Tinjauan Teori Peb.docx

  • Uploaded by: WindiIndra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Teori Peb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,043
  • Pages: 22
TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori Medis 1. Persalinan

a.

Definisi Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Sofian, 2012). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008). Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney, 2008).

b. Tanda-tanda Permulaan Persalinan 1)

Lightening Lightening menyebabkan tinggi fundus menurun ke posisi yang sama dengan posisi fundus pada usia kehamilan 8 bulan. Lightening yang mulai dirasa kira-kira dua minggu sebelum persalinan adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor, dan memperkuat firasat ibu bahwa kelahiran bayi yang telah dinanti akan segera tiba (Varney, 2008).

2)

Perubahan Serviks Mendekati persalinan, serviks semakin matang, masih lunak, dengan konsistensi seperti pudding, dan mengalami sedikit penipisan (efficement) dan mengalami sedikit dilatasi. Perubahan serviks diduga terjadi akibat peningkatan intensitas kontraksi Braxton Hicks. Kematangan serviks mengindikasikan kesiapannya untuk persalinan (Varney, 2008).

3)

Persalinan Palsu Persalinan palsu terdiri dari kontraski uterus yang snagat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhdapa serviks. Persalinan palsu dapat terjadi selama berhari-hari atau secara intermiten bahkan tiga atau empat minggu sebelum awitan persalinan sejati. Persalinan palsu sangat nyeri dan wanita

dapat mengalami kurang tidur dan kekurangan energi dalam menghadapinya (Varney, 2008). 4)

Ketuban Pecah Dini Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala satu persalinan. Apabila terjadi sebelum persalinan, kondisi tersebut disebut Ketuban Pecah Dini (KPD). Hal ini dialami oleh sekitar 12% wanita hamil. Kurang lebih 80% wanita yang mendekati usia kehamilan cukup bulan dan mengalami KPD mulai mengalami persalinan spontan mereka dala waktu 24 jam (Varney, 2008).

5)

Bloody Show Bloody Show paling sering terlihat sebagai rabas lendir bercampur darah yang lengket dan harus dibedakan dengan cermat dari perdarahan murni. Bloody Show merupakan tanda persalinan yang akan terjadi dalam 24 sampai 48 jam. Akan tetapi tidak berguna jika pemeriksaan vagina atau pemeriksaan dalam di lakukan dalam 48 jam sebelumnya karena rabas lendir bercampur darah selama waktu tersebut kemungkinan hanya trauma (Varney, 2008).

6) Lonjakan Energi Banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang lebih 24 sampai 48 jam sebelum mulai persalinan. Akibatnya mereka memasuki masa persalinan dalam keadaan letih dan sering kali persalinan menjadi sulit dan lama (Varney, 2008). 7)

Gangguan Saluran Cerna Ketika tidak ada penjelasan tepat untuk diare, kesulitan mencerna, mual, dan muntah, diduga hal-hal tersebut merupakan gejala menjelang persalinan, beberapa wanita mengalami satau atau beberapa gejalan tersebut (Varney, 2008).

8)

Polakisuria Perasaan sering-sering atau susah kencing, karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin (Sofian, 2012).

9)

False Labor Pains Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus (Sofian, 2012).

10) Adanya Kontraksi Rahim Secara umum, tanda awal bahwa ibu hamil untuk melahirkan adalah mengejangnya rahim atau dikenal dengan istilah kontraksi. Kontraksi tersebut

berirama, teratur, dan involuter, umumnya kontraksi bertujuan untuk menyiapkan mulut lahir untuk membesar dan meningkatkan aliran darah di dalam plasenta. Mulanya kontraksi terasa seperti sakit pada punggung bawah berangsur-angsur bergeser ke bagian bawah perut mirip dengan mules saat haid (Rose, 2007). Kontraksi uterus memiliki periode relaksasi yang memiliki fungsi penting untuk mengistirahatkan otot uterus, memberi kesempatan istirahat bagi wanita, dan mempertahankan kesejahteraan bayi karena kontraksi uterus menyebabkan konstraksi pembuluh darah plasenta. Durasi kontraksi uterus sangat bervariasi, tergantung pada kala persalinan wanita tersebut. Kontraksi pada persalinan aktif berlangsung dari 45 sampai 90 detik dengan durasi ratarata 60 detik. Pada persalinan awal, kontraksi mungkin hanya berlangsung 15 sampai 20 detik. Frekuensi kontraksi ditentukan dengan mengukur waktu dari permulaan satu kontraksi ke permulaan kontraksi selanjutnya. Kontraksi biasanya disertai rasa sakit, nyeri, makin mendekati kelahiran. Kejang nyeri tidak akan berkurang dengan istirahat, wanita yang sedang dalam keadaan takut dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya serta tidak dipersiapkan dengan teknik relaksasi dan pernapasan untuk mengatasi kontraksinya akan menangis dan bergerak tak terkendali di tempat tidur hanya karena kontraksi ringan. Sebaliknya wanita yang sudah memiliki pengalaman atau telah dipersiapkan dalam menghadapi pengalaman kelahiran dan mendapat dukungan dari orang terdekat atau tenaga professional yang terlatih memimpin perslinan, atau wanita berpendidikan tidak menunjukkan kehilangan kendali atau menagis bahkan pada kontraksi yang hebat sekalipun (Varney, 2008).

c.

Tanda-tanda Persalinan Menurut Sofian (2012), tanda-tanda persalinan sebagai berikut: 1)

Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sring, dan teratur

2)

Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekanrobekan kecil pada serviks.

d.

3)

Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4)

Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan 1)

Power (Kekuatan) Kekuatan his yang adekuat dan tambahan kekuatan mengejan Manuaba (2007). Kontraksi uterus involunter yang dibantu oleh daya dorong ibu selama

kala dua, harus memiliki kekuatan yang adekuatdengan koordinasi aktivitas otot (Reeder, 2014). 2)

Passage (Jalan lahir) Jalan lahir harus memiliki ukuran dan konfigurasi yang sesuai, tidak memberikan rintangan yang tidak semestinya pada penurunan, rotasi, dan pengeluaran bayi baru lahir (Reeder, 2014).

3)

Passenger (Janin) Janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.

4)

Psikis ibu Respon psikologis ibu dapat mempengaruhi kemajuan persalinan dan mungkin memperlemah tenaga. Misalnya ketakolamin maternal disekresikan jika wanita yang tengah bersalin mengalami cemas. Pelepasan hormon stress ini menghambat kontraksi uterus dan mengganggu aliran darah plasenta (Reeder, 2014).

5)

e.

Penolong

Tahap-tahap Persalinan Menurut Sofian (2012), proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu: 1)

Kala I (Kala Pembukaan) Waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm. Partus dimulai dengan keluarnya lendir bercampur darah (boody show) karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase, yaitu: a) Fase Laten: pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai pembukaan 3cm, lamanya 7-8 jam. b) Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas subfase yakni :

(1) Fase Akselerasi: berlangsung 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm. (2) Fase Dilatasi Maksimal: berlangsung 2 jam pembukaan serviks berlangsung sangat cepat menjadi 9 cm.

(3) Fase Deselerasi: pembukaan serviks

berlangsung menjadi lambat,

dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap). Pada serviks wanita nulipara seharusnya berdilatasi sekurangkurangnya 1,2 cm/jam, dan serviks wanita multipara seharusnya berdilatasi sekurang-kurangnya 1,5 cm/jam (Reeder, 2104).

2) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

a) Pengertian Pada kala pengeluaran janin, dimulai dengan dilatasi lengkap serviks dan di akhiri dengan kelahiran bayi. Tahap ini disebut dengan tahap ekspulsi. Dengan kekuatan his yang kuat, cepat, dan lama ditambah kekuatan mengedan karena tekanan pada rektum, akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi berlangsung selama 1 ½-2 jam, pada multi ½-1 jam.

b) Tanda persalinan Kala II Ibu merasakan ingin mengejan dengan adanya kontraksi, adanya peningktan tekanan pada rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, adanya peningkatan pengeluaran lender dan darah, dan jika pembukaan sudah lengkap siapkan untuk melakukan pertolongan. Tabel 2.1 Pemantauan Kala II Kemajuan Persalinan

Kondisi Ibu

Kondisi Janin

Usaha mengedan

Periksa nadi dan tekanan darah

Periksa detak jantung janin

Palpasi kontraksi uterus :

setiap 30 menit

setiap 15 menit atau lebih

(kontrol tiap 10 menit)

Respon keseluruhan pada kala II :

sering dilakukan dengan

Frekuensi, lamanya,

Perubahan sikap/perilaku

makin dekatnya kelahiran,

Kekuatan

Keadaan dehidrasi

Penurunan presentasi

Tingkat tenaga (yang dimiliki)

Warna cairan tertentu

(Yayasan Bina Pustaka, 2009) 3)

Kala III (Kala Pengeluaran Uri) a)

Pengertian Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri biasanya seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan penegluaran darah kira-kira 100-200 cc.

b)

Tanda kala III Kala III perasalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase pelepasan plasenta dan pengeluaran terjadi karena adanya kontraksi, mulai terhenti setelah

singkat dalam kelahiran bayi. Kontraksi kurang lebih sampai 2 sampai 2,5 menit selama kala dua persalinan. c)

Penatalaksanaan kala III Pada kala III ini dilakukan dengan perlindungan uterus dengan mencegah diri anda sendiri dan orang lain melakukan masase uterus segera setelah plasenta lepas, jangan lakukan masase uterus sebelum pelepasan plasenta kecuali apabila pelepasan sebagian telah terjadi dalam proses alamiah dan tampak perdarahan berlebihan, jangan mendorong tali pusat sebelum plasenta lepas dan jangan pernah mendorong tali pusat pada saat uterus tidak berkontraksi, jangan mencoba melahirkan plasenta sebelum pelepasan lengkap terjadi. Jangan samapai ada plasenta tertinggal. Menurut penelitian Yunita (2010) yang berjudul Pengaruh Pemberian Rangsangan Puting Susu dengan Pemilihan pada Manajemen Aktif Kala III terhadap Waktu Kelahiran Plasenta di Kota Surakarta dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan waktu kelahiran plasenta pada pertolongan persalinan kala III yang menggunakan MAK III dengan pemilinan jika dibandingkan dengan MAK III tanpa pemilinan, perbedaan waktunya 2.582 menit lebih cepat dari kelahiran plasenta. Yang menggunakan MAK III dengan pemilinan puting susu. Persalinan kala III yang menerapkan Manajemen Aktif Kala III dengan pemilinan menunjukkan pengaruh yang signifikan dimana p<0.05 ( p 0.00; beda mean; 2.582). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah ditolak yaitu pemberian rangsangan puting susu pada Manajemen Aktif Kala III dan pemilinan berpengaruh secara signifikan terhadap Waktu kelahiran plasentanya dibandingkan dengan waktu kelahiran plasenta pada Manajemen Aktif Kala III tanpa pemilinan.

4)

Kala IV a)

Pengertian Kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu, terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.

b)

Pemantauan Kala IV Menurut Yayasan Bina Pustaka (2009), dalam Kala IV persalinan hal yang harus di perhatian adalah (1) Fundus: rasakan apakah fundus berkontraksi dengan kuat dan berada di bawah umbilikus setian 15 menit pda jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua, massase jika perlu untuk menimbulkan kontraksi. (2) Plasenta: periksa kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak adanya bagian yang tertinggal (3) Selaput ketuban: periksa kelengkapan selaput untuk memastikan tidak ada bagian yang tersisa dari dalam uterus (4) Perenium: periksa luka robekan pada perenium dan vagina yang membutuhkan luka. (5) Pemeriksaan pengeluaran darah: dengan meperirakan darah yang menyarap pada kain dengan menentukan berapa banyak kantong darah 500cc dapat terisi (6) Lokhea: pada pemeriksaan ini apakah ada darah keluar langsung pada saat memeriksa uterus. Jika kontraksi kuat, lokhea kemungkinan tidak lebih dri menstruasi. (7) Kandung

kemih:

periksa

kandung

kemih

untuk

memastikan

kandungkemih tidak penuh. (8) Kondisi Ibu: periksa setiap 15 menit pda jam pertama, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. (9) Kondisi bayi Baru lahir ; apakah bayi bernafas dengan baik, apakah bayi kering dan hangat, apakah bayi siap disusui/ pemberian ASI memuaskan.

B. Tinjauan Teori Medis 1. Pengertian Preeklampsi adalah tekanan darah tinggi yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu dengan munculnya proteinuria (Prawiroharjo, 2013). Tiga hal yang diperhatikan yaitu : a. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140mmHg dan diastolik ≥90 mmHg, dengan pengukuran darah dilakukan 2 kali selama selang waktu 4-6jam. b. Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin sebanyak ±300 mg atau ≥1+dipstic selama 24 jam. c. Edema adalah bengkak yang terjadi pada bagian tubuh, tanda edema pada preeklampsi

terjadi

di

bagian

ekstremitas

yaitu

salah

satunya

pada

tungkai,namunsekarang edema tungkai tidak lagi dipakai, kecuali dengan edema generalisata (edema pada kaki, tangan, muka, dan perut).Dan jika terdapat kenaikan berat badan >0,57kg per minggu. Preeklampsi adalah sindrom yang spesifik dalam kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, proteinuria adalah tanda penting preeklampsi, terdapatnya proteinuria 300 mg/+1 (Cunningham, 2013). 2. Klasifikasi Preeklampsia Preeklampsi dapat membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal dan merupakan penyulit kehamilan yang akut. Gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi 2 yaitu : a. Preeklampsi ringan 1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan 20 minggu 2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam b. Preeklampsi berat 1) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih 2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥ 2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam 3) Atau disertai keterlibatan organ lain : a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas c) Sakit kepala, skotoma penglihatan d) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

e) Edema paru dan atau gagal jantung kongestif f) Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin > 1,2mg/dl (KEMENKES RI, 2013) 3. Etiologi Preeklampsia Etiologi Preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”, namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu : a. Spasmus arteriola b. Retensi Natrium dan air c. Koagulasi intravaskuler Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu.Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat. 4. Gambaran Klinis Preeklampsia a. Gejala Subjektif Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat. b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg.Tekanan darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.

c. Faktor Resiko Preeklampsia 1) Riwayat Preeklampsia 2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibody penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsia 3) Kegemukan 4) Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempunyai bayi kembar atau lebih. 5) Riwayat penyakit tertentu. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerate seperti reumatik arthritis atau lupus. 5. Patofisiologi Preeklampsia Pada Preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2013). Perubahannya pada organ-organ : a. Perubahan hati perdarahan yang tidak teratur terjadi rekrosis, thrombosis pada lobus hati rasanya nyeri epigastrium b. Retima c. Metabolisme air dan elektrout d. Mata e. Otak, pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri. f. Uterus aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta. g. Paru-paru, kematian ibu pada preeclampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru. 6. Patofisiologis Preeklampsia Berat Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2013). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan

respon

terhadap

berbagai

substansi

endogen

(seperti

prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2008).

Penyakit vaskuler: Hipertensi esensial

Kegagalan invasi sel trofoblas pada arterioli dalam otot uterus (trimester II)

Pertumbuhan sel trofoblas berlebihan

Gangguan perfusi retroplasenta sirkulasi Peningkatan vasoaktif substan :  Prostaglandin  Nitric oxyde  Endothelin

Vasokonstriksi meningkat

    

Hipertensi Oligouria Konvulsi Solusio placenta Gangguan alat vital, perdarahan, nekrosis, seperti : liver, ginjal, CNS.

Noxious substan: Gangguan fungsi endothel  Endothelial aktivasi

 Cytokines  Lipid peroxidase

Permeabiliatas kapiler meningkat

Sistem koagulasi meningkat

 Ekstravasasi cairan edema  Hemokonsentrasi  Proteinuria

Thrombositopenia Hemolisis sel erithrosit Gangguan pembekuan-DIC

Mortalitas maternal/perinatal  Acute vascular accident  Perdarahan-solusio plasenta  Ganguan alat vital

Gambar 1.1 Pathway Preeklampsia (Sinsin, 2008)

7. Perubahan pada Organ Akibat Preeklampsia Menurut Prawirohardjo (2013) Perubahan pada sistem dan organ pada preeklampsi adalah: a) Perubahan kardiovaskular Pasien yang preeklampsi sering mengalami gangguan fungsi kardiovaskular secara parah, gangguan tersebut berkaitan dengan pompa jantung akibat terjadinya hipertensi (Cunningham, 2013). b) Ginjal Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah ke ginjal akibat syok hipovolemi, kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal.Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi pada pembuluh darahginjal. c) Vaskositas darah Vaskositas darah meningkat pada preeklampsi yang mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ. d) Hematokrit Pada penderita preeklampsi hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsi. e) Edema Edema terjadi dikarenakan adanya kerusakan sel endotel kapilar.Edema yang patologi terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan kenaikan berat badan secara cepat. f) Hepar Terjadi perubahan akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini bisa meluas (subkapsular hematoma) dan dapat menimbulkan nyeri pada daerah epigastrium serta dapat menimbulkan ruptur hepar sekaligus. g) Neurologik Perubahan neurologik dapat berupa yaitu nyeri kepala di sebabkan hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguanvisus. h) Paru Penderita preeklampsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru. Edema paru

dapat disebabkan oleh payahnya jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. 6. Pencegahan Preeklamsia Berat Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil.Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. 7. Penatalaksanaan Preeklamsia Berat Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi: a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri/diterminasi ditambah pengobatan medisinal 1) Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG).Indikasi : 2) Ibu a) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih b) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan) 3) Janin a) Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) b) Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

4) Laboratorium Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia) 5) Pengobatan mediastinal Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah : a) Segera masuk rumah sakit. b) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam. c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc. d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. e) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4) (1) Dosis awal sekitar 4 g MgSO4) IV (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutan dengan 10 ml aquabides (2) Dosis ulang : diberikan 6 g (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/ Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/ menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia). (3) Syarat-syarat pemberian MgSO4 (a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. (b) Refleks patella positif kuat. (c) Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. (d) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila terdapat tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

(4) Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 : (a) Hentikan pemberian MgSO4 (b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit (c) Berikan oksigen (d) Lakukan pernapasan buatan (e) MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi). (5) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM. (6) Anti hipertensi diberikan bila : (a) Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. (b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya (c) Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah. (d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal. 1) Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik. 2) Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan. 3) Pengobatan obstetri : a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam. c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi. d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV. 8. Gambaran Kasus Preeklampsia Berat Dengan Penanganan Konservatif di Rumah Sakit Berdasarkan penelitian Wulandari (2016), faktor resiko yang berpengaruh pada kasus persalinan di IGD RSUP Dr. Kariadi Kota Semarang yaitu usia kehamilan, ukuran janin, ukuran panggul, dan tekanan darah. Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Semarang cukup tinggi, pada 650 kasus persalinan penyebab utamanya adalah perdarahan, preeklampsiaeklampsia, dan sepsis. Di RSUP Dr. Kariadi pada tahun 2012-2012 dari 126 kasus obstetri yang diakibatkan oleh hipertensi didapatkan 23 orang yang meninggal saat perawatan, dimana hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab preeklampsia berat. Hasil penelitian Rozikhan (2006), faktor resiko terjadinya preeklampsia berat di RSDr. H. Soewondo Kendal yaitu riwayat preeklampsia, keturunan, dan paritas (primigravida). Berdasarkan penelitian Rini (2013), pengelolaan preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Berdasarkan SOP Diagnosis dan Terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun, anti kejang yang digunakan adalah MgSO4 40% dengan dosis awal 4 gr yang dilarutkan dengan 10 ml aquabides diberikan secara intravena dan dosis rumatan sebanyak 6 gr dilarutkan dalam RL 500 ml.

C. Tinjauan Teori Asuhan Persalinan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah kebidanan yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada pasien (Varney,1997 dalam Sulistyawati, 2009). Manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah Berikut merupakan langkah-langkah manajemen kebidanan yang dijelaskan oleh Varney: 1.

Langkah I (Tahap Pengumpulan Data) Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu: a. Riwayat kesehatan. b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan. c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. d. Meninjau data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil studi (Saminem, 2008).

2.

Langkah II (Interpretasi Data) Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang dikupulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan profesi (bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut adalah: a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi b. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan c. Memiliki ciri khas kebidanan d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan dapat diselesaikan dengan pendekatann managemen kebidanan (Saminem, 2008).

3.

Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial) Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi (Saminem, 2008).

4.

Langkah IV (Menetapkan Konsultasi dan Kolaborasi) Pada langkah ini bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter segera melakukan konsultasi atau melakukan penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Dalam melakukan tindakan, bidan harus bisa memprioritaskan masalah/ kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan kedaruratan atau segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Tindakan segera bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan terjadi (Saminem, 2008).

5.

Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh) Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh dan ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan secara efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas bidan dalam langkah ini adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan klien yang kemudian membuat kesepakatan sebelum melaksanakannya terjadi (Saminem, 2008).

6.

Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman) Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah diuraikan pada langkah 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lain. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab dalam penatalaksanaan asuhan klien sesuai rencana asuhan bersama yang menyeluruh. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Bidan sebaiknya mengkaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan (Saminem, 2008).

7.

Langkah VII (Evaluasi) Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi apakah pemenuhan kebutuhan telah terpenuhi sesuai diagnosis dan

masalah. Rencana dianggap efektif jika memang benar efektif pelaksanaannya. Ada kemungkinan sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Proses penatalaksanaan asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan sehingga perlu mengulangi kembali setiap asuhan yang tidak efektif serta melakukan penyesuaian rencana (Saminem, 2008). Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data Subyektif, O adalah data Obyektif, A adalah Analysis/ Assasement dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. Untuk penjelasan tentang SOAP dapat dijabarkan sebagai berikut : a.

Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.

b.

Data obyektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau oranglain dapat dimasukkan dalam data obyektif ini sebagai data penunjang.

c.

Analysis/ Assessment, merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/ tindakan yang tepat.

d.

Planning/ Perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Meskipun secara istilah, P adalah Planning/ Perencanaan saja, namun P dalam SOAP ini juga mengandung implementasi dan evaluasi (Purwandari, 2008).

DAFTAR PUSTAKA Asri, Mufdilah Hidayat. 2009. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan Plus Materi Bidan Delima. Jakarta : Penerbit Buku Kesehatan. Cunningham G. 2013. Hipertensi dalam Kehamilan dalam : Obstetri Williams Edisi 23 Vol 1. Jakarta : EGC. Depkes RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Fraser, Diane M. dan Margaret A. Cooper. 2009. Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta : EGC. Jannah, Nurul. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta : Andi. Mandriwati. 2008. Asuhan Kebidanan Ibu hamil.Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2009. Memahami kesehatan reproduksi Wanita. Jakarta : EGC. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media. Rozikhan. 2006. Faktor-faktor Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Prawirohardjo S. 2013. Hipertensi dalam Kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT BinaPustaka. Saminea. 2009. Asuhan Kebidanan Kehamilan Normal.Jakarta : EGC. Sindair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC. Sulistyowati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika. Vaeney, Hellen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta : EGC Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wulandari, Vina Eka. 2016. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kasus Persalinan di UGD RSUP Dr. Kariadi. Jurnal Kedokteran Diponegoro Volume 5(2): 132-138. Yeyeh, Al, dkk. 2010. Askeb I (Kehamilan). Jakarta : EGC.

Related Documents


More Documents from "Ekki Noviana"

Tinjauan Teori Peb.docx
December 2019 8
Bab Ii Komunitas(1).docx
December 2019 16