Tip Cerdas: Beri Cinta Bukan Kado
"Saya memberikan dia segalanya. Sepatu baru, video game, televisi sendiri. Tapi dia tidak menghormati saya," keluh seorang ibu tentang anaknya. Rasa frustasi seperti itu banyak menghinggapi orangtua di kota besar. Orangtua yang sibuk bekerja dan memberi anak-anaknya banyak hadiah. Mereka berpikir dengan materi berlebih anaknya akan merasa bahagia. Ternyata, di mata anak, barangbarang itu adalah tanda ketidakpedulian orangtua bukan tanda cinta. Runyam ya? Seorang psikolog anak, Robert Needlman, MD. menulis di blog-nya, bahwa masalahnya adalah anak-anak tidak mengerti bahwa orangtua membeli semua barang itu dengan bekerja demikian kerasnya. "Anak-anak malah belajar bahwa berlebih tidak pernah cukup. Begitu banyak hadiah bukan garansi anak-anak merasa dicintai," tulis sang psikiater. Jadi, menurut Needlman daripada Anda bekerja begitu keras hingga tidak sempat pulang ke rumah, ada baiknya Anda membatasi diri, pulang ke rumah, dan memeluk anak-anak Anda. "Yang lebih penting dari semua materi adalah memberikan cinta untuk anak-anak Anda. Dengan mengekspresikan cinta, anak-anak belajar mencintai juga dan kenangan manis akan kegiatan masa kecilnya bisa menjadi modal mental di masa dewasa si anak," terangnya. Bagaimana caranya mengekspresikan cinta? Daripada Anda berjalan-jalan di mal mencari kado, lebih baik Anda membaca atau saling bercerita, mendengarkan dan memainkan musik, membaca puisi atau menonton video bersama, bermain bersama bahkan bergulat di tempat tidur. "Jadikan diri Anda hadiah yang dibungkus dengan pita cinta menggantikan materi yang dibungkus selembar kertas," kata Needlman. (sra)
Ayah, I Love You! Hidup adalah keseimbangan. Ada terang, ada gelap. Ada panas ada dingin. Dan, ada lelaki juga ada perempuan. Keseimbangan gender tidak hanya terwujud dalam bentuk ikatan pernikahan antara lelaki dan wanita dewasa. Tetapi juga antara seorang ayah dan anak perempuannya. Apa yang dilakukan ayah terhadap putri ciliknya akan berdampak jauh ke masa depannya. Tanpa disadari, ayah selalu membedakan sikapnya berdasarkan jenis kelamin. Ayah cenderung bersikap lebih lembut dan halus kepada bayi perempuannya dibanding kepada bayi lelaki. Kultur masyarakat membuat penafsiran berbeda dari tingkah polah bayi. Bila bayi perempuan menghentakan kaki dan tangannya, orang akan bilang ia sedang sedih. Tapi, bila bayi lelaki melakukan gerakan yang sama, orang akan bilang si buyung sedang marah. Perbedaan pandangan itu muncul karena semua orang beranggapan anak lelaki harus tumbuh menjadi pria kuat dan berani, sedangkan anak perempuan harus menjadi wanita sensitif dan lemah lembut.
Peran ayah, sebagai sosok lelaki pertama yang dikenal seorang bayi perempuan menjadi penting karena dari sang ayahlah seorang anak perempuan belajar bagaimana "menghadapi" lelaki. Michael E. Lamb, penulis buku The Role of the Father in Child Development mengungkapkan hubungan antara ayah dan anak perempuannya mempengaruhi femininitas si upik. "Anak perempuan meniru ibunya dan mengamati reaksi ayahnya. Dari situ, ia akan mengembangkan intuisi dan sikapnya dalam berhubungan dengan lawan jenis," kata Lamb. Lamb yakin ada hubungan sebab akibat antara pengalaman seorang anak perempuan bersama ayahnya dengan kemampuan anak tersebut menjalin kasih sayang dengan orang lain di kehidupan dewasanya. Kenangan hubungan anak perempuan dengan ayahnya membuat ia lebih obyektif menilai teman prianya dan membekalinya dengan kemampuan menjalin hubungan kasih yang lebih sehat. Senada dengan Lamb, Catherine Steiner-Adair, seorang psikolog dari Boston dan pembuat program televisi Full of Ourselves mengatakan sikap ayah terhadap anak perempuannya membuat si anak bisa mengatasi hubungan dengan lawan jenisnya. Menjadi anak perempuan tidaklah mudah. Stereotype bahwa perempuan harus bersikap baik di hadapan lelaki dan bersikap menyetujui semua tindakan lelaki membuat mereka terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Bila pada usia tujuh tahun anak perempuan masih bisa mengungkapkan perasaannya, di usia 9-10 tahun mereka cenderung tutup mulut. Anak-anak perempuan di usia itu cenderung mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya. Mereka bersikap ’baik’ dengan menyetujui apapun tindakan lawan jenisnya. Jadi, bila si gadis ditawari rokok oleh teman lelakinya ia akan merokok sebab menolak rokok menjadikan mereka ’tidak baik’ di hadapan lelaki. Kecenderungan ini juga membuat semakin banyak anak perempuan melakukan seks bebas. Steiner-Adair menjelaskan juga mengapa banyak gadis cilik menderita bulimia dan anoreksia (gangguan pola makan yaitu memuntahkan kembali makanan yang masuk ke tubuh mereka -Red). "Masyarakat sudah mencap bahwa hanya perempuan langsing yang cantik. Gadis-gadis kecil akan selalu merasa kegemukan dan tidak menarik karenanya. Seorang ayah bisa membantu anak gadisnya menghadapi kekerasan massa itu dengan menjelaskan bahwa pendapat itu adalah salah dan yang terpenting adalah dengan menghargai si gadis apapun bentuk tubuhnya," kata Steiner-Adair. "Anak perempuan belajar menghadapi pria lewat hubungannya dengan ayah mereka, apalagi bila mereka tidak punya saudara lelaki. Ketika seorang ayah memperlakukan anak perempuannya dengan kebaikan dan kelembutan, si anak akan mencari teman lelaki yang bisa memperlakukan mereka sama seperti si ayah," tambahnya. Dari ayahnyalah si anak belajar tentang otoritas, kekuatan, persaingan kerja, cara mengungkapkan kemarahan, cara mengelola uang, mengambil resiko, dan cara mengembangkan citra diri. Seorang perempuan yang berhasil dalam kariernya biasanya memiliki ayah yang memberi saran tentang karier. Dari si ayah anak belajar tentang
investasi, keuangan. Kenangan masa kecil yang didapat si anak perempuan akan terekam dan mengendap hingga ia dewasa. "Cara terbaik untuk ayah menolong anak perempuannya adalah dengan mendengarkan mereka. Terutama saat sang gadis kecil sedang kebingungan, sedih, atau penasaran, Sebagai seorang ayah, Anda tidak perlu menyelesaikan semua masalahnya. Biarkan mereka mencari jalan sendiri, Anda hanya perlu mendengarkan dan membuat anak Anda merasa Anda peduli dan percaya bahwa mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri," kata Steiner Adair. Anak perempuan membutuhkan waktu bersama ayahnya. Waktu adalah bukti cinta. Anda bisa bermain boneka, lempar tangkap, atau ngobrol soal film, musik, atau berita terkini. "Anda akan melihatnya tumbuh percaya diri, menerima dirinya dan menghormati pria. Seorang anak, tidak perlu mencari sosok ideal sepanjang hidupnya selama kebutuhan psikologis itu didapatnya dari si ayah. Mereka juga dengan sendirinya akan belajar menghormati lelaki dan tahu bagaimana memperlakukannya. Sebab, sampai kapan pun lelaki akan merasa penting bila dibutuhkan dan wanita akan merasa penting bila dibutuhkan," lanjut Steiner-Adair. Jadi, jadikan diri Anda sebagai ayah yang dicintai anaknya. "Ayah, I love you" akan diucapkan dari hati bukan dari bibir saja. (sra)