.
b. Kertas kerja Kertas kerja adalah karya tulis ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empiris dan objektif. Makalah sering ditulis untuk disajikan dalam kegiatan penelitian dan tidak untuk didiskusikan, sedangkan kertas kerja ditulis untuk disajikan dalam seminar atau lokakarya. c.
Laporan Praktik Kerja Laporan praktik kerja adalah karya tulis ilmiah yang memaparkan data hasil temuan di lapangan atau instansi perusahaan tempat kita bekerja. Jenis karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah untuk jenjang diploma III (DIII).
d. Skripsi Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain (karya ilmiah S1). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar sarjana. e.
Tesis Tesis adalah karya tulis ilmiah yang mengungkapkan pengetahuan baru dengan melakukan pengujian terhadap suatu hipotesis. Tesis ini sifatnya lebih mendalam dari skripsi (karya ilmiah S2). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar magister.
f.
Disertasi Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta secara empiris dan objektif (karya ilmiah S3). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar doktor. Bagaimana halnya dalam presentasi ilmiah? Ketika melakukan presentasi ilmiah, presenter dituntut agar bahasa Indonesia lisan yang digunakan diwarnai oleh sifat-sifat ragam bahasa Indonesia ilmiah sebagaiana dikemukakan di atas. Sementara itu, beberapa fasilitas dalam penggunaan bahasa lisan tetap bisa dimanfaatkan, misalnya adanya kesempatan untuk mengulang-ulang, menekankan dengan menggunakan intonasi, jeda, dan unsur suprasegmental lainnya.
2. Presentasi Ilmiah Presentasi ilmiah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan dalam dunia ilmiah. Kegiatan itu berfungsi untuk menyebarkan informasi ilmiah. Agar presentasi ilmiah dapat berjalan dengan efektif, ada kiat-kiat yang perlu diterapkan, yakni: 1) Menarik minat dan perhatian peserta; 2) Menjaga agar presentasi tetap fokus pada masalah yang dibahas; dan 3) Menjaga etika ketika tampil di depan forum ilmiah. Untuk menarik minat dan perhatian pada topik/masalah yang dibahas, seorang penyaji dapat menggunakan media yang menarik (media visual seperti gambar dengan warna yang menarik, ilustrasi, dll.), mengetahui latar belakang peserta, dan menjaga suara agar tidak monoton serta terdengar jelas oleh seluruh peserta yang berada di suatu ruangan. Untuk menjaga agar presentasi tetap fokus pada madalah yang dibahas, penyaji harus menaati bahan yang telah disiapkan dan memberi penjelasan singkat dan padat terhadap butir-butir inti. Untuk menjaga etika dapat dilakukan dengan cara menghindari hal-hal yang dapat merugikan (menyinggung perasaan) orang lain. Tata Cara dan Etika Presentasi Ilmiah Presentasi ilmiah akan berhasil jika penyaji menaati tata cara yang lazim. Pertama, penyaji perlu memberi informasi kepada peserta secara memadai. Informasi tersebut akan dipahami dengan baik jika peserta memperoleh bahan tertulis, baik bahan lengkap maupun bahasan presentasi powerpoint. Jika diperlukan, bahan dapat dilengkapi dengan ilustrasi yang relevan. Apabila bahan ditayangkan, harus dipastikan bahwa semua peserta dapat melihat layar dan dapat membaca tulisan yang disajikan. Kedua, penyaji menyajikan bahan dalam waktu yang tersedia. Untuk itu, penyaji perlu merencanakan penggunaan waktu dan menaati panduan yang diberikan oleh moderator. Ketiga, penyaji menaati etika yang berlaku di forum ilmiah karena forum ilmiah merupakan wahana bagi ilmuwan dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu saling asah otak dan hati serta bertukar berbagai informasi akademik, baik sebagai hasil pemikiran maupun hasil penelitian. Dalam forum tersebut, ada beberapa peran yang dimainkan oleh aktor yang berbeda, yakni penyaji, pemandu (moderator), notulis, peserta, dan teknisi. Semua pihak wajib melakukan tugasnya dan menjaga agar jalannya presentasi ilmiah dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam menyiapkan presentasi, langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut.
a.
Tentukan butir-butir terpenting bahan yang dibahas. Penyebutan butir hendaknya tidak boleh terlalu singkat, tetapi juga tidak boleh terlalu elabratif karena elaborasi akan dilakukan secara lisan oleh penyaji.
b. Atur butri-butir tersebut agar alur penyajian runtut dan runut (koheren dan kohesif). c.
Kerangka pikir perlu diungkapkan/disajikan dalam diagram atau bagan alir untuk menunjukkan alur penalarannya. Melaksanakan
Presentasi
Ilmiah
Presentasi
ilmiah
pada
dasarnya
adalah
mengomunikasikan bahan ilmiah kepada peserta forum ilmiah. Oleh karena itu, dalam presentasi ilmiah berlaku prinsip-prinsip komunikasi. Beberapa prinsip komunikasi,yaitu: a.
Mengurangi gangguan komunikasi secara antisipatif.
1)
Memastikan kecukupan pencahayaan dan ruang gerak.
2)
Memperhatikan tingkat kapasitas peserta ketika memilih bahasa dan media.
3)
Menghindari kemungkinan multitafsir ungkapan yang dipilih.
4)
Berpikir positif tentang peserta.
5)
Membuat peserta dihormati dan dihargai.
6)
Mempertimbangkan budaya peserta.
7)
Bersikap terbuka terhadap perbedaan sikap dan pendapat orang lain.
8) Memastikan bahwa pakaian yang akan dipakai tepat pilihan dari segi situasi formal dan budaya setempat. b. Memaksimalkan efektivitas dalam proses presentasi. 1) Memastikan bahwa suaranya dapat didengar oleh semua peserta. 2) Memastikan bahwa penyaji dapat melihat semua peserta. 3) Menjadi penyimak/pendengar yang baik jika ada peserta yang bertanya. 4) Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya. 5) Mendorong peserta untuk aktif terlibat. Menggunakan media yang menarik dan tepat guna
Ciri Ragam Ilmiah
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Ciri-ciri Bahasa Ragam Ilmiah Ciri-ciri bahasa ragam ilmiah pada dasarnya ada dua, yaitu ciri umum dan ciri khusus. Ciri umumnya adalah bahasa yang digunakan harus bersifat ilmiah, artinya sesuai dengan kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia. Ciri-ciri khusunya adalah: Cendekia Lugas dan logis Jelas Ringks dan padat Formal dan objektif Gagasan sebagai pangkal tolak Penggunaan istilah teknis Konsisten
a.
Cendekia Ciri cendekia yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah mampu mengungkapakan hasil berpikir logis secara tepat. Hal itu diwujudkan dalam penyusunan atau pengorganisasian bahasa secara sistematis, artinya teratur dan runtut sehingga menunjukkan kelogisan berpikir seseorang atau penulis. b. Lugas dan Logis Ciri lugas yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus bermakna harafiah dan tidak bermakna ganda, sedangkan ciri logis adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah sesuai dengan logika atau dapat diterima oleh akal sehat. Hal itu membantu penulis dalam mengungkapkan pola pikir atau gagasannya dan membantu pembaca dalam memahami gagasan atau pola pikir penulis. c. Jelas Ciri jelas yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah jelas struktur kalimat dan maknanya. Hal itu sangat membantu penulis dalam memaparkan gagasan atau pola pikirannya dan mempermudah pembaca untuk memahami makna yang dimaksudkan. d. Padat dan Ringkas Padat yang dimaaksud adalah gagasan atau pola pikir yang akan diungkapakan tidak tercampur unsur-unsur lain yang tidak ada hubungannya atau tidak diperdulikan. Ciri ringkas yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan a ilmiah harus singkat, tidak menggunakan kata-kata yang berlebihan (mubazir). Dengan demikian, penulisan karya tulis ilmiah menunjukkan gagasan atau pola pikir yang padat dan tertuang dalam kalimat yang ringkas. e.
Formal dan Objektif Formal yang dimaksud mengacu pada pandangan bahwa komunikasi ilmiah melalui tulisan ilmiah merupakan komunikasi formal atau resmi sehingga bahasa Indonesia yang digunakannya harus bahasa Indonesia formal, artinya bahasa Indonesia yang digunakan harus bahasa yang dalam situasi formal atau resmi pada struktur bahasa yang mencakup seluruh tataran struktur kebahasaan. Penggunaan bahasa seperti itulah yang menunjukkan ciri objektif, yaitu daoat diukur kebenarannya secara terbuka umum.
f.
Gagasan sebagai Pangkal Tolak
Gagasan sebagai pangkal tolak yang dimaksud adalah bahasa yang yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus berorientasi pada gagasan atau pola pikir bukan pada penulis. Gagasan sebagai pangkal tolak terkait dengan objektivitas penulis, artinya penggunaan bahasa tersebut secara dominan harus bertolak pada objek yang dibicarakan dan bukan pada penulis secara pribadi. Oleh karena itu, objektivitas harus ditandai dengan upaya penulis untuk menghindari penggunaan kata saya,kami, dan kita. g. Penggunaan Istilah Teknis Ciri penggunaan istilah teknis yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus berfungsi sebagai wacana teknis, artinya sesuai dengan bidang keilmuannya yang dilengkapi dengan peristilahan teknis yang meliputi penulisan angka, lambing, dan istilah sesuai dengan bidang ilmu. h. Konsisten Ciri konsisten yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah mulai dari tataran terkecil sampai dengan tataran terbesar dan terluas (keseluruhan struktur bahasa) harus ajeg. Arti ajeg adalah taat asas atau selalu menggunakan bentuk-bentuk atau unsur-unsur tersebut dari awal tulisan sampai akhir tulisan. CONTOH-CONTOH BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH Keseluruhan ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah seperti yang telah disebutkan harus terwujud dalam karya tulis ilmiah yang dibuat oleh penulis. Untuk itu, perhatikan contoh-contoh dan ciri-ciri penulisan karya ilmiah berikut. Contoh-contoh berikut disajikan dalam bentuk yang salah sekaligus bentuk yang benar. A. CENDEKIA Contoh : 1) Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama pengaruh budaya barat yang masuk ke Negara Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai dengan nili-nilai budaya dan moral bangsa Indonesia. 2) Pergeseran nilai-nilai budaya bangsa terjadi karena masuknya pengaruh budaya barat ke Indonesia. B. LUGAS DAN LOGIS Contoh: 1) Kalau pada zaman Sunan Kalijaga dalam kesenian wayang termasuk ceritanya digunakan sebagai media penyebaran agama. Maka di masa sekarang lebih tepat apabila penanaman budi pekerti dalam cerita wayang melalui pengajaran apresiasi. 2) Kalau pada zaman Kalijaga, kesenian wayang, termasuk ceritanya, digunakan sebagai media penyebaran agama, sekarang, kesenian wayang digunakan sebagai media penanaman budi pekerti melalui apresiasi. 3) Saat terjadi kekacauan di pasar, pencuri berhasil ditangkap sama polisi. 4) Saat terjadi kekacauan di pasar, polisi berhasil menangkap pencuri C. JELAS Contoh: 1) Untuk mengetahui apakah baik dan buruknya pribadi seseorang dari tingkah dan lakunya sehari-hari. 2) Baik buruknya pribadi seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari.
3) Perkara diajukan kemeja hijau berjumlah lima puluh satu. Sedangkan perkara disidangkan berjumlah dua puluh satu. 4) Perkara yang diajukan ke meja hijau berjumlah 51 buah, sedangkan perkara yang telah disidangkan berjumlah 21 buah. D. PADAT DAN RINGKAS Contoh: 1) Pendidikan agama di sekolah dasar bagaimanapun tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan yang baik pula dari orang tua murid dalam keluarga. 2) Pendidikan agama di SD tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan orang tua. E. FORMAL DAN OBJEKTIF Contoh: 1) Menurut Moeliono mengatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas, eksak, dan menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan. (1989) 2) Menurut Moeliono (1989), bahasa ilmiah itu lugas, eksak, dan menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan. 3) Moeliono (1989) mengatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas, eksak, dan menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan. F. GAGASAM SEBAGAI PANGKAL TOLAK Contoh: 1) Kita semua tahu bahwa pendidikan itu dilingkungan keluarga sangat penting dalam menanamkan moral Pancasila. 2) Perlu diketahui bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam penanaman moral Pancasila. G. PENGGUNAAN ISTILAH TEKNIS Contoh: 1) Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP adalah sistem penjaminan mutu dan keamanan pangan yang sangat dianjurkan oleh badan keamanan pangan internasional Codex Alimentarius Commission untuk diterapkan di industry pangan. 2) Hazard Anaylisis Critical Control Point (HACCP) adala sistem penjaminan mutu dan keamanan pangan yang sangat dianjurkan oleh badan keamanan pangan internasional Codex Alimentarius Commission (CAC) untuk diterapkan di industri pangan. H. KONSISTEN Contoh: 1) Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagi muslim Bosnia. Untik mereka yang penting adalah pencabutan embargo senjata. 2) Perluncutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagi muslim Bosnia. Bagi mereka yang penting adalah pencabutan embargo senjata.