Tinjauan Teori (autosaved).docx

  • Uploaded by: Ekki Noviana
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Teori (autosaved).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,115
  • Pages: 16
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis 1. Pengertian Nifas Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Waktu yang di perlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal. Batas waktu maksimal masa nifas yaitu 40 hari (Ambarwati,2010;h.1). Selama masa pemulihan berlangsung ibu akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis (Sulistyawati,2015;h.1). Masa perperium atau masa nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir kirakira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Sarwono Prawirohadjo. 2014). Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat genital kembali seperti keadaan sebelum lahir.(Sarwono Prawirohadjo. 2014). 2. Tahapan Masa Nifas Menurut Anggraeni (2010) menyatakan bahwa tahapan masa nifas di bagi menjadi 3 yaitu : a. Puerpurium dini Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. b. Puerpurium intermedial Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. c. Remote puerpurium Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas a. System reproduksi 1) Uterus

Perubahan pada uterus terjadi segera setelah persalinan karena kadar estrogen dan progesteron yang menurun yang mengakibatkan proteolisis pada dinding uterus. Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan kurang 4 minggu. Perubahan yang terjadi pada dinding uterus adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Jaringan – jaringan di tempat implantasi plasenta akan mengalami degenerasi dan kemudian terlepas. Tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta karena pelepasan jaringan ini berlangsung lengkap. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil dengan berat 60 gram. (Anggraini, 2010). Proses itu dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Vivian Nanny.2010:55) Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : a) Atrofi jaringan Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia). Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus

harus membesar menyesuaikan diri dengan

pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasaDisebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus

menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi. b) Autolisis Proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron. c) Efek oksitosin Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya

suplai

darah

ke

uterus.(Vivian

Nanny

&

Tri

Sunarsih.2011:56). Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus melalui 2 cara yaitu : 

Kontraksi oleh ion kalsium Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut kalmodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion 22 kalsium berkaitan dengan calmodulin. Kombinasi calmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatanpelepasan kepala myosin dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filamen aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga menghasilkan kontraksi otot uterus.



Kontraksi oleh hormon Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan

potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula. Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. 2) Implantasi tempat plasenta Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka itu mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3 sampai 4 cm dan pada akhir nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Regenerasi terjadi selama 6 minggu.(Vivian Nanny & Tri Sunarsih. 2011:57) Implantasi plasenta dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2 sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm (Anggraeni, 2010). 3) Lochea Menurut Waryana (2010), lochea dibagi menjadi : a) Lochea rubra Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vornik kaseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.

b) Lochea sanguilenta Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari 3-7 hari persalinan.

c) Lochea serosa Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 hari pasca persalinan.

d) Lochea alba Cairan putih setelah 2 minggu.

e) Lochea purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

f) Lochea stasis Lochea yang tidak lancar keluarnya

4) Serviks Setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak. Perubahan pada serviks adalah menjadi sangat lembek, kendur dan terkulai. Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2 – 3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari. (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

5) Ligament-ligamen Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendur.

6) Vulva dan vagina Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Beberapa hari pertama setelah proses melahirkan bayi vagina masih dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur – angsur akan muncul kembali tetapi ukuran vagina jarang kembali seperti seorang nulipara. Seperti halnya dengan vagina seberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi menonjol.

7) Perineum Terjadi robekan perinium hampir pada semua persalinan pertama. Robekan umumnya terjadi di garis tengah dan bisa meluas, bisa karena kepala janin lahir terlalu cepat. Sudut arkus pubis lebih kecil dari masanya. Kepala janin melemah PBP dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum forensia sub oksipito bregmatika (Suherni, dkk. 2009:79)

b. Perubahan payudara Pada hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk mensekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down (mengalirkan) sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Zamzara, 2015) yang mengatakan bahwa Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wulandari and All, 2014) mengatakan bahwa oksitosin mempengaruhi kecepatan pengeluaran kolostrum Ibu Post partum Sectio Caesar, sehingga rumah sakit dapat mengaplikasikan SPO pijat oksitosin yang sebaiknya dilakukan pada 12 jam pertama post partum.

c. Tanda-tanda vital (TTV) Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010) terdapat perubahan tanda-tanda vital (TTV) 1) Suhu tubuh Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5° Celcius dari keadaan normal (36°C – 37,5°C) namun tidak lebih dari 38°C. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam post partum, suhu tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan semula. Bila suhu tubuh tidak kembali normal atau semakin meningkat, maka perlu dicurigai terhadap terjadinya infeksi. 2) Nadi Denyut nadi normal bekisar 60 – 80 kali/menit. Pada saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses persalinan selesai frekwensi denyut nadi dapat sedikit lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal. 3) Tekanan darah Tekanan darah untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg dan untuk diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih

rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau preeklamsi post partum. 4) Pernafasan Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali/menit. Pada saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah proses persalinan, frekwensi pernafasan akan kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.

d. Hormone Sekitar 1 – 2 minggu sebelum partus dimulai, hormon estrogen dan progesteron akan menurun dan terjadi peningkatan hormon prolaktin dan prostaglandin. Hormon prolaktin akan merangsang pembentukan air susu pada kelenjar mamae sedangkan hormon prostaglandin memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan timbulnya kontraksi uterus.

e. Sistem peredaran darah Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi darah janin akan terputus sehingga volume darah ibu relatif akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah akan kembali normal. Biasnya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan. Tonus otot polos pada dinding vena mulai membaik. Volume darah mulai berkurang, iskositas darah kembali normal dan arah jantung serta tekanan darah menurun sampai kadar sebelum hamil.

f. System pencernaan Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1 – 3 hari pertama post partum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus dan mobilitas otot traktus digestifus selama proses persalinan sehingga dapat menimbulkan konstipasi pada minggu pertama post partum, selain itu adanya rasa takut untuk buang air besar,

sehubungan dengan jahitan pada perineum, dan takut akan rasa nyeri (Suherni, dkk. 2009:80).

g. Sistem perkemihan Pada pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Adanya trauma akibat kelahiran, laserasi vagina/episiotomi, rasa nyeri pada panggul akibat dorongan saat melahirkan dapat menurunkan dan mengubah refleks berkemih. Adanya distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.

h. Sistem integumen Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah (cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa lipatan sendi karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa nifas.

i. Sistem musuloskeletal Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar, kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama hamil. Ambulasi dini dan senam nifas sangat dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut. 1) Diastasis Sebagian besar wanita melakukan ambulansi antara 4 sampai 8 jam post partum. Untuk menghindari komplikasi meningkatkan involusi dan meningkatkan cara pandang emosional. Relaksasi dan peningkatan mobilitas artikulasi pelviks terjadi pada 6 minggu post partum. Mobilisasi dan tonus otot gastrointestinal kembali ke keadaan semula dalam 2 minggu post partum. Konstipasi terjadi karena penurunan tonus otot dan rasa tidak nyaman pada puerpenum. Hemoroid terjadi karena tekanan panggul dan mengejan selama persalinan. 2) Abdominalis dan peritonium Peritonium membentuk lipatan akibat peritonium berkontraksi dan beretraksi pasca persalinan dan beberapa hari setelahnya. Ligamentum rotundum lebih kendur dan butuh waktu lama untuk kembali normal. Dinding abdomen tetap kendur karena konsekuensi dan putusnya serat elastis kulit dan distensi yang berlangsung

lama akibat pembesaran uterus selama hamil. Dinding perut menjadi longgar disebabkan teregang begitu lama. Pulih dalam waktu 6 minggu.

4. Adaptasi Psikologi pada Masa Nifas a. Fase taking in (1-2 hari post partum) Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada diri dan tubuhnya sendiri. Mengulang-ulang, menceritakan pengalaman proses bersalin yang dialami. Wanita yang baru melahirkan ini perlu istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala lelah, cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan (Anggraeni, 2010). b. Fase taking hold (3-4 hari post partum) Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuan menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu (Anggraeni, 2010). c. Fase letting go Pada fase ini pada umumnya ibu sudah pulang dari RS. Ibu mengambil tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi, begitu juga adanya grefing karena dirasakan dapat mengurangi interaksi sosial tertentu. Depresi post partum sering terjadi pada masa ini (Anggraeni, 2010).

5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas Kebutuhan dasar masa nifas antara lain sebagai berikut: a. Gizi ibu nifas dianjurkan untuk :

1) Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. 2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori per harinya. 3) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak. (Suherni, 2009,p.101). Ada beberapa makanan yang dapat di konsumsi oleh ibu nifas untuk memperbanyak produksi ASI berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu

diantaranya : 1) Daun katuk Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Endang Suwanti, 2015b) yang berjudul ” Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk Terhadap Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Klaten” yang menyatakan bahwa Ada pengaruh yang signifikan konsumsi ekstrak daun katuk terhadap kecukupan ASI ( p = 0,000) karena dau katuk mengandung hampir 7% protein dan 19% serat kasar, vitamin |K, pro-vitamin A ( beta karotin Vitmin B dan C. Mineral yang dikandung adalah Kalsium (2,8%) zat besi, kalium, fisfor dan magnesium. Sehingga disarankan kepada ibu menyusui dapat mengkonsumsi daun katuk sebagai variasi menu makanan untuk meningkatkan kecukupan ASI dan bagi bidan dapat memberikan KIE tentang daun katku sebagai menu makanan sehari-hari untuk meningkatkan produksi ASI. Penelitian tersebut sejaan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Semuel Layuk, 2016) yang berjudul “ Menu Luhu (Katuk Saorophus Androginus) Sebagai Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Produksi Asi Frekuensi Dan Durasi Menyusui di Kabupaten Kepulauan Sangihe “ yang mengatakan bahwa konsumsi menu luhu (katuk saorophus androginus dapat meningkatkan produksi ASI sekaligus dapat menambah berat badan bayi karena mengandung nilai gizi yang tinggi. 2) Daun kelor

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sormin, 2018) yang berjudul “Hubungan Konsumsi Daun Kelor Dengan Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Menyusui Suku Timor Di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kupang “ mengatakan bahwa untuk menjaga agar ASI tetap lancar dan cukup untuk bayi, responden ibu-ibu Suku Timor di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kupang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan berupa kacangkacangan dan daun-daunan seperti daun katuk dan daun kelor yang diyakini berkhasiat meningkatkan atau melancarkan produksi ASI, disamping merawat payudara dan lebih sering menyusui bayi. Manfaat daun kelor telah diketahui oleh 90% responden ibu-ibu Suku Timor di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kupang dapat meningkatkan produksi ASI. 3) Daun kentang manis Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Endang Suwanti, 2015a) yang

berjudul ” Hubungan Konsumsi Ekstrak Daun Kentang Manis Dengan Produksi Asi Di Laktasi Ibu Di Kabupaten Klaten “ yang mengatakan bahwa ada adalah hubungan yang signifikan antara konsumsi daun ubi jalar untuk meningkatkan produksi ASI karena Daun ini adalah sumber protein, kalsium, besi dan niacin. Kentang manis daun juga mengandung serat tinggi, pro vitamin A, vitamin C, riboflamin, vitamin B6, folat, mg fosfor, kalium dan mangan. Hal ini meningkatkan ASI karena daun ini mengandung lagtagagum. 4) Daun kacang panjang Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Djama, 2018) yang berjudul” Pengaruh Konsumsi Daun Kacang Panjang Terhadap Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui” mengatakan bahwa pemberian sayur daun kacang panjang dapat peningkatan produksi ASI ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Jambula karena daun kacang panjang mengandung saponin dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar prolaktin. Berbagai substansi dalam laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon oksitosin dan prolaktin seperti Alkaloid,polifenol,steroid, flavonoid dan substansi lainnya memerlukan kajian mendalam untuk menilai substansi apa yang paling efektif dalam meningkatkan dan memperlancar produksi ASI. Peningkatan produksi ASI pada menyusui baik sebelum maupun setelah diberikan daun kacang panjang adalah dilihat dari pertumbuhan berat badan anak diukur dengan cara menghitung BB bayi pada hari ke 10 dikurangi berat badan ke 0 dan berat badan pada hari ke 17 dikurangi berat badan hari ke 10. Peningkatan produksi ASI bukan dinilai dengan mengukur volume ASI. 5) Daun papaya Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Turlina and Wijayanti, 2015) yang berjudul ” Pengaruh pemberian serbuk daun pepaya terhadap kelancaran asi pada ibu nifas di bpm ny. hanik dasiyem, amd.keb di kedungpring kabupaten lamongan” yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam pemberian minuman daun pepaya terhadap kelancaran ASI pada ibu nifas dengan nilai p = 0,004 (p<0,05). Sehingga dianjurkan pada ibu nifas untuk sering mengkonsumsi minuman daun pepaya untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI pada ibu post partum. Khasiat daun pepaya dalam meningkatkan produksi ASI ditunjukan oleh kandung vitamin A 1850 SI; vitamin BI 0,15 mg; vitamin C 140 mg; kalori 79

kalori; protein 8,0 gram; lemak 2 gram; hidrat arang 11,9 gram; kalsium 353 mg; fosfor 63 mg; besi 0,8 mg; air 75,4 gram; carposide; papayotin; karpai; kausyuk; karposit; dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan kesehatan ibu, sehingga dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial. Kandungan protein tinggi, lemak tinggi, vitamin, kalsium (Ca), dan zat besi (Fe) dalam daun pepaya berfungsi untuk pembentukan hemoglobin dalam darah meningkat, diharapkan O2 dalam darah meningkat, metabolisme juga meningkat sehingga sel otak berfungsi dengan baik dan kecerdasan meningkat. Selain itu, daun Pepaya juga mengandung Enzim Papain dan kalium, fungsi enzim berguna untuk memecah protein yang dimakan sedangkan kalium berguna untuk memenuhi kebutuhan kalium dimasa menyusui.karena jika kekurangan kalium maka badan akan terasa lelah, dan kekurangan kalium juga menyebabkan perubahan suasana hati menjadi depresi, sementara saat menyusui ibu harus berfikir positif dan bahagia. b. Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, ibu akan terancam mengalami trombosis vena. Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas. Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya di tepi tempat tidur. Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri mungkin setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis, dan emboli perinorthi. Di samping itu, ibu

merasa lebih sehat dan kuat serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan dan tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu dibantu karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing ketika pertama kali bangun setelah melahirkan. (Bahiyatun, 2009, pp.76-77). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prihatini, 2014 “Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Nifas di Paviliun Melati RSUD Jombang” menunjukkan bahwa mobilisasi dini dapat mempercepat penurunan TFU pada ibu nifas (Prihartini, 2014) c. Hygiene personal

Ibu sering membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan sendiri. Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis, hipertensi, post-seksio sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah perineum dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu mampu mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum dicuci sendiri. Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi. Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum. Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hati - hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya. Ajari ibu cara membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah membersihkan genitalia, ia harus

mencuci tangan sampai bersih. Pada waktu mencuci luka (epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan ke belakang dan mencuci daerah anusnya yang 20 terakhir. Ibu harus mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Jika ia menyusui bayinya, anjurkan untuk menjaga kebersihan payudaranya. Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan dalam. Vulva adalah alat kelamin luar wanita yang terdiri dan berbagai bagian, yaitu kommissura anterior, komrnissura interior, labia mayora, labia rninora, klitoris, prepusium klitonis, orifisium uretra, orifisium vagina, perineum anterior, dan perineum posterior. Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya robekan tenjadi di garis tengah dan dapat meluas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami peregangan, lebam, dan trauma. Rasa sakit pada perineum semakin parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari Infeksi dapat terjadi, tetapi sangat kecil kemungkinanya jika luka perineum dirawat dengan baik. Selama di rumah sakit, dokter akan memeriksa perineum setidaknya sekali sehari untuk memastikan tidak terjadi peradangan atau tanda infeksi lainnya. Dokter juga akan memberi instruksi cara menjaga kebersihan perineum pascapersalinan untuk mencegah infeksi d. m

Ibu Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan sendiri. Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis, hipertensi, post-seksio sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah perineum dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu mampu mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum dicuci sendiri. Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi.

Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum. Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hati - hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya. Ajari ibu cara membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah membersihkan genitalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada waktu mencuci luka (epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan ke belakang dan mencuci daerah anusnya yang 20 terakhir. Ibu harus mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Jika ia menyusui bayinya, anjurkan untuk menjaga kebersihan payudaranya. Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan dalam. Vulva adalah alat kelamin luar wanita yang terdiri dan berbagai bagian, yaitu kommissura anterior, komrnissura interior, labia mayora, labia rninora, klitoris, prepusium klitonis, orifisium uretra, orifisium vagina, perineum anterior, dan perineum posterior. Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya robekan tenjadi di garis tengah dan dapat meluas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami peregangan, lebam, dan trauma. Rasa sakit pada perineum semakin parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari Infeksi dapat terjadi, tetapi sangat kecil kemungkinanya jika luka perineum dirawat dengan baik. Selama di rumah sakit, dokter akan memeriksa perineum setidaknya sekali sehari untuk memastikan tidak terjadi peradangan atau tanda infeksi lainnya. Dokter juga akan memberi instruksi cara menjaga kebersihan perineum pascapersalinan untuk mencegah infeksi. e. m

6. m B. Tinjauan Teori Kebidanan

Related Documents


More Documents from "Ekki Noviana"