Tinjauan Pustaka Sle.docx

  • Uploaded by: NovaAdi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Pustaka Sle.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,126
  • Pages: 23
TINJAUAN PUSTAKA

CLINICAL UPDATE ON PEDIATRIC LUPUS AND THERAPY ON BREASTFEEDING WOMEN

Oleh: Kadek Nova Adi putra 1871121006

Pembimbing: Pembimbing : dr. Romy Windianto, M.Sc, Sp.A

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SANJIWANI GIANYAR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS WARMADEWA 2018

Pendahuluan

Systemic lupus erythematosus (SLE) pada anak-anak adalah penyakit kronis yang mengancam jiwa dan semakin sering teridentifikasi. Lebih banyak anak kulit hitam yang terdiagnosis SLE dan proporsi wanita yang terkena jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Manifestasi klinis dari SLE pada anak-anak sangat beragam dan melibatkan banyak sistem organ. Anak-anak dengan SLE sering kali datang terlambat dengan kondisi yang sudah berat, dan pada anak dengan SLE di Afrika Selatan (SA) sering ditemukan manifestasi klinis berupa nephritis lupus. Pemeriksaan untuk lupus harus dilakukan dalam tiga langkah pemeriksaan awal yang essensial, tes antibodi dan serologis, dan pemeriksaan penunjang. Faktor terpenting dalam manajemen SLE pada anak adalah melibatkan tim multidisiplin sesegera mungkin. Semua kasus lupus harus didiskusikan dengan spesialis pediatrik sehingga rencana penatalaksanaan yang tepat dapat segera dibuat yang tergantung pada perjalanan penyakitnya.

1.1

Definisi

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimmune yang bersifat inflamatif dan

menyerang multisystem dan ditandai dengan pembentukan

antinuclear antibody. 1.2

Epidemiology

SLE adalah salah satu penyakit autoimun yang paling umum, dengan perkiraan kejadian 2,0 - 7,6 per 100 000. SLE dapat muncul dengan berbagai manifestasi klinis yang menyerupai penyakit lain sehingga diagnosis dini bisa menjadi sulit. Meskipun lebih sering ditemukan pada orang dewasa, insiden SLE pada anak-anak/ Childhood-onset SLE (cSLE) semakin sering ditemukan, dengan sekitar 15 - 20% dari SLE terjadi sebelum usia 19 tahun.

[1,4]

Manifestasi klinis dari SLE berbeda-

beda tidak hanya berdasarkan usia tapi juga berdasarkan etnis dan jenis kelamin pasien[2,5].Penyakit ini telah dilaporkan lebih umum terjadi di Eropa, Asia dan Amerika Serikat daripada di Afrika; Namun, pasien keturunan Afrika yang tinggal di wilayah tersebut memiliki angka insiden SLE tertinggi[6]. Sehingga timbul pendapat bahwa kasus SLE di Afrika kemungkinan tidak sejarang yang diperkirakan. Hal tersebut diduga terkait dengan banyak faktor, termasuk underdiagnosed karena akses terhadap kesehatan yang buruk[7] Lebih banyak wanita daripada pria yang terkena SLE pada semua usia, tetapi rasio laki-laki dan perempuan bervariasi. Insiden tertinggi terjadi di antara wanita usia subur, dengan rasio perempuan dan laki-laki dari pubertas sampai menopause sebesar 9: 1. Namun, pada wanita dalam masa pra pubertas dan post monopouse rasio perempuan berbanding laki-laki menjadi sekitar 4: 1 [2,4]. 1.3

Etiology

Etiologi SLE tidak sepenuhnya dipahami. Faktor genetik, lingkungan, imunologi dan infektif dianggap berperan dalam terjadinya SLE. [1] Berdasakan hipotesis yang menyatakan bahwa sebuah pemicu berperan pada individu yang rentan secara genetik, dan disregulasi imun yang kompleks dari beberapa komponen sistem imun serta apoptosis yang tidak teratur sehingga menghasilkan produksi autoantibodi

yang sangat aktif terhadap protein dalam inti sel. Bukti terbaru muncul untuk mengilustrasikan peran yang saling terkait dari sistem imun adaptif & bawaan dalam keterlibatannya pada penyakit ini. Interferon tipe 1 telah terbukti memainkan peran penting dalam perjalanan penyakit SLE [8]. 1.4

Diagnosis

SLE didiagnosis secara klinis dan berdasarkan hasil laboratorium. Ini didasarkan pada Kriteria Klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) untuk SLE, yang direvisi pada tahun 1997[9]. Empat dari 11 kriteria diperlukan untuk membuat diagnosis. Kriteria ini ditetapkan terutama untuk digunakan dalam penelitian ilmiah; karena itu banyak anak-anak, terutama mereka dengan lupus nephritis (LN) atau antiphospholipid syndrome, mungkin memiliki SLE tanpa memenuhi empat kriteria. Kriteria berdasarkan The Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) baru-baru ini diusulkan dan divalidasi pada pasien dewasa dengan lupus, dan telah terbukti memiliki sensitivitas yang lebih tinggi tapi spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kriteria ACR. Untuk membuat diagnosis SLE diperlukan terpenuhinya empat kriteria dengan setidaknya satu kriteria klinis dan satu kriteria imunologi [10]. Secara umum, manifestasi klinis SLE dapat berbeda-beda yang menyebabkan SLE menjadi sulit untuk didiagnosis. Masih menjadi masalah untuk menentukan apakah gejala atau tanda tertentu akan terjadi pada setiap individu atau sekelompok pasien, meskipun cSLE diketahui lebih parah saat didiagnosis bila dibandingkan dengan SLE pada orang dewasa. Pada tahun 2005, sebuah penelitian dengan kelompok pasien berjumlah 36 pasien dari Gauteng, termasuk 14 anak kulit hitam Afrika, menyimpulkan bahwa SLE semakin sering ditemukan pada anak-anak SA kulit hitam [11]. Sebuah penelitian terbaru dari Cape Town melaporkan 68 pasien, dengan usia ratarata 12,2 tahun dan rasio perempuan terhadap laki-laki sekitar 5: 1. Penelitian ini melibatkan proporsi pasien kulit hitam dan berwarna yang lebih besar daripada

penelitian sebelumnya. Pada kelompok pasien ini ditemukan dengan penyakit berat saat diagnosis, dengan sebagian besar dari mereka memiliki LN. Pada temuan awal menunjukkan bahwa anak-anak ini menunjukkan aktivitas penyakit yang tinggi dan perkembangan ke kerusakan organ dengan tingkat yang lebih tinggi daripada di negara maju. [12] Tabel 1 merangkum fitur klinis umum dari cSLE. Hampir semua anak ditemukan dengan gejala konstitusional, missalnya demam, limfadenopati dan penurunan berat badan, meniru manifestasi klinis tuberkulosis (TB) dan HIV [13]. Pada semua kasus, manifestasi klinis yang umum pada SLE adalah arthritis, malar rash dan gangguan ginjal[4,13,14]. Di Afika Selatan, tanda dan gejala pada kulit (77%) dan konstitusional (55,5%) serta keterlibatan ginjal (44 - 50%) telah terbukti menjadi menifestasi klinis yang umum pada SLE. Tanda dan gejala lainnya yang ditemukan pada anakanak di Afrika Selatan termasuk serositis dan fenomena Raynaud. [11,12] SLE yang terjadi di masa kecil tampaknya memiliki keterlibatan organ ginjal dan neurologis yang lebih sering, dan sangat memengaruhi prognosis dan terapi. Sangat penting untuk menyaring semua anak dengan SLE untuk manifestasi utama ini. [4,11]

Pemeriksaan Penunjang Ketika melakukan pemeriksaan pada anak-anak dengan kecurigaan SLE, kriteria ACR dapat digunakan sebagai panduan pemeiksaan. Tabel 2 memberikan garis besar pemeriksaan dalam pola stepwise. Pengujian antibodi antinuklear (ANA) dan anti-extractable

nuclear

antigen

menjadi andalan untuk uji serologis SLE. Autoantibodi yang diarahkan ke nuclear antigen terdiri dari berbagai jenis antibodi yang dicirikan oleh spesifitas antigen yang berbeda. Antigen nuklir ini termasuk DNA beruntai tunggal dan ganda (ds DNA), protein histon (kompleks histone DNA), nukleosom, protein sentromer dan antigen

nuklir

yang

dapat

diekstraksi

(termasuk

anti-Smith,

Ro,

La,

ribonukleoprotein). Memahami spesifisitas antibodi berguna dalam praktek klinis untuk lebih mengklasifikasikan pasien dengan lupus dan membantu memprediksi perjalanan penyakit pasien. [15,16] Pemeriksaan

Penjelasan Pemeriksaan awal utama

Pemeriksaan darah lengkap

Untuk menentukn thrombositopenia

anemia,

leukopenia

dan

Electrolytes, urea and creatinine

Untuk mengetahui fungsi ginjal

Urine dipstick, microscopy, protein: creatinine ratio and urinary red blood cell casts

Untuk pemeriksaan hematuria dan proteinuria (LN sering ditemukan pada SLE pediatric)

Complement levels – C3, C4 and total complement levels

Sering menurun pada SLE

ESR atau CRP

Mengindikasikan peradangan yang terjadi sekarang

Peningkatan ESR bisa menunjukkan ketidaksesuaian dibandingkan dengan tingkat CRP normal dalam flare, jika kedua penanda meningkat, curigai adanya proses infeksi

Autoantibody and serological tests (test untuk memeriksa autoantibody wajib dilakukan) ANA

ANA merupakan autoantibodi yang umum ditemukan pada pasien SLE sehingga digunakan sebagai screening test. Berdasarkan definisi, semua pasien harus ditemukan ANA positif saat diagnosis

Anti-ds DNA antibody

Spesifisitas tinggi tapi sensitifitas hanya 70%. Kadarnya bervariasi berdasarkan aktivitas penyakit sehingga bisa digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit.

Anti-Smith antibody

Merupakan marker yang spesifik namun tidak sensitive untuk SLE. Reaktivitas tidak ditmukan pada penyakit lainnya

Berhubungan dengan anti-phospholipid syndrome, Antiphospholipid cerebral vascular disease and neuropsychiatric lupus antibodies: anticardiolipin, β2glycoprotein-1 and lupus anticoagulant Antinucleosome antibodies

Serological marker pertama untuk SLE, yang disebutkan dan dianggap sebagai autoantigen utama pada SLE (positif dalam 85% kasus). Antinucleosome antibodies merupakan marker yang sangat baik untuk mendiagnosis SLE dan memainkan peran penting dalam proses pathogenesis SLE

Anti-Ro and anti-La antibody

Sangat penting untuk diperiksa pada pasien wanita dewasa yang ingin memeiliki anak. Diketahui berperan dalam cardiac manifestations of neonatal lupus dan photosensitivity

Syphilis test

False positif serological test untuk sifilis yang juga menjadi kriteria diagnostic ACR untuk SLE

Pemeriksaan pelengkap yang tergantung pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik Liver function tests

Mungkin sedikit meningkat SLE

Haemolysis work-up – includes a reticulocyte count, lactate dehydrogenase, haptoglobin, blood smear and a direct Coombs test

Dilakukan jika kadar Hb rendah atau dicurigai hemolisis

Renal biopsy

Dilakukan jika terdapat keterlibatan gangguan ginjal

Chest radiograph

Dilakukan jika terdapat kecurigaan terdapat efusi pericardial atau pleural, pericarditis, interstitial lung disease dan edema paru.

Electrocardiogram

Untuk membuktikan pericarditis atau efusi pericardial

Echocardiography

Untuk membuktikan efusi pericardial atau pulmonary hypertesion

Tuberculin skin test

Dapat digunakan pada pasien anak-anak untuk screening TB

Ophthalmological examination

Untuk membuktikan optic neuritis

Lumbar puncture

Untuk mengeksklusi infeksi dengan demam atau tanda dan gejala neurologis.

Brain magnetic resonance imaging/magnetic resonance angiography

Untuk mengevaluasi CNS lupus white matter changes, vasculitis atau stroke

Skin biopsy

Berguna dalam mendiagnosis pasien SLE pada pasien dengan ruam kulit yang tidak wajar

CK

Mungkin meningkat pada myositis

Penatalaksanaan Penatalaksanaan cSLE tergolong sulit dan sangat penting untuk melakukan rujukan spesialis di bidangnya. Meskipun tidak ada obat tunggal untuk penyakit ini, tujuan terapi pada semua tahap cSLE adalah untuk memaksimalkan efek terapeutik sambil meminimalkan perjalanan penyakit dan efek samping terapi. Pengambilan keputusan harus berdasarkan sistem organ yang terlibat dan tingkat keparahan penyakit. Rekomendasi dapat dibuat untuk menawarkan manajemen yang paling tepat kepada anak-anak kita. Pendekatan dalam manajemen SLE dapat dianggap sebagai proses 6 langkah: menggunakan tim multidisiplin (MDT), pengobatan induksi awal, maintenance therapy, terapi adjuvant, mengelola flare penyakit, dan pemantauan penyakit. [8,18,19] Tim multidisiplin Semua anak dengan SLE harus dikelola di pusat spesialis pediatry, terutama dengan akses ke rheumatologist anak, nefrologist anak dan staff pendukung yang memadai. Tim multidisiplin sangat penting dalam penanganan kasus cSLE. Pasien harus dinilai secara individual dan kebutuhan khusus mereka ditujukan pada tiap pasien. SLE adalah kondisi seumur hidup dengan perjalanan kronis alami, dengan flare penyakit dan akumulasi kerusakan organ. Mengantisipasi potensi masalah dan perencanaan yang baik sebelumnya dapat membantu mengurangi dampak penyakit pada pasien dan keluarga. Masa remaja adalah waktu yang berbahaya untuk semua pasien dengan kondisi medis kronis, dan lupus yang tidak terkecuali. Ada banyak potensi yang bisa memberatkan pada masa remaja, termasuk ketidakpatuhan, penggunaan narkoba, masalah psikososial dan kehamilan, yang harus ditangani. Proses transisi melalui masa remaja ke masa dewasa harus direncanakan dengan hati-hati, dengan keterlibatan pasien, keluarga mereka dan tim multidisiplin.

Perawatan induksi awal Pengobatan induksi sebaiknya hanya diberikan setelah berdiskusi dengan spesialis anak, yang memiliki pengetahuan tentang cSLE. Pengobatan induksi biasanya dilakukan pada 6 - 12 bulan pertama setelah diagnosis dengan berdasar pada penggunaan terapi imunosupresif dosis tinggi untuk mencapai stabilisasi penyakit. Saat ini pengobatan induksi dimulai dengan pemberian metilprednisolon intravena (30 mg / kg per dosis untuk 3 hari), bersama dengan terapi imunosupresif dan disease-modifying drugs. Penyapihan dosis kortikosteroid harus bertahap (tapering off) dan diawasi secara hati-hati oleh tim yang berpengalaman. Meskipun penggunaan kortikosteroid tetap merupakan lini pertama pengobatan, sebisa mungkin dosis yang diberikan adalah dosis minimal mengingat efek samping obat yang berat dan luas. Rejimen induksi bebas steroid sedang dikembangkan dan menunjukkan beberapa perkembangan yang menjanjikan sebagai pilihan pengobatan yang tepat, sambil mengurangi efek samping. [8,18,19] Efektivitas jangka panjang telah ditunjukkan untuk rejimen berbasis siklofosfamid intravena (500 750 mg / m2 per bulan selama 6 bulan). Ini akan sangat berguna pada pasien dengan vaskulitis neurologis, ginjal atau sistemik dan lebih tersedia di SA dibandingkan dengan beberapa obat imunosupresif lainnya. [8,19] Mycophenolate mofetil (MMF) adalah pilihan pengobatan alternatif dan uji coba terbaru telah menunjukkan efektivitas yang serupa dengan siklofosfamid, terutama pada pasien dengan Lupus Nefrosis (LN) sedang hingga berat, dengan profil toksisitas yang lebih baik. [8,19] Azathioprine dan methotrexate adalah pilihan lain yang tersedia di SA. Kedua obat tersebut diberikan dengan kortikosteroid pada pasien dengan penyakit ringan hingga sedang. Azathioprine berguna dalam maintenance therapy untuk pasien dengan LN dan dapat digunakan untuk menunda manifestasi klinis neuropsikiatri dari SLE. Methotrexate telah terbukti menjadi agen yang efektif dalam mengendalikan manifestasi klinis pada kulit dan sendi pada pasien.

[19]

Biologics

product yang baru saat ini digunakan untuk pengobatan cSLE, tetapi tidak tersedia di SA. [20] Belimumab adalah satu-satunya obat biologis yang terdaftar oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS untuk digunakan dalam SLE. Belimumab adalah antibodi monoklonal untuk the soluble human B lymphocyte stimulator protein dan merupakan satu-satunya agen biologis yang menunjukkan efikasi pada

randomised controlled trials SLE pada pasien dewasa. Saat ini sedang dilakukan penelitian yang melibatkan pasien anak terhadap efektifitas Belimumab Rituximab saat ini digunakan secara off-label untuk pasien tertentu di sektor kesehatan masyarakat SA. Ini umumnya digunakan untuk pasien dengan SLE, meskipun pemberian dosis optimal dan indikasi perawatan masih belum pasti. [8,20] Meskipun tidak rutin, pertukaran plasma dan terapi imunoglobulin intravena kadang-kadang digunakan oleh dokter spesialis dengan pengalaman cSLE untuk indikasi spesifik. . Indikasi utamanya adalah pada penyakit yang mengancam jiwa secara cepat, lupus neuropsikiatrik yang refrakter terhadap pengobatan konvensional dan idiopatik thrombocytopenic purpura. [19] Maintenance Therapy Terapi pemeliharaan yang sedang berlangsung biasanya dibarengi dengan dosis penyapihan, kortikosteroid oral bersama dengan agen pengubah penyakit seperti yang dibahas di atas. Cyclophosphamide, MMF, azathioprine dan rituximab digunakan, tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sistem yang terlibat. Terapi pemeliharaan harus dilanjutkan selama beberapa tahun untuk mencapai remisi penyakit yang sedang berlangsung dan mencegah toksisitas steroid. [8,18,19] Adjuvant Therapy Faktor kunci yang sering diabaikan dalam perawatan anak-anak dengan SLE adalah pentingnya terapi adjuvan (Tabel 3). Therapy

Penjelasan

Antimalarials, e.g. hydroxychloroquine Salah satu perkembangan terbaru yang penting dalam penatalaksanaan SLE adalah semua pasien anak harus diterapi dengan hydroxychloroquine. Obat tersebut berperan dalam modifikasi penyakit, menurunkan penggunaan steroid dan menurunkan risiko flare. Hydroxychloroquine juga berkaitan dengan respon ginjal yang

lebih tinggi dan relapse ginjal yang lebih rendah NSAIDs

NSAID berperan dalam mengurangi inflamasi dan memberikan efek pereda nyeri terutama untuk pasien dengan keterlibatan predominant musculoskeletal. Oleh karena efek sampingnya, pemberian NSAID perlu mendapatkan pengawasan terutama pada pasien anak dengan LN dimana obat ini dapat menyebabkan kekambuhan gangguan ginjal

Skin protection

Perlindungan kulit dari sinar matahari dengan pakaian pelindung khusus dan sunscreen sangat penting karena akan mengurangi gejala dan kerusakan kulit jangka panjang.

Vitamin and mineral supplementation, especially vitamin D

Vitamin D penting untuk kesehatan pasien secara umum, terutama sangat penting diberikan pada pasien dengan fotosensitivitas. Vit. D harus diberikan pada semua pasien anak dengan SLE karena telah terbukti memiliki efek immunomodulatory

Aspirin/anticoagulation

Pasien SLE dengan antiphospholid antibodies yang positif tapi tanpa masalah thrombotic sebelumya harus diberikan aspirin dosis rendah. Pasien dengan definite antiphospholipid syndrome dan masalah thrombotic sebelumya memerlukan therapy antikoagulan.

Angiotensin-converting enzyme inhibitors

Digunakan utuk mengatasi hipertensi dan proteinuria untuk mengurangi risiko kerusakan organ yang lebih jauh

Vaccinations

Vaksinasi rutin harus tetap diberikan untuk menjaga pasien anak up to date dengan imunisasinya meskipun perlu diwaspadai dalam pemberian vaksin hidup pada anak dengan kondisi imunosuppressed. Infeksi merupakan penyebab tersering kematian pasien dengan lupus dan pneumococcal infection merupakan infeksi yang paling sering. Oleh Karena itu vaksinasi pneumococcal dan annual influenza harus tetap dilakukan.

ESRD

Dialysis dan transplantasi ginjal merupakan pilihan untuk pasien dengan ESRD. Transplantasi ginjal telah terbukti efektif pada anak dengan LN. akan tetapi metode ini terhambat akan masalah anggaran pada sistem kesehatan.

Mengelola flare penyakit Flare penyakit umum terjadi di cSLE. Mereka harus disaring dan dikelola secara agresif sesuai dengan tingkat keparahan manifestasi klinis penyakit dan sistem organ yang terlibat. Sangat penting untuk mengatasi kepatuhan, perubahan dalam situasi sosial, serta kesejahteraan psikososial pasien dan keluarga. Dosis obat harus ditinjau ulang dan mungkin perlu diubah sesuai dengan pertumbuhan anak. Seringkali ada masalah dalam mengakses perawatan kesehatan dan pengobatan di SA. Pasien SLE berada pada risiko infeksi yang meningkat - ini harus dicari secara aktif untuk setiap pasien yang mengalami flare penyakit. Pemantauan penyakit Memutuskan apakah seorang anak dengan SLE memiliki tingkat aktivitas penyakit yang lebih besar atau lebih kecil dan menentukan bagaimana menghindari kerusakan penyakit sangat penting untuk manajemen pasien. Tidak mungkin

menggunakan satu tanda klinis atau nilai laboratorium untuk mengukur perkembangan penyakit. Untuk membantu penilaian, indeks aktivitas penyakit dan kerusakan telah dikembangkan untuk digunakan pada orang dewasa dengan SLE; indeks yang sama sedang digunakan pada anak-anak. [14,22] Kerusakan akibat penyakit dapat dievaluasi menggunakan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI) dan skor British Isles Lupus Assessment Group (BILAG). [23,24]

Satu-satunya instrumen untuk mengukur kerusakan akibat penyakit (disease

damage) adalah Indeks Kerusakan SLICC / ACR, yang melihat kerusakan spesifik penyakit dan non-penyakit tertentu dan mengkuantifikasi kerusakan kumulatif nonreversibel yang telah terjadi sejak onset penyakit. [22] Mortalitas Dalam SLE, ada pola mortalitas bimodal, baik dari aktivitas penyakit awal atau dari komplikasi yang berkaitan dengan penyakit itu sendiri atau terapi yang digunakan dalam pengobatan penyakit [25]. Penyakit ginjal adalah salah satu faktor prognosis yang buruk

[4].

Perbaikan terbaru dalam diagnosis dini, pengenalan bentuk yang

lebih ringan dan peningkatan strategi manajemen berkontribusi dalam perbaikan penanganan cSLE. Pada tahun 1981, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk cSLE dilaporkan sebesar 82%, tetapi dalam beberapa penelitian yang lebih baru, angka ini telah meningkat menjadi 95%.

[13]

Menurut Wadee et al

[26]

probabilitas

kelangsungan hidup 5 tahun adalah antara 57% dan 72% pada dewasa di SA. Hal ini dianggap karena pola penyakit yang secara inheren lebih agresif pada orang Afrika berkulit hitam. Manajemen SLE pada Ibu menyusui Berdasarkan epidemiologi, Systemic lupus erythematosus (SLE) mengenai wanita pada dekade kedua hingga keempat hidupnya; dengan demikian, masalah reproduksi pada populasi pasien ini merupakan pertimbangan klinis yang penting. Childhood-onset SLE dikenal lebih agresif dan menunjukkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan SLE pada orang dewasa karena keterlibatan organ yang lebih luas termasuk lupus nephritis dan lupus neuropsikiatrik, aktivitas penyakit yang lebih tinggi, dan risiko kematian yang lebih tinggi

[27].

Penggunaan

kortikosteroid, agen imunosupresif, dan siklofosfamid juga lebih tinggi pada populasi pasien anak [28]. Masa kehamilan pada semua pasien anak adalah risiko tinggi, dengan risiko kelahiran premature, BBLR, IUGR, dan kematian neonatal yang lebih tinggi bahkan jika disesuaikan untuk status sosial ekonomi yang lebih rendah dan penurunan akses ke perawatan pra-kelahiran

[29,30].

Selain itu, hampir 75%

kehamilan pada wanita usia 15-19 tahun di AS tidak direncanakan

[31].

Dengan

demikian, kehamilan pada pasien SLE pediatrik menyajikan masalah manajemen klinis yang sulit karena kehamilan SLE lebih baik ketika direncanakan dan ketika penyakit dalam remisi [32]. Salah satu masalah yang timbul adalah penggunaan obat SLE yang dikonsumsi oleh ibu dan dapat berpengaruh pada kesehatan anak yang ditransmisikan melalui plasenta atau ASI. Prinsip Umum untuk Therapy SLE pada masa Laktasi Selama menyusui, obat-obatan ditransfer ke ASI melalui difusi pasif dari area konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, dengan sangat sedikit obat yang secara aktif diangkut ke ASI. Kebanyakan obat mencapai kadar puncak dalam ASI 1-2 jam setelah konsumsi. Beberapa faktor meningkatkan jumlah obat dalam ASI, termasuk pengikatan protein yang buruk, berat molekul yang lebih rendah, pKa lebih tinggi (konstanta disosiasi asam logaritmik negatif), dan kelarutan lemak yang lebih besar. Bioavailabilitas oral suatu obat melalui saluran pencernaan bayi seringkali rendah. Namun, mengingat metabolisme hati yang belum matang, waktu paruh beberapa obat mungkin lebih lama dalam sirkulasi neonatal dibandingkan dengan ibu, yang dapat menyebabkan akumulasi obat [33, 34]. Jenis therapy Tabel 1 merangkum rekomendasi untuk pengobatan pada kehamilan dan menyusui pada pasien dengan SLE. Obat

Keterangan

Obat Anti-

Karena NSAID sangat terikat dengan protein dan memiliki

inflamasi

kelarutan lemak rendah, sedikit yang ditransfer ke ASI. Tidak

Nonsteroid

ada ibuprofen yang ditemukan dalam ASI pada dosis ibu

(NSAID)

(400 mg setiap 6 jam)

[35]

. Demikian pula, dosis minimal

ditemukan dalam ASI wanita setelah konsumsi indometasin 300 mg [34], diklofenak 150 mg [36], naproxen 375 mg [37], dan piroksikam 375 mg

[38]

. Secara keseluruhan, NSAID aman

dengan laktasi, dengan ibuprofen kemungkinan menjadi agen pilihan yang diberikan waktu paruh yang singkat. Aspirin

Aspirin kompatibel dengan menyusui pada dosis rendah. Dalam satu penelitian kecil pada wanita yang mengonsumsi 81 atau 325 mg setiap hari, asam asetilsalisilat berada di bawah batas deteksi dalam ASI dan dosis bayi relatif untuk asam salisilat adalah 0,4 dan 0,45% [39]. Namun, aspirin dosis tinggi telah dilaporkan menyebabkan efek samping pada bayi yang disusui, seperti kasus 16 hari, yang mengembangkan asidosis metabolik dengan asupan ibu 3,9 g aspirin setiap hari [40]

Kortikosteroid

.

Prednison dan prednisolon diekskresikan dalam ASI, dan ratio susu / serum ibu meningkat seiring dengan peningkatan dosis, tetapi kadar dalam ASI masih minim. Setelah prednisolon 50 mg, rata-rata 0,025% dosis ditemukan dalam ASI; bahkan setelah pemberian prednisolon 80 mg, tingkat minimal ditemukan dalam ASI, terutama 4 jam setelah dosis [41-43]

. Dengan 1000 mg pulses methylprednisolone, obat

dalam kadar rendah ditemukan dalam ASI dengan dosis bayi relatif 1,45, 1,35, dan 1,15% untuk hari 1, 2, dan 3, dan perkiraan paparan bayi sebesar 0,207, 0,194, dan 0,164 mg / kg / hari, masing-masing

[44]

. Sementara paparan dalam ASI

rendah bahkan dengan dosis metilprednisolon, kadar tertinggi

ditemukan pada 2-4 jam pertama setelah pemberian. Ketika menggunakan dosis lebih dari 20 mg prednison perhari atau dengan terapi IV pulse, dianjurkan agar menunda menyusui untuk 4 jam pertama setelah pemberian. Anti-Malaria

Hydroxychloroquine dan chloroquine dianggap kompatibel dengan laktasi, dengan tingkat minimal yang ditemukan dalam ASI [45,46].

Azathioprine

Meskipun penelitiannya masih jarang, beberapa penelitian menunjukkan bahwa azathioprine kemungkinan aman untuk menyusui, dengan sedikit metabolit yang ditemukan dalam ASI [47] dan tidak ada metabolit yang ditemukan dalam serum neonatus dengan ibu yang mendapat therapy azathioprine [48]. Konsentrasi yang diukur dari 6-meraptopurine yang dicerna oleh bayi dari ibu menyusui dengan terapi azathioprine adalah <0,008 mg / kg berat badan / 24 jam, dan sebagian besar diekskresikan dalam 4 jam pertama setelah konsumsi obat [49].

Cyclosporine

Siklosporin dirasakan kompatibel dengan menyusui, dengan sedikit terdeteksi dalam ASI [50].

Tacrolimus

Tingkat tacrolimus yang dapat diabaikan telah terdeteksi dalam ASI <0,5% dosis ibu dan dianggap kompatibel dengan menyusui.

Mycophenolic

Tidak ada data pada manusia mengenai pemberian ASI dan

Acid (MPA)

MPA, tetapi data hewan menunjukkan itu masuk ke ASI [51]. Mengingat kurangnya data keamanan selama menyusui, penggunaanya sebaiknya dihindari.

Methotrexate

Sementara metotreksat tidak diekskresikan tinggi dalam ASI [52]

, tidak ada penelitian tentang efek jangka panjangnya saat

menyusui dan diberi perhatian yang mungkin dipertahankan

dalam jaringan manusia seperti sel gastrointestinal dan ovarium neonatal, sebaiknya dihindari selama laktasi [53]. Cyclophospham

Cyclophosphamide ditemukan dalam ASI dan telah dikaitkan

ide

dengan cytopenias pada bayi[54]. Harus dihindari selama menyusui.

Imunoglobulin

IVIG menyilang ke dalam ASI dan masih tergolong aman [55]

Intravena (IVIG) Rituximab

Meskipun IgG1 diperkirakan tidak akan ditransfer ke ASI pada konsentrasi tinggi, atau diserap oleh usus bayi

[56]

,

pernah ada satu laporan tingkat minimal rituximab yang terdeteksi dalam ASI [57]. Belimumab

Pada dosis 150 mg / kg, dosis kecil belimumab terdeteksi dalam ASI

[58]

. Saat ini direkomendasikan bahwa obat ini

dihentikan 4 bulan sebelum konsepsi.

Daftar Pustaka 1. Cassidy JT, Petty RE, Laxer RM, Lindsley L.Textbook of Pediatric Rheumatology. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders, 2011:315-318. 2. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. Epidemiology of systemic lupus erythematosus: A comparison of worldwide disease burden. Lupus 2006;15:308-318. [http://dx.doi.org/10.1191/0961203306lu2305xx] 3. Pons-Estel GJ, Alarcón GS, Scofield L, Reinlib L, Cooper GS. Understanding the epidemiology and progression of systemic lupus erythematosus. Semin Arthritis Rheum 2010;39:257-268. [http://dx.doi. org/10.1016/j.seminarthrit.2008.10.007] 4. Cervera R, Khamashta MA, Font J, et al., and the European Working Party on Systemic Lupus Erythematosus. Systemic lupus erythematosus: Clinical and immunologic patterns of disease expression in a cohort of 1000 patients. Medicine 1993;72:113-124. 5. Hiraki LT, Benseler SM, Tyrell PN, Harvey E, Hebert D, Silverman E. Ethnic differences in pediatric systemic lupus erythematosus. J Rheumatol 2009;36:2539-2546. [http://dx.doi.org/10.3899/jrheum.081141] 6. Khuffash FA, Majeed HA, Lubani MM, Najdi KN, Gunawardana SS, Bushnaq R. Epidemiology of juvenile chronic arthritis and other connective tissue diseases among children in Kuwait. Ann Trop Paediatr 1990;10:255-259. 7. Tiffin N, Hodkinson B, Okpechi I. Lupus in Africa: Can we dispel the myths and face the challenges? Lupus [Epub 30 October 2013] [http://dx.doi.org/10.1177/0961203313509296] 8. Midgley A, Watson L, Beresford MW. New insights into the pathogenesis and management of lupus in children. Arch Dis Child 2014;99:563-567. [http://dx.doi.org/10.1136/archdischild-2013-304397] 9. Hochberg MC. Updating the American College of Rheumatology revised criteria for the classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 1997;40:1725. [http://dx.doi.org/10.1002/art.1780400928] 10. Petri M, Orbai A-M, Alarcon GS, et al. Derivation and validation of the systemic lupus international collaborating clinics classification criteria for systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 2012;64:2677-2686. [http://dx.doi.org/10.1002/art.34473] 11. Faller G, Thomson PD, Kala UK, Hahn D. Demographics and presenting clinical features of childhood systemic lupus erythematosus. S Afr Med J 2005;95:424-427. 12. Lewandowski L, Schanberg L, Thielman N, Scott C. PULSE – Pediatric Update on Lupus in South Africa: Epidemiology and Management. American College of Rheumatology meeting, November 2014, Boston, MA, USA. 13. Gonzalez B, Hernandez P, Olguin H, et al. Changes in the survival of patients with systemic lupus erythematosus in childhood: 30 years experience in Chile. Lupus 2005;14:918-923. [http://dx.doi.org/10.1191/0961203303lu2183xx] 14. Hiraki LT, Benseler SM, Tyrrell PN, Hebert D, Harvey E, Silverman ED. Clinical and laboratory characteristics and long-term outcome of pediatric

systemic lupus erythematosus: A longitudinal study. J Pediatr 2008;152:550-556. [http://dx.doi.org/10.1016/j.jpeds.2007.09.019] 15. Cozzani E, Drosera M, Gasparini G, Parodi A. Serology of lupus erythematosus: Correlation between immunopathological features and clinical aspects. Autoimmune Dis 2014;2014:321359. [http://dx.doi.org/10.1155/2014/321359] [Epub 6 February 2014] 16. Yaniv G, Twig G, Shor DB, et al. A volcanic explosion of autoantibodies in systemic lupus erythematosus: A diversity of 180 different antibodies found in SLE patients. Autoimmun Rev 2015;14:75-79. [http://dx.doi.org/10.1016/j.autrev.2014.10.003] 17. Lewandowski LB, Scott C. Apartheid and healthcare access for paediatric systemic lupus erythematosus patients in South Africa. S Afr J Child Health 2015;9:36-37. [http://dx.doi.org/10.7196/sajch.869] 18. Bertsias G, Ioannidis JPA, Boletis J, et al. EULAR recommendations for the management of systemic lupus erythematosus. Report of a Task Force of the EULAR Standing Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics. Ann Rheum Dis 2008;67: 195-205. [http://dx.doi.org/10.1136/ard.2007.070367] 19. Arici ZS, Batu ED, Ozen S. Reviewing the recommendations for lupus in children. Curr Rheumatol Rep 2015;17(3):17. [http://dx.doi.org/10.1007/s11926-014-0489-5] 20. Tarr G, Hodkinson B, Reuter H. Superheroes in autoimmune warfare: Biologic therapies in current South African practice. S Afr Med J 2014;104:787-791. [http://dx.doi.org/10.7196/SAMJ.8947] 21. Heijstek MW, de Bruin LMO, Bijl M, et al. EULAR recommendations for vaccination in paediatric patients with rheumatic diseases. Ann Rheum Dis 2011;70:1704-1712. [http://dx.doi.org/10.1136/ard.2011.150193] 22. Gladman DD, Ginzler E, Goldsmith C, et al. The development and initial validation of the Systemic Lupus International Collaborating Clinics/American College of Rheumatology Damage Index for systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 1996;39:363-369. [http://dx.doi.org/10.1002/art.1780390303] 23. Bombardier C, Gladman DD, Urowitz MB, Caron D, Chang CH. Derivation of the SLEDAI: A disease activity index for lupus patients. Arthritis Rheum 1992;35:630-640. [http://dx.doi.org/10.1002/art.1780350606] 24. Brunner HI, Feldman BM, Bombardier C, Silverman ED. Sensitivity of the Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index, British Isles Lupus Assessment Group Index, and Systemic Lupus Activity Measure in the evaluation of clinical change in childhood onset systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 1999;42:1354-1360. [http://dx.doi.org/10.1002/1529-0131(199907)42:7] 25. Urowitz MB, Bookman AA, Koehler BE, Gordon D, Smythe HA, Ogryzlo MA. The bimodal pattern of systemic lupus erythematosus. Am J Med 1976;60:221-225. [http://dx.doi.org/10.1016/0002-9343(76)90431-9] 26. Wadee S, Tikly M, Hopley M. Causes and predictors of death in South Africans with systemic lupus erythematosus. Rheumatology 2007;46:14871491. [http://dx.doi.org/10.1093/rheumatology/kem180]

27. Mina R, Brunner HI. Pediatric lupus: are there differences in presentation, genetics, response to therapy, and damage accrual compared with adult lupus? Rheum Dis Clin North Am. 2010;36(1):53–80, vii–viii. 28. Tucker LB, Uribe AG, Fernandez M, et al. Adolescent onset of lupus results in more aggressive disease and worse out- comes: results of a nested matched case–control study within LUMINA, a multiethnic US cohort (LUMINA LVII). Lupus. 2008;17(4):314–22. 29. Malabarey OT, Balayla J, Klam SL, Shrim A, Abenhaim HA. Pregnancies in young adolescent mothers: a population- based study on 37 million births. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2012;25(2):98–102. 30. Chen XK, Wen SW, Fleming N, Demissie K, Rhoads GG, Walker M. Teenage pregnancy and adverse birth outcomes: a large population based retrospective cohort study. Int J Epidemiol. 2007;36(2):368–73. 31. Finer LB, Zolna MR. Declines in unintended pregnancy in the United States, 2008–2011. N Engl J Med. 2016;374(9):843–52. 32. Clark CA, Spitzer KA, Nadler JN, Laskin CA. Preterm deliver- ies in women with systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 2003;30(10):2127–32. 33. 19. Henderson E, Mackillop L. Prescribing in pregnancy and during breast feeding: using principles in clinical practice. Postgrad Med J. 1027;2011(87):349–54. 34. Rowe H, Baker T, Hale TW. Maternal medication, drug use, and breastfeeding. Pediatr Clin N Am. 2013;60(1):275–94. 35. Townsend RJ, Benedetti TJ, Er ickson SH, et al. Excre- tion of ibuprofen into breast milk. Am J Obstet Gynecol. 1984;149(2):184–6. 36. Lebedevs TH, Wojnar-Hor ton RE, Yapp P, et al. Excre- tion of indomethacin in breast milk. Br J Clin Pharmacol. 1991;32(6):751–4. Voltaren package insert. 37. Jamali F, Stevens DR. Naproxen excretion in milk and its uptake by the infant. Drug Intell Clin Pharm. 1983;17(12):910–1. 38. Ostensen M, Matheson I, Laufen H. Piroxicam in breast milk after long-term treatment. Eur J Clin Pharmacol. 1988;35(5):567–9. 39. Datta P, Rewers-Felkins K, Kallem RR, Baker T, Hale TW. Transfer of low dose aspirin into human milk. J Hum Lancet. 2017;33(2):296–9. 40. Clark JH, Wilson WG. A 16-day-old breast-fed infant with metabolic acidosis caused by salicylate. Clin Pediatr (Phila).1981;20(1):53–4. 41. Katz FH, Duncan BR. Letter: entry of prednisone into human milk. N Engl J Med. 1975;293(22):1154. 42. Greenberger PA, Odeh YK, Frederiksen MC, Atkinson AJ Jr. Pharmacokinetics of prednisolone transfer to breast milk. Clin Pharmacol Ther. 1993;53(3):324–8.

43. Ost L, Wettrell G, Bjorkhem I, Rane A. Prednisolone excretion in human milk. J Pediatr. 1985;106(6):1008–11. 44. Cooper SD, Felkins K, Baker TE, Hale TW. Transfer of methyl- prednisolone into breast milk in a mother with multiple sclerosis. J Hum Lancet. 2015;31(2):237–9. 45. Law I, Ilett KF, Hackett LP, et al. Transfer of chloroquine and desethylchloroquine across the placenta and into milk in Mela- nesian mothers. Br J Clin Pharmacol. 2008;65(5):674–9 46. Costedoat-Chalumeau N, Amoura Z, Huong DL, Lechat P, Piette JC. Safety of hydroxychloroquine in pregnant patients with con- nective tissue diseases. Review of the literature. Autoimmun Rev.2005;4(2):111–5. 47. Sau A, Clarke S, Bass J, Kaiser A, Marinaki A, Nelson- Piercy C. Azathioprine and breastfeeding: is it safe? BJOG. 2007;114(4):498–501. 48. Gardiner SJ, Gearry RB, Roberts RL, Zhang M, Barclay ML, Begg EJ. Exposure to thiopurine drugs through breast milk is low based on metabolite concentrations in mother-infant pairs. Br J Clin Pharmacol. 2006;62(4):453–6. 49. Christensen LA, Dahlerup JF, Nielsen MJ, Fallingborg JF, Schmiegelow K. Azathioprine treatment during lactation. Ali- ment Pharmacol Ther. 2008;28(10):1209–13. 50. Moretti ME, Sgro M, Johnson DW, et al. Cyclosporine excretion into breast milk. Transplantation. 2003;75(12):2144–6. 51. Coscia LA, Armenti DP, King RW, Sifontis NM, Constantinescu S, Moritz MJ. Update on the teratogenicity of maternal mycophe- nolate mofetil. J Pediatr Genet. 2015;4(2):42–55. 52. Thorne JC, Nadarajah T, Moretti M, Ito S. Methotrexate use in a breastfeeding patient with rheumatoid arthritis. J Rheumatol. 53. 2014;41(11):2332.American Academy of Pediatrics Committee on Drugs. Trans- fer of drugs and other chemicals into human milk. Pediatrics. 2001;108(3):776–89. 54. Durodola JI. Administration of cyclophosphamide during late pregnancy and early lactation: a case report. J Natl Med Assoc.1979;71(2):165–6. 55. Palmeira P, Costa-Carvalho BT, Arslanian C, Pontes GN, Nagao AT, Carneiro-Sampaio MM. Transfer of antibodies across the placenta and in breast milk from mothers on intravenous immu- noglobulin. Pediatr Allergy Immunol. 2009;20(6):528–35. 56. Gasparoni A, Avanzini A, Ravagni Probizer F, Chirico G, Ron- dini G, Severi F. IgG subclasses compared in maternal and cord serum and breast milk. Arch Dis Child. 1992;67((Spec No1)):41–3. 57. Bragnes Y, Boshuizen R, de Vries A, Lexberg A, Ostensen M.Low level of Rituximab in human breast milk in a patient treated during lactation. Rheumatology (Oxford). 2017;56(6):1047–8. 58. Auyeung-Kim DJ, Devalaraja MN, Migone TS, Cai W, Chellman GJ. Developmental and peri-postnatal study in cynomolgus mon- keys with belimumab, a monoclonal antibody directed against B-lymphocyte stimulator. Reprod Toxicol. 2009;28(4):443–55.

Related Documents

Tinjauan Pustaka
May 2020 27
Tinjauan Pustaka
October 2019 43
Tinjauan Pustaka
June 2020 32
Tinjauan Pustaka
October 2019 49
Tinjauan Pustaka
June 2020 35
Tinjauan Pustaka
October 2019 45

More Documents from "Rusman Efendi"

Tinjauan Pustaka Sle.docx
December 2019 7
Bab Ii.docx
December 2019 8
Cover.docx
December 2019 6
Ktg Nova.docx
December 2019 10