Bab Ii Komunitas(1).docx

  • Uploaded by: WindiIndra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Komunitas(1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,803
  • Pages: 40
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Kebidanan Komunitas 1. Konsep Kebidanan Komunitas Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan atau dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya. Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan dalam melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu. Kebidanan komunitas adalah bidan yang melayani keluarga dan masyarakat di luar rumah sakit. Didalam konsep tersebut tercakup beberapa unsur. Unsurunsur tersebut adalah bidan sebagai pelaksana pelayanan, pelayanan kebidanan, dan komunitas sebagai sarana pelayanan, ilmu dan teknologi kebidanan, serta faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan. Masing-masing unsur memiliki karakteristik.(Runjati, 2013) Menurut United Kingdom Central Council for Nursing Midwifery and Health, bidan komunitas adalah praktisi bidan yang berbasis komunitas komuniti yang harus dapat memberikan supervisi yang dibutuhkan oleh wanita, pelayanan berkualitas,pada masa kehamilan,persalinan, nifas dengan tanggung jawabnya sendiri dan untuk memberikan pelayanan pada bayi baru lahir dan bayi secara komprehensif. Kebidanan komunitas adalah ilmu yang mempelajari tentang siklus reproduksi pelayanan kebidanan yang menekankan pada aspek-aspek psikososial budaya yang ada di komunitas (masyarakat sekitar).Maka seorang bidan dituntut mampu memberikan pelayanan yang bersifat individual maupun kelompok.

8

9

Konsep kebidanan komunitas terdiri dari beberapa komponen yang membentuk suatu konsep kebidanan komunitas. Unsur-unsur yang tercakup dalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan, serta teknologi. Bidan komunitas adalah bidan yang bekerja melayani keluarga dan msyarakat di wilayah tertentu. (Runjati, 2013) a. Bidan Definisi menurut WHO dalam Runjati, 2013 tentang bidan adalah :“Supervision, care and advice to women during pregnancy, labour and the postpartum period, to conduct deliveries on her own responsibility and to care for the newborn and the infant. This care includes preventative measures, the detection of abnormal conditions in mother and child, the porecurement of medical assistance and the execution of emergency measures in the absence of medical help. She has an important task in health counseling and eduction and preparation for parenthood and extends to certain areas of ginecology, family planning and child care. She may practice in hospitals, clinics, health units, domiciliary conditions of in any other service” (WHO. FIGO, ICM Statement), yang artinya : 1) Bidan harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberi nasihat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan, dan masa pasca persalinan. 2) Bidan memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri, serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. 3) Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis, serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medis lainnya. 4) Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasidan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut,tetapi termasuk keluarga dan komunitasnya.

10

5) Tugas itu termasuk pendidikan antenatal dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, keluarga berrencana, dan asuhan anak. 6) Bidan dapat praktik dirumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan, atau tempat-tempat pelayanan lainnya. b. Pelayanan Kebidanan Pelayanan kebidanan komunitas adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas juga dapat berarti interaksi bidan dan pasien dalam suatu kegiatan aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan klien atau pasien dari gangguan kesehatan. (Runjati, 2013) Pelayanan kebidanan adalah upaya yang dilakukan oleh bidan untuk pemecahan masalah kesehatan ibu, bayi, dan anak balita di keluarga dan di masyarakat. Pelayanan kebidanan mencakup upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, deteksi dini masalah kesehatan, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan. (Runjati, 2013) Pelayanan kebidanan komunitas dilaksanakan oleh bidan secara mandiri, berkolaborasi, dan atau merujuk sesuai dengan kewenangannya. Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu dan ketrampilan kebidanan dalam memberikan asuhan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Runjati, 2013)

11

PENGKAJIAN S&O

IBU ANAK KOMUNITAS/ MASYARAKAT

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS /MASYARAKAT

ANALISIS MASALAH Masalah KIA dalam masyarakat dan masalah lain yang berhubungan PENATALAKSANAAN (Peran fungsi bidan) EVALUASI

Gambar 2.1 Pendekatan Asuhan Kebidanan Keluarga dalam Memecahkan Masalah (Runjati, 2013)

c. Sasaran Kebidanan Komunitas Komunitas merupakansatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu komunitas. Ciri-ciri komunitas adalah kesatuan wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa identitas, komunitas, dan loyalitas terhadap komunitas. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga, anggota keluarga yang lain, yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling bergantung dan berinteraksi.

Bila salah satu anggota keluarga

mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota – anggota keluarga yang lain dan keluarga – keluarga yang ada di sekitarnya.

12

Sasaran kebidanan komunitas adalah individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. Sasaran utamanya adalah ibu dan anak dalam keluarga. Kesehatan ibu meliputi sepanjang siklus kehidupannya mulai pra-kehamilan, hamil, persalinan, pasca persalinan, dan masa di luar kehamilan dan persalinan. Sedangkan kesehatan anak meliputi perkembangan dan pertumbuhan anak mulai dari masa dalam kandungan, masa bayi, masa balita, masa pra-sekolah, dan masa sekolah. (Runjati, 2013) d. Jaringan kerja Kebidanan Komunitas Bidan yang bekerja dikomunitas membutuhkan suatu kemitraan yang berguna untuk pengambilan keputusan secara kolaboratif dalam rangka meningkatkan kesehatan dan memecahkan masalah–masalah kesehatan ibu dan anak. Kemitraan dibentuk dengan klien, keluarga, dan masyarakat. Keterlibatan komponen tersebut sangat penting demi keberhasilan upaya-upaya kesehatan yang dilakukan oleh kebidanan di komunitas. Program

kemitraan

komunitas

pemberdayaan dan pengembangan

mencakup

konsep

komunitas. Kemitraan adalah

proses komplek sebagai upaya untuk mengarahkan para akademisi, pemuka masyarakat, dan pemberi pelayanan kesehatan untuk bersama-sama mencapai perubahan. Unsur yang penting dalam menjalin jaringan kerja di komunitas atau kemitraan adalah sensitivitas terhadap aspek kultural, yang berarti bahwa pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan persepsi masyarakat. Adasepuluh layanan kesehatan komunitas yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menjamin praktik kebidanan komunitas yang komprehensif: 1) Memantau status kesehatan komunitas yang sangat penting dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan melalui pengkajian komunitas dengan menggunakan data statistik vital dan profil resiko.

13

2) Mendiagnosis dan menyelidiki masalah kesehatan komunitas dan hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan komunitas. 3) Menginformasikan, mendidik, dan mamberdayakan masyarakat mengenai isu kesehatan. 4) Memobilisasi

kemitraan

komunitas

dan

tindakan

untuk

mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan. 5) Menyusun rencana dan kebijakan yang mendukung masalah kesehatan komunitas dan individu. 6) Mendorong kepatuhan masyarakat terhadap undang-undang dan peraturan yang melindungi dan menjamin keamanan. 7) Menghubungkan kesehatan

masyarakat

personal

yang

kepada

fasilitas

dibutuhkan

dan

pelayanan memastikan

penyediaan layanan kesehatan tersebut. 8) Memastikan kompetensi petugas pemberi layanan kesehatan masyarakat atau individu. 9) Mengevalusai efektifitas, keterjangkauan, dan kualitas layanan kesehatan individu dan masyarakat. 10) Melakukan riset atau penelitian untuk mendapatkan wawasan baru dan solusi terhadap masalah kesehatan masyarakat. 2. Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab Bidan di Komunitas Bidan secara umum mempunyai tanggung jawab terhadap peraturan perundang–undangan, pengembangan profesi, pengembangan kompetensi, penyimpanan catatan kebidanan, keluarga yang dilayani, dan masyarakat (masalah kesehatan masyarakat). Berkaitan dengan tanggung jawab bidan pada pelayanan kebidanan komunitas meliputi memberi

penyuluhan

dan

pelayanan

individu,

keluarga,

dan

masyarakat. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menilai mana tradisi yang baik dan membahayakan, budaya yang sensitif gender dan hubungan antar manusia (HAM), nilai-nilai masyarakat yang adil, hukum dan norma yang melanggar hak asasi manusia.

14

Tugas bidan merupakan perwujudan dari peran dan fungsi bidan dalam memberi pelayanan/asuhan kebidanan baik pada indvidu, kelompok maupun masyarakat. Peran dan fungsi bidan merupakan jabatan dari kompetensi bidan. Tugas utama bidan di komunitas mengacu pada kompetensi inti bidan yang ditetapkan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI). (Runjati, 2013) PERAN FUNGSI TUGAS & TANGGUNG JAWAB BIDAN ASUHAN KEBIDANAN KOMPETENSI BIDAN

BIDAN Tugas tambahan

IBU DAN ANAK

KOMUNITAS KELUARGA

Gambar 2.2 Alur Hubungan Peran, Fungsi, dan Tanggung Jawab BidanKomunitas dalam Memberi Asuhan pada Ibu dan Anak Di Indonesia

a. Tugas Utama Bidan di Komunitas 1) Pelaksana asuhan atau pelayanan kebidanan a) Melaksanakan asuhan kebidanan dengan standar profesional. b) Melaksanakan asuhan kebidanan ibu hamil normal dengan komplikasi, patologis, dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga. c) Melaksanakan asuhan ibu bersalin normal dengan komplikasi, patologis, dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.

15

d) Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal dengan komplikasi, patologis, dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga. e) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui normal dengan komplikasi, patologis, dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga. f) Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan klien/keluarga. g) Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita atau ibu dengan gangguan sistem reproduksi dengan melibatkan klien/keluarga. h) Melaksanakan

asuhan

kebidanan

komunitas

dengan

melibatkan klien/keluarga. i) Melaksanakan pelayanan keluarga berencana melibatkan klien/keluarga, j) Melaksanakan pendidikan kesehatan di dalam pelayanan kebidanan. 2) Pengelola pelayanan KIA/KB a) Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerjanya dengan melibatkan keluarga dan masyarakat. b) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan program sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, dan tenaga kesehatan lain yang berada di wilayah kerjanya. 3) Pendidikan klien, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan Melaksanakan

bimbingan/penyuluhan,pendidikan

pada

klien, masyarakat dan tenaga kesehatan termasuk siswa bidan/keperawatan, kader, dan dukun bayi yang berhubungan dengan KIA/KB. 4) Penelitian dalam asuhan kebidanan

16

Melaksanakan penelitian secara mandiri atau bekerjasama secara kolaboratif dalam tim penelitian tentang askeb. b. Tugas Tambahan Bidan di Komunitas 1) Upaya perbaikan kesehatan lingkungan. 2) Mengelola dan memberikan obat-obatan sederhana sesuai dengan kewenangannya. 3) Surveilance penyakit yang timbul di masyarakat. 4) Menggunakan teknologi tepat guna kebidanan. c. Tanggung Jawab Bidan dalam Asuhan Kebidanan Keluarga 1) Memberikan asuhan/pelayanan secara langsung Pelayanan secara langsung harus diberikan secara intermiten khususnya yang terkait dengan praktik kebidanan sesuai dengan tugas dan kewenangan bidan. Namun demikian, pelayanan yang diberikan di rumah (dalam konteks keluarga) hendaknya lebih melibatkan anggota keluarga tersebut dalam upaya memberikan kesadaran bahwa semua anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap kesehatan. Dengan demikian, pendidikan kesehatan menjadi intervensi utama dalam pelayanan kesehatan/ asuhan kebidanan pada keluarga. 2) Pendokumentasian proses asuhan kebidanan Pendokumentasian terhadap proses pelayanan/asuhan kebidanan selama dalam keluarga sangat penting terutama untuk melihat kemajuan status kesehatan keluarga khususnya dan kemajuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang sedang dialami pada umumnya. Dokumentasi yang jelas dan komprehensif dari pengkajian hingga evaluasi, disamping mampu memberikan gambaran tentang perkembangan status kesehatan keluarga juga dapat membantu keluarga sebagai klien untuk menentukan kerangka waktu dalam menyelesaikan masalah secara realistik.

17

Berdasarkan hasil penelitian oleh Matruty dan Montolalu (2014) mengenai Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Bidan dengan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Kota Manado, menunjukan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA dengan nilai p-value 0,01 <α 0,05. Terdapat hubungan sikap dengan sistem Pencatatan dan Pelaporan PWS-KIA dengan nilai p-value 0,004 <α

0,052.

Tidak

terdapat

hubungan

Pendidikan

dengan

Sistempencatatan dan pelaporan PWS-KIA dengan nilai p-value 0,09 >α 0,05. Menurut peneliti pengetahuan yang dimiliki bidan berhubungan

dengan

pelaksanaan

sistem

pencatatan

dan

pelaporan PWS-KIA, dimana dari hasil peniliti di peroleh bahwa sebagian besar bidan yang berpengetahuan rendah yang tidak melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan bidan tentang sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA. Sebagai seorang bidan sudah seharusnya meningkatkan pengetahuan yang di milikinya melalui pendidikan non formal, membaca buku atau melalui internet

sehingga

bidan

termotivasi

untuk

meningkatkan

informasi lebih mendalam tentang sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA. Menurut peneliti, sikap yang dimiliki bidan berhubungan dengan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA dimana hasilpeneliti diperoleh bahwa sebagian besar bidan yang bersikap negatif melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA, hal ini di sebabkan karena bidan belum memiliki pengalaman baik. Dari pengamatan peneliti menemukan bahwa sebagaian besar bidan belum pernah melakukan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA dan belum pernah mengikuti pelatihan

18

PWS-KIA. Walaupun demikian motivasi dari para bidan cukup tinggi yaitu disamping melakukan tugas pelayanan yang cukup banyak di posyandu misalnya melayani pemeriksaan ibu hamil, menolong persalinan, membawa timbangan, melakukan sweeping di wilayah kerjanyadll, mereka umumnya melakukan pencatatan pada buku bantu saat posyandu kemudian setelah di puskesmas mereka masukan dalam format pencatatan yang akan direkap oleh bidan kordinator puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil dari 75 responden

(81.5%)

berpendidikan

DI

dan

DIII

yang

melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA dan sebagian besar responden tidak melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan sebanyak 44 responden (91.6%). Sehingga uji statistik didapatkan nilai p=0.09 (p>0,05) sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan pendidikan bidan dengan sistem pencatatan dan pelaporan PWS-KIA. 3) Koordinasi dengan tim pelayanan kesehatan lain dan manajemen kasus Bidan

mempunyai

tanggung

jawab

untuk

mengkoordinasikan atau berkolaburasi dengan profesi kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kepada keluarga, sehingga masalah kesehatan yang dihadapi keluarga tersebut dapat diatasi secara komprehensif. Sedangkan tanggung jawab bidan dalam manajemen kasus adalah kemampuan untuk mengkaji masalah, menemukan

masalah,

menentukan

prioritas

masalah,

mengidentifikasi cara mengatasi masalah dengan penyusunan rencana dan mengimplementasikan rencana tersebut secara sistematis. 4) Menentukan frekuensi dan lamanya asuhan/pelayanan kebidanan Frekuensi asuhan/pelayanan kebidanan yang dimaksud adalah kekerapan kunjungan yang dilakukan selama periode

19

waktu tertentu dalam proses asuhan kebidanan yang diberikan. Sedangkan lamanya asuhan/pelayanan kebidanan adalah lamanya waktu asuhan/pelayanan kebidanan yang dilakukan di rumah atau di dalam keluarga. Selama proses ini, keluarga senantiasa dilibatkandari perencanaan sampai menentukan prioritas rencana tindakan yang akan diimplementasikan. Bidan juga harus memperkirakan alokasi waktu dan frekuensi yang kemungkinan berbeda

ketika

harus

berkolaburasi

dengan

tenaga

kesehatan/profesi lain. 3. Kewenangan Bidan di Komunitas a. Memberikan pelayanan kebutuhan sebagai tenaga kesehatan terlatih. b. Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat. c. Melakukan

pembinaan

peran

serta

masyarakat

dibidang

kesehatanibu dan anak-anak usia sekolah dan remaja, dan kesehatanlingkungan. d. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak prasekolahdan anak sekolah. e. Melaksanakan deteksi dini merujukdan memberikan penyuluhan terhadap infeksi menular seksual, termasuk pemberian kondom dan penyakit lainnya. f. Pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya melalui informasi dan edukasi. g. Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan menatalaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap infeksi menular seksual dan penyakit lainnya serta pencegahan penggunaan napza. (Sutoro Eko, 2002). 4. Pemberdayaan Masyarakat a. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan sebagaiprosesmengembangkan,memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat

20

lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan(Sutoro Eko, 2002).Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,melainkan dalam posisi sebagai subyek yang berbuat secara mandiri.Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara (Sutoro Eko, 2002). b. Tujuan dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat

terutama

dari

kemiskinan

dan

keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan.Strategipemberdaya an masyarakat adalah sebagai berikut : 1) Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. 2) Program pembangunan pedesaan. c. Tugas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen:pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan

yang

luar

biasa

ketimbang

unsur-unsur

lainnya:

mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lainlain.

Proses

pemberdayaan

bisa

berlangsung

lebih

kuat,

komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati (Sutoro Eko, 2002) 5. Lingkup Masalah Kebidanan Komunitas a. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak. b. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi kesehatan terutama pada kesehatan ibu dan anak.

21

c. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya NAPZA. d. Kurangnya

pengetahuan

masyarakat

mengenai

pengetahuan

kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual. e. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap program KB dan alatalat kontrasepsi keluarga. B. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) 1. Pengertian PWS-KIA Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWSKIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi 4 pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita(Kemenkse RI, 2010; h. 4). Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut. Definisi

dan

kegiatan

PWS

tersebut

sama

dengan

definisi

Surveilens.(Kemenkse RI, 2010; h. 5). Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA. Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja.Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini

22

mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran.Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan lebih bermakna bila ditindaklanjuti dengan

upaya

perbaikan

dalam

pelaksanaan

pelayanan

KIA,intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan.Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan(Kemenkse RI, 2010; h. 5). 2. Tujuan PWS-KIA a. Tujuan Umum Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terusmenerus di setiap wilayah kerja. b. Tujuan Khusus 1) Memantau pelayanan KIA secara individu melalui kohort. 2) Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus menerus. 3) Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA. 4) Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan. 5) Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan. 6) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.

23

7) Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasisumber daya. 8) Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA(Kemenkse RI, 2010). 3. Indikator PWS-KIA Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten). a. Akses Pelayanan Antenatal (K1) Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (K4) Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.

24

c. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar. d. Cakupan Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan (KF3) Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam s/d hari ke-3 (KF1), hari ke-4 s/d hari ke-28 (KF2) dan hari ke-29 s/d hari ke-42 (KF3) setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan serta untuk menjaring KB pasca persalinan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, keluarga berencana disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN1) Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 - 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerjapada kurun waktu tertentu.Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal. f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus (KN3). Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke 3-7 dan 1 kali pada hari ke 828setelah

lahir

disuatu

wilayah

kerja

pada

kurun

waktu

25

tertentu.Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal. g. Deteksi Faktor Risiko dan Komplikasi oleh Masyarakat Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. h. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK) Adalah cakupan ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.Indikator ini mengukur

kemampuan

manajemen

program

KIA

dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi. i. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang pelaporannyadihitung 1 kali pada masa neonatal.Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati.Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan

dalam

neonatal,yang

menangani

kemudian

kasus-kasus

ditindaklanjuti

kegawatdaruratan sesuai

dengan

26

kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. j. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi (Kunjungan Bayi) Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari-12 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan dan 1 kali pada umur 911 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi. k. Cakupan Pelayanan Anak Balita (Kunjungan Balita). Adalah cakupan anak balita (12-59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2x setahun, pemberian vitamin A 2x setahun. l. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan MTBS Adalah cakupan anak balita (12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. m. Cakupan Peserta KB Aktif (Contraceptive Prevalence Rate) Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih

aktif

menggunakan

alat

dan

obat

kontrasepsi

(alkon)dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alkon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan(Kemenkse RI, 2010).

27

C. Asuhan Kebidanan pada Balita 1. Balita Balita dibagi menjadi dua yaitu batita dan balita, batita adalah anak dengan umur satu sampai tiga tahun dan balita adalah anak dengan umur tiga sampai lima tahun (Price & Gwin, 2014). 2. Status gizi a. Pengertian Status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu pertumbuhan anak di masa yang akan datang dan dimulai dari dalam kandungan sampai anak berumur 2 tahun (UNICEF, 2012). Pemberian asupan nutrisi pada balita dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan balita, karena status gizi merupakan indikator penting terhadap status gizi di masyarakat (Rante, 2015). b. Kandungan dan Unsur-unsur Gizi 1) Zat Gizi Makro: a) Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia karena merupakan sumber kalori yang berguna bagi pencernaan dan kesehatan manusia. (Budiyanto,2007) Karbohidrat mempunyai peranan penting untuk mencegah pemecahan protein yang berlebihan yang berakibat kepada penurunan fungsi protein sebagai enzim dan fungsi antobodi, timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. (Proverawati,2011) b) Lemak Lemak, disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati yang bisa

28

disimpan dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi. Lemak didalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi, bahan baku hormon, membantu transport vitamin yang larut dalam lemak, sebgai bahan pengatur suhu tubuh, serta pelindung organ organ bagian dalam. Dalam saluran pencernaan, lemak dan minyak akan lebih lama berada dalam lambung dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, penyerapan lemak lebih lambat dibandingkan unsur lainnya sehingga makanan yang mengandung lemak mampu memberikan rasa kenyang lebih lama dibandingkan makanan yang kurang atau tidak mengandung lemak (Proverawati,2011).

Lemak

merupakan

penyumbang

terbesar kalori yaitu 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori (kal). (Budiyanto,2007) c) Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang. Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh serta berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asamasam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein sebagai energi akan menghasilkan 4 kalori tiap gram protein. (Budiyanto,2007)

29

2) Zat Gizi Mikro: a) Vitamin Vitamin merupakan molekul organik yang sangat diperlukan

tubuh

untuk

proses

metabolisme

dan

pertumbuhan yang normal. Vitamin tidak dibuat didalam tubuh sehingga tubuh pperlu mengonsumsi makanan. Kecuali vitamin D yang dapat dibuat di dalam kulit asalkan mendapat cukup sinar matahari sehingga dpat merubah provitamin D menjadi vitamin D.( Budiyanto,2007) b) Mineral Mineral didapat dai makanan karenan tubuh tidak dapat

menghasilakn

sendiri,

jumlah

mineral

yang

diperlukan tubuh hanya sedikit sekali disebut muatan (trace element). Banyak mineral dalam makanan berbentuk garam, dan garam terdapat pada semua jaringan serta cairan tubuh, mineral dalam tubuh memiliki 3 fungsi yaitu mineral merupanan konstituen tulang dan gigi yang memberikan kekuatan serta iriditas kepada jaringan, mineral membentuk garam-garam yang dapat larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh, serta membangun enzim dan protein yang merupakan bagian dari amam amino. (Budiyanto,2007) c) Air Air merupakan komponen kimia utama dalam tubuh. Ada tiga komponen air di dalam tubuh, yaitu air intraselular pada membran sel, air intravaskuler, dan air interseluler atau ekstravaskuler pada dinding kapiler. Fungsi air bagi tubuh: pelarut xat gizi, fasilitator pertumbuhan, sebagai katalis reaksi biologis, sebagai pelumas, sebagai pengatur suhu tubuh, sebgai sumber mineral bagi tubuh. (Proverawati,2011)

30

c. Gizi Seimbang Bagi Balita 1) Prinsip Gizi bagi Balita Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usisa lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai

lima

tahun

“prasekolah”(Proverawati

yang 2011).

dikenal Balita

sebagai sering

anak disebut

konsumen pasif, sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif. Anak dibawah lima tahun merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menunnjukkan gangguan gizi. Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh kepada pertumbuhan semasa balita. Bila gizi buruk maka perkembangan otaknya pun kurang dan itu akan berpengaruh pada kehidupannya

di

usia

sekolah dan

prasekolah (Proverawati 2011). 2) Karakteristik Balita Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak batita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering (Proverawati 2011).

31

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu sudah dapat memilih makanan yangdisukainya. Masa ini juga sering dikenal sebagai masa keras kepala. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya.

Suasanan

yang

menyenangkan

dapat

membangkitkan selera makan anak (Proverawati, 2011). 3) Kebutuhan gizi balita Kebutuhan diperkirakan

gizi

cukup

seseorang untuk

adalah

memelihara

jumlah

yang

kesehatan

pada

umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan

dicocokan

dengan

Kartu

Menuju

Sehat

(KMS)

(Marimbi,2010). Menurut Proverawati (2011:64-66) kebutuhan gizi balita dibagi menjadi tiga. Yaitu: a) Kebutuhan Energi b) Kebutuhan energi balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. c) Kebutuhan Zat pembangun

32

d) Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurangdari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil. e) Kebutuhan zat pengatur f) Kebutuhan air balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia. 4)

Faktor-Faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan balita Dalam (Soetjiningsih,2014) Secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu: a) Faktor Genetik Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Pertumbuhan ditandai oleh

intensitas

dan

kecepatan

pembelahan,

derajat

sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur, pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Yang termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang baik, bila berinteraksi dengan lingkungan yang positif, akan membuahkan hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara berkembang selain disebabkan oleh faktor genetik, juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang kondusif untuk tumbuh kembang anak, seperti penyakit infeksi, kurang gizi, penelantaran anak dan sebagainya, yang juga

33

berdampak terhadap tingginya angka kematian bayi dan anak. b) Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai tidaknya potensi genetik. Lingkungan yang baik akan

memungkinkan

sedangkan

yang

tercapainya

tidak

baik

potensi

akan

genetik,

menghambatnya.

Lingkungan ini merupakan lingkungan biofisikpsikososial yang memengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. c) Pengaruh status gizi balita Status gizi pada masa balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para orangtua, karena kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irreversibel (tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkemangan otak. Fase perkembangan otak pesat pada usia 30 mingu 18 bulan. Status

gizi

balita

dapat

diketahui

dengan

cara

mencocokkan umur anak dengan berat badan standard dengan menggunakan pedoman WHO-NCHS.Sedangkan parameter yang cocok digunakan untuk balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala digunakan

untuk

memberikan

gambaran

tentang

perkembangan otak. Kurang gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak (Proverawati, 2011). d) Menu seimbang Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan

34

yang baik dan teratur perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi makanan. Gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut: (1) Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan seh ari-hari sebaiknya terdiri atas ketiga golongan makanan (Kalori, lemak, karbohidrat) (2) Kebutuhan bahan makanan perlu diatur, sehingga anak mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu hari. Waktu-waktu yang disarankan adalah: (a) Pagi hari waktu sarapan (b) Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu (c) Pukul 12.00 pada waktu makan siang (d) Pukul 16.00 sebagai selingan (e) Pukul 18.00 pada waktu makan malam. (f) Sebelum tidur malam, tambahkan susu (g) Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi. Pada usia balita, anak mulai memiliki daya ingat yang kuat dan tajam, sehingga apa yang diterimanya akan terus melekat erat sampai usia selanjutnya. Dengan memperkenalkan anak pada jam-jam makan yang teratur dan variasi jenis makanan, diharapkan anak akan memiliki disiplin makan yang baik. Pola makan yang baik semestinya juga mengikuti pola gizi seimbang, yaitu pemenuhan zat-zat gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan diperoleh melalui makanan sehari-hari. Dengan makanan yang bergizi seimbang secara teratur, diharapkan

35

pertumbuhan

anak

akan

berjalan

optimal

(Marimbi,2010). e) Makanan yang harus dihindari Usia 12-24 bulan anak sudah mulai dikenalkan dengan makanan keluarga atau makanan padat namun tetap memperhatikan rasa. Hindari makanan-makanan ysng dapat mengganggu organ pencernaan, seperti makanan terlalu bumbu tajam, pedas, terlalu asam, atau berlemak. Pada masa ini kenalkan finger snack atau makanan yang bisa dipegang seperti cookies, nugget atau potongan sayuran rebus atau buah. Hal ini penting untuk melatih ketrampilan di dalam memegang makanan dan merangsang pertumbuhan gigi balita (Marimbi,2010). 5) Penilaian Status Gizi Balita Menurut Marimbi (2010) Metode penilaian setatus gizi dibagi menjadi 2 yaitu: (a) Langsung (1) Antropometri (2) Klinis (3) Biokimia (4) Biofisik (b) Tidak langsung (1) Survey konsumsi makanan (2) Statistik Vital (3) Faktor Ekologi Dalam Supriasa (2012) Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, antara lain: (a) Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

36

protein dan energi, yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (b) Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sngat penting untuk

menilai

status

gizi

masyarakat,

metode

ini

didasarkan atas perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. (c) Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboatoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga bebrapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. (d) Biofisik Penentuan status gizi dengan biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan meliha perubahan struktur jaringan. Indeks Antropometri (a) Berat Badan dan Menurut Umur (BB/U) Berat Badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan

atau

menurunnya

jumlah

makanan

yang

dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan

37

kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal (Supriasa,2012). (b) TB/U Tinggi

badan

merupakan

antropometri

yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperri bert badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supriasa,2012). (c) BB/TB Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, pekembangan berat badan akan searah dengan petumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supriasa,2012). Klasifikasi Status Gizi Penilaian status gizi dengan standar dari WHO National Center of Health Statistic (NCHS). Klasifikasi status gizi WHO-NCHS dengan score simpang baku (Z score) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

38

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks *

*) Sumber : SK Menkes 1995/Menkes/SK/XII/2010.

6) Faktor-faktor yang mempengaruhi status Gizi (a) Masalah Sosial-Ekonomi Kemiskinan, salah satu determinan sosial-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang

berjejalan,

kumuh,

dan

tidak

sehat

serta

ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi (Arisman,2010). Keluarga dengan sosial ekonomi, biasanya terdapat keterbatasan dalam pemberian makanan bergizi, dan pemenuhan kebutuhan primer lainnya untuk anak. Keluarga sulit memfasilitasi anak untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal sesuai

39

dengan tahapan usianya. Maka seringkali anak dari keluarga yang kurang mampu umumnya lebih kecil dari mereka

yang

lebih

tinggi

sosial

ekonominya

(Maryunani,2010). Keterbatasan

penghasilan

keluarga

turut

menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal

bahwa

penghasilan

keluarga

akan

turut

menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan. (Marimbi,2010). (b) Pengetahuan Faktor ketidaktahuan, baik yang bediri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salh paham tentang cara perawatan bayi dan anakn yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga (Arisman,2010). (c) Infeksi Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit masalah gizi. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan napsu makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan

zat-zat

gizi

dalam

jumlah

besar

(Arisman,2010). (d) Faktor Langsung dan Tidak Langsung Faktor yang mempengaruhi gizi kurang berdasarkan pendapat Soekirman dalam Materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Departemen Kesehatan RI, 2000) dalam Waryana (2010), penyebab kurang gizi adalah :

40

(1) Penyebab langsung yaitu timbulnya masalah gizi yaitu makanan yang dikonsumsi anak dan penyakit infeksi anak. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. (2) Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Faktor langsung maupuan tidak langsung sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan maka akan semakin tinggi ketahanan pangan keluarga. Makin baik pola pengasuhan anak makin baik memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

41

ada. Ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Waryana, 2010) Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan Linda Tahun 2017 Tentang Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru menyimpulkan bahwa Hasil penelitian diperoleh ada pengaruh antara pendidikan, jumlah anak, status ekonomi keluarga dan pengetahuan terhadap status gizi balita di wilayah kerja puskesmas payung sekaki dengan masing-masing P value: pendidikan ibu (P value 0,019), jumlah anak (P value 0,028), status ekonomi (P value 0,012) dan pengetahuan ibu (P value 0,000) 3. Fungsi Keluarga Menurut Effendy, (1998) dalam (Setiadi,2008) dari berbagai fungsi diatas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya, adalah : a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. b. Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar

kesehatannya

selalu

terpelihara,

sehingga

diharapkan

menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosila dan spiritual. c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mendiri dalam mempersiapkan masa depannya. 4. Program Pemerintah Berkaitan Status Gizi Balita Program untuk intervensi bagi balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk adalah pemberian makanan tambahan dengan tujuan

42

untuk meningkatskan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapai status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak. Sedangkan pengertian makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, yang diberikan kepada balita gizi kurang dan gizi buruk selama masa pemulihan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). a. Pemberian Produk Makanan Tambahan 1) Makanan Tambahan Balita 6-59 Bulan dengan Kategori Kurus Berdasarkan Kemenkes RI Tahun 2017 produk makanan tambahan diberikan biskuit balita.

Gambar produk makanan tambahan makanan Sumber: Kemenkes RI, 2017 a) Kandungan Gizi Balita (1) Makanan Tambahan Balita adalah suplementasi gizi berupa makanan tambahan dalam bentuk biskuit dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada bayi dan anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus. Bagi bayi dan anak berumur 6-24 bulan, makanan tambahan ini digunakan bersama Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). (2) Tiap kemasan primer (4 keping/40 gram) Makanan Tambahan Balita mengandung minimum 160 Kalori, 3,2-4,8 gram protein, 4-7,2 gram lemak.

43

(3) Makanan Tambahan Balita diperkaya dengan 10 macam vitamin (A, D, E, K, B1, B2, B3, B6, B12, Asam Folat) dan 7 macam mineral (Besi, Iodium, Seng, Kalsium, Natrium, Selenium, Fosfor) (Kemenkes RI, 2017). b) Karekteristik Produk (1) Bentuk : biskuit yang pada permukaan atasnya tercantum tulisan “MT Balita” (2) Tekstur/Konsistensi : renyah, bila dicampur dengan cairan menjadi lembut. (3) Berat : berat rata-rata 10 gram/keping. (4) Warna : sesuai dengan hasil proses pengolahan yang normal (tidak gosong). (5) Rasa : Manis. (6) Mutu dan keamanan : produk makanan tambahan balita memenuhi persyaratan mutu dan keamanan sesuai untuk bayi dan anak balita. (7) Masa kedaluwarsa : waktu antara selesai diproduksi sampai batas akhir masih layak dikonsumsi, produk MT mempunyai masa kedaluwarsa 24 bulan (Kemenkes RI, 2017). c) Kemasan (1) Setiap 4 (empat) keping biskuit dikemas dalam 1 (satu) kemasan primer (berat 40 gram). (2) Setiap 21 (dua puluh satu) kemasan primer dikemas dalam 1 (satu) kotak kemasan sekunder (berat 840 gram). (3) Setiap 4 (empat) kemasan sekunder dikemas dalam 1 (satu) kemasan tersier (Kemenkes RI, 2017). 2) Pemberian Makanan Tambahan kepada sasaran Pemberian Makanan Tambahan kepada sasaran perlu dilakukan secara benar sesuai aturan konsumsi yang dianjurkan.

44

Pemberian makanan tambahan yang tidak tepat sasaran, tidak sesuai aturan konsumsi, akan menjadi tidak efektif dalam upaya pemulihan status gizi sasaran serta dapat menimbulkan permasalahan gizi. Makanan tambahan diberikan sebagai : (1) Makanan Tambahan Penyuluhan adalah makanan tambahan yang diberikan untuk mencegah terjadinya masalah gizi. (2) Makanan Tambahan Pemulihan adalah makanan tambahan yang diberikan untuk mengatasi terjadinya masalah gizi yang diberikan selama 90 hari makan Berikut standar pemberian makanan tambahan dalam bentuk biskuit untuk tiap kelompok sasaran (Kemenkes RI, 2017). 3) Prinsip Dasar Pemberian Makanan Tambahan Anak Balita Prinsip Dasar Pemberian Makanan Tambahan Anak Balita adalah untuk memenuhi kecukupan gizi agar mencapai berat badan sesuai umur (Kemenkes RI, 2017). 4) Ketentuan Pemberian (1) MT diberikan pada balita 6-59 bulan dengan kategori kurus

yang memiliki status gizi berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB dibawah -2 Sd (2) Tiap bungkus MT Balita berisi 4 keping biskuit (40 gram) (3) Usia 6 -11 bulan diberikan 8 keping (2 bungkus) per hari (4) Usia 12-59 bulan diberikan 12 keping (3 bungkus) per hari (5) Pemantauan pertambahan berat badan dilakukan tiap bulan

di Posyandu (6) Bila sudah mencapai status gizi baik, pemberian MT

pemulihan

pada

Balita

dihentikan.

Selanjutnya

mengonsumsi makanan keluarga gizi seimbang (7) Dilakukan pemantauan tiap bulan untuk mempertahankan

status gizi baik

45

(8) Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu

ditambah air matang dalam mangkok bersih sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan sendok (9) Setiap pemberian MT harus dihabiskan (Kemenkes RI,

2017). b. Formula 100 Formula 100 merupakan minuman tinggi kalori yang terbuat dari susu fullcream, gula, minyak, dan mineral mix. Rumah Sakit maupun Puskesmas sering menggunakan formula ini untuk pemulihan gizi balita gizi buruk pada tahap lanjut maupun anak lain yang memerlukan asupan makanan dengan kalori dan protein tinggi. Formula 100 sebanyak 100 ml mengandung kalori sebesar 100 kkal dan protein 2,9 gram. Formula 100 dibandingkan susu formula di pasaran yang memiliki kandungan gizi yang setara misalnya Pediasure dengan kalori 103 kkal dan protein 3,1 gram per 100 ml, harganya jauh lebih murah dan bahannya mudah didapatkan masyarakat (Depkes, 2011). WHO 1999 meresepkan Formula 100 terdiri dari susu fullcream 80 gram, gula pasir 50 gram, minyak sayur 60 gram dan mineral mix 20 ml, kemudian ditambah air matang sampai 1000 ml. Menurut Asikin (1989), pemberian Modisco ( termasuk Formula 100) ada beberapa kendala yang dihadapi dan yang paling sering dikeluhkan yaitu anak tidak suka susu, sehingga diatasi dengan pemberian Formula 100 melalui sonde bila anak dirawat di rumah sakit / puskesmas rawat inap, atau dapat juga dilakukan dengan mencampurkan F100 pada makanan atau minuman yang disukai anak. Keluhan lain yang dijumpai adalah kebanyakan anak tidak suka minyak, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat mengganti minyak dengan margarine. Dijumpai pula keluhan anak kurang nafsu makan sehingga porsi yang diberikan tidak habis,

46

disarankan untuk memberikan Formula 100 dalam bentuk pekat kalori dengan jumlah yang lebih sedikit. Penelitian di Semarang tahun 2012 dengan menggunakan Formula 100 dan biskuit sun 6 keping sajian pada balita gizi buruk memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan status gizi berdasarkan BB/TB dan BB/U dengan memberikan rerata kontribusi energi sebanyak 54,60% dan protein 79,17% (Fitriyanti, 2012). Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan Sulistyawati Tahun 2012 tentang pemberian diet formula 75 dan 100 untuk meningkatkan

berat

badan

balita

gizi

buruk

rawat

jalan

menyimpulkan terdapat terdapat perbedaan rerata berat badan balita gizi buruk sebelum dan sesudah mendapatkan diet formula 75 dan 100 yaitu 506,67 gram. Terdapat perbedaan selisih berat badan antara kelompok kontrol dan kelompok terikat. Kelompok intervensi yang mendapatkan formula 75 dan 100 mampu meningkatkan berat badan pada balita gizi buruk rawat jalan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Variable perancu dalam penelitian ini yaitu umur, jenis kelamin , penyakit penyerta, dan pendidikan keluarga) tidak berkontribusi terhadap berat badan balita gizi buruk rawat jalan. c. Pemberi Makanan Tambahan Pemulihan (PMT P) lain Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau makanan lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas, dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran.. PMT Pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita dari

47

makanan keluarga. Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber

protein

hewani

maupun

nabati

(misalnya

telur/

ikan/daging/ayam, kacang-kacangan atau penukar) serta sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan setempat. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan /makanan lokal ada 2 jenis yaitu berupa MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan) dan Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan berupa makanan keluarga. Menurut Puskesmas Batangan (2013) bahwa pemberian Makanan Tambahan Pemulihan yang disajikan oleh masing-masing ibu balita dan terdiri dari susu cair bendera 115 gr sebanyak 1 kotak, telur ayam sebanyak 1 butir, biskuat energi sebanyak 1 buah, biskuit Roma “Better” sebanyak 1 buah, dan bolu padi mas sebanyak 1 buah untuk dikonsumsi setiap hari selama 90 hari.

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"

Tinjauan Teori Peb.docx
December 2019 8
Bab Ii Komunitas(1).docx
December 2019 16