LAPORAN PENDAHULUAN IMPLANT
1. Teori Medis A. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implant 1. Pengertian Implant
adalah
suatu
alat
kontrasepsi
yang
mengandung
levonogestrelyang dibungkus dalam kapsul silasticsilikon (polidemetsilixane) dan di susukkan dibawah kulit (Saifuddin, 2010). Implant adalah metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dengan masa kerja panjang, dosis rendah, reversible untuk wanita. Kontrasepsi implan adalah batang silastik lembut untuk pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan pembedahan minor untuk insersi (pemasangan) dan pencabutan. Kontrasepsi implan adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul silastik berisi hormon jenis progestin (progestin sintetik) yang dipasang dibawah kulit (BKKBN, 2003). Implan atau alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) adalah kontrasepsi yang diinsersikan tepat dibawah kulit, dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau dibawah siku melalui incisi tunggal dalam bentuk kipas. Implan merupakan metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan atara 3 – 5 tahun. Metode ini dikembangkan oleh The Population Council yaitu suatu organisasi internasional yang didirikan tahun 1952 untuk mengembangkan teknologi kontrasepsi (Affandi,2012). 2. Jenis KB Implant Jenis-jenis kontrasepsi implant ada 3, antara lain : a. Norplant Norplant terdiri dari 6 kapsul kosong silastic (karet silicon) berongga dengan panjang 3-4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg levonorgestrol dan lama kerjanya 5 tahun (Saifuddin, 2010).
3
b. Implanon Implanon terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3-ketodesogestrol dan lama kerjanya 3 tahun (Saifuddin, 2010). c. Jadena dan Indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestrol dengan lama kerja 3 tahun (Saifuddin, 2010). 3. Cara Kerja Kontrasepsi Implant Ada beberapa mekanisme kerja implant yaitu (Saifuddin, 2010): a. Lendir serviks menjadi kental b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi c. Mengganggu transportasi sperma d. Menekan ovulasi Menurut BKKBN (2003) mekanisme KB implant antara lain adalah sebagai berikut: 1. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat pergerakan spermatozoa Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata terhadap terhadap mucus serviks. Mukus tersebut menebal dan jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma. 2. Menekan ovulasi karena progesterone menghalangi LH Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan luteinizing hormone (LH), baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yang penting untuk ovulasi. 3. Mengurangi transportasi sperma Perubahan lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit, sehingga menghambat pergerakan sperma. 4. Menghambat perkembangan siklus endometrium sehingga sulit terjadi implantasi Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium yang diinduksi estradiol, dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi; meskipun demikian, tidak ada bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi pada pengguna implan.
4
4. Tingkat Efektivitas Kontrasepsi Implant Sangat efektif (0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan) (Saifuddin, 2010). 5. Waktu Penggunaan Kontrasepsi Implant (Hartanto, 2002; Saifuddin, 2010) a. Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7, tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan b. Bila klien tidak haid, insersi bisa dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. c. Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan insersi dapat dilakukan setiap saat. d. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat. e. Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat. 6. Cara Pemakaian dan Cara Pengeluaran Implant (Hartanto, 2002) a. Insersi Implant umumnya merupakan prosedur bedah minor, yang memerlukan anestesi lokal dan insisi yang kecil, waktu terbaik untuk insersi adalah pada saat haid atau jangan melebihi 5-7 hari setelah mulainya haid. Implant ditempatkan di bawah kulit, umumnya pada bagian dalam lengan atas atau lengan bawah. b. Bila Implant telah dikeluarkan, implant baru dapat segera dipasang pada tempat yang sama. Bila tidak ada pembengkakan pada tempat tersebut, atau dipasang pada tempat yang sama dengan arah yang berlawanan bila tempat lama mengalami trauma dan pembengkakan selama pengeluaran implant yang lama, atau dipasang pada lengan yang lain. c. Pengeluaran Implant terutama Norplant, biasanya memerlukan waktu 15-20 menit bila dipasang dengan benar. d. Mengeluarkan Implant pertama yang terletak paling dekat ke insisi atau yang terletak paling dekat ke permukaan. 7. Keuntungan Kontrasepsi Implant Menurut Hartanto (2002) dalam buku Saifuddin (2010) : a. Keuntungan Kontrepsi 1)
Daya guna tinggi
2)
Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
3)
Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
5
4)
Tidak memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan dalam
5)
Bebas dari pengaruh estrogen
6)
Tidak mengganggu kegiatan senggama
7)
Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
b. Keuntungan Nonkontrasepsi 1)
Mengurangi nyeri haid
2)
Mengurangi jumlah darah haid
3)
Mengurangi/memperbaiki anemia
4)
Melindungi terjadinya kanker endometrium
5)
Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara
6)
Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul
7)
Menurunkan angka kejadian endometriosis
Menurut Affandi (2012) : a. Keuntungan Kontrasepsi 1. Daya guna tinggi ( kegagalan 0.2 – 1 kehamilan per 100 perempuan). 2. Kontrasepsi implan merupakan metode kontrasepsi berkesinambungan yang aman dan sangat efektif. Efektivitas penggunaan implant sangat mendekati efektivitas teoretis. Efektivitas 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan 3. Memberi perlindungan jangka panjang (5 tahun). 4. Kontrasepsi implan memberikan perlindungan jangka panjang. Masa kerja paling pendek yaitu satu tahun pada jenis implan tertentu (contoh : uniplant) dan masa kerja paling panjang pada jenis norplant. 5. Tingkat kesuburan cepat kembali setelah implan dicabut. 6. Kadar levonorgestrel yang bersirkulasi menjadi terlalu rendah untuk dapat diukur dalam 48 jam setelah pengangkatan implan. Sebagian besar wanita memperoleh kembali siklus ovulatorik normalnya dalam bulan pertama setelah pengangkatan. Angka kehamilan pada tahun pertama setelah pengangkatan sama dengan angka kehamilan pada wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi dan berusaha untuk hamil. Tidak
ada
efek
pada
jangka
panjang
kesuburan
di
masa
depan.Kembalinya kesuburan setelah pengangkatan implan terjadi tanpa penundaan dan kehamilan berada dalam batas-batas normal. Implan
6
memungkinkan penentuan waktu kehamilan yang tepat karena kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implan demikian cepat. 7. Tidak perlu dilakukan periksa dalam. 8. Tidak mengganggu kegiatan senggama 9. Kontrasepsi implan tidak mengganggu kegiatan sanggama, karena diinsersikan pada bagian subdermal di bagian dalam lengan atas. 10. Tidak mengganggu produksi ASI. 11. Implan merupakan metode yang paling baik untuk wanita menyusui. Tidak ada efek terhadap kualitas dan kuantitas air susu ibu, dan bayi tumbuh secara normal. Jika ibu yang baru menyusui tidak sempat nantinya (dalam tiga bulan), implan dapat diisersikan segera Postpartum. 12. Bebas dari pengaruh esterogen. Kontrasepsi implan mengandung hormon progestin dosis rendah. Wanita dengan kontraindikasi hormon estrogen, sangat tepat dalam penggunaan kontrasepsi implan. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. 13. Dapat dicabut setiap saat jika menurut kebutuhan. 14. Kontrol medis ringan 15. Dapat dilayani didaerah pedesaan 16. Penyulit medis tidak terlalu tinggi 17. Biaya ringan (Affandi, 2012). 8. Keterbatasan (Hartanto, 2002; Saifuddin, 2010) Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenoea, atau meningkatkanya jumlah darah haid, serta amenorea. Timbulnya keluhan-keluhan, seperti : a. Nyeri kepala b. Peningkatan/penurunan berat badan c. Nyeri payudara d. Perasaan mual e. Pening/pusing kepala f. Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness) g. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan
7
h. Tidak memberikan efek protektif terhadap PMS termasuk AIDS i. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan j. Efektifitasnya
menurun
bila
menggunakan
obat-obat
tuberkulosis
(rifampisin) atau obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) k. Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.0000 perempuan per tahun)
9. Indikasi dan Kontraindikasi (Hartanto, 2002; Saifuddin, 2010) a. Indikasi 1)
Perempuan usia reproduksi
2)
Perempuan yang memiliki anak/belum memiliki anak
3)
Perempuan menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
4)
Perempuan pasca keguguran
5)
Perempuan tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak sterilisasi
6)
Perempuan dengan Riwayat kehamilan ektopik
7)
Perempuan yang sering lupa menggunakan pil
8)
Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung ekstrogen.
9)
Perempuan yang menghendaki kontrsepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki kehamilan jangka panjang.
b. Kontraindikasi 1)
Wanita hamil atau diduga hamil
2)
Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3)
Wanita dengan Riwayat kanker payudara
4)
Wanita dengan miom uterus dan kanker payudara
5)
Wanita yang memiliki gangguan toleransi glukosa.
6)
Wanita yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
7)
Wanita yang memiliki penyakit jantung, DM, dan gangguan fungsi hati.
10. Klien yang dapat Menggunakan Implan a. Usia reprosuksi, telah memiliki anak atau belum memiliki anak. b. Menginginkan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi dan jangka panjang. c. Menyususi dan memerlukan kontrasepsi.
8
d. Pasca persalinan dan tidak menyusui. e. Pasca keguguran. f. Tidak menginginkan anak lagi tetapi tidak mau sterilisasi. g. Tekanan darah < 180/110 mmHg, masalah pembekuan darah atau anemia bulan sabit. h. Tidak boleh mnggunakan kontrasepsi yang mengandung progesteron. i. Riwayat kehamilan ektopik. j. Sering lupa minum pil (Pinem, 2009).
11. Efek samping (Hartanto, 2002; Saifuddin, 2010) a. Perubahan pola haid yang terjadi kira-kira 60% akseptor dalam tahun pertama setelah insersi b. Yang paling sering terjadi : 1) Bertambahnya hari-hari perdarahan dalam satu siklus 2) Perdarahan bercak (spotting) 3) Berkurangnya panjang siklus haid 4) Amenore c. Perdarahan yang hebat tetapi jarang terjadi d. Sakit kepala, penambahan berat badan dan nyeri payudara. e. Bila implant dicabut sebelum 5 tahun dan susuk implant sebelum 3 tahun, kemungkinan hamil sangat besar dan meningkatkan resiko kehamilan ektopik. 12. Informasi yang Perlu disampaikan a) Efek kontrasepsi timbul dalam beberapa jam setelah insersi dan berlangsung sampai 5 tahun bagi norplant dan 3 tahun bagi implanon dan akan berakhir sesaat setelah pengangkatan. b) Sering ditemukan efek samping berupa gangguan pola haid utamanya pada norplant, terutama 6 – 12 hari pada bulan pertama, beberapa perempuan mungkin haidnya berhenti sama sekali. Perubahan pola haid tersebut tidak membahayakan klien. Efek samping lain berupa sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara. Efek samping ini tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya. c) Norplant dicabut setelah 5 tahun dan implanon dicabut setelah 3 tahun tetapi dapat dicabut lebih awal bila dikehandaki. Tapi bila norplant dicabut
9
sebelum 5 norplant dan implanon dicabut sebelum 3 tahun, maka kemungkinanan hamil lebih besar dan meningkatkan kehamilan ektopik. d) Implan tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual, termasuk HIV AIDS. Bila pasangan memiliki resiko, perlu mengguanakan kondom jika melakukan senggama. e) Berikan kartu kepada klien yang ditulis nama, tanggal insersi, tempat insersi dan nama pemasangan. (Affandi, 2012) 13. Waktu Insersi Implan a. Yang terbaik pada siklus haid hari kedua sampai hari ke tujuh atau jangan melewati 5 – 7 hari setelah haid mulai. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan. b. Setiap saat (diluar siklus haid) asal dapat dipastikan ibu tidak hamil. Bila impan diinsersikan setelah hari ketujuh siklus haid, klien jangan melakukan senggama atau menggunakan metode kontrasepsi lain selama tujuh hari saja. c. Pasca persalinan antara 6 minggu sampai 6 bulan, menyusui, insersi dapat dilakukan setiap saat. Pasien ditanya bila menyusui penuh, tidak dibutuhkan penggunaan kontrasepsi lain. d. Bila setelah 6 minggu persalinan terjadi haid kembali insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi ibu jangan melakukan senggama selama tujuh hari atau menggunakan kontrasepsi lain juga selama tujuh hari. e. Bila ibu menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implan, asal saja kontrasepsi terdahulu digunakan dengan benar dan ibu dapat tidak hamil, makan insersi dapat dilakukan setiap saat. f. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah suntikan, implan dapat diberikan setiap saat sesuai jadwal kontrasepsi suntikan tersebut, tidak diperlukan kontrasepsi lain. g. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal kecuali alat kontrasepsi dalam rahim atau AKDR, implan dapat diinsersikan pada saat siklus haid hari ke tujuh dan klien jangan melakukan klien selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari saja. AKDR segera dicabut. h. Pasca keguguran dapat segera diinsersikan. (Affandi, 2012)
10
14. Instruksi kepada Klien a. Daerah insersi harus tetap kering dan bersih selama 48 jam pertama pasca insersi tujuannya untuk mencegah infeksi pada lukan insersi. b. Perlu disampaikan bahwa kemungkinan ada rasa nyeri, pembengkaka, atau lebab didaerah insersi. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu dikhawatirkan. c. Pekerjaan rutin harian tetap dilakukan, tetapi hindari benturan, gesekan atau penekanan pada aderah insersi. d. Selama 48 jam balutan penekan jangan dibuka dan plester dipeertahankan sampai luka sembuh (biasanya 5 hari) e. Setelah luka sembuh daerah insersi dapat disentuh dan dicuci dalam tekanan yang wajar. f. Segera ke klinik atau hubungi dokter bila ada masalah seperti ada tandatanda infeksi seperti demam, peradangan atau rasa sakit yang menetap selama beberapa hari, perdarahan pervaginam yang banyak, amenorea disertai nyeri pada perut bagian bawah, rasa nyeri pada lengan, luka bekas incissi mengeluarkan darah atau nanah, ekspulsi batang implan, sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur, nyeri dada hebat,diduga hamil. g. Sebelum menggunakan implan harus digali informasi dari klien dan dari berbagai sumber untuk mendapatkan data mengenai riwayat kesehatan, aspek sosial budaya dan agama yang dapat mempengaruhi respon klien, serta dilakukan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan untuk memastikan apakah klien boleh atau tidak boleh mengguanakan implan. (Pinem, 2009). 15. Konseling Pasca Tindakan Pemasangan KB Implan 1. Beritahu klien mungkin akan terasa sedikit perih, timbul memar, pembengkakan dan kulit kemerahan pada daerah pemasangan selama beberapa hari namun keadaan ini normal 2. Berikan petunjuk pada klien tentang perawatan luka insisi di rumah yaitu daerah insisi tetap dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam, sedangkan plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari). 3. Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang wajar 4. Klien dapat segera melakukan pekerjaan rutin
11
5. Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, peradangan, rasa sakit yang menetap selama beberapa hari maka segera kembali ke klinik 6. AKBK atau implant dapat bekerja setelah 24 jam pemasangan 7. Yakinkan bahwa klien dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan konsultasi 8. Beritahu klien bahwa jaringan ikat di lengan mungkin masih tetap terasa nyeri dan akan menghilang beberapa bulan kemudian 9. Mengingatkan klien untuk control ulang 2 minggu setelah pemasangan KB implan 16. Peringatan Khusus Bagi Wanita Pengguna Implant (Hartanto, 2002; Saifuddin, 2010) a. Terjadi keterlambatan haid yang sebelumnya teratur, kemungkinan telah terjadi kehamilan b. Nyeri perut bagian bawah yang hebat, kemungkinan terjadi kehamilan ektopik c. Terjadi perdarahan yang banyak dan lama d. Adanya nanah atau perdarahan pada bekas insersi Implant. e. Ekspulasi batang implant (Norplan) Sakit kepala migrant, sakit kepala berulang yang berat, atau penglihatan menjadi kabur.Informasikan bahwa kenaikan / penurunan berat badan sebanyak 1-2 kg dapat saja terjadi.Perhatikan diet klien bila perubahan berat badan terlalu mencolok. Bila berat badan berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan metode kontrasepsi lain.
B. Jurnal Penelitian tentang Penggunaan KB Implant Penggunaan metode kontrasepsi hormonal secara terus menerus diduga dapat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dini perempuan. Berdasarkan Penelitian Isfandari dkk, perempuan pengguna kontrasepsi hormonal memiliki risiko hipertensi sedikit lebih tinggi dibanding perempuan pengguna kontrasepsi non hormonal. Penggunaan kontrasepsi hormonal memiliki kontribusi terhadap kejadian hipertensi dini perempuan usia pre menopause. Risiko hipertensi pengguna kontrasepsi hormonal lebih tinggi dibandingkan pengguna kontrasepsi non-hormonal (Isfandari, Siahaan, Pangaribuan, Lolong, & Humaniora, 2016).
12
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari menunjukan bahwa terdapat hubungan anatara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Ngaliyan, Semarang (Lestari, n.d.). Berdasarkan hasil penelitian proporsi hipertensi lebih tinggi pada responden yang menggunakan kontrasepsi jenis pil. hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ceidy Silva Tamunu dan kawan-kawan yang menyatakan bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada wanita pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi jenis pil yaitu sebesar 75%.9 Hormon sintetis dalam TPH (Terapi Pengganti Hormon) juga terdapat didalam pil KB, susuk KB, suntikan dan IUD. Penelitian yang dilakukan beberapa ilmuwan membuktikan bahwa semua terapi hormon yang melibatkan estrogen dan progestin memiliki risiko berbahaya. Penggunaan kontrasepsi oral setelah 5 tahun pemakaian dapat meningkatkan tekanan darah (Fatmasari, Saraswati, Adi, & Udiyono, 2018).
C. Konseling Keluarga Berencana Menurut Saifuddin (2010) Konseling KB adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayana KB (Keluarga Berencana) dan KR (Kesehatan Reproduksi). Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya dan dapat membuat klien merasa lebih puas. Konseling yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling juga akan mempengaruhi interaksi antara petugas dan klien karena dapat meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Sikap Petugas Kesehatan Dalam Melakukan Konseling KB (Permenkes RI, 2014) i.
Memperlakukan klien dengan baik dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara terbuka dan petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien dengan orang lain.
ii.
Interaksi antara petugas dan klien yaitu petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia yang
13
membutuhkan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas harus mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya. Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien. Sebagai contoh bagi perempuan dengan usia dan jumlah anak cukup mungkin lebih menghendaki informasi mengenai metode kontrasepsi jangka panjang atau operasi. Dalam memberikan informasi petugas harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti klien dan hendaknya menggunakan alat bantu visual (ABPK). iii.
Menghindari pemberian informasi yang berlebihan yaitu klien membutuhkan penjelasan yang cukup dan tepat untuk menentukan pilihan (informed choice). Pada waktu memberikan informasi petugas harus memberikan waktu kepada klien untuk berdiskusi, bertanya dan mengajukan pendapat.
iv.
Membahas metode yang diinginkan klien yaitu petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya, dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau menangguhkan penggunaan kontrasepsi. Di dalam melakukan konseling petugas mengkaji apakah klien sudah mengerti mengenai jenis kontrasepsi, termasuk keuntungan dan kerugiannya serta bagaimana cara penggunaannya. Konseling mengenai kontrasepsi yang dipilih dimulai dengan mengenalkan berbagai jenis kontrasepsi dalam program KB. Petugas mendorong klien untuk berpikir melihat persamaan yang ada dan membandingkan antar jenis kontrasepsi tersebut. Dengan cara ini petugas membantu klien untuk membuat suatu pilihan (informed choice).
v.
Petugas membantu klien untuk mengerti dan mengingat yaitu dengan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya
dengan
memperlihatkan
bagaimana
cara-cara
penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan alat bantu visual (ABPK) dan leaflet.
D. Konseling KB Implant Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayana KB. Menurut Kemenkes RI (2014) pemberian konseling KB implan dalam ABPK meliputi informasi mengenai, pengertian dari kontrasepsi implan, keefektifan, kelebihan, kekurangan dan cara kerja implan, indikasi dan kontraindikasi implan,
14
efek samping, pemasangan dan pencabutan implan, kapan sebaiknya penggunaan implan dan hal yang perlu diingat oleh akseptor KB implan. Penelitian yang dilakukan oleh Yunik Windarti menunjukan bahwa semakin kurang pengetahuan akseptor tentang implant maka semakin rendah jumlah pemakaian kontrasepsi tersebut (Windarti, 2015). Sehingga bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan konseling dan penyuluhan kepada masyarakat tentang implant. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Veby Monica Lasut, dkk di wilayah kerja Puskesmas Bolaang Mongondow Timur dimana terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi implan (Lasut, Palandeng, & Bidjuni, 2013). Pena dkk menyebutkan bahwa kualitas pelayanan dapat dilihat dari lima dimensi yaitu kondisi fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsivenes), jaminan (assurance), Empati (Empathy) (Pena, Maria, Maria, Tronchin, & Melleiro, 2013). Kondisi fisik (tangibles) merupakan kondisi yang berkaitan dengan fasilitas fisik, petugas, peralatan, maupun bahan yang diberikan saat pelayanan konseling yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia. Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti tersedia petugas kesehatan (bidan) yang melakukan konseling, bidan berpenampilan bersih dan menarik, tersedia kursi dan meja konseling, ruangan tempat bidan melaksanakan konseling dapat menjaga privasi/kerahasiaan saat konseling, ruangan dalam kondisi bersih, rapi, terawat, dan ada gorden. Tersedia media yang digunakan dalam konseling seperti lembar balik berupa ABPK atau leaflet, tersedia peralatan untuk pemasangan/pencabutan kb implan, tersedia bahan/kapsul implan, tersedia catatan informasi dari akseptor kb dan catatan konseling. Kehandalan (reliability) adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan cara yang akurat, aman dan efisien, konsisten, dan terbebas dari ketidakpatuhan. Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan konseling sesuai dengan janji yang ditawarkan, informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien harus akurat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi yang diberikan petugas kesehatan/bidan berupa pengertian kb implan, kekurangan dan keunggulan kb implan dibandingkan MKJP lainya, informasi mengenai pemasangan dan pencabutan kb implan, informasi mengenai siapa saja yang dapat menggunakan kontrasepsi implan (termasuk
15
membahas mitos-mitos yang beredar di masyarakat), infromasi mengenai efek samping kontrasepsi implan. Daya tanggap (responsivenes) merupakan keinginan para pemberi layanan untuk membantu klien dan memberikan pelayanan yang tanggap sesuai prosedur, tersedianya pemberi layanan konseling untuk memberikan layanan dengan penuh perhatian, mampu mengarahkan dan mendorong klien untuk membuat suatu keputusan penggunaan metode KB. Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti kesigapan petugas berupa kesediaan waktu membantu klien segera, tidak membiarkan klien menunggu terlalu lama, bidan mampu memberikan saran terhadap kebutuhan kontarepsi klien, menanggapi pertanyaan dan pernyataan dari klien dengan tepat. Jaminan (assurance) diidentifikasi sebagai kesopanan pemberi layanan konseling, pengetahuan dan kemampuan mereka untuk meyakinkan dan memberikan tanggapan pada klien, kompetensi dan kredibilitas pemberi layanan, dan keamanan informasi yang dijaga oleh petugas pemberi konseling. Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti petugas kesehatan (bidan) harus memiliki pendidikan minimal D III kebidanan, pengetahuan tentang materi kontrasepsi implan, mengikuti pelatihan konseling dalam ABPK, mengikuti pelatihan pemasangan dan pencabutan kontrasepsi implan, memiliki sertifikat pelatihan, bagaimana cara bidan dalam memberikan konseling yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Keterampilan memberikan konseling agar pasien merasa yakin untuk menggunakan dan tidak berganti kontrasepsi lain, bidan mampu menjaga informasi yang diberikan pasien. Keramahan, perhatian dan kesopanan bidan dalam meberikan pelayanan, kesabaran bidan dalam melayani klien, perilaku bidan menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi klien. Empati (Empathy) dapat dilihat dari kepedulian pemberi layanan konseling pada klien, mampu memahami kebutuhan klien, dapat menunjukkan perhatian kepada klien. Empati juga meliputi aksesibilitas, sensitivitas, dan usaha memahami klien. Menurut Arsyaningsih dkk (2014) petugas mampu memberikan pelayanan dengan menempatkan dirinya pada pasien, mudah berkomunikasi, memperhatikan dan memahami pasien sebelum, selama dan setelah proses konseling, bidan menyarankan untuk melakukan kunjungan ulang dan mudah dihubungi klien (Arsyaningsih, Suhartono, & Suherni, 2014).
16
2. Teori Asuhan Kebidanan 1. Pengkajian Data a. Data subyektif 1. Biodata a) Nama Untuk menetapkan identitas pasti pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda (Manuaba, 2010). b) Umur Wanita usia < 20 tahun menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan, usia 20-35 tahun untuk menjarangkan kehamilan, dan usia > 35 tahun untuk mengakhiri kesuburan (Saifuddin, 2013). c) Pendidikan Makin rendah pendidikan masyarakat, semakin efektif metode KB yang dianjurkan yaitu kontap, suntikan KB, susuk KB atau AKBK (alat susuk bawah kulit), AKDR (Manuaba, 2010). d) Pekerjaan Metode yang memerlukan kunjungan yang sering ke klinik mungkin tidak cocok untuk wanita yang sibuk, atau mereka yang jadwalnya tidak diduga (Glasier, 2008). e) Alamat Wanita yang tinggal di tempat terpencil mungkin memilih metode yang tidak mengharuskan mereka berkonsultasi secara teratur dengan petugas keluarsga berencana (Glasier, 2008). 2. Keluhan utama Keluhan utama pada ibu pascasalin menurut Saifuddin (2013) adalah: a. Usia 20-35 tahun ingin menjarangkan kehamilan. b. Usia>35 tahun tidak ingin hamil lagi. 3. Riwayat kesehatan Penggunaan kontrasepsi hormonal tidak diperbolehkan pada ibu yang menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara, miom uterus, diabetes mellitus disertai komplikasi, penyakit hati akut, jantung, stroke (Saifuddin, 2013). 17
1) Kontrasepsi implan dapat digunakan pada ibu yang menderita tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell) (Saifuddin, 2010). 2) Penyakit stroke, penyakit jantung koroner/infark, kanker payudara tidak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi pil progestin (Saifuddin, 2013). 3) Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas wanita penderita penyakit jantung dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, perlu diperlukan konseling prakonsepsi dengan memperhatikan resiko masing-masing penyakit. Pasien dengan kelainan jantung derajat 3 dan 4 sebaiknya tidak hamil dan dapat memilih cara kontrasepsi AKDR, tubektomi atau vasektomi pada suami (Saifuddin, 2014). 4) Ibu dengan penyakit infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), sedang mengalami atau menderita PRP atau abortus septik, kelainan bawaaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang mempengaruhi kavum uteri, penyakit trofoblas yang ganas, TBC pelvik, kanker alat genital tidak diperkenankan menggunakan AKDR dengan progestin (Saifuddin, 2013). 4. Riwayat Kebidanan a. Haid Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan insersi implan dapat dilakukan setiap saat.Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja (Saifuddin, 2013). Pada metode KB MAL, ketika ibu mulai haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai menggunakan metode KB lainnya (Saifuddin, 2010). Meskipun beberapa metode KB mengandung risiko, menggunakan kontrasepsi lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi (Saifuddin, 2010).
18
Wanita dengan durasi menstruasi lebih dari 6 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen yang rendah (Manuaba, 2010). b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu Pada
klien
pasca
persalinan
yang
tidak menyusui, masa
infertilitasnya rata-rata berlangsung sekitar 6 minggu.Sedangkan pada klien
yang menyusui,
masa infertiltasnya
lebih lama.Namun
kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan (Saifuddin, 2013). Pasien yang tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septik tidak boleh menggunakan kontraepsi IUD (Saifuddin, 2010). IUD tidak untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan ektopik (Saifuddin, 2010). c. Riwayat KB Penggunaan KB hormonal (suntik) dapat digunakan pada akseptor, pasca penggunaan kontrasepsi jenis apapun (pil, implant, IUD) tanpa ada kontraindikasi dari masing-masing jenis kontrasepsi tersebut (Hartanto, 2015). Pasien yang pernah mengalami problem ekspulsi IUD, ketidakmampuan mengetahui tanda-tanda bahaya dari IUD, ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD merupakan kontra indikasi untuk KB IUD (Hartanto, 2015). d. Pola kebiasaan sehari-hari 1. Pola Nutrisi DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya (Hartanto, 2015). 2. Eliminasi Dilatasi ureter oleh pengaruh progestin, sehingga timbul statis dan berkurangnya waktu pengosongan kandung kencing karena relaksasi otot (Hartanto, 2015). 3. Istiarahat/tidur Gangguan
tidur yang dialami ibu akseptor KB suntik sering
disebabkan karena efek samping dari KB suntik tersebut (mual, pusing, sakit kepala) (Saifuddin, 2010). 4. Kehidupan seksual
19
Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina serta menurunkan libido (Saifuddin, 2010). e. Riwayat Ketergantungan Merokok terbukti menyebabkan efek sinergistik dengan pil oral dalam menambah risiko terjadinya miokard infark, stroke dan keadaan trombo-embolik (Hartanto, 2015). Ibu yang menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin), atau obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) tidak boleh menggunakan pil progestin (Saifuddin, 2010). b. Data Obyektif 1. Pemeriksaan umum a. Tanda-tanda vital Suntikan progestin dan implan dapat digunakan untuk wanita yang memiliki tekanan darah < 180/110 mmHg (Saifuddin, 2010). Pil dapat menyebabkan sedikit peningkatan tekanan darah pada sebagian besar pengguna (Fraser dan Cooper, 2009). b. Pemeriksaan antropometri
Berat badan
Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama.Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas.Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh (Hartanto, 2015).
Pemeriksaan fisik a. Muka Timbul hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka) pada penggunaan kontrasepsi progestin, tetapi sangat jarang terjadi (Saifuddin, 2010). b. Mata Kehilangan penglihatan atau pandangan kabur merupakan peringatan khusus untuk pemakai pil progestin (Saifuddin, 2010).
Akibat
terjadi
perdarahan
hebat
memungkinkan
terjadinya anemia (Saifuddin, 2010). c. Payudara Kontrasepsi
suntikan
tidak
menambah
risiko
terjadinya
karsinoma seperti kasinoma payudara atau serviks, namun
20
progesteron termasuk DMPA, digunakan untuk mengobati karsinoma endometrium (Hartanto, 2015). Keterbatasan pada penggunaan KB progestin dan implant akan timbul nyeri pada payudara (Saifuddin, 2010). Terdapat benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara tidak boleh menggunakan implant (Saifuddin, 2010). d. Abdomen Peringatan khusus bagi pengguna implant bila disertai nyeri perut bagian bawah yang hebat kemungkinan terjadi kehamilan ektopik (Saifuddin, 2010). e. Genetalia DMPA lebih sering menyebabkan perdarahan, perdarahan bercak dan amenore (Hartanto, 2015). Ibu dengan varises di vulva dapat menggunakan AKDR (Saifuddin, 2010). Efek samping
yang
umum
terjadi
dari
penggunaan
AKDR
diantaranya mengalami haid yang lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan komplikasi lain dapat terjadi perdarahan hebat pada waktu haid (Saifuddin, 2010). f. Ekstremitas Pada pengguna implant, luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah disertai dengan rasa nyeri pada lengan (Saifuddin, 2010). Ibu dengan varises di tungkai dapat menggunakan AKDR (Saifuddin, 2010). Untuk kontrasepsi IUD, selain dilakukan pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan inspekulo
dan
bimanual
untuk
penapisan,
sebagaimana
diuraikan oleh Siswishanto (2004) sebagai berikut : Pemeriksaan
inspekulo : Dilakukan untuk mengetahui
adanya lesi atau keputihan pada vagina.Selain itu juga untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda-tanda kehamilan. Pemeriksaan bimanual Pemeriksaan bimanual dilakukan untuk : 1. Memastikan gerakan serviks bebas 2. Menentukan besar dan posisi uterus
21
3. Memastikan tidak ada tanda kehamilan 4. Memastikan tidak ada tanda infeksi atau tumor pada adneksa 2. Analisis Data Analisis/assessment merupakam pendokumentasian hasil analisis dan intepretasi ( kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengindentifikasi
kebutuhan
tindakan
segera
untuk
antisipasi
diagnosis/masalah potensial (Muslihatun, 2010). 3. Diagnosa Kebidanan Calon peserta KB, belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik, dengan kemungkinan masalah mual, sakit kepala, amenorhea, perdarahan/bercak,
nyeri
perut
bagian
bawah,
perdarahan
pervaginam.Prognosa baik. 4. Perencanaan Diagnosa : Ny. X usia 15-49 tahun, anak terkecil usia ...... tahun, calon peserta KB, belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik. Prognosa baik. Tujuan Setelah diadakan tindakan kebidanan : keadaan akseptor baik dan kooperatif. Pengetahuan ibu tentang macam-macam, carakerja, kelebihan dan kekurangan serta efek samping KB bertambah. Ibu dapat memilih KB yang sesuai keinginan dan kondisinya. Kriteria: Pasien dapat menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan petugas. Ibu memilih salah satu KB yang sesuai. Ibu terlihat tenang. 1. Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan. R/Meyakinkan klien membangun rasa percaya diri. 2. Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya (pengalaman KB, kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan). R/Dengan mengetahui informasi tentang diri klien kita akan dapat membantu klien dengan apa yang dibutuhkan klien. 3. Uraikan pada klien mengenai beberapa jenis kontrasepsi, meliputi jenis, keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi dan kontraindikasi. R/Penjelasan yang tepat dan terperinci dapat membantu klien memilih kontrasepsi yang dia inginkan
22
4. Bantulah klien menentukan pilihannnya. R/Klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. 5. Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien. R/Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari pasangan usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien. 6. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. R/Penjelasan yang lebih lengkap tentang alat kontrasepsi yang digunakan klien mampu membuat klien lebih mantap menggunakan alat kontrasepsi tersebut. 7. Pesankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang. R/Kunjungan ulang digunakan untuk memantau keadaan ibu dan mendeteksi dini bila terjadi komplikasi atau masalah selama penggunaan alat kontrasepsi. 5. Evaluasi Mengevaluasi kefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektuf (Muslihatun, 2010). 6. Dokumentasi Menurut Kepmenkes RI (2007), Pencatatan dilakukan setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA) dan di tulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP yaitu sebagai berikut: Data subjektif, mencatat hasil anamnesa . O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan . A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan. P
:
Adalah
penatalaksanaan,
mencatat
seluruh
perencanaan
dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan sntisipatif, tindakan segera, tindakan secara komperehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evalusasi/follow up dan rujukan. Langkah implementasi, evaluasi dan dokumentasi di atas berlaku atau dilakukan juga untuk semua asuhan yaitu asuhan kebidanan pada kehamilan, bersalin, nifas, neonatus dan keluarga berencana.
23
3. Manajemen Kebidanan Hellen Varney Proses manajemen terdiri dari 7 setiap
langkah yang berurutan dimana
langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimlulai dengan
pengumpulan data dasar danberakhir
dengan
evaluasi.
Ketujuh langkah
tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney adalah sebagai berikut : 1. Langkah I (pertama) : pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua datayang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :1. riwayat kesehatan 2. pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya3. meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya4. meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi 2. Langkah II (kedua) :
interpretasi data dasar pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yangdikumpulkan. Data
dasar
yang
sehinggaditemukan
sudah
masalah
atau
dikumpulkan diagnosa
yang
diinterpretasikan spesifik.
Kata
masalah dan diagnosakeduanya digunakan, karena beberapa masalah tidak
dapat
diselesaikan
sepertidiagnosa tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan kedalam sebuahrencana asuhan terhadap klien. 3. Langkah III (ketiga) : mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan pencegahan,
antisipasi,
bila
memungkinkan
dilakukan
sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap
bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. 4. Langkah IV (keempat) : mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer
24
periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus. 5. Langkah V (kelima ) : merencanakan asuhan yang menyeluruh . Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. 6. Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. 7. Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini
dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai kebutuhan
sebagaimana
telah
diidentifikasi
dalam
dengan
masalah
dan
diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya
25
PATHWAY
KB Implan
Sintesa Hormon Progestin
Respon
Keseimbangan
Efek Hormonal
Degenerasi corpus
hipotalamus
estrogen dan
sekresi dan
luteum
progesteron
peristaltik tuba dan
terganggu
kontrabilitas uterus
Endometrium
Transport gamet
abnormal
(sel ovum)
Hipofise
Supresi FSH dan LH
Luteolysis
dipercepat Menekan ovulasi Endometrium tidak adekuat untuk implantasi
Mencegah terjadinya kehamilan
26