Tor Banjir Perluasan Tebu Final.pdf

  • Uploaded by: Sansan Muhamad Hasan Mustofa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tor Banjir Perluasan Tebu Final.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 10,533
  • Pages: 74
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Pembangunan kota Bandung yang pesat tidak terlepas dari berbagai segi kehidupan yang ada. Salah satu faktor yang turut berkembang sejalan dengan pesatnya Pembangunan di kota Bandung adalah kebutuhan akan air, baik air bersih, air untuk keperluan industri, air untuk pertanian dan lain lain peruntukan. Dilain pihak dengan meningkatnya kebutuhan air tersebut juga akan meningkatkan kebutuhan akan sarana pembuang air limbah, sarana saluran penggelontoran dan drainase kota. Kota Bandung sebagai bagian dari cekungan Bandung yang merupakan catchment area yang sangat penting sebagai kawasan penangkap dan pendistribusian air tanah maupun air permukaan sehingga banyak dijumpai mata air, sungai sungai yang sebagian besar bermuara di Sungai Citarum. Sungai dan saluran tersebut memiliki berbagai fungsi seperti sumber air baku, sebagai saluran penggelontoran, pengendali banjir dan lain lain Pesatnya perkembangan perkotaan di Kota Bandung, memacu Pembangunan arana dan prasarana di perkotaan serta perkembangan sektor lainnya banyak menimbulkan dampak lingkungan baik terhadap udara, tanah maupun air. Khususnya terhadap lahan yang awalnya terbuka, bekas kebun, sawah, ladang dirubah untuk perumahan atau gedung lainnya sehingga kurangnya resapan

dan ini akan menambah Run Off

pengaliran air terutama pada musim hujan dimana berdampak menambah debit banjir. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam Pembangunan kota dimana sebelumnya harus dipersiapkan atau dibangun terlebih dahulu sistem drainase terpadu untuk menghindarkan dampak banjir lokal, sehingga penataan sistem drainase pada daerah yang akan dikembangkan harus terpadu dengan sistem drainase eksisting didaerah sekitarnya sampai pada drainase utama. Kota Bandung sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat pada saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa, berbagai sarana dan prasarana dibangun seperti perumahan, , rumah susun, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya, hal ini menandakan bahwa kota Bandung masih strategis menjadi incaran para pemilik modal.

2

Sehubungan dengan Surat Keputusan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bandung No. 640/ kep. 1198- Bappelitbang/ 2017 , Tanggal 14 Nopember 2017 Perihal Rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Dalam Rangka Pembangunan Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, kemudian Site Plan No.620/173-Distarcip, Tanggal 20 Juni 2016 untuk Pembangunan Perluasan Hotel Tebu ,Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, dan Keterangan Rencana Kota/ KRK, No. 503-6434/ KRK- 2703- Distarcip/ VI/ 2016, Tanggal 31 Mei 2016 Dalam Rangka Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, dan selanjutnya Surat Permohonan dari Arief SubahariU yang disampaikan kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung tentang permohonan Rekomendasi Peil Banjir , Tanggal 2 Januari 2018 (keterangan duga muka air banjir) untuk lokasi Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan , Kota Bandung.

I.2 Permasalahan Banjir di Kota Bandung 1.2.2 Akibat Curah Hujan yang Tinggi Curah hujan di kota Bandung relatif cukup besar berdasarkan curah hujan rata rata per bulan yaitu sekitar 200 mm/ bulan, curah hujan pada tahun 2013 minimum – maksimum antara 93 mm – 440 mm/ perbulan, dengan jumlah curah hujan tahunan sekitar 2400 pertahun ( sumber Data Hujan Dinas Binamarga dan Pengairan Kota Bandung) Curah hujan tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya aliran air permukaan yang mengalir di saluran drainase dan mengalir menuju sungainya. Selain itu besarnya aliran air yang terjadi di sungai penampung sangat tergantung dari besarnya kooefisien aliran air permukaan serta kondisi salurannya, secara hidrolis penyaluran di saluran drainase maupun sungainya tergantung dari kondisi sistem saluran itu sendiri

3

Disamping itu ketidaksadaran masyarakat akan pentingnya saluran air (drainase) dan sungai, mereka menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah, kemudian masalah banjir juga disebabkan karena sedimentasi (pendangkalan saluran). Terjadinya genangan dibeberapa titik di kota Bandung merupakan permasalahan yang kompleks dimana dipengaruhi oleh kondisi eksisting antara lain faktor yang dominan adalah intensitas curah hujan yang cukup tinggi pada saat musim penghujan tiba. Kondisi lahan permukiman di perkotaan dengan koefisien aliran relatif tinggi serta saluran drainase yang tidak memadai dari segi penampungan dan terjadi hambatan pengaliran yang disebabkan antara lain pengurangan kapasitas penyaluran, penyempitan saluran/ sungai akibat pendangkalan maupun masalah penyumbatan oleh sampah kota serta tersumbatnya tali tali air dari badan jalan yang masuk kesaluran drainase jalan Ketika diguyur hujan dengan intensitas sedang maupun tinggi, beberapa ruas jalan di kota Bandung berubah fungsi menjadi bendungan air, penyebab air menggenang di jalan dikarenakan kondisi drainase yang sudah tidak baik, sejauh ini drainase yang ada di Kota Bandung belum seluruhnya terintegrasi. Oleh sebab itu, agar diperhatikan kondisi anak sungai Citarum supaya air yang menggenang di jalan raya dapat terintegrasi dan terbuang kesungai." Kalau untuk drainase belum terintegrasi , artinya larinya air itu tidak diteruskan ke titik lain, memang disatu tempat tidak banjir tapi disatu tempat lain menjadi banjir, kota Bandung itu dibelah oleh anak-anak sungai Citarum, sebenarnya kalau sungai-sungai itu dijadikan titik utama drainase seharusnya tak masalah , Lebih jauh untuk mengintegrasikan drainase dengan anak sungai diperlukan beberapa tahapan yang disesuaikan dengan perkembangan tata ruang di Kota Bandung, sebab apabila tak memperhatikan tata ruang maka bukan mustahil drainase tak akan berfungsi secara optimal dan akan mengakibatkan genangan air di jalan raya. Pihak Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung sendiri sudah punya rencana petanya untuk mengintegrasi drainase itu, tapi memang kendalanya biaya lagi. Sehingga tidak bisa dibuat langsung terintegrasi dan harus dibuat bertahap Tak optimalnya drainase bukan satu-satunya penyebab banjir di Kota Bandung, salah satu penyebab terjadinya banjir di Bandung karena kebiasaan masyarakat yang sering

4

membuang sampah sembarangan. Oleh sebab masyarakat harus dapat meninggalkan kebiasaan tersebut karena ia menilai sampah yang dibuang masyarakat justru akan menyumbat drainase. Diharapkan pada masa yang akan datang perbaikan maupun Pembangunan drainase dapat dibarengkan dengan perbaikan jalan raya, hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi drainase guna menampung air yang ada di jalan raya akibat guyuran hujan. Secara geografis kota Bandung ada di wilayah pegunungan yang memiliki terrain mountainous yang secara alami memiliki beda kontur ketinggian yang cukup signifikan. Secara drainase alam, terrain mountainous ini mempunyai alur-alur yang menyalurkan air dari dataran tinggi ke sungai dan akhirnya ke laut. Masalah timbul ketika mulai muncul Pembangunan di kawasan tersebut yang merubah kontur alam dan daerah resapan air. Pembangunan kawasan biasanya dimulai dengan prasarana wilayahnya, yaitu jalan. Dengan adanya Pembangunan jalan dan diikuti permukiman, industri dan seterusnya mengakibatkan galian dan timbunan (cut-and-fill) yang merubah elevasi-topografi wilayah. Jika Pembangunan tidak memperhatikan keberadaan air dan pengalirannya baik secara alamiah maupun buatan maka permasalahan besar akan timbul di kemudian hari; mulai banjir, kemacetan, kecelakaan, musibah penyakit akibat kontaminasi dengan sampah, berhentinya suatu aktifitas dan lain-lain. Banjir cileucang yang sering melanda kota Bandung bila hujan besar, mencerminkan masalah drainase jalan dan perkotaan yang tidak direncanakan dengan baik dan terakumulasi selama ini. Daerah genangan di kota Bandung mencapai 60 titik saluran dan sungai yang rawan banjir dengan luas total areal yang tergenang seluas 295,90 Ha dan dibagi dalam 3 (tiga) kategori berdasarkan luas genangan seperti yang terlihat pada table 1.1

5

Tabel 1.1 Luas Daerah Genangan di Kota Bandung Tahun 2012 No

Luas Daerah Genangan (ha)

Jumlah lahan(ha)

Titik Saluran

01

0,20 – 2,00

59,90

43

02

0,30 – 6,00

96,00

9

03

>7,00

142,00

8

295,90

60

Jumlah

Gambar 1.1 Lokasi Genangan Kota Bandung Tahun 2012

6

Gambar. 1.2 Daerah Genangan Bandung dan Sekitarnya

1.2.2 Saluran Air yang Buruk Banjir di kota Bandung yang kerap terjadi biasanya dikarenakan saluran air yang mengalirkan air hujan dari jalan ke sungai sudah tidak terawat. Banyak saluran air di perkotaan yang tertutup sampah, memiliki ukuran yang kecil, bahkan tertutup beton bangunan sehingga fungsinya sebagai saluran air tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya lalu kemudian terjadi genangan air di jalanan yang menyebabkan banjir. 1.2.3 Daerah Resapan Air yang Kurang Selain karena saluran air yang buruk ternyata daerah resapan air yang kurang juga mempengaruhi suatu wilayah dapat terjadi banjir. Daerah resapan air merupakan suatu daerah yang banyak ditanami pohon atau yang memiliki danau yang berfungsi untuk menampung atau menyerap air ke dalam tanah dan disimpan sebagai cadangan air tanah. Akan tetapi karena di daerah perkotaan seiring meningkatnya bangunan yang dibangun sehingga menggeser fungsi lahan hijau sebagai resapan air menjadi bangunan beton yang tentunya akan menghambat air untuk masuk ke dalam tanah. Sehingga terjadi genangan air yang selanjutnya terjadi banjir.

7

1.2.4. Penebangan Pohon Secara Liar Pohon memiliki fungsi untuk mempertahankan suatu kontur tanah untuk tetap pada posisinya sehingga tidak terjadi longsor, selain itu pohon juga memiliki fungsi untuk menyerap air sebagaimana telah disebutkan pada poin sebelumnya. Jika pada wilayah yang seharusnya memiliki pohon yang rimbun seperti daerah pegunungan ternyata pohonnya ditebangi secara liar, maka sudah pasti jika terjadi hujan pada daerah tersebut air hujannya tidak akan diserap ke dalam tanah tetapi akan langsung mengalir ke daerah rendah contohnya daerah hilir atau perkotaan dan perdesaan yang menyebabkan banjir. 1.2.5. Sungai yang Tidak Terawat Sungai sebagai media mengalirnya air yang tertampung dari hujan dan saluran air menuju ke laut lepas tentunya sangat memegang peranan penting pada terjadi atau tidaknya banjir di suatu daerah. Jika sungainya rusak dan tercemar tentu fungsinya sebagai aliran air menuju ke laut akan terganggu dan sudah dipastikan akan terjadi banjir. Biasanya kerusakan yang terjadi di sungai yaitu endapan tanah atau sedimentasi yang tinggi, sampah yang dibuang ke sungai sehingga terjadi pendangkalan, serta fungsi sempadan sungai atau bantaran sungai yang disalahgunakan menjadi pemukiman warga. 1.2.6. Kesadaran Masyarakat yang Kurang Baik Sikap masyarakat yang kurang sadar terhadap lingkungan juga ternyata sangat berpengaruh pada resiko terjadinya banjir. Sikap masyarakat yang kurang sadar mengenai membuang sampah agar pada tempatnya, menjaga keasrian lingkungan, dan pentingnya menanami pohon menjadi faktor yang sangat penting untuk terjaganya lingkungan dan agar terhindar dari bencana banjir. Selain dapat menghindarkan banjir, sikap peduli lingkungan juga dapat menyehatkan dan tentunya akan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Dari kelima faktor di atas memang nampaknya kesadaran dari masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar sangat penting agar dapat terhindar dari banjir. Sangat percuma atau bahkan sia-sia jika program pemerintah dalam menanggulangi banjir seperti membangun

8

kanal banjir, memugar saluran air, mengeruk sungai dari sedimentasi, dan yang lainnya jika tidak didukung oleh kesadaran warganya terhadap menjaga lingkungan.

9

BAB II GAMBARAN UMUM

2.1 Gambaran Umum Drainase Perkotaan Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tandon, dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukkan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak lingkungan. Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat.

10

2.2. Permasalahan Drainase di Kota Bandung Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan cenderung makin meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Seperti halnya di kota Bandung yang sering disebut banjir cileucang merupakan masalah rutin yang terjadi di kota ini. Hampir di setiap sisi kota Bandung terjadi banjir ketika musim penghujan ataupun setelah hujan reda. Akibatnya banyak jalan yang tergenang air hujan dan mengakibatkan kemacetan. Pada saat terjadi hujan, air hujan memenuhi selokan. Namun karena ukuran selokan yang sangat kecil, air kembali mengalir ke jalan sehingga menyebabkan banjir. Badan jalan yang sering terendam air mengakibatkan kondisi jalan di beberapa titik rusak sehingga dapat membahayakan pengguna jalan.

2.3. Akar Permasalahan Jika dirunut ke belakang, akar permasalahan banjir di Kota Bandung berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang tidak memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan kota Bandung dan kawasan pinggirannya tidak direncanakan dengan baik, kondisi yang tidak tertib inilah yang menyebabkan persoalan yang sangat kompleks. Hal ini barangkali juga disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam membuang sampah ,selokan dan sungai dianggap masyarakat sebagai tempat pembuangan sampah, banyak saluran drainase yang tertutup sampah sehingga bila hujan turun akan menyebabkan banjir dan masih acuh tak acuh terhadap penting dan perlunya memecahkan permasalahan yang lebih penting dan mendesak, yaitu

11

pemenuhan kebutuhan primer. Selain itu, masih belum mengakarnya kesadaran terhadap hukum, perundangan, dan kaidah-kaidah yang berlaku. Belum konsistensinya pelaksanaan hukum menambah komplek masalah yang dihadapi kota Bandung. Kecendrungan ini timbul karena proses Pembangunan yang selama ini berlangsung kurang melibatkan masyarakat secara aktif. Oleh karena itu, mulai sekarang segala kebijakan publik harus melibatkan masyarakat, baik itu berupa Pembangunan fisik maupun non fisik, sejak awal munculnya ide Pembangunan

infrastruktur sampai

dengan pengoperasiannya. Permasalahan lain yang dihadapi dalam Pembangunan drainase adalah lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dengan komponen infrastruktur yang lain. Sehingga, sering dijumpai tiang listrik di tengah saluran drainase, dan pipa air bersih (PDAM) memotong saluran pada penampang basahnya. Sering juga dihadapi penggalian saluran drainase dengan tak sengaja merusak prasarana yang telah lebih dulu tertanam dalam tanah karena tidak adanya informasi yang jelas, arsip/dokumen tidak ada, atau perencanaan dan/atau pematokan dilapangan tidak melibatkan instansi pengendali tata ruang. 2.4 Tinjauan Kondisi Drainase di Lokasi Perencanaan Lokasi Pembangunan Perluasan Hotel Tebu Jl. RE Martadinata No. 64 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, berada di kawasan Outlet dan Kuliner Jl. RE. Martadinata, kondisi saluran drainase dikawasan ini umumnya berada di bawah trotoar dan tertutup, sedangkan saluran pembuangan rumah tangga dan MCK menggunakan saluran air kotor dengan model brandgang ( saluran Cikapayang-Cihapit ) yang dibangun jaman penjajahan Belanda dahulu yang selalu terhubung dengan saluran drainase jalan, artinya secara teknis saluran Cikapayang-Cihapit bermuara di sungai Cibeunying dan selanjutnya di sungai Cikapundung kolot, sehingga dari hasil analisis dan pengkajian dilapangan saluran Cikapayang-Cihapit ini melayani air buangan mulai dari kawasan Gedung Sate, Jl. Progo, Jl. Citarum, Jl. Cihapit dan Jl. Bengawan Solo. Saluran Cikapayang-Cihapit- Cihapit ini menyusuri brandgang rumah warga terus ke Selatan melewati belakang rumah Jl. Bengawan, melintas Jl. A. Yani terus disisi Pusat Perbelanjaan IBCC, terus ke kawasan perkantoran Jl. Cianjur dan Jl. Sukabumi dan

12

berakhir di sungai Cibeunying/ Cikapundung Kolot. Saluran Cikapayang-Cihapit ini lebar saluran (L) eksisting adalah 2,00 m dan kedalaman (H) adalah sekitar 1,50 m, Rencana air buangan dari Pembangunan Perluasan Hotel Tebu menggunakan Septic Tank kemudian air resapannya dialirkan ke sumur resapan dan aver flow baru dibuang ke saluran Cikapayang-Cihapit- Cihapit ( Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Lokasi Tapak Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung

13

Gambar 2.2 Peta Daerah Aliran Saluran (DAS) Cikapayang-Cihapit

14

Gambar. 2.3 Site Plan Rencana Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kota Bandung

15

Gambar 2.4 Teknis Pembuatan Gutters Inlet Run Off Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Agar Air Masuk Ke Drainase Jalan Cepat

16

Gambar 2.5 Peta Arah Aliran Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit

17

Gambar 2.6 Kondisi Lokasi Rencana Pembangunan Perluasan Hotel Tebu di Jl. RE Martadinata 64

18

Gambar 2.7. Kondisi Lokasi Rencana Pembangunan Perluasan Hotel Tebu di Jl. Lombok 55

19

Gambar 2.8 Kondisi Lokasi Brandgang Cikapayang-Cihapit di Lokasi Hotel Tebu

20

Gambar 2. 9 Saluran Cikapayang-Cihapit yang Mengalir di Sela Sela Bangunan Berupa Brandgang

21

Gambar 2.10 Saluran Cikapayang-Cihapit yang Mengalir di Sela Sela Bangunan Berupa Brandgang

22

Gambar 2.11 Saluran Cikapayang-Cihapit yang Mengalir di Sela Sela Bangunan Berupa Brandgang

Oooo

6

23

DATA DAN ANALISIS 3.1 Pengumpulan Data Data sangat diperlukan dalam perencanaan Pembangunan sarana dan prasarana perkotaan, permasalahan yang dihadapi dalam implementasi Pembangunan Perluasan perkotaan atau perbaikan drainase di perkotaan antara lain : a. Bagaimana upaya untuk memecahkan masalah banjir pada kawasan tersebut b. Diperlukan penyesuaian penyesuaian berkaitan dengan adanya limbah c. Diharapkan

drainase yang dibangun/ diperbaiki harus sesuai dengan

lingkungan perkotaan Dalam penanganan masalah drainase diperlukan beberapa data diantaranya adalah : 3.1.1. Iklim dan Hidrologi Pada sebagian besar perencanaan drainase memerlukan analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti bendungan, bangunan pengendali banjir dan bangunan irigasi Setiap kegiatan Pembangunan yang berkaitan dengan lahan sebagai obyek seperti untuk perumahan, hotel/, perkantoran dan beberapa variable harus memperhatikan aliran air hujan yaitu got/ saluran yang meneruskan air hujan ke drainase yang lebih besar, sehingga tidak menimbulkan genangan Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks, hal ini disebabkan ketidak pastian dalam siklus hidrologi, keterbatasan data dan keterbatasan teori. Hujan adalah kejadiaan yang tidak dapat diprediksi secara pasti seberapa besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu.

24

Gambar : 3.1 Lokasi Genangan di Kota Bandung Tahun 2000

Kondisi iklim pada lokasi saluran drainase dipelajari berdasarkan catatan data yang lalu. Pencatatan dan penyimpanan data dilakukan oleh Badan Meteorologi

dan

Geofisika (BMKG), data hidrologi yang diperlukan meliputi data debit dan data curah hujan. 3.1.2 Data Aliran Data aliran sungai/ saluran yang akan dijadikan muara drainase atau saluran drainase induk atau banjir kanal, saat ini dan perkembangan masa yang akan datang perlu dilakukan usaha usaha perbaikan drainase, frekwensi debit banjir maksimum, tinggi air maksimum dan durasi banjir pada sungai dan saluran tersebut perlu dianalisis khususnya untuk menentukan debit rencana. Debit rencana ditentukan berdasarkan analisis frekwensi dari data debit maksimum tahunan, periode ulang yang dipakai bervariasi tergantung besar kecilnya tingkat kepadatan penduduknya serta luas catchment areanya.

25

3.1.3 Pengukuran Data Curah Hujan Dalam pengukuran data curah hujan oleh beberapa instansi antara lain Dinas Binamarga dan Pengairan Kota Bandung, Dinas Pertanian, PSDA Propinsi Jawa Barat, Pusair, Kemen PU dan Badan Meteorologi dan Geofisika . Data debit tidak selalu tersedia untuk sungai sungai kecil apalagi saluran drainase, sebagai penggantinya diperlukan data curah hujan. Semua data curah hujan pada stasiun curah hujan yang ada pada daerah perencanaan atau yang terdekat. Didaerah perkotaan diperlukan data curah hujan jangka pendek untuk merencanakan debit rencana, data curah hujan diambil data 14 tahun terakhir yaitu tahun 2001 – 2015, dan data data lainnya didapatkan dari hasil wawancara dengan warga disekitar lokasi Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung

3.2 Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam rangka pemecahan masalah di Catchment Area Sungai Saluran Brandgang di kawasan Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung dan sekitarnya diperlukan pendekatan dan diantaranya dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu : a. Pendekatan praktis melalui analisis hidrolika berdasarkan kapasitas kondisi eksisting data drainase yang ada pada kawasan areal lokasi Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung b. Pendekatan teoritis melalui analisis hidrologi dan hidrolika berdasarkan intensitas curah hujan dan debit banjir rencana serta catchment area untuk jangka waktu kedepan yang direncanakan Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan. Perhitungan aliran sesuai dengan formula manning’s adalah sebagai berikut : V= x

26

Dengan persamaan kontinuitas Q = VxA Geometri dari cross section V= x

A

Dimana Q = Debit aliran (m2/det) V = Kecepatan Aliran (m/det) A = Luas Penampang Aliran (m2) S = Kemiringan Saluran N = Faktor Kekasaran Manning

3.3 Analisis Hidrologi Untuk menghitung debit banjir rencana pada suatu perencanaan drainase dimana waktu konsentrasinya sangat singkat dan luas daerah alirannya sangat kecil, dapat menggunakan metode rasional, sebelum menggunakan metode rasional perlu dilakukan analisis terhadap intensitas curah hujan. Sedangkan dalam menganalisis intesitas curah hujan dilakukan perhitungan analisis intensitas curah hujan menggunakan metode Gumbell, dimana rumusnya adalah sebagai berikut : Rt = R + (K.Sx)

K=

Yt = - (0,834 + 2,303. Log

Dimana : Rt

= Curah hujan untuk periode ulang (mm)

R

= Curah hujan rata rata (mm)

)

27

Sx

= Standar Deviasi dari banyaknya pengamatan data

Yt

= Perode ulang

Sn, Yn = Faktor Reduksi Deviasi Standar rata rata sebagai fungsi jumlah data Dari hasil analisis probalitas dengan metoda Gumbell tadi, kemudian disusun table baru berdasarkan periode ulang dan durasi curah hujan. Dari table baru tersebut kemudian dilakukan analisis intensitas curah hujan untuk setiap periode ulang yang sesuai dengan durasi yang ada. Metode yang digunakan adalah dari rumus Talbot Dengan persamaan : I= α=



∑ ∑

∑ ∑

b=

∑ ∑ ∑





Dimana I = curah hujan untuk setiap durasi yang didapat dari analisa Gumbell T = Nilai durasi untuk curah hujan yang ditinjau Dalam memperkirakan besarnya debit puncak banjir dari aliran permukaan yang berasal dari air hujan dapat dihitung dengan menggunakan metode rasional. Pada metoda rasional data yang dibutuhkan adalah variabel tata guna tanah pada lahan yang bersangkutan untuk mendapat nilai koefisien run off, luas daerah DAS tersebut serta besarnya intensitas curah hujan yang telah dihitung sebelumnya dengan menggunakan rumus Talbot, hal ini bersesuaian dengan rumus persamaan metode rasional yang memiliki bentuk : Qp =0,0002778. (C.I.A) Dimana Qp 0,002778

= Debit puncak banjir (m3/det) = Nilai konstanta

28

C

= Koefisien air larian yang menggambarkan

dari

curah

hujan proporsi I

= Rata rata intensitas curah hujan

A

= Areal kontribusi daerah tangkapan saluran drainase (Ha)

Gambar 3.2 Langkah Langkah Rumus Rasional

29

Tabel 3. 1 Koefisien Limpasan Untuk Metode Rasional

3.4. Luas Catchment Area Penetapan batasan catchment area untuk daerah Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung ( lihat Gambar 2.2 Peta Catchment Area).

30

3.4.1 Debit Air Buangan Rumah Tangga Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 menunjukkan setiap orang Indonesia mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 liter per hari. Dari sejumlah itu pemakaian terbesar untuk keperluan mandi, yakni sebanyak 65 liter per orang per hari atau 45% dari total pemakaian air.

Drainase juga harus memperhitungkan untuk menampung air buangan dari rumah tangga, dalam perencanaan air buangan rumah tangga, biasanya diasumsikan debit air buangan diambil 80% dari konsumsi air bersih, jika konsumsi air bersih untuk rata rata penduduk kota Bandung diambil sebesar 144 l/org/hari, maka debit maksimum air buangan adalah

115

liter/orang/hari. Dalam perhitungan debit maksimum saluran drainase, volume air buangan yang diperhitungkan tidak 100% masuk kesaluran drainase, karena sebagian ada yang masuk dengan melalui peresapan tanah, maka diasumsikan air buangan rumah tangga yang masuk kesaluran drainase sebesar 50%, karena air buangan terjadi tidak sepanjang hari (malam tidak ada kegiatan) maka diperkirakan hanya 12 jam, sehingga setiap orang akan menghasilkan air buangan 5,6 liter/orang/jam, sehingga untuk menghitung air buangan pada suatu catchment area adalah : 5,6 liter x jumlah penduduk = 5,6 liter X 12 X 3500 = 235.200 m3 Untuk pelayanan air buangan / air kotor Kawasan Pembangunan Perluasan Hotel Tebu. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung menggunakan Septic Tank dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

31

BAB IV PERHITUNGAN DEBIT BANJIR DAN KAPASITAS DIMENSI SALURAN EKSISTING 4.1 Metode Pendekatan Perhitungan Perhitungan kapasitas sungai dan saluran untu setiap segmen didasarkan pada data geometris hasil pengukuran dilapangan dan mengacu kepada Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan ( Sumber SK.SNI. T. 07 – 1990-F) Pengukuran lapangan yang telah dilakukan meliputi 4.1.1 Pengukuran Penampang Saluran Pengukuran penampang ini dilakukan diawal dan diakhir saluran untuk bagian tengah juga dilakukan pengukuran sejauh memungkinkan untuk menelusuri saluran atau sungai. Ada kemungkinan hasil pengukuran ini tidak akurat jika terjadi perubahan dimensi penampang dibagian tengah dimana surveyor tidak dapat masuk ketempat tersebut karena karena saluran berada ditengah perumahan yang padat penduduk 4.1.2 Pengukuran Elevasi Awal dan Akhir Saluran Pengukuran elevasi ini dilakukan dengan acuan peta dasar kota Bandung, dengan demikian data hasil pengukuran dan sinkron dengan peta dasar kota Bandung dan dikemudian hari peta ini dapat digunakan untuk keperluan lain termasuk untuk Pembangunan Perluasan fisik saluran 4.1.3 Kondisi fisik saluran/ sungai Kondisi fisik saluran/ sungai apakah berupa saluran beton, pasangan batu atau tanah ikut diperhitungkan dalam penentuan kapasitas saluran/ sungai. Jenis material saluran/ sungai dapat menentukan koefisien pengaliran didalam saluran/ sungai tersebut Kapasitas saluran dihitung dengan rumus :

Q = V x A (m3/ det) Dimana :

A = Luas penampang basah V = Kecepatan Aliran (m/det)

V=

32

Dimana : R = Jari Jari Hidrolis penampang S = Kemiringan Saluran n = Kekasaran saluran menurut Manning’s Hasil perhitungan kapasitas saluran untuk setiap segmen didasarkan pada penetapan batasan catchment area dan pada kondisi pengaliran dari saluran tersier yang berakhir pada segmen yang ditinjau Sebagai dasar untuk perhitungan kapasitas saluran untuk setiap segmen didasarkan pada data geometris hasil pengukuran lapangan (seperti yang terlihat pada gambar terlampir) Perhitungan debit banjir untuk catchmen area saluran drainase jalan diambil dari debit banjir periode ulang 5 tahunan (Qs) dengan menggunakan metode rasional adalah sebagai berikut :

Q=

Dimana :

α = Run Off Coefisien ƒ = Catchment Area Q = Debit Maksimum Ketentuan α = Sesuai dengan kondisi topografi yang ditetapkan = 0,75 r = berdasarkan rumus mononobe r=

x(

)²/³

r = Intensitas curah hujan selama time of concentration R = Hujan Paretmal (mm) T = Periode hujan V = 72 Return Periode (T) ditetapkan dengan metode Iway Kadoya -log = (RT + b) = Y + Z

33

RT = Hujan dengan return periode (T) B=



Y= ∑

=√

{

}

34

4.2 Perhitungan Debit Banjir antara lain : A. Perencanaan Saluran Cikapayang-Cihapit Kawasan Pembangunan Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung Luas Catchment area (Sub DAS) Perbedaan ketinggian Panjang Saluran Brandgang Kemiringan Saluran Rata2 Lebar Saluran Eksisting Rata Rata Kedalaman Saluran Eksisting Lebar Saluran Rencana Kedalaman Saluran Rencana GSS Tinggi Jagaan Debit Air Banjir Rencana

f L I b t b t

= = = = = = = =

w Q

= 0,30 m = 7,351 m3/ det

H

30,35 Ha 0,0853 m 3,7380 m 0,00228% 2,00 m 1,20 m 3,00 m 1,50 m

B. Perencanaan Saluran Drainase Jalan LL. RE. Martadinata Pembangunan Perluasan Hotel Tebu , Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung Lebar Saluran Kedalaman Saluran

L = 1,20 m H = 1,20 m

C. Perencanaan Saluran Drainase Jl. Lombok Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung Lebar Saluran Kedalaman

L = 1,20 m H = 1,20 m

35

4.3 Analisis Hidrologi 4.3.1 Ketersediaan Data Hujan Seperti disebutkan pada Bab sebelumnya, ketersediaan data hidrologi pada DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Rencana Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, data hujan harian yang berasal dari Pos Curah Hujan (PCH) terdekat, BMKG Jl. Cemara, Dago, Cibiru, Ciparay (PLN), Ujung Berung, Tanjungsari (Bojong Seugit) dan Cicalengka (PLN). Periode pencatatan data hujan berkisar tahun 2004 hingga 2015.

4.3.2 Perubahan Iklim Salah satu parameter perubahan iklim yang paling berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase adalah curah hujan. Perubahan iklim secara garis besar dapat dilihat dari perubahan jumlah curah hujan tahunan yang terjadi di sekitar lokasi tersebut. Tabel 4.1 Curah Hujan Tahunan BMKG Tahun

Jl. Cemara

Dago

Cibiru

Ciparay (PLN)

Ujung Berung

Tanjungsari (Bojong Seugit)

Cicalengka (PLN)

Rerata

2004

989

1251

2744

989

2103

1175

1542

2005

1528

1656

1212

1541

2516

1035

1581

2006

1348

1506

1523

1348

1504

1494

1454

2007

4812

1110

1487

1257

2247

1085

2000

2008

4496

771

1789

1441

1448

981

1821

2009

2907

980

1644

1423

1680

745

1563

2010

3438

1932

1666

2113

1680

2041

2145

2011

4167

1430

1553

1684

959

1651

925

1767

2012

3808

1690

1950

2483

2013

4404

3357

2130

3297

2014

3267

2345

1978

1334

1176

1321

1023

1777

2015

3266

2545

1954

1430

1098

1760

1090

1205

Sumber: Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat dan Pusair

36

Gambar 4.1 Trend Perubahan Curah Hujan Tahunan Dari tabel dan grafik trend curah hujan di wilayah studi dapat diketahui bahwa dari time series data yang tersedia yakni 2000 hingga tahun 2014 jumlah curah hujan tahunan pada umumnya cenderung mengalami kenaikan. Bahkan jika dibandingkan pada tahun 2000-an, jumlah curah hujan tahunan pada tahun terakhir meningkat hampir 2 kali lipat.

4.3.3 Analisis Curah Hujan Wilayah Lokasi pos curah hujan terletak hampir tersebar merata pada semua sisi, oleh karena itu perhitungan curah hujan wilayah digunakan motode aljabar (aritmatik). Sebaran lokasi pos curah hujan seperti disajikan pada Gambar. Selanjutnya berikut disajikan hujan wilayah DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung

37

Tabel 4.2 Curah Hujan Wilayah Sub DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung BMKG Tahun

Dago

Cibiru

Jl. Cemara

Ciparay (PLN)

Ujung Berung

Tanjungsari

Cicalengka (PLN)

CH. Wila-yah

2004

55.00

46.00

91.00

55.00

99.00

46.00

65.33

2005

86.00

82.00

67.00

86.00

106.00

59.00

81.00

2006

55.00

114.00

112.00

55.00

63.00

80.00

79.83

2007

109.00

80.00

86.00

73.00

116.00

64.00

88.00

2008

92.00

50.00

91.00

128.00

73.00

90.00

53.00

82.43

2009

71.00

66.00

51.00

61.00

81.00

47.00

81.00

65.43

2010

89.00

113.00

82.00

141.00

89.00

42.00

109.00

95.00

2011

166.00

80.00

90.00

98.00

69.00

82.00

78.00

94.71

2012

112.00

73.00

137.00

88.00

73.00

93.00

102.00

96.86

2013

145.00

104.00

94.00

2014

106.00

79.06

52.76

2015

86.00

70.00

55.00

Sumber: Hasil Analisis

114.33

60.00

53.66

105.04

57.00

75,30

79.00

53.00

76.00

68.80

38

Gambar 4.2 Sebaran Lokasi Pos Curah Hujan

39

4.3.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan Analisis frekuensi dilakukan untuk mendapatkan curah hujan rencana untuk berbagai kala ulang. Data ini selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Curah hujan rencana diambil untuk periode ulang 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun. Analisa frekuensi data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam Hidrologi, yaitu : Distibusi Normal, Distribusi Log Normal 2 Parameter, Distribusi Log Normal 3 Parameter, Distribusi Gumbel Tipe I, Distribusi Pearson III, dan Distribusi Log Pearson III. a.

Distribusi Normal

Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas (Probability Density Function, PDF) Normal adalah:

p(x) 

1 e  2

-

x -  2 2

2

Dimana  dan  adalah parameter dari Distribusi Normal. Dari analisa penentuan paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai  adalah nilai rata-rata dan  adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan nilai-nilai dari sample data. t

Dengan subtitusi

x-

 , akan diperoleh Distribusi Normal Standar dengan  = 0 dan =1.

Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah: 2

t 1 -2 P(t)  e 2

Ordinat Distribusi Normal Standar dapat dihitung dengan persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function, CDF) Normal Standar, yaitu: 1

P(t) 



-

1  e 2

t2 2

dt

dimana: x-

t

=

x

=

 =



, standard normal deviate

Variabel acak kontinyu Nilai rata-rata dari x

40

 =

Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.

Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan bantuan tabel luas di bawah kurva distribusi normal yang banyak terdapat di buku statistik dan probabilitas. Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai berikut:

X T  X  K dimana: XT =

Variabel acak dengan periode ulang T tahun

X =

Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X

 =

Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X

K =

Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode ulang T

Untuk distribusi normal, nilai K sama dengan t (standard normal deviate). b.

Distribusi Log Normal

Bila logaritma dari variabel acak x, Ln (x), terdistribusi normal, maka dikatakan bahwa variabel acak x tersebut mengikuti distribusi log normal 2 parameter Persamaan PDF dari distribusi Log Normal 2 Parameter adalah: P( x ) 



1 x y

2

e

(ln x   y ) 2 2

y

dimana: y =

Nilai rata-rata dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

y =

Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter dapat dihitung dengan 2 cara sebagai berikut: Sama seperti Distribusi Normal di atas, hanya saja sebelumnya semua data di logaritma lebih dahulu (ln x). Menggunakan data asli (tanpa di logaritmakan), faktor frekuensi dihitung dengan rumus berikut (Kite, 1988):

K

et

ln(1 z 2 ) 1 / 2 ln(1 z 2 )

z

1

41

dimana:

z

 = Koefisien variasi = x

t

=

c.

Distribusi Gumbel Tipe I

Standard normal deviate

Persamaan PDF dari Distribusi Gumbel Tipe I adalah: p( x)   e

 ( x   ) e

 ( x )

sedangkan persamaan CDF adalah:

p( x)  e  e

 ( x )

Distribusi ini mempunyai 2 parameter, yaitu:  =

Parameter konsentrasi

 =

Ukuran gejala pusat

Karakteristik dari distribusi ini adalah: Koefisien skew (g)

=

Koefisien Kurtosis =

5,4

1,139

Parameter distribusi diperoleh dengan menggunakan metode momen, hasilnya adalah:



1,2825



    0,45  Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel Tipe I adalah:

K

(YT  Yn ) Sn (2 - 1)

 T 1 YT   ln ( ln    T 

di mana : YT =

Reduced variabel Y

T

Periode ulang (tahun)

=

Yn =

Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n

42

Sn = d.

Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n

Distribusi Pearson III

Persamaan PDF dari Distribusi Pearson III adalah:

1  x   p( x)     (  )   

 1   x    

e

  

Distribusi ini mempunyai tiga paramater, yaitu ,  dan , sedangkan (  ) adalah fungsi gamma. Penentuan parameter distribusi dengan metode momen menghasilkan:

 



2     g

2

     Faktor frekuensi K distribusi Pearson III adalah: 2

3

4

g 1 g g  g  1 g  K  t  (t  1)  (t 3  6 t )    (t 2  1)    t      6 3 3 6  6 6 6 2

dimana: t

=

Standard normal deviate, tergantung oleh periode ulang T

g

=

Koefisien skew

e.

Distribusi Log Pearson III

Persamaan PDF dari Distribusi Log Pearson III adalah:

p( x) 

1  ln x     x (  )   

 1

 ln x  

e 



  

Distribusi ini mempunyai 3 parameter, yaitu:  =

Parameter skala

 =

Parameter bentuk



Parameter lokasi

=

5

43

Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus berikut:

XT  e

 y  K y

dimana : y =

Nilai rata-rata dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

y =

Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

K =

Faktor frekuensi Distribusi Pearson III

Hasil analisis dari dengan menggunakan 5 distribusi disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan

No.

Th

C.H. Max. Tahun an (mm)

Probability (%)

Data Diurutkan

Empiric

(mm)

Norm al

Log Normal 2 Par.

Log Normal 3 Par.

Gumbel

Pearson III

Log Pearson III

1

2004

65.33

114.33

9.09

3.02

4.24

0.02

9.74

4.80

6.20

2

2005

81.00

96.86

18.18

23.96

22.42

6.73

26.75

21.70

21.00

3

2006

79.83

95.00

27.27

27.99

25.93

10.53

29.55

25.00

23.80

4

2007

88.00

94.71

36.36

28.64

26.50

11.23

30.00

25.50

24.20

5

2008

82.43

88.00

45.45

45.45

42.08

38.72

42.12

40.30

37.50

6

2009

65.43

82.43

54.55

60.21

57.18

70.48

54.12

55.40

52.30

7

2010

95.00

81.00

63.64

63.85

61.13

77.60

57.40

59.50

56.50

8

2011

94.71

79.83

72.73

66.73

64.32

82.68

60.11

62.90

60.00

9

2012

96.86

65.43

81.82

91.88

93.64

99.97

89.94

95.20

96.80

10

2013

114.33

65.33

90.91

91.98

93.75

99.97

90.08

95.30

97.00

11

2014

66,34

54,78

46,89

78,55

32.55

66,70

34,78

67,89

48,79

12

2015

66,65

83,13

56,70

62,45

58,75

72,54

5520

56,80

54,50

Sumber: Hasil Analisis

44

4.3.5 Analisis Kesesuaian Distribusi Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan/mewakilidistribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian parameter. Pengujian parameter dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Chi-Kuadrat ataupun dengan Smirnov-Kolmogorov. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara menggambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya. Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Pengujian kecocokan sebaran dengan cara ini dinilai lebih sederhana dibanding dengan pengujian dengan cara Chi-Kuadrat. Dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk setiap varian, dari distribusi empiris dan teoritisnya, akan terdapat perbedaan (∆ ) tertentu. Apabila harga ∆ max yang terbaca pada kertas probabilitas lebih kecil dari ∆ kritis maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila ∆ max lebih besar dari ∆ kritis maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima. Analisis kesesuaian distribusi dilakukan dengan menggunakan metode SmirnovKolmogorof, di mana distribusi dengan total kuadrat simpangan terkecil dianggap sebagai distribusi yang paling sesuai. Hasil analisis kesesuaian distribusi disajikan pada Tabel 4.5. Dari analisis tersebut dapat diketahui bahwa distribusi yang paling sesuai adalah distribusi Gumbel. Kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan curah hujan rencana untuk berbagai kala ulang t dengan menggunakan distribusi yang paling sesuai.

45

Tabel 4.5 Hasil Analisis Kesesuaian Distribusi DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung Probability (%)

Data No.

Tahun

Diurutkan

Empiric

Normal

Log Normal 2 Par.

Log Normal 3 Par.

Gumbel

Pearson III

Log Pearson III

(mm) 1

2004

114.33

9.09

6.07

4.86

9.07

0.65

4.29

2.89

2

2005

96.86

18.18

5.78

4.23

11.45

8.57

3.52

2.82

3

2006

95.00

27.27

0.72

1.34

16.75

2.28

2.27

3.47

4

2007

94.71

36.36

7.72

9.86

25.13

6.36

10.86

12.16

5

2008

88.00

45.45

0.01

3.38

6.74

3.34

5.15

7.95

6

2009

82.43

54.55

5.66

2.63

15.93

0.42

0.85

2.25

7

2010

81.00

63.64

0.21

2.51

13.96

6.24

4.14

7.14

8

2011

79.83

72.73

5.99

8.41

9.96

12.62

9.83

12.73

9

2012

65.43

81.82

10.06

11.83

18.15

8.13

13.38

14.98

10

2013

65.33

90.91

1.07

2.84

9.06

0.83

4.39

6.09

11

2014

64.55

65.44,

3.45

4.67

12.33

4.66

3.89

6.78

12

2015

63,45

70.55

2,80

3,55

11,70

4,89

4,10

5,78,

10.06

11.83

25.13

12.62

13.38

14.98

Delta maksimum Delta Kritis (Sig. Level 0.1)

33.00

4.3.6 Curah Hujan Rencana Dengan menggunakan distribusi yang paling sesuai, yaitu distribusi Gumbel, kemudian dilakukan analisis curah hujan rencana dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 tahun. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.6.

46

Tabel 4.6 Curah Hujan Rencana Distribution Probability Kala Ulang

t

Normal

(tahun)

Log

Log

normal

normal

2 Param

3 Param

Distribusi Gumbel

Pearson III

Log

yg dipilih

Pearson III

Gumbel

2

0.0000

86.29

85.03

85.70

84.27

85.70

85.56

84.27

5

0.8416

98.86

98.25

98.64

102.09

98.65

98.75

102.09

10

1.2816

105.43

105.97

105.75

113.89

105.77

106.13

113.89

25

1.7507

112.43

114.86

113.61

128.80

113.62

114.36

128.80

50

2.0537

116.96

121.00

118.85

139.86

118.84

119.88

139.86

100

2.3263

121.03

126.80

123.67

150.84

123.64

124.98

150.84

Delta maksimum

10.06

11.83

25.13

12.62

13.38

14.98

12.62

Delta Kritis (Sig. Level 0.1)

33.00

33.00

33.00

33.00

33.00

33.00

33.00

Sumber: Hasil analisis

4.3.7 Distribusi Hujan Dalam menentukan debit banjir rencana (design flood), perlu didapatkan besaran Intensitas Curah Hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Untuk menentukan besarnya intensitas hujan tiap jam untuk hujan dengan durasi sembarang dapat digunakan rumus Mononobe sebagai berikut : 2

 Rt  24  3 I      24  t  dimana I

= intensitas curah hujan tiap jam (mm)

Rt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm) t

= waktu konsentrasi hujan jam ke t

Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada

47

DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi hujan jam-jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan dapat ditetapkan. Namun mengingat tidak tersedianya data pengamatan hujan jam-jaman, untuk studi ini ditetapkan dipilih distribusi 6 jam dengan asumsi rata-rata kejadian hujan maksimum harian terjadi selama 6 jam. Distribusi hujan jam-jaman digunakan cara Mononobe. Besar rasio sebaran hujan dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3

Tabel 4.7 Perhitungan Sebaran Curah Hujan Metode Mononobe Durasi Hujan

RT

Rt

Rasio

(jam)

mm/jam

mm

(%)

1

0.55

0.55

55.03

2

0.35

0.14

14.30

3

0.26

0.10

10.03

4

0.22

0.08

7.99

5

0.19

0.07

6.75

6

0.17

0.06

5.90

Jumah Total Sumber : Hasil Analisis

100.00

48

Grafik Distribusi Hujan Rancangan

Prosentase Curah Hujan

60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 1

2

3

4

5

6

Waktu (jam)

Gambar 4.3 Rasio Sebaran Hujan Jam-jaman

Tabel 4. 1 Distribusi Hujan DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung Distribusi

Hujan Jam-jaman (mm/jam)

Jam

%

R2Th

R5Th

R10Th

R25Th

R50Th

R100Th

1

55.03

46.38

56.18

62.68

70.88

76.97

83.01

2

14.30

12.05

14.60

16.29

18.42

20.01

21.58

3

10.03

8.46

10.24

11.43

12.92

14.03

15.14

4

7.99

6.73

8.16

9.10

10.29

11.17

12.05

5

6.75

5.68

6.89

7.68

8.69

9.43

10.18

6

5.90

4.97

6.02

6.72

7.59

8.25

8.89

84.27

102.09

113.89

128.80

139.86

150.84

Hujan Harian (mm/hari)

Sumber : Hasil Analisis

49

Distribusi Intensitas Hujan (metode Mononobe)

Intensitas Hujan (mm/jam)

90 80 70

R2Th

60

R5Th

50

R10Th

40

R25Th

30

R50Th

20

R100Th

10 0 0

1

2

3

4

5

6

Waktu (jam)

Gambar 4.4 Distribusi Intesitas Curah Hujan DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung

4.3.8 Analisis Debit Banjir Rencana Di dalam perencanaan sistem drainase, Debit banjir rencana pada setiap profil sungai/saluran merupakan data yang paling penting untuk perencanaan sistem. Pada umumnya sistem drainase perkotaan akan melayani buangan dari wilayah-wilayah yang berupa blok-blok dengan berbagai penggunaan lahan yang sebagian besar telah menjadi kawasan terbangun.

4.3.9 Analisis Durasi Hujan Untuk merencanakan suatu bangunan pembuang/saluran drainase, data yang diperlukan terutama adalah besarnya debit buangan. Debit buangan dihitung berdasarkan curah hujan yang jatuh di lokasi proyek. Data hujan yang digunakan sebaiknya adalah data hujan jamjaman yang tercatat di lokasi proyek. Namun mengingat data hujan jam-jaman tidak tersedia, maka intensitas hujan dihitung secara empiris berdasarkan formula yang biasa dipakai dan sekiranya sesuai dengan kondisi hujan di daerah kajian. Untuk perhitungan intensitas hujan diperlukan analisa IDF (Intensity-Duration-Frequency) yang menggambarkan lamanya waktu hujan dan tinggi hujan per satuan waktu yang digunakan dalam menghitung debit buangan. Intensitas hujan deras berbanding terbalik dengan durasi. Semakin tinggi intensitas, semakin rendah durasinya, demikian pula sebaliknya.Dari perbedaan tinggi curah hujan dalam hubungannya dengan durasi, dapat diperoleh hubungan antara durasi dengan intensitasnya. Hubungan ini dikenal dengan langkung Frekuensi Durasi-Intensitas (IDF Curve).

50

Konsep dasar yang dipertimbangkan dalam membuat lengkung tersebut adalah : Frekuensi kejadian banjir atau hujan deras dapat diperkirakan secara statistik dengan ketersediaaan data yang memadai. Kemungkinan kejadian dinyatakan dalam periode ulang T. Kejadian T tersebut secara ratarata akan disamai atau terlampaui sekali tiap T tahun. Karena lengkung IDF berkaitan dengan kemungkinan terjadinyahujan ekstrim, maka tidak perlu dipertimbangkan curah hujan yang rendah. Pada umumnya data yang tersedia di Indonesia adalah data hujan harian. Tetapi pada analisis hidrologi drainase diperlukan data hujan dengan durasi yang lebih pendek (kurang dari 1 jam) dan durasi yang lebih panjang (lebih dari 1 hari). Formulasi yang dapat digunakan untuk memperoleh data durasi hujan dari data hujan harian adalah : a.

Tinggi curah hujan untuk durasi 1-10 hari

dengan : t

=

jumlah hari hujan

R

=

tinggi curah hujan rencana (mm)

R24 = b.

curah hujan harian (mm)

Tinggi curah hujan untuk durasi 1-24jam

dengan : t

=

jumlah hari hujan

R

=

tinggi curah hujan rencana (mm)

R24 =

curah hujan harian (mm)

51

c.

Tinggi curah hujan untuk durasi 0-1 jam

a dan b adalah faktor-faktor yang tergantung dari durasi hujan seperti tercantum dalam tabel berikut : Tabel 4.9 Nilai Faktor a dan b

Rumus lain yang dapat digunakan adalah Mononobe :

dengan : I

=

intensitas hujan (mm/jam)

R24 =

curah hujan harian (mm)

Tc

waktu konsentrasi (jam)

=

Perhitungan durasi hujan, dengan menggunakan metode tersebut, tersaji pada Tabel di bawah ini

52

Tabel 4. 20 Perhitungan Durasi Hujan Tahun

Hujan

Hujan

Max

1

2004

2

No

Tinggi Curah Hujan 5'

30'

60'

180'

360'

720'

65.33

10.48

25.60

35.43

49.00

56.00

60.31

2005

81.00

11.96

31.37

43.62

60.75

69.43

74.77

3

2006

79.83

11.86

30.95

43.02

59.88

68.43

73.69

4

2007

88.00

12.55

33.91

47.25

66.00

75.43

81.23

5

2008

82.43

12.09

31.89

44.37

61.82

70.65

76.09

6

2009

65.43

10.49

25.63

35.48

49.07

56.08

60.40

7

2010

95.00

13.10

36.42

50.86

71.25

81.43

87.69

8

2011

94.71

13.08

36.31

50.71

71.04

81.18

87.43

9

2012

96.86

13.24

37.08

51.81

72.64

83.02

89.41

10

2013

114.33

14.44

43.22

60.70

85.75

98.00

105.54

11

2014

114.54

14.67

45.33

61.34

85.66

98.75

105.66

12

2015

67,15

10,76

26,33

35,77

50,00

56,79

60,75

Jumlah

862.93

123.32

332.37

463.24

647.20

739.65

796.55

Rerata

86.29

12.33

33.24

46.32

64.72

73.97

79.65

Std

14.93

1.23

5.39

7.72

11.20

12.80

13.78

Berdasarkan tinggi hujan untuk tiap durasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis probabilitas atau analisa frekuensi hujan dengan berbagai distribusi frekuensi seperti diuraikan sebelumnya. Hasil analisis distribusi frekuensi hujan untuk durasi masing-masing 5 menit, 30 menit, 60 menit, 180 menit, 360 menit dan 720 menit seperti disajikan pada tabeltabel selanjutnya.

53

Tabel 4. 31 Hujan Rencana berbagai Durasi Tinggi Hujan untuk durasi

Kala Ulang

5'

30'

60'

180'

360'

720'

2

12.16

32.51

45.51

63.20

73.46

78.20

5

13.64

38.93

54.22

76.57

84.56

93.77

10

14.61

43.19

59.99

85.42

90.66

104.09

25

15.84

48.57

67.27

96.60

97.39

117.12

50

16.76

52.56

72.68

104.90

101.86

126.78

100

17.66

56.52

78.04

113.13

105.97

136.38

4.3.10 Analisis Durasi Hujan Bermacam-macam metoda untuk menentukan intensitas hujan, terutama untuk intensitas hujan dalam waktu yang pendek. Ditinjau sifat data yang dipakai, metoda tersebut terbagi atas: •

Memakai data intensitas hujan yang dicatat dalam waktu yang pendek.

• Memakai curah hujan harian maksimum untuk berbagai periode ulang sebagai data basis. Untuk memperoleh kurva IDF (Intensity Duration Frequency), bisa digunakan beberapa metoda diantaranya metode Talbot, Ishiguro dan Sherman yang menggunakan data harian maksimum untuk mendapatkan intensitas hujan. Persamaan kurva IDF dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa metode, antara lain: 1. I

Talbot a tn

dengan,

log a 

log I log 2 t   log t log I log t  nlog 2 t   log t log t 

54

n

2. I

log I log t  n log t log I n log 2 t  log t log t 





Sherman a bt

3.

Ishiguro

I

a b t

dengan,

 tI I 2   I 2 t I  a nI 2   I I   tI I   nI 2 t  b nI 2   I I 

dimana :

I

=

intensitas hujan, mm

t

=

durasi hujan, minutes

a,b, n

=

koefisien regresi

Berdasarkan hujan rancangan yang terpilih untuk tiap-tiap durasi hujan yakni dari metode Gumbel seperti telah disajikan pada tabel-tabel sebelumnya, maka dibuat suatu kurva hubungan antara waktu (durasi hujan atau waktu konsentrasi) terhadap intensitas hujan. Dari ketiga metode penentuan intensitas hujan di atas, metode IDF yang sesuai untuk data hujan pada kajian ini adalah type pertama atau Metode Talbot. Hasil analisis kurva IDF seperti disajikan pada Tabel dan Gambar berikut :

55

Tabel 4. 42 Intensitas Hujan Rancangan Durasi

Probabilitas

(menit)

2

5

10

25

50

100

5

133.67

150.65

161.98

176.39

187.12

30

76.91

89.62

97.99

108.51

116.30

124.01

60

50.94

60.31

66.47

74.23

79.97

85.66

180

21.68

26.13

29.07

32.79

35.55

38.29

360

11.64

14.12

15.77

17.85

19.40

20.93

720

6.05

7.36

8.23

9.34

10.16

10.98

197.81

Gambar 4.5 Kurva IDF DAS Saluran Cikapayang-Cihapit disekitar Pembangunan Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung

56

4.3.11 Analisis Durasi Hujan Cara analisis yang dipakai untuk mendapatkan debit puncak sesuai Pedoman Pekerjaan Drainase Perkotaan dan Standar Desain Teknis. Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rational Method (RM) di mana data hidrologi memberikan kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah hujan rata-rata, sesuai waktu konsentrasi. Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut: Q = 0.00278 ∙ C ∙ I ∙ A di mana : Q C I

= = =

A

=

Debit puncak rencana (m3/det) Koefisien limpasan Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF Curve berdasarkan waktu konsentrasi. Luas catchment area (ha)

Pada tabel berikut dapat dilihat hasil perhitungan debit rencana masing-masing Sub Catchment pada saluran utama. Tabel 4.13 Analisis Debit Banjir Rencana DAS Saluran Cikapayang-Cihapit Luas DTA

No Sub Catchment

2

Saluran CikapayangCihapit

(ha)

30,35

Debit Banjir Rencana (m3/dt) Q2

Q5

Q10

Q25

Q50

Q100

4,861

6,309

7,361

8,554

9,003

10,518

57

1. Debit Banjir Pada Saluran Cikapayang-Cihapit Eksisting r={

F

=

}

V = 72{

30,35 Ha 0,303 Km2

ΔH

=

0,0020 km

L

=

0,818 km

I

=

0,0024

α

=

0,75

} =72.00 0,095635

m/det t=L/V

V=6,885 Km/jam = 2,617 jam

r = {( ) ( )

1,91

} = 0,017 X 9,17

r =0,1558 mm/jam Q = (α˚ r˚ f˚) 360 Q

= 0,75

7,32

3,25/360 Q Q RT Total

2.

= 0,049 m3/det = 6,358 m3/det 6,358 m3/det

Muka Air Banjir pada Saluran Cikapayang-Cihapit Eksisting

B = 1,50m

FS = B * h

Ps = B + 2h

Rs = Fs / Ps

H =1,00 m

1,50 * h

1,50 + 2h

1,50 * h/(1,50 + 2h)

w = 0,30 m n = 0,010

Q = Fs x V Q

Fs

V

i = 0,0024

6,358

1,5 0 x h

Q = 6,358 m3/det R = 0,44 m

h = 0,668 ( MAB)

2,8107

V=(1/n) x Rˆ2/3 x Iˆ1/2) 1/n = 100 Rˆ2/3 = 0,5684 Iˆ1/2 = 0,049 V = 2,8107

58

3. Checking Debit Pada Saluran Cikapayang-Cihapit Eksisting B = 1,50 m

F=BxH

H = 1,00 m

1,5 0 X1,00

W = 0,30 m F =1,50

n = Manning ( Kondisi Saluran Pasangan Batu Kali) n = 0,010 I = 0,0024 h = 0,668 m

O=H + B + H = 1,00 + 1,50 + 1,00 O = 3,50 m R= F / O = 1,50 /3,50 R = 0,429 m V = 1/n x Rˆ2/3 x iˆ1/2 = 100 X 0,568 X 0,049 V = 2,8107 m/ det

Q saluran

=V x F = 2,8107 x 1,50 Q saluran = 4,2161 m3/ det

> Q banjir = 6,358 m3/ det

Tidak Aman

59

4. Debit Banjir Pada Saluran Cikapayang Rencana r={

F

=

30,35 Ha

}

V = 72{

}

=72.00 0,095635

0,303 Km2 t=L/V

V=6,885 Km/jam = 2,617 jam

ΔH

=

0,0020 km

L

=

0,818 km

r = {( ) ( )

I

=

0,0024

r =0,1558 mm/jam

α

=

0,75

Q = (α˚ r˚ f˚) 360

1,91 m/det

} = 0,017 X 9,17

Q Q Q RT Total

= 0,75 7,32 3,25/360 0,049 m3/det = 7,40 m3/det 7,40 m3/det

5. Muka Air Banjir pada Saluran Cikapayang-Cihapit Rencana

B = 3,00 m

FS = B * h

H = 2,00 m

3,00 * h

n = 0,015

Q

I = 0,0024

7,40

R = 0,75

Rs = Fs / Ps 3,00 * h/(3,00 + 2h)

Q = Fs x V

w = 0,30 m

Q =7,40 m3/det

Ps = B + 2h 3,00 + 2h

Fs 3,00 * h

h = 0,600 m (MAB)

V 4,0817

V=(1/n) x Rˆ2/3 x Iˆ1/2) 1/n = 66,67 Rˆ2/3 = 0,8255 Iˆ1/2 = 0,049 V = 4,0817

60

6. Checking Debit Pada Saluran Cikapayang-Cihapit Rencana B = 3,00 m

F=BxH

H = 1,50 m

3,00 X1,50

W = 0,30 m F =4,500

n = Manning ( Kondisi Saluran Pasangan Batu Kali) n = 0,015 I = 0,0024 h = 0,668 m

O=H + B + H = 1,50 + 3,00 + 1,50 O = 6,00 m R= F / O = 4,50 /6,00 R = 0,75m V = 1/n x Rˆ2/3 x iˆ1/2 = 100 X 0,825 X 0,049 V = 4,0817 m/ det

Q saluran

=V x F = 4,0817 x 4,50 Q saluran = 18,36 m3/ det

> Q banjir = 7,40 m3/ det

Cukup Aman

61

62

63

64

65

66

67

68

69

BAB V REKOMENDASI PENCEGAHAN BANJIR 5.1 Kesimpulan Secara umum sistem saluran drainase dikawasan Rencana Pembangunan Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung dan sekitarnya umumnya berupa brandgang/ Riool Kota dan drainase jalan yang semuanya terkoneksi dengan saluran brandgang/Riool Kota ini, artinya sistem pembuangan rumah tangga dan air hujan tercampur menjadi satu pada saluran brandgang ( Sal. Cikapayang-Cihapit ), semua saluran drainase jalan akan berakhir di saluran Cikapayang-Cihapit- Cihapit selanjutnya saluran Cikapayang-Cihapit ini bermuara di sungai Cibeunying dan selanjutnya sungai Cibeunying berakhir di sungai Cikapundung Kolot. Saluran brandgang ini dibangun pada masa penjajahan Belanda, hulunya tidak diketahui secara pasti dimana, lebar saluran Brandgang (L) eksisting adalah 1,50 m dan kedalaman (H) adalah sekitar 1,00 m, saluran brandgang ini berada dibelakang Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu ( lihat Gambar 2.8) Dari hasil pengamatan dilapangan dan kajian analisis baik dari data data yang ada maupun kondisi nyata dilapangan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, An. Arief Subahari, direncanakan air buangan rumah tangga menggunakan Saluran brandgang yang berada disisi belakang lokasi proyek, setelah terlebih dahulu diolah melalui septic tank dan IPAL yang berada diareal lokasi perluasan hotel Tebu, sedangkan buangan air hujan dibuang melalui saluran drainase jalan LL. RE. Martadinata dan jalan Lombok. Untuk kawasan perencanaan selama ini tidak pernah terjadi banjir, kemudian untuk pembuangan air kotor tidak diperkenankan langsung ke saluran brandgang Cikapayang-Cihapit, tetapi harus diolah dahulu melalui IPAL dan over flownya akan dialirkan saluran brandgang seperti yang telah disebutkan sebelumnya

70

saluran brandgang harus dilakukan normalisasi dan pengerukan saluran. Normalisasi Saluran brandgang sebatas kapling dengan lebar menjadi 3,00 m dengan kedalaman disesuaikan dengan kedalaman eksisting yaitu sekitar 1,50 m, dalam kegiatan normalisasi saluran brandgang harus berkoordinasi dengan Devisi Air Kotor PDAM

b. Berhubung adanya perluasan Hotel Tebu ke samping Timur dan ke Selatan yaitu kapling belakang yang menghadap jalan Lombok, oleh pihak pemohon telah dibangun lintasan saluran brandgang (saluran Cikapayang-Cihapit) untuk menghubungkan kapling Jl. Lombok dan kapling Jl. LL.RE. Martadinata menggunakan jembatan berupa grill, secara teknis hal ini tidak dibenarkan, maka dalam hal ini pemohon diharapkan mengajukan ijin kepada PDAM Kota Bandung, karena kewenangan saluran brandgang berada dibawah pengawasan PDAM. c. Dalam menentukan elevasi duga Muka Air Banjir (MAB) pada Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit dengan dimensi saluran rencana tersebut diambil lebar (B) 3,00 m dan kedalaman rencana (H) =1,50 m, maka didapat elevasi Rencana Duga Muka Air Banjir (MAB) pada Saluran brandgang tersebut yaitu pada ketinggian air setinggi h = 0,900 m yaitu pada ketinggian lokal atau terletak pada ketinggian ± 714,900 m (ketinggian elevasi dasar saluran ± 714,00 setelah pengerukan ), maka rencana ketinggian dari Peil Banjir tersebut ditetapkan dengan tinggi jagaan pada Saluran Brandgang tersebut yaitu W = 0,30 m diatas ketinggian Muka Air Banjir (MAB) yaitu terletak pada elevasi ± 715,200 m pada ketinggian lokal. d. Melihat ketinggian elevasi pada lahan Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu pada ketinggian ± 717,00, sedangkan Muka Air Banjir (MAB) Saluran Brandgang berada pada elevasi 715,200, maka Rencana Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 , An. Arief Subahari berada diatas MAB Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit diharapkan aman terhadap banjir.

e. Dalam pekerjaan pondasi agar tidak menggunakan metode tiang pancang, sebaiknya menggunakan sistem bored pile , agar tidak terjadi getaran yang menyebabkan

71

perkantoran disekitarnya retak retak, dan agar tidak mengeluarkan suara bising yang mengganggu warga disekitarnya. f. Nampaknya kondisi Gutters Inlet Air Hujan yang berada di Jl. LL. RE. Martadinata terlalu kecil, sehingga dalam hal ini harus diperbesar sehingga air hujan yang turun ke badan jalan LL. RE. Martadinata dapat langsung ditampung oleh saluran drainase yang berada dibawah trotoar, sehingga tidak terjadi banjir di Jl. LL. RE. Martadinata ( Lihat Gambar 2.8) g. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu Braga Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kota Bandung, bahwa keberadaan Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit ini adalah drainase utama untuk buangan rumah tangga dan air hujan di kawasan Lokasi Rencana, sehingga perlu saling rasa memiliki dan dapat dipelihara sebaik baiknya, kemudian masyarakat diharapkan tidak membuang sampah ke saluran tersebut. h. Pemohon diwajibkan membuat sumur resapan tiap luas atap 125 m2 membuat satu buah sumur resapan adapun ukuran minimal sumur resapan tersebut berdiameter 1,00 m dan kedalaman sumur resapan minimal 3,00 m, hal ini guna mengantisipasi air larian/ air permukaan dari sekitar kawasan Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu Braga di Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kota Bandung, yang mana nantinya air permukaan tersebut dialirkan atau dimasukan kedalam sumur sumur resapan tersebut, guna memperkecil debit air larian yang menuju Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit dan saluran drainase jalan LL.RE. Martadinata dan Jl. Lombok. i.

Pembuangan MCK (air kotor) dari kegiatan kawasan lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu di Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kota Bandung dialirkan ke septic tank dan IPAL terlebih dahulu, setelah adanya pengolahan kemudian dibuang ke saluran brandgang Cikapayang-Cihapit yang berada dibelakang lokasi proyek.

72

5.2 Rekomendasi Upaya Pencegahan Banjir Untuk mencegah agar tidak terjadi banjir pada kawasan Rencana Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kota Bandung,

dan kawasan

disekitarnya , perlu dilakukan hal hal sebagai berikuti diantaranya adalah :

a. Saluran brandgang Cikapayang-Cihapit berfungsi sebagai saluran buangan utama untuk wilayah Rencana Perluasan Hotel Tebu Braga di Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kota Bandung dan kawasan sekitarnya, seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa saluran ini berada dibawah bangunan dan tidak pernah dilakukan pengerukan dan pemeliharaan, sehingga dalam hal ini pemohon dapat bekerjasama dengan PDAM Devisi Air Kotor untuk melakukan normalisasi Saluran brandgang Cikapayang-Cihapit sebatas kapling (Gambar2.8 ). Menurut analisis makro hidrologi Saluran Brandgang Cikapayang-Cihapit ini hanya melayani air buangan warga disekitarnya, saluran brandgang ini akan berair penuh saat hujan lebat turun, sebenarnya dengan dikoneksikan dengan saluran saluran drainase yang ada adalah agar saat hujan turun saluran ini dapat berair penuh dan dapat menggelontorkan kotoran kotoran sampai ke sungai Cibeunying sebagai buangan akhir. Lokasi Pembangunan Perluasan Hotel Tebu Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 kota Bandung harus berada diatas Muka Air Banjir (MAB) saluran CikapayangCihapit yang dimaksud yaitu terletak pada elevasi ± 715,200 pada ketinggian lokal. Kalau melihat ketinggian elevasi pada lahan Lokasi Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung yang terletak pada posisi ketinggian ± 717,00 , maka lahan Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu, Kota Bandung, berada diatas Muka Air Banjir Saluran Brandgang dan diharapkan aman dari kemungkinan banjir

b. Pembuangan MCK ( Air Kotor) dari kegiatan kawasan Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu Braga, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kota Bandung, untuk buangan air kotor dari rencana lokasi tersebut diarahkan dan dialirkan ke Septic Tank dan IPAL/ STP yang berada pada Lokasi Proyek, setelah bersih dialirkan ke saluran

73

Brandgang Cikapayang-Cihapit yang berada dibelakang lokasi proyek (batas kapling Jl. Lombok dan kapling Jl. LL.RE. Martadinata c. Pengembangan Hotel Tebu kesamping Timur yaitu kapling Jl. RE. Martadinata No 64 dan ke belakang yaitu kapling Jl. Lombok No. 55 akan mempengaruhi saluran brandgang Cikapayang-Cihapit, dalam hal ini pemohon sebaiknya berkoordinasi dengan PDAM Kota Bandung. Kondisi brandgang saat ini telah dibuat lintasan dengan menggunakan sistem Grill. d. Perlu memperbesar gutter inlet saluran drainase Jl. RE. Martadinata yang berada dibawah trotoar mulai dari sepanjang batas kapling Rencana Perluasan Hotel Tebu Braga Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55 Kota Bandung. e. Perlu dilakukan normalisasi dan pengerukan saluran brandgang yang berada di belakang lokasi proyek, dengan dimensi saluran Lebar (L) 3,00 m dan Kedalaman (H) disesuaikan eksisting ( 1,50 m), sehingga air limpasan/ run off air hujan dan buangan rumah tangga dapat lancar mengalir ke Timur terus ke sungai Cibeunying, dan dalam hal ini perlu dikoordinasikan dengan Devisi Air Kotor PDAM f. Sebaiknya dalam pekerjaan pondasi agar menggunakan sistem bored pile , agar tidak terjadi getaran yang menyebabkan perkantoran dan permukiman warga disekitarnya retak retak, dan agar tidak mengeluarkan suara bising yang mengganggu warga disekitarnya, karena kawasan Rencana Perluasan Hotel Tebu ini merupakan kawasan campuran yaitu kegiatan perdagangan dan perkantoran. g. Pemohon diwajibkan membuat sumur resapan tiap luas atap 125 m2 membuat satu buah sumur resapan adapun ukuran minimal sumur resapan tersebut berdiameter 1,00 m dan kedalaman sumur resapan minimal 3,00 m, hal ini guna mengantisipasi air larian/ air permukaan dari sekitar kawasan Lokasi Perluasan Hotel Tebu, Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, yang mana nantinya air permukaan tersebut dialirkan atau dimasukan kedalam sumur sumur resapan tersebut, guna memperkecil debit air

74

larian yang menuju saluran brandgang Cikapayang-Cihapit, saluran drainase Jalan RE. Martadinata dan saluran drainase jalan Lombok. h. Pemohon diwajibkan untuk melakukan apa yang menjadi arahan arahan didalam rekomendasi ini, terutama melakukan normalisasi saluran brandgang CikapayangCihapit.

i.

Lokasi Rencana Perluasan Hotel Tebu yang terletak di Jl. LL. RE. Martadinata No. 64/ Jl. Lombok No. 55, Kota Bandung, An. Arief Subahari tersebut apabila terjadi gangguan lingkungan atau tidak melaksanakan rekomendasi ini dan dikemudian hari antara lain terjadi kerusakan jalan juga terjadi meluapnya air Saluran brandgang Cikapayang-Cihapit, saluran drainase Jl. RE. Martadinata dan saluran drainase Jl. Lombok sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari Pemohon, An. Arief Subahari selaku pemohon, sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Related Documents

Tebu
June 2020 18
Finalpdf-reportcover
June 2020 36
Banjir
May 2020 28
Banjir
June 2020 24
Tor
June 2020 37

More Documents from ""